BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Kelainan refraksi merupakan hasil pembiasan sinar pada mata ditentukan oleh media penglihatan yang terdiri atas kornea, cairan mata, lensa, badan kaca, dan panjangnya bola mata. Pada orang normal susunan pembiasan oleh media penglihatan dan panjangnya bola mata demikian seimbang sehingga bayangan berada setelah melalui media penglihatan dibiaskan tepat di daerah macula lutea (Ilyas, 2018)
Kelainan refraksi biasa disebabkan oleh adanya faktor kebiasaan membaca terlalu dekat sehingga menyebabkan kelelahan pada mata (astenopia) dan radiasi cahaya yang berlebihan yang diterima mata, di antaranya adalah radiasi cahaya komputer dan televisi. Kelainan refraksi pada mata terdiri dari beberapa jenis seperti presbiopia, miopia, hipermetropia, dan astigmatisme (Ilyas, 2018)
(WHO., 2020) menyatakan Miopia adalah salah satu penyebab penurunan ketajaman penglihatan pada anak, sedangkan penglihatan yang baik merupakan suatu hal yang sangat penting dalam proses pembelajaran. Terjadi kecenderungan peningkatan prevalensi miopia di berbagai belahan dunia terutama di Asia dan peningkatan prevalensi miopia sangat menonjol pada anak- anak usia sekolah.
Usia anak sekolah merupakan salah satu subyek yang memiliki prevalensi tinggi menderita kelainan refraksi. Penyebab utama kebutaan di dunia dikarenakan kelainan refraksi yang tidak dikoreksi, 19% berasal dari miopia, 17% hipermetropia dan 2% astigmatisma. Selain aktivitas, kelainan refraksi juga berhubungan dengan genetik. Anak dengan orang tua yang kelainan refraksi cenderung mengalami kelainan refraksi. Prevalensi kelainan refraksi di Indonesia pada tahun 2002 merupakan penyebab terbanyak gangguan penglihatan. Berdasarkan hasil survei Kesehatan Indera Penglihatan dan Pendengaran tahun 1993-1996, di delapan provinsi menunjukkan prevalensi kebutaan di Indonesia sebesar (1,5%) disebabkan oleh katarak (0,78%),
glaukoma (0,20%), kelainan refraksi (0,14%), kelainan retina (0,13%), kelainan kornea (0,10%) dan penyebab lain (0,15%). Tingginya akses terhadap media visual apabila tidak diimbangi dengan pengawasan terhadap perilaku buruk seperti jarak lihat yang terlalu dekat serta istirahat yang kurang, yang akan berpengaruh terhadap terjadinya kelainan refraksi. Prevalensi kelainan refraksi pada anak usia sekolah menengah atas di Yogyakarta sebesar 3,69% di daerah perkotaan (Basri et al., 2020).
Sebagian besar penderita kelainan refraksi miopia paling sering ditemukan pada rentang usia 11 hingga 20 tahun sebanyak 23,74%. Terdapat 191 orang dengan kelainan refraksi yang memiliki kacamata koreksi. Cakupan kepemilikan kacamata koreksi pada penelitian ini adalah 4,04%. Hanya sebanyak 186 orang atau 3,94% yang telah terkoreksi dengan kacamata koreksi menurut kemenkes dikutip dalam (Syarifudin et al, 2022)
Menurut Perdami Mengutip dari (Syarifudin et al, 2022) mengemukakan gangguan refraksi merupakan penyebab gangguan penglihatan yang paling sering terjadi pada anak dan dapat diperbaiki. Sayangnya, anak belum dapat mengerti dan menyadari gangguan penglihatan yang mereka alami. Menurunnya kualitas penglihatan juga akan berdampak pada prestasi belajar anak.
Gangguan penglihatan membuat seseorang harus menggunakan alat bantu penglihatan agar penglihatannya menjadi jelas. Berbagai cara dilakukan seperti menggunakan kacamata koreksi, lensa kontak. Kacamata koreksi pada umumnya untuk membantu penglihatan manusia terhadap kelemahan mata karena rabun atau alasan penglihatan lainya.
Dari berbagai alat dan cara untuk memperbaiki kelainan refraksi, kacamata koreksi merupakan alat koreksi yang paling banyak digunakan karena selain mudah didapat harga yang terjangkau dan dalam hal perawatannya pun sederhana. Kacamata koreksi digunakan untuk membantu indera penglihatan manusia, baik untuk membaca maupun melihat lingkungan disekitar. (Jabbar et al. 2020)
Kacamata koreksi adalah salah satu pilihan pada koreksi kelainan refraksi.
Koreksi pada kelainan refraksi perlu diperhatikan untuk mendapat tajam
penglihatan yang sempurna. Pemakaian kacamata koreksi pada anak harus dilakukan secara rutin yaitu dipakai setiap saat selama sekolah dan melakukan aktivitas lain terutama membaca. Apabila pemakaiannya tidak rutin atau tidak akurat maka akan menimbulkan ambliopia, menganggu proses belajar, penurunan fungsi penglihatan dan mengurangi quality of life. Terdapat perbedaan visual function of quality of life antara siswa yang patuh dengan yang tidak patuh, dimana siswa yang patuh memakai kacamata koreksi memiliki quality of life yang lebih baik. Penelitian lainnya pada 2.363 pelajar sekolah menengah di China menemukan bahwa tajam pengelihatan yang lebih baik berhubungan dengan performa ujian yang lebih baik pada pelajar (Jan et al., 2019)
Namun kurangnya pengetahuan orang tua, guru dan anak itu sendiri menjadikan hal yang mudah pun belum terlaksana, bahwasannya pengetahuan adalah informasi yang diketahui dan dapat dipelajari secara umum. Namun peningkatan pengetahuan tidak selalu menyebabkan perubahan perilaku tetapi pengetahuan sangat penting diberikan sebelum suatu tindakan dilakukan.
Perilaku yang didasari oleh pengetahuan biasanya akan bertahan lebih lama dibandingkan dengan yang tanpa pengetahuan (Hidayati, 2020)
Menurut (Notoatmodjo, 2018) Sebagaian besar pengetahuan manusia diperoleh melalui mata dan telinga. Oleh karena itu, indera penglihatan berperan penting untuk pengetahuan seseorang. Dengan mata seseorang bisa mendapatkan informasi yang terjadi dilingkungannya. Penglihatan juga merupakan bagian yang sangat penting dari kehidupan manusia. Tetapi, Penyakit mata seperti kelainan refraksi sangat membatasi fungsi tersebut.
Berdasarkan hasil studi pendahuluan terhadap 15 orang siswa mengenai peegertian kacamata koreksi, fungsi dan cara perawatan 7 orang (47%) beranggapan bahwa kacamata itu alat untuk menyembuhkan kelainan refraksi bukan sebagai alat rehabilitasi. Dan 10 orang (67%) belum terlalu mengetahui fungsi dari kacamata, mereka beranggapan bahwa memakai kacamata itu adalah pilihan terakhir, 9 orang (60%) memiliki keluhan pada matanya bahkan mereka belum pernah melakukan pemeriksaan pada mata, dengan alasan walapun
penglihatan sudah buram namun masih bisa melihat dan tidak mengganggu mata pembelajaran, ada yang beralasan tidak percaya diri atau merasa tidak cocok menggunakan kacamata. Dan ada juga mereka yang belum melakukan pemeriksaan karena takut biaya yang dikeluarkan akan mahal.
berdasarkan hasil uraian diatas peneliti menjadi tertarik untuk melakukan penelitian tentang tingkat pengetahuan Siswa/i Kelas XI SMA Negeri 1 Cikalongwetan tentang alat bantu penglihatan kacamata. Dengan harapan adanya penelitian ini dapat meningkatkan pengetahuan siswa/i di sekolah dan menjadikan kesadaran bagi siswa/i disekolah tentang peran penting alat bantu penglihatan kacamata untuk penglihatan terutama bagi siswa/i di sekolah yang memiliki kelainan refraksi.
B. Identifikasi Masalah
Identifikasi masalah dalam penelitian ini adalah bagaimana tingkat pengetahuan siswa/i Kelas XI SMA Negeri 1 Cikalongwetan tentang Kacamata koreksi sebagai Alat Bantu Penglihatan.
C. Tujuan Penelitian 1. Tujuan Umum
Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui tingkat pengetahuan siswa/i Kelas XI SMA Negeri 1 Cikalongwetan tentang Kacamata koreksi sebagai Alat Bantu Penglihatan.
2. Tujuan Khusus
a. Untuk mengetahui tingkat pengetahuan siswa/i kelas XI SMA Negeri 1 Cikalongwetan tentang kacamata koreksi sebagai alat bantu penglihatan berdasarkan sumber informasi yang siswa dapatkan.
b. Untuk mengetahui tingkat pengetahuan siswa/i kelas XI SMA Negeri 1 Cikalongwetan tentang kacamata koreksi sebagai alat bantu penglihatan berdasarkan jenis kelamin.
D. Manfaat Penelitian 1. Manfaat Teoritis
Penelitian ini dapat memberikan pengalaman dan mengembangkan daya nalar, pengetahuan peneliti dalam mempraktikkan teori–teori yang diperoleh peneliti selama kuliah.
2. Manfaati praktis a) Bagi Peneliti
Sebagai mahasiswi Diploma Tiga Optometri dan ilmu kesehatan, sudah sewajar nya mampu memberikan edukasi kesehatan bagi masyarakat yang belum memiliki pengetahuan yang baik mengenai kacamata koreksi sebagai alat bantu penglihatan kelainan refraksi sehingga mampu mencegah terjadinya resiko gangguan kesehatan mata yang lebih buruk
b) Bagi Masyarakat
Hasil penelitian ini memberikan wawasan bagi masyarakat belum memiliki pengetahuan yang baik mengenai kacamata koreksi sebagai alat bantu penglihatan kelainan refraksi sehingga mampu mencegah terjadinya resiko gangguan kesehatan mata yang lebih buruk khususnya kepada siswa/i Kelas XI SMA Negeri 1 Cikalongwetan tentang pentingnya kacamata koreksi sebagai alat bantu penglihatan, pada tahun 2023.
c) Bagi Peneliti lain
Hasil penelitian ini dapat dijadikan referensi oleh peneliti lain baik secara teoritis, praktis maupun secara metodologis mengenai penelitian terkait tentang pentingnya pengetahuan kacamata koreksi sebagai alat bantu penglihatan.
d) Bagi instansi pendidikan
Untuk memperkaya kajian-kajian dalam imu kesehatan khususnya bidang Optometri, dan bagi profesi Optometri agar dapat mengembangkan teori-teori yang telah ada. Selain itu, bisa digunakan untuk memberikan dasar pertimbangan kepada tenaga kesehatan dalam pemberian pelayanan kesehatan.
E. Ruang lingkup
1. Ruang Lingkup Masalah
Masalah yang akan di teliti dalam penelitian ini adalah untuk mengetahui Tingkat Pengetahuan Siswa/i Kelas XI SMA Negeri 1 Cikalongwetan tentang kacamata koreksi sebagai alat bantu penglihatan. Dalam penelitian ini hanya dibatasi pada permasalahan tingkat pengetahuan siswa/i tentang pengertian dan fungsi kacamata koreksi dan pentingnya kacamata koreksi sebagai alat bantu penglihatan.
2. Ruang Lingkup Metode
Ruang lingkup metode dalam penelitian ini bersifat deskriptif kuantitatif, yang bertujuan untuk mengetahui Tingkat Pengetahuan Siswa/i Kelas XI SMA Negeri 1 Cikalongwetan tentang kacamata koreksi sebagai alat bantu penglihatan.
3. Ruang Lingkup Waktu dan Tempat
Penelitian ini dilakukan dimulai dengan menyusun proposal, pelaksanaan dan laporan penelitian yang terhitung mulai dari bulan februari hingga bulan Mei 2023, dengan tempat/lokasi penelitian di SMA Negeri 1 Cikalongwetan.