• Tidak ada hasil yang ditemukan

PDF BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2024

Membagikan "PDF BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang"

Copied!
5
0
0

Teks penuh

(1)

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Di negara maju, penyakit tidak menular (penyakit kronik) terutama penyakit kardiovaskuler, hipertensi, diabetes, dan penyakit gagal ginjal kronik telah menggantikan penyakit menular sebagai masalah kesehatan yang utama pada masyarakat. Gangguan fungsi ginjal dapat menggambarkan kondisi sistem vaskuler sehingga dapat membantu mencegah penyakit sejak dini sebelum muncul komplikasi yang lebih serius seperti stroke, jantung koroner, gagal ginjal, dan penyakit pembuluh darah perifer (Yonata et al., 2020). Apabila penyakit ginjal tidak dideteksi sejak dini dan tidak mendapat penanganan yang tepat, maka penyakit ini dapat menjadi lebih parah dan mencapai stadium akhir sehingga akan berakibat fatal bagi penderitanya bahkan bisa menyebabkan kematian. Kurangnya pengetahuan masyarakat tentang pencegahan penyakit ini serta gejalanya menjadi penyebab faktor utama tingginya orang yang terjangkit penyakit ginjal (Rahardjo, 2013).

Gagal ginjal kronis merupakan suatu kondisi dimana terdapat perubahan fungsi ginjal yang progresif serta irreversible, yang ditandai dengan penurunan laju filtrasi glomerulus secara tiba-tiba dan cepat (dalam hitungan jam hingga minggu) dimana pada penyakit ini ginjal tidak dapat mempertahankan keseimbangan cairan dan elektrolit yang menyebabkan uremia (Fiena, 2018). Beban Chronic Kidney Disease (CKD) sangat besar, menurut WHO perkiraan kesehatan global, 864 226 kematian (atau 1,5% dari kematian di seluruh dunia) disebabkan oleh kondisi ini pada tahun 2012. Peringkat keempat belas dalam daftar penyebab utama kematian, CKD menyumbang 12,2% kematian per 100.000 orang (Webster et al., 2017).

Diperkirakan Jumlah penderita PGK di Indonesia kurang lebih 70.000 orang dan pasien yang menjalani hemodialisis sebanyak 10.000 orang, bertambahnya jumlah Insiden tahunan pasien CKD adalah 6%. Di Indonesia, total orang yang menderita CKD meningkat dari tahun ke tahun tahun seperti yang ditunjukkan oleh Penyakit Ginjal Indonesia Renal Registry (IRR), pasien baru tahun 2015 CKD mencapai 21.050 orang dimana jumlah ini meningkat pada tahun 2016 sebesar 25.446 orang (Patricia & Harmawati, 2021). Berdasarkan data PERNEFRI (Perhimpunan Nefrologi Indonesia) tahun 2012, jenis fasilitas layanan yang diberikan oleh renal unit adalah hemodialisis (78%), Continuous Ambulatory Peritoneal Dialysis (3%),

(2)

transplantasi (16%) dan Continuous Renal Replacement Therapy (3%) (Farhendi &

Fitriani, 2017).

Pengobatan gagal ginjal kronis dibagi menjadi dua tahap yaitu, pengobatan secara konservatif dan pengobatan pengganti ginjal. Pengobatan konservatif gagal ginjal meliputi tindakan untuk mencegah perkembangan gagal ginjal, menstabilkan kondisi pasien, dan mengobati faktor reversibel. Terapi penggantian ginjal dapat digunakan untuk dialisis intermitten atau transplantasi ginjal, yang merupakan cara paling efektif untuk mengobati gagal ginjal. (Nisa, 2019)

Terapi alternatif agar pasien PGK dapat bertahan hidup adalah hemodialisis (HD) yang bertujuan untuk membantu fungsi ginjal, sehingga memperpanjang masa kelangsungan hidup dan meningkatkan kualitas hidup pasien PGK. Terapi hemodialisis merupakan terapi alternatif yang menggunakan membran semipermeabel untuk mengolah sisa metabolisme atau toksin tertentu dalam peredaran darah manusia, seperti air, natrium, kalium, hidrogen, urea, kreatinin, dan asam urat, sebagai terapi alternatif. Dialisat dalam pemisah darah dan ginjal buatan, di mana proses difusi, permeasi, dan ultrafiltrasi terjadi filtrat (Mailani & Andriani, 2017).

Mengingat dampak uremia, diet pasien gagal ginjal kronis yang menjalani pengobatan hemodialisis sangat penting. Jika ginjal yang rusak tidak dapat mengeluarkan produk akhir metabolisme, zat asam ini akan terakumulasi dalam serum pasien dan bertindak sebagai racun atau toksin dalam tubuh pasien. Semakin banyak racun yang terakumulasi, semakin parah gejalanya. Akumulasi cairan juga dapat terjadi, menyebabkan gagal jantung kongestif dan edema paru, yang menyebabkan kematian. Karena hal-hal ini sangat penting bagi pasien untuk mematuhi diet.

Sehingga kebutuhan pasien tetap terpenuhi dan mampu melakukan aktivitas normal (Mailani & Andriani, 2017)

Proses hemodialisis akan menyebabkan hilangnya protein dan zat gizi lainnya, sehingga asupan protein harian juga harus ditingkatkan untuk mengimbangi hilangnya dua jenis protein, yaitu 1,2 g/kg berat badan ideal/. Kebutuhan energi pasien gagal ginjal kronik adalah 35 kkal/kg berat badan ideal/hari. Asupan lemak pasien hemodialisis dengan gagal ginjal kronik adalah 15-30% dari total kebutuhan energi.

Kebutuhan karbohidrat pada pasien hemodialisis dengan gagal ginjal kronis mencapai 55-75% dari total kebutuhan energi. Pasien dengan gagal ginjal kronis membutuhkan investasi yang cukup untuk mencapai nutrisi yang optimal (Damayanti, 2017)

Kenaikan berat badan selama interval dialisis menunjukkan kelebihan cairan.

Terlalu banyak cairan dapat menyebabkan komplikasi edema yang disebabkan oleh tidak seimbangnya cairan dan elektrolit. Tidak seimbangnya cairan dan elektrolit tubuh

(3)

biasanya disebabkan oleh perbedaan cairan tubuh di dalam dan di luar sel atau antara ruang cairan dan pembuluh darah. Salah satu kation yang berperan penting dalam keseimbangan cairan tubuh adalah natrium dan kalium dalam cairan ekstraseluler.

Pembatasan natrium karena natrium menyebabkan rasa haus dan menahan kelebihan cairan dalam tubuh. Pembatasan natrium khususnya dalam garam lebih diperuntukkan dalam mengontrol tekanan darah dan menurunkan edema. Jika penderita Gagal Ginjal Kronik mengkonsumsi natrium di atas kebutuhan normal, akan menyebabkan penderita minum lebih banyak, dan menyebabkan peningkatan berat badan dan tekanan darah. Hal ini dapat menyebabkan pembengkakan atau sembab (edema) pada wajah dan pergelangan kaki diikuti oleh kesulitan bernafas. (M. Sari &

Sureskiarti, 2017)

Asupan kalium pada pasien PGK juga dibatasi, karena pasien gagal ginjal biasanya mengalami hiperkalemia yang berhubungan dengan oliguria 3 (penurunan output urin) atau penyakit metabolik dan obat yang mengandung kalium. Hiperkalemia biasanya dicegah dengan hati-hati menangani kandungan kalium dari semua obat oral dan intravena (Fitriana, 2017).

Salah satu cara untuk menentukan diagnosis gagal ginjal adalah dengan menilai kadar ureum dan kreatinin serum, karena kedua senyawa ini hanya dapat diekskresikan oleh ginjal. Kreatinin adalah hasil pemecahan keratin, yang merupakan senyawa yang mengandung nitrogen yang terutama ditemukan di otot. Jumlah produksi dan sekresi kreatinin sebanding dengan massa otot (Purnawinadi, 2021)

Urea dan kreatinin adalah senyawa yang menunjukkan fungsi ginjal normal.

Oleh karena itu, tes kreatinin ureum selalu digunakan untuk memeriksa fungsi ginjal pasien yang diduga mengalami gangguan ginjal. Penyakit ginjal kronis menyebabkan penurunan laju filtrasi glomerulus (fungsi filtrasi ginjal), yang mengurangi aliran ureum dan kreatinin melalui urin, akibatnya zat ini meningkat dalam darah. Upaya penurunan kadar kreatinin serum dengan meningkatkan fungsi ginjal. Untuk meningkatkan fungsi ginjal diperlukan cuci darah (hemodialisis) yang akan memainkan fungsi utama menggantikan ginjal yaitu mengeluarkan darah dari sisa-sisa metabolisme tubuh di dalam darah melalui penyaringan. Jika kedua ginjal tidak berfungsi dengan baik (tahap akhir penyakit ginjal kronik), sisa-sisa hasil metabolisme yang diproduksi oleh sel normal akan kembali masuk ke dalam darah (Purnawinadi, 2021).

Efek hemodialisis pada pasien gagal ginjal kronik terbukti berpengaruh terhadap penurunan respon imun. Perubahan sistem kekebalan tubuh akan menyebabkan penurunan sistem kekebalan tubuh, membuat infeksi lebih mungkin terjadi. Dua kondisi yang sering menyertai pasien gagal ginjal kronik hemodialisis adalah inflamasi dan malnutrisi. Asupan makanan yang berkurang karena asupan

(4)

makanan yang berkurang dapat menyebabkan malnutrisi pada pasien. Malnutrisi terjadi karena adanya perubahan fisik klinis yaitu mual dan muntah yang mengakibatkan percepatan progresivitas penyakit dan penurunan daya tahan tubuh pasien. Faktor-faktor yang mempengaruhi terjadinya malnutrisi pada pasien gagal ginjal kronik adalah asupan nutrisi yang tidak mencukupi atau tidak seimbang, gangguan metabolisme penyerta dan adanya penyakit penyerta lainnya (D. Fitriana &

Sureskiarti, 2018).

Berdasarkan uraian diatas, maka penulis tertarik untuk melakukan penelitian mengenai hubungan adekuasi hemodialisis dengan asupan energi dan cairan elektrolit serta indeks massa tubuh (IMT) pada penderita penyakit gagal ginjal kronik.

B. Rumusan Masalah

Bagaimana hubungan adekuasi hemodialisis dengan asupan energi dan cairan elektrolit serta indeks massa tubuh (IMT) pada penderita penyakit gagal ginjal kronik.

C. Tujuan Penelitian 1. Tujuan Umum

Mengetahui hubungan adekuasi hemodialisis dengan asupan energi dan cairan elektrolit serta indeks massa tubuh (IMT) pada penderita penyakit gagal ginjal kronik.

2. Tujuan Khusus

a. Mengidentifikasi karakteristik penderita penyakit ginjal kronik yang menjalani hemodialisis

b. Mengidentifikasi hubungan adekuasi hemodialisis dengan asupan energi pada penderita penyakit ginjal kronik

c. Mengidentifikasi hubungan adekuasi hemodialisis asupan cairan elektrolit pada penderita penyakit ginjal kronik

d. Mengidentifikasi hubungan adekuasi hemodialisis dengan indeks massa tubuh (IMT) pada pederita penyakit gagal ginjal kronik

(5)

D. Manfaat Penelitian 1. Manfaat Teoritis

Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi sumber informasi terutama tentang adekuasi hemodialisis dengan asupan energi dan cairan elektrolit serta indeks massa tubuh (IMT) pada pederita penyakit gagal ginjal kronik.

2. Manfaat Praktis a. Peneliti

Hasil studi literatur ini diharapkan dapat menambah pengetahuan dan wawasan serta penerapan teori-teori yang telah didapatkan selama menempuh perkuliahan.

b. Pembaca

Hasil studi literatur ini diharapkan dapat sebagai acuan dalam menjalani pola hidup sehat sehingga dapat memenuhi kecukupan energi serta kadar cairan elektrolit dalam tubuh agar terhindar dari komplikasi.

Referensi

Dokumen terkait

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui hubungan adekuasi hemodialisis dengan asupan makan dan indeks massa tubuh pasien gagal ginjal kronik yang

Bagaimana perbedaan asupan makanan (energi, karbohidrat, protein, lemak) balita di perkotaan dan pedesaan pada provinsi dengan beban gizi ganda: analisis data Studi

Penelitian tentang hubungan durasi tidur, asupan energi dan aktivitas fisik dengan kejadian obesitas pada petugas kesehatan puskesmas di Kabupaten Pidie Jaya Provinsi Aceh

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat bagi semua pihak. Adapun manfaat yang diharapkan dari penelitian ini yaitu sebagai berikut.. Secara teoritis, penelitian

Perbedaan pada metode, populasi, kriteria sampel, jumlah sampel, dosis jahe, instrumen penilai mual muntah, jumlah hari intervensi, penilaian asupan energi. Sedangkan pada

Manfaat secara teoritis penelitian ini adalah untuk membuktikan tentang pentingnya menggunakan metode pembelajaran yang inovatif, efektif dan menyenangkan dalam

1.4 Manfaat KTI 1.4.1 Manfaat Teoritis Hasil penelitian ini dapat berguna dalam mengembangkan dan menambah keluasan ilmu pengetahuan dan teknologi dibidang keperawatan terkait

Hubungan Adekuasi Hemodialisis Dengan Asupan Makan Dan Indeks Massa Tubuh Pasien Gagal Ginjal Kronik Yang Menjalani Hemodialisis Di Rsud Abdul Moeloek Bandar Lampung.. Jurnal Medical