• Tidak ada hasil yang ditemukan

PDF Bab I Pendahuluan

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2023

Membagikan "PDF Bab I Pendahuluan"

Copied!
9
0
0

Teks penuh

(1)

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Lansia merupakan kelompok yang telah mencapai ke tahap akhir hidupnya yang biasa disebut dengan Aging Process (Manafe & Berhimpon, 2022). Menurut World Health Organization (WHO) lansia adalah seseorang yang berusia minimal 60 tahun ke atas (WHO, 2020), sedangkan menurut UU Kesejahteraan Lansia No. 13 Tahun 1998 Republik Indonesia, pasal 1 (2) menjelaskan bahwa lansia adalah seseorang yang telah mencapai usia 60 tahun ke atas (Soleha et al., 2022).

Jumlah lansia dalam populasi semakin meningkat. Pada 2019 jumlah penduduk berusia 60 tahun ke atas akan menjadi 1 miliar. Jumlah ini akan meningkat menjadi 1,4 miliar pada tahun 2030 dan 2,1 miliar pada tahun 2050. Pertumbuhan terjadi pada tingkat yang belum pernah terjadi sebelumnya dan akan meningkat pesat dalam beberapa dekade mendatang, terutama di negara berkembang (WHO, 2022). Menurut Direktorat Jenderal Kependudukan dan Pencatatan Sipil (Dukcapil) pada tahun 2021 jumlah lansia di Indonesia sebanyak 30,16 juta jiwa. Kelompok lansia ini mencapai 11,01% dari total penduduk Indonesia yang berjumlah 273,88 juta jiwa (Dukcapil, 2021). Di Jawa Barat jumlah lansia pada tahun 2021 mengalami kenaikan mencapai 4,94 juta jiwa dan termasuk jumlah lansia terbanyak ke 3 setelah Jawa Timur dan Jawa Tengah (Dukcapil, 2021).

Seiring bertambahnya jumlah lansia khususnya di Indonesia, penyakit yang disebabkan oleh proses degeneratif juga meningkat. Otak sebagai organ kompleks, pusat kendali dalam sistem tubuh dan pusat kognitif merupakan salah satu organ yang sangat sensitif terhadap proses penuaan atau degeneratif (Noor & Merijanti, 2020). Penuaan

(2)

terjadi akibat dampak akumulasi berbagai macam kerusakan molekuler dan seluler dari waktu ke waktu. Hal ini menyebabkan penurunan kapasitas fisik dan mental secara bertahap, peningkatan risiko penyakit dan akhirnya kematian. Usia yang lebih tua juga ditandai dengan munculnya beberapa kondisi kesehatan yang kompleks yang biasa disebut sindrom geriatri (WHO, 2022).

Penuaan adalah proses alami yang erat hubungannya dengan penurunan fungsi neurologis seperti kekuatan otak mengirim sinyal dan berkomunikasi. Seiring bertambahnya usia, perubahan secara fisik ataupun fungsional terjadi di otak. Meskipun proses penuaan dikatakan normal karena terdapat penurunan kinerja di beberapa organ, tetapi perubahan struktur dan fungsi otak dapat dikaitkan dengan penyakit neurodegeneratif, salah satunya adalah penyakit Alzheimer (Noor & Merijanti, 2020).

Penuaan menyebabkan kelemahan persepsi sensorik dan respons motorik dari sistem saraf pusat yang menjadi salah satu tanda dan gejala sebagai penurunan fungsi kognitif (Lestari, 2019). Kognitif diartikan sebagai salah satu tingkatan fungsi otak manusia yang terdiri dari persepsi visual dan keterampilan aritmatika, persepsi pemahaman dan penggunaan bahasa, memori atau aspek ingatan, pengolahan informasi, pemecahan masalah. Sehingga, ketika terjadi penurunan fungsi kognitif dalam jangka yang panjang dan jika tidak segera ditangani secara optimal, akan menghambat seseorang dalam melakukan aktivitas sehari-hari (Fidiana & Febriana, 2022).

Sekitar 46 juta lansia di seluruh dunia menderita gangguan kognitif, dan 22 juta diantaranya berada di Asia. Angka kejadian gangguan kognitif pada lansia meningkat seiring bertambahnya usia, antara lain: 0,5% per tahun pada usia 69 tahun, 1% per tahun pada usia 70-74, dan 2% per tahun pada usia 75-79 tahun, 3% per tahun pada usia 80-84 tahun dan 8% per tahun pada usia lebih dari 85 tahun. Sementara itu, jumlah lansia

(3)

penyandang gangguan kognitif di Indonesia diperkirakan mencapai 1 juta orang pada tahun 2013. Diperkirakan jumlah ini akan meningkat dua kali lipat secara drastis pada tahun 2030 dan mencapai empat juta orang pada tahun 2050. Diperkirakan jumlah lansia yang mengalami penurunan kognitif di Indonesia akan meningkat setiap tahunnya (Kemenkes, 2016 dalam Fidiana & Febriana, 2022).

Faktor yang dapat mempengaruhi gangguan fungsi kognitif diantaranya : usia, kebiasaan merokok, mengkonsumsi alkohol, gangguan mental dan depresi, kurangnya dukungan sosial serta kurangnya melakukan aktivitas fisik (Maulidia et al., 2020). Fungsi kognitif pada lansia yang aktif beraktivitas fisik serupa dengan orang muda serta secara signifikan lebih baik daripada orang yang tidak aktif melakukan aktivitas fisik (Cox et al., 2016 dalam Polan et al., 2018).

Gangguan fungsi kognitif bisa ditandai dengan gangguan daya ingat dan konsentrasi, kesulitan mempelajari hal baru atau melakukan hal baru, mengambil keputusan, kemunduran orientasi terhadap waktu, ruang, dan tempat (Noor & Merijanti, 2020). Penurunan fungsi kognitif sangat berpengaruh terhadap individu dan lingkungan sekitarnya termasuk lingkungan keluarga. Secara signifikan akan mempengaruhi kualitas hidup, kepercayaan diri, dan kemandirian dalam melakukan aktivitas sehari-hari (Gheysen et al., 2018).

Aktivitas fisik adalah suatu keadaan manusia bergerak dimana usaha tersebut memerlukan energi untuk memenuhi kebutuhan seseorang. Aktivitas fisik merupakan gerakan anggota tubuh yang menyebabkan pengeluaran energi yang sangat penting untuk menjaga kesehatan fisik dan mental serta kualitas hidup agar tetap sehat dan bugar sepanjang hari (Fatmah, 2010 dalam Purnama & Suhada, 2019). Aktivitas fisik termasuk melakukan pekerjaan harian, pekerjaan rumah tangga, berbelanja, berkebun, maupun

(4)

olahraga ringan. Pada kelompok lanjut usia, rekreasi, bersepeda, berjalan kaki, melakukan kegiatan dalam keluarga atau masyarakat juga dapat dikatakan sebagai aktivitas fisik (Taylor, 2014 dalam Widi, 2021).

Memasuki usia lansia, kurangnya aktivitas fisik dapat mempengaruhi fungsi kognitif sehingga meningkatkan aktivitas fisik menjadi salah satu strategi untuk mengurangi risiko penurunan fungsi kognitif pada lansia, selain itu aktivitas fisik merupakan salah satu aktivitas yang dapat menstimulasi otak (Nisa & Jatmiko, 2019;

Noor & Merijanti, 2020).

Aktivitas fisik yang tinggi dan teratur akan meningkatkan penyerapan nutrisi otak dan menjaga sirkulasi otak tetap teratur. Aktivitas fisik juga meningkatkan metabolisme neurotransmitter di otak dan dapat menjaga plastisitas otak dengan memicu perubahan fungsi molekuler dan seluler di otak. Selain itu, aktivitas fisik juga dapat merangsang faktor neurotropik dan pertumbuhan saraf yang bermanfaat untuk fungsi neuroprotektif.

Ada kemungkinan bahwa faktor-faktor ini dapat mencegah penurunan kognitif (Sesar et al., 2019). Melakukan aktivitas fisik jangka pendek seperti olahraga secara signifikan dapat meningkatkan fungsi kognitif pada lansia. Selain itu, aktivitas fisik yang rutin dan teratur, termasuk jalan cepat, meningkatkan fungsi kognitif. Hal ini karena aktivitas fisik dapat menjaga aliran darah tetap optimal dan menghantarkan nutrisi ke otak (Pitulung, 2019).

Aktivitas fisik paling banyak menurun pada orang dewasa yang lebih tua (>55 tahun) (Physical Activity Council, 2017 dalam Cahyaningrum, 2022). Sebagian besar populasi lanjut usia minim melakukan aktivitas fisik, karena semakin tinggi usia seseorang maka semakin rendah atau bahkan dapat dikatakan buruk dalam melakukan aktivitas fisiknya (Ivanali et al., 2021). Aktivitas fisik lansia harus disesuaikan dengan

(5)

kemampuan dan keadaan lansia yang bersangkutan, karena terdapat perbedaan daya tahan tubuh pada setiap lansia (Al Mubarroq et al., 2022).

Beberapa penelitian telah dilakukan untuk melihat hubungan aktivitas fisik dengan fungsi kognitif lansia. Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan oleh (Nisa &

Jatmiko, 2019) didapatkan hasil bahwa tingkat aktivitas fisik lansia di Desa Pucangan sebagian besar sudah tidak bekerja, sehingga aktivitas yang dilakukan kurang maksimal.

Hal ini didukung dengan kurangnya partisipasi lansia dalam mengikuti kegiatan olahraga yang diadakan oleh kader dan petugas kesehatan di Desa Pucangan. Kurangnya aktivitas yang dilakukan lansia mengakibatkan lansia di Desa Pucangan berada pada kategori tidak aktif. Selain aktivitas fisik yang tidak aktif hasil penelitian juga menunjukkan bahwa lansia di Desa Pucangan mengalami kelainan kognitif berat. Sehingga hasil dari penelitian ini yaitu terdapat hubungan antara tingkat aktivitas fisik dengan fungsi kognitif pada lansia.

Lain halnya dengan penelitian yang dilakukan oleh (Sesar et al., 2019) yang dilakukan di Panti Sosial Tresna Wredha Budi Sejahtera Kalimantan Selatan didapatkan hasil bahwa penelitian ini tidak memiliki hubungan dan tidak sejalan dengan teori serta berbagai penelitian yang dilakukan oleh peneliti sebelumnya. Pada penelitian ini terbukti bahwa aktivitas fisik memang dapat meningkatkan kemampuan fisik dalam keseharian, tetapi untuk fungsi kognitif tidak ditemukan perbedaan bermakna antara responden yang melakukan aktivitas fisik dibandingkan dengan responden yang tidak melakukan aktivitas fisik.

Hasil study pendahuluan yang dilakukan oleh peneliti di Wilayah Puskesmas Griya Antapani Kota Bandung terdapat 3.155 lansia yang menjadi sasaran pelayanan kesehatan, sedangkan jumlah lansia yang mengikuti kegiatan prolanis sebanyak 400

(6)

orang diantaranya 150 lansia penderita hipertensi dan 250 lansia penderita diabetes melitus. Berdasarkan hasil wawancara dengan 10 lansia berusia 60-69 tahun pada tanggal 4 April 2023 didapatkan data bahwa 5 diantaranya mengalami penurunan fungsi kognitif seperti mudah lupa dengan kejadian yang baru saja terjadi, sering lupa setelah menempatkan barang di suatu tempat dan 5 diantaranya memiliki ingatan yang baik. Saat dikaji mengenai aktivitas fisik, lansia yang sering mudah lupa mempunyai kebiasaan hanya diam di rumah tanpa melakukan aktivitas fisik, sedangkan lansia yang ingatannya masih baik sering melakukan olahraga di waktu senggang. Sedangkan berdasarkan pengamatan dari peneliti kepada lansia yang lain mengenai aktivitas fisik yang dilakukan pada saat pandemi covid 19 sangat rendah, dikarenakan Pembatasan Sosial Secara Berkala (PSBB) membuat lansia sulit melakukan aktivitas rutin yang biasanya dilakukan sebelum pandemi berlangsung. Peneliti mengambil sasaran responden lansia pada rentang usia 60-69 tahun, pada usia tersebut lansia belum mengalami penurunan fungsi kognitif yang spesifik sehingga bisa dijadikan skrining awal ketika terjadi penurunan fungsi kognitif tidak terlalu beresiko pada lansia. Karena hal tersebut peneliti tertarik melakukan penelitian dengan judul “Hubungan Aktivitas Fisik dengan Fungsi Kognitif Lansia Usia 60-69 Tahun Di Wilayah Kerja Puskesmas Griya Antapani Kota Bandung”.

B. Identifikasi Masalah

Berdasarkan latar belakang tersebut, penulis merumuskan masalah dalam penelitian yaitu “Apakah Terdapat Hubungan Aktivitas Fisik dengan Fungsi Kognitif Lansia Usia 60-69 Tahun Di Wilayah Kerja Puskesmas Griya Antapani Kota Bandung?”

C. Tujuan Penelitian 1. Tujuan Umum

(7)

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui adanya Hubungan Aktivitas Fisik Dengan Fungsi Kognitif Lansia Usia 60-69 Tahun Di Wilayah Kerja Puskesmas Griya Antapani Kota Bandung.

2. Tujuan Khusus

Tujuan khusus dari penelitian ini, yaitu :

a. Mengidentifikasi aktivitas fisik sehari-hari lansia di wilayah kerja Puskesmas Griya Antapani Kota Bandung.

b. Mengidentifikasi fungsi kognitif lansia usia 60-69 tahun di wilayah kerja Puskesmas Griya Antapani Kota Bandung.

c. Mengetahui Hubungan Aktivitas Fisik Dengan Fungsi Kognitif Lansia Usia 60-69 Tahun Di Wilayah Kerja Puskesmas Griya Antapani Kota Bandung.

D. Manfaat Penelitian

Hasil penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat bagi : 1. Manfaat Teoritis

Hasil penelitian ini diharapkan dapat menambah wawasan dan pengetahuan tentang hubungan aktivitas fisik dengan fungsi kognitif pada lansia serta ilmu yang bermanfaat dan dapat menjadi tambahan informasi terkait bidang keilmuan keperawatan gerontik.

(8)

2. Manfaat Praktis : a. Bagi Institusi

Hasil penelitian ini dapat dijadikan acuan dalam pengembangan mutu pendidikan keperawatan terutama ilmu gerontik tentang pengembangan aktivitas fisik pada lansia.

b. Bagi Keluarga Lansia

Hasil penelitian ini dapat memberikan informasi kepada masyarakat tentang pentingnya melakukan aktivitas fisik pada lansia.

c. Bagi Peneliti Selanjutnya

Hasil penelitian ini dapat dijadikan acuan untuk melakukan penelitian selanjutnya dan mendorong penelitian lebih lanjut terkait dengan aktivitas fisik dengan fungsi kognitif pada lansia.

E. Ruang Lingkup Penelitian 1. Ruang Lingkup Masalah

Masalah yang akan diteliti adalah hubungan aktivitas fisik dengan fungsi kognitif pada lansia.

2. Ruang Lingkup Tempat dan Waktu

Penelitian ini dilakukan di Puskesmas Griya Antapani Kota Bandung dan dilaksanakan di bulan Juli tahun 2023.

(9)

3. Ruang Lingkup Materi

Ruang lingkup materi penelitian ini adalah keperawatan gerontik. Materi dalam penelitian ini dibatasi, diantaranya: Aktivitas Fisik dan Fungsi Kognitif Pada Lansia.

Referensi

Dokumen terkait

Stem Cells International Hindawi www.hindawi.com Volume 2018 Hindawi www.hindawi.com Volume 2018 MEDIATORS INFLAMMATIONof EndocrinologyInternational Journal of Hindawi

Aktivitas fisik dan pola makan merupakan salah satu faktor risiko hipertensi yang dapat berubah seiring berkembangnya waktu, di era modern saat ini aktivitas fisik masyarakat menurun