1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Kesehatan merupakan kebutuhan yang fundamental bagi setiap individu dalam berbagai aspek dan tahap kehidupan tanpa memandang jenis kelamin, usia, etnis maupun kelas sosial (Herlan et al., 2020). Sedangkan menurut WHO: "Kesehatan ialah keadaan yang sejahtera dari aspek fisik, mental, dan sosial yang membolehkan individu hidup secara produktif dari segi sosial dan ekonomi", persepsi konsep sehat yang dimiliki masyarakat dapat berbeda-beda (multi tafsir) (Batara, 2018). Konsep sehat dari WHO tersebut tertuang dalam UU Kesehatan No. 36 Tahun 2009 yang berbunyi
“Kesehatan adalah keadaan sejahtera dari badan, jiwa, dan sosial yang memungkinkan setiap individu hidup produktif secara sosial dan ekonomis”. Ini menunjukkan bahwa kesehatan harus dipandang secara holistik dan merupakan tujuan dari kesehatan masyarakat.(RB. Asyim &
Yulianto, 2022). Kesehatan tersebut dipengaruhi beberapa faktor.
Faktor-faktor yang mempengaruhi derajat kesehatan individu, keluarga dan kelompok menurut HL Bloom yaitu: lingkungan, perilaku, pelayanan kesehatan, genetik. Kementrian Kesehatan 2019 menyatakan bahwa faktor yang mempengaruhi kesehatan 40% faktor lingkungan, 30%
faktor perilaku, 20% faktor pelayanan kesehatan dan 10% faktor genetika
(Kemenkes.,2019). Selain itu, terdapat faktor-faktor lain yang turut mempengaruhi status kesehatan seseorang yaitu perdamaian atau keamanan (peace), tempat tinggal yang layak (shelter), pendidikan (education), makanan (food), pendapatan (income), ekosistem yang stabil dan seimbang (astable ecosystem), sumber daya yang berkelanjutan (sustainable resource), serta keadilan sosial (social justice) (Cholifah et al., 2020).
Ketidakseimbangan dari faktor-faktor tersebut menjadikan individu, keluarga dan kelompok terganggu kesehatanya.
Masalah kesehatan dalam hal ini yang dipengaruhi oleh faktor lingkungan antara lain: tuberkulosis (TBC), malaria, filariasis, dan demam berdarah dengue (DBD). Data dari Riskesdas 2018, penyakit TBC sebanyak 321 per 100.000 penduduk, malaria sebanyak 0,37%, filariasis sebanyak 51,8%. DBD menurut data Kementerian RI 2022 sebanyak 131.265 kasus dengan angka kematian sebanyak 1.1135 orang, dan kabupaten atau kota yang mencatat kasus DBD tertinggi adalah kota bandung dengan 4196 kasus (Kemenkes RI 2022). Penyakit yang disebabkan karena perilaku individu yaitu sindrom metabolik (hipertensi, diabetes meilitus (DM), obesitas, dan kadar kolesterol yang tidak normal (Kemenkes RI, 2019). Data dari Riskesdas tahun 2018 sindrom metabolik mengalami peningkatan seperti obesitas sentral sebanyak 692.007 kasus, hipertensi 658.201 kasus, dan DM 1.017.290 kasus, sehingga perlunya pengelolaan lingkungan dan tatalaksana pencegahan penyakit melalui perilaku hidup bersih dan sehat (PHBS).
PHBS merujuk pada tindakan yang dilakukan oleh individu untuk menjaga dan meningkatkan kesehatan mereka, termasuk upaya pencegahan penyakit, menjaga kebersihan diri, menjaga kebugaran melalui olahraga dan mengonsumsi makanan bergizi. Data yang didapat dari Riskesdas 2018 proporsi individu yang ber-PHBS baik belum mencapai setengah (41,3%).
Terdapat lima provinsi dengan proporsi terendah dalam ber-PHBS yaitu Papua (21,7%), Nusa Tenggara Timur (24,4%), Sumatera Barat (26,1%), Kalimantan Barat (26,3%), dan Aceh (26,9%). Individu yang memperlihatkan perilaku sehat merasa sehat meskipun secara medis belum tentu mereka benar-benar sehat. Terbentuknya perilaku sehat dipengaruhi oleh tiga aspek, yaitu: pengetahuan tentang kesehatan, sikap mengenai kesehatan, tindakan atau praktik kesehatan (Irwan, 2017). Lingkup PHBS terdapat di tatanan rumah tangga, sekolah, tempat kerja (kantor), tempat umum, dan fasilitas pelayanan kesehatan (rumah sakit).
Menurut UU Nomor 36 Tahun 2009 Pasal 79 tentang Kesehatan Sekolah yang berbunyi “Kesehatan sekolah diselenggarakan untuk meningkatkan kemampuan hidup sehat peserta didik dalam lingkungan hidup sehat sehingga peserta didik dapat belajar, tumbuh, dan berkembang secara harmonis dan setinggi tingginya menjadi sumber daya manusia yang berkualitas”. Perilaku hidup bersih dan sehat (PHBS) disekolah belum diterapkan dengan baik oleh anak, cakupan PHBS di sekolah Indonesia hanya mencapai 35,8% (Wenny, 2020). Data dari Riskesdas 2018 1,7% anak menyikat gigi dengan benar, 71,8% anak mengonsumsi makanan yang
mengandung penyedap, 8,74% anak merokok, 40,9% anak melakukan aktivitas fisik, 46% anak benar dalam cuci tangan. PHBS di sekolah dapat tercapai apabila indikator tentang PHBS terpenuhi (mencuci tangan dengan sabun sebelum dan sesudah makan, mengonsumsi jajanan sehat, menggunakan jamban bersih dan sehat, olahraga yang teratur, memberantas jentik nyamuk, tidak merokok di lingkungan sekolah, membuang sampah pada tempatnya, melakukan kerja bakti bersama warga lingkungan sekolah untuk menciptakan lingkungan yang sehat (Kemenkes.,2018).
Menurut WHO, Asia Tenggara adalah wilayah kedua tertinggi di dunia dalam hal penyakit yang disebabkan oleh perilaku tidak sehat dalam memilih makanan (foodborne disease), setelah negara-negara di Afrika.
Lebih dari 40% kasus penyakit terkait makanan terjadi pada anak-anak dan balita. Hasil Riskesdas (2018) mengungkapkan bahwa proporsi balita sangat pendek dan pendek pada tahun 2018 berkisar pada angka 11,5% dan 19,3% dengan indikator pengukuran berupa indeks tinggi badan menurut umur (TB/U). Secara global, World Health Organization (WHO) menyatakan bahwa Indonesia merupakan negara ketiga dengan prevalensi stunting teratas di region Asia Tenggara dengan rata-rata prevalensi balita stunting mencapai 36,4% pada tahun 2005-2017 (Puspita et.al.,2020).
Di Indonesia memiliki lebih dari 250.000 sekolah negeri, swasta maupun sekolah agama dari berbagai tingkatan. Jumlah anak sekolah diperkirakan mencapai 30% dari total penduduk Indonesia atau sekitar 73 juta orang. Dari 30% ini adalah anak sekolah yang berusia 6-9 tahun dan
merupakan kelompok kelas rendah atau masa usia dini dimana merupakan usia yang pendek tetapi sangat penting untuk kehidupan seseorang. Oleh karena itu, pada masa ini seluruh potensi yang dimiliki anak perlu didorong sehingga akan berkembang secara optimal. Berdasarkan tingkat Pendidikan kelas 3 SD masih dikategorikan sebagai siswa yang belum banyak mendapatkan materi kesehatan (Arina et.al., 2022). Masa ini sangat penting dalam membentuk nilai-nilai perilaku hidup bersih dan sehat, sehingga penting untuk terus memperkenalkan gerakan PHBS di lingkungan sekolah.
Anak-anak usia sekolah rentan terkena berbagai penyakit yang umumnya berkaitan dengan perilaku hidup bersih dan sehat, seperti penyakit diare, Infeksi Saluran Pernapasan Akut (ISPA), Demam Berdarah (DB), kecacingan, infeksi tangan mulut, campak, cacar air, gondong, infeksi mata, dan infeksi telinga.(Rosdiana & Si, n.d.). Menurut Kemenkes RI 2021 penyakit DBD Indonesia tahun 2020 total kasus 103.509 kasus dengan Kematian 725 yang dilaporkan dari 475 kab/kota dari 34 provinsi dengan proporsi penderita per golongan umur < 1 th (3,02%), 1-4 th (14,55%), 5- 14 th (33,08%), 15-44 th (37,65%), > 44 th (11,70%),dan kasus tertinggi penyakit DBD di Indonesia tahun 2020 ada di Jawa Barat dengan 18.606 kasus atau (18%) dari kasus DBD di Indonesia.
Pada tahun 2018, hanya 39,1% populasi di Indonesia yang mematuhi perilaku cuci tangan. Meski angka ini meningkat dari tahun-tahun sebelumnya yang hanya mencapai 23,6%, persentase tersebut masih jauh dari target Kementerian Kesehatan yaitu mencapai 65% (Kemkes, 2021).
Berdasarkan hasil Riskesdas tahun 2018, penduduk usia 10 tahun ke atas di Indonesia memiliki proporsi perilaku cuci tangan yang benar sebesar 49,8%.
Sedangkan pada penduduk dengan karakteristik umur 10-14 tahun memiliki persentase sebesar 43%. Di Provinsi Jawa Barat, proporsi penduduk usia
≥10 tahun yang mematuhi perilaku cuci tangan dengan benar mencapai 56,8%, sementara pada penduduk dengan karakteristik umur 10-14 tahun mencapai 51,37%. Di Kabupaten Bandung, proporsi penduduk usia ≥10 tahun yang mematuhi perilaku cuci tangan dengan benar pada tahun 2018 mencapai 53,83% (Riskesdas, 2018). Pembentukan perilaku dapat dilakukan melalui pembelajaran pendidikan kesehatan yang mencakup materi-materi kesehatan baik kesehatan pribadi maupun kesehatan lingkungan.
Pendidikan kesehatan merujuk pada rangkaian pengalaman yang mendukung kebiasaan, sikap, dan pengetahuan terkait kesehatan individu, masyarakat, dan kelompok. Sekolah merupakan lingkungan selanjutnya setelah keluarga dimana guru berperan untuk mendidik siswa agar tertanam perilaku hidup bersih dan sehat dalam kehidupan sehari-hari, penanaman perilaku hidup bersih dan sehat ditanamkan sejak SD dikarenakan masa- masa ini banyak siswa yang belum menerapkan PHBS dalam kehidupan sehari-hari. Proses perubahan yang bermakna dalam perilaku kesehatan tidak sekedar pemindahan materi dari satu orang ke orang lain atau mengikuti suatu prosedur tertentu (Widyawati, 2020). Sebagai pengirim pesan atau informasi kesehatan, media pendidikan kesehatan terdiri dari tiga
jenis, yaitu: (1) media cetak, yang menggunakan pesan visual seperti booklet, leaflet, flyer, dan flip chart, (2) media elektronik, yang bersifat dinamis dan dapat dilihat serta didengar melalui perangkat elektronik seperti televisi, radio, video film, cassette, CD, dan VCD, (3) media luar ruang, yang dapat menggunakan media cetak atau elektronik untuk menyampaikan pesan di luar ruangan, seperti papan reklame, spanduk, pameran, banner, televisi layar lebar, dan umbul-umbul yang berisi pesan, slogan, atau logo.(Widyawati, 2020). Penggunaan media untuk meningkatkan pengetahuan dan sikap untuk media elektronik lebih dari 14% untuk peningkatan pengetahuan dan 16% untuk peningkatan sikap, sedangkan untuk media cetak untuk peningkatan pengetahuan sebesar 10%, dan peningkatan sikap sebesar 13% (Neneng,2022).
Di Indonesia, media pendidikan kesehatan yang banyak digunakan saat ini masih bersifat konvensional seperti dengan menggunakan leaflet, booklet, lembar balik atau power point. Media ini dipilih karena dirasa cukup murah, mudah dibuat, mudah dibawa dan menarik. Seiring berkembangnya zaman, beberapa penelitian menunjukkan bahwa penggunaan leaflet, power point, booklet dan lembar balik kurang efektif untuk meningkatkan pengetahuan, sedangkan permainan atau video lebih menarik bagi generasi 4.0 yang lebih dekat dan lebih menyukai penggunaan teknologi yang canggih. (Li et al., 2019). Dewan pers (2019) merilis data jumlah media di Indonesia yang mencapai 47.000, data lain juga menyebutkan bahwa media elektronik lebih sering digunakan 60% media
TV/video dan 25% media digital, sementara 15% lagi dibagi untuk media cetak dan media luar ruangan (Indah & Irawan, 2022).
Peneliti tertarik dengan penggunaan media video animasi dikarenakan video animasi baik untuk digunakan dalam pembelajaran anak sekolah dasar dan media video animasi bisa diputar dengan mudah. Selain sebagai sumber inspirasi, animasi juga dapat digunakan untuk menginspirasi, memotivasi, dan memberi penghargaan kepada orang lain (Firdaus & Ruhmawati, 2021) Keunggulan dari media video animasi dalam pembelajaran antara lain: mampu memberikan kemudahan kepada guru untuk memaparkan informasi mengenai materi yang kompleks, media yang digunakan lebih dari satu yaitu meliputi audio dan visual yang digabungkan, penggunaan media ini dapat menarik perhatian dan fokus siswa yang dapat meningkatkan motivasi dan hasil belajar, media pembelajaran animasi memiliki sifat interaktif dimana mempunyai kemampuan untuk memudahkan respon dari siswa, media ini juga dapat digunakan tanpa adanya bimbingan dari guru (Komaro et al., 2018).
Berdasarkan studi pendahuluan pertama yang dilakukan di Puskesmas Jajaway Antapani Kidul Kota Bandung pada 3 April 2023 didapatkan data bahwa dari 6 sekolah yaitu SD Muhammadiyah 7 Bandung, SDN 267 Griya Bumi Antapani, SD Asy Syifa 2 Bandung, SMPN 45 Bandung, SMP Muhammadiyah 5 Bandung, SMP-SMK Nurul Hidayah yang masuk dalam wilayah binaan Puskesmas Jajaway, SD Negeri 267 Griya Bumi Antapani paling rendah dalam berPHBS dibanding dengan 5
sekolah binaan yang lainya sesuai data puskesmas tahun 2022 anak berPHBS yaitu SD Muhammadiyah 7 Bandung 85%, SD Negeri 267 Griya Bumi Antapani 64%, SD Asy Syifa 2 Bandung 80%, SMPN 45 Bandung 92%, SMP Muhammadiyah 5 Bandung 78%, SMP-SMK Nurul Hidayah 68%. Data yang didapatkan dari puskesmas diperkuat juga dengan informasi yang peneliti dapat dari masyarakat yang tinggal di sekitar SD Negeri 267 Griya Bumi Antapani bahwa untuk jamban sekolah kurang terawat, tempat sampah tidak tertutup, dan anak-anak menyukai jajan yang dijual di luar sekolah. Studi pendahuluan kedua yang dilakukan di SD Negeri 267 Griya Bumi Antapani didapatkan bahwa dari 28 anak, 75% atau 21 anak lebih menyukai jajanan di luar sekolah, 57% atau 16 anak tidak melakukan cuci tangan sebelum makan, 93% atau 26 mengatakan bahwa jamban di sekolah kotor dan tidak terawat, dari 15 tempat sampah yang ada di sekolah ada 87% atau 13 tempat sampah tidak tertutup, dan terdapat bak berisi air yang terdapat jentik-jentik nyamuk pada saat peneliti melakukan survei ke sekolah pada 16 April 2023. Dari pihak sekolah mengatakan bahwa dari puskesmas juga pernah melakukan pendidikan kesehatan dengan media cetak contohnya leafleat.
B. Rumusan Masalah
Rumusan Masalah dalam penelitian ini adalah “Bagaimana Pengaruh Pendidikan Kesehatan Dengan Media Video Animasi Terhadap Perilaku Hidup Bersih Dan Sehat (PHBS) Pada Siswa kelas 3 Di SD Negeri 267 Griya Bumi Antapani Kota Bandung?”.
C. Tujuan Penelitian
1. Tujuan Umum
Untuk mengetahui Pengaruh Pendidikan Kesehatan Dengan Media Video Animasi Terhadap Perilaku Hidup Bersih Dan Sehat (PHBS) Pada Siswa Kelas 3 Di SD Negeri 267 Griya Bumi Antapani Kota Bandung.
2. Tujuan Khusus
a. Untuk mengetahui rata-rata PHBS pada siswa kelas 3 di SD Negeri 267 Griyabumi Antapani sebelum diberikan Pendidikan Kesehatan Dengan Media Video Animasi Terhadap Perilaku Hidup Bersih Dan Sehat (PHBS) Pada Siswa Kelas 3 Di SD Negeri 267 Griya Bumi Antapani Kota Bandung.
b. Untuk mengetahui rata-rata PHBS pada siswa kelas 3 di SD Negeri 267 Griya Bumi Antapani sesudah diberikan Pendidikan Kesehatan Dengan Media Video Animasi Terhadap Perilaku Hidup Bersih Dan Sehat (PHBS) Pada Siswa Kelas 3 Di SD Negeri 267 Griya Bumi Antapani Kota Bandung.
c. Untuk mengetahui pengaruh Pendidikan Kesehatan Dengan Media Video Animasi Terhadap Perilaku Hidup Bersih Dan Sehat (PHBS) Pada Siswa Kelas 3 Di SD Negeri 267 Griya Bumi Antapani Kota Bandung.
D. Manfaat Penelitian
1. Manfaat Teoritis
Hasil penelitian diharapkan dapat membantu meningkatkan Perilaku Hidup Bersih dan Sehat (PHBS) Siswa Kelas 3 di SD Negeri 267 Griya Bumi Antapani Kota Bandung serta dapat digunakan untuk bahan informasi dan pembelajaran terkait dengan bidang keilmuan Keperawatan Komunitas dan Anak.
2. Manfaat Praktis
1. Bagi SD Negeri 267 Griya Bumi Antapani
Hasil penelitian dapat dimanfaaatkan sekolah untuk meningkatkan pengetahuan serta perilaku siswa terutamanya tentang PHBS.
2. Bagi Perawat Pembina Sekolah
Meningkatkan program layanan kesehatan terutama dalam melaksanakan pendidikan kesehatan menggunakan media video animasi di SD Negeri 267 Griya Bumi Antapani Kota Bandung.
3. Bagi Siswa
Meningkatkan ketertarikan tentang pendidikan kesehatan melalui video animasi dan mempermudah anak untuk mengubah PHBS yang kurang ke PHBS yang lebih baik.
4. Bagi Penelitian selanjutnya
Hasil penelitian ini diharapkan mampu menjadi referensi bagi penelitian selanjutnya terutama tentang pendidikan kesehatan, sehingga penelitian tentang pendidikan kesehatan ini bisa berkembang menjadi lebih sempurna.
E. Ruang Lingkup Penelitian
Pada penelitian ini, peneliti membatasi ruang lingkup tentang “Pengaruh Pendidikan Kesehatan Dengan Media Video Animasi Terhadap Perilaku Hidup Bersih Dan Sehat (PHBS) Pada Siswa Kelas 3 Di SD Negeri 267 Griya Bumi Antapani Kota Bandung”. Ruang lingkup materi pada penelitian ini termasuk kedalam keperawatan komunitas dan keperawatan anak. Penelitian ini menggunakan metode penelitian kuantitatif dengan variabel independen “pendidikan kesehatan dengan media animasi” dan variabel dependen “PHBS pada siswa kelas 3 sebelum dan sesudah dilakukan pendidikan kesehatan dengan media animasi”. Penelitian ini akan dilakukan di SD Negeri 267 Griya Bumi Antapani Kota Bandung yang beralamatkan di Jl. Kadipaten Raya No.2, Antapani Kidul, Kecamatan Antapani, Kota Bandung, Jawa Barat. Dan dilaksanakan dari mulai bulan Mei tahun 2023.