• Tidak ada hasil yang ditemukan

PDF Bab Ii Kajian Pustaka Dan Kerangka Pemikiran

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2024

Membagikan "PDF Bab Ii Kajian Pustaka Dan Kerangka Pemikiran"

Copied!
17
0
0

Teks penuh

(1)

BAB II

KAJIAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN

2.1 Kajian Pustaka

2.1.1 ISPA

2.1.1.1 Definisi

ISPA merupakan singkatan dari Infeksi Saluran Pernapasan Akut, istilah ini diadaptasi dari istilah dalam bahasa Inggris Acute Respiratory Infection (ARI). ISPA adalah infeksi akut yang menyerang salah satu bagian dan atau lebih dari saluran napas mulai hidung (saluran pernapasan atas) sampai alveoli (saluran pernapasan bawah)13. Pengertian lain ISPA adalah infeksi saluran pernafasan akut yang menyerang tenggorokan, hidung dan paru-paru yang berlangsung kurang lebih 14 hari14.

2.1.1.2 Epidemiologi

ISPA adalah penyebab utama morbiditas dan mortalitas penyakit menular di dunia. Diperkirakan hampir empat juta orang di dunia meninggal akibat ISPA setiap tahunnya, dan yang paling banyak menyebabkan kematian adalah infeksi saluran pernapasan bawah. Tingkat mortalitas sangat tinggi pada bayi, anak-anak, dan orang lanjut usia, terutama di negara-negara dengan pendapatan per kapita rendah dan menengah. ISPA merupakan salah satu penyebab utama konsultasi atau rawat inap di fasilitas pelayanan kesehatan terutama pada bagian perawatan anak2.

(2)

2.1.1.3 Etiologi dan Faktor Risiko

Patogen yang paling sering menyebabkan ISPA adalah virus, atau infeksi gabungan virus-bakteri. Sementara itu, ancaman ISPA akibat organisme baru yang dapat menimbulkan epidemi atau pandemi memerlukan tindakan pencegahan dan kesiapan khusus15.

Terjadinya ISPA bervariasi dikarenakan terdapat beberapa faktor yang mempengaruhi terjadinya ISPA. Untuk penyebaran ISPA berkaitan dengan:

1. Kondisi lingkungan (polusi udara, kepadatan anggota keluarga, kelembaban, kebersihan, musim, dan temperatur);

2. Ketersediaan dan efektivitas pelayanan kesehatan serta langkah pencegahan infeksi untuk mencegah penyebaran (vaksin, akses terhadap fasilitas pelayanan kesehatan, dan kapasitas ruang isolasi pasien ISPA);

3. Faktor dalam diri manusia, seperti usia, kebiasaan merokok, kemampuan penderita ISPA menularkan infeksi, imunitas, status gizi, infeksi sebelumnya atau infeksi serentak yang disebabkan oleh patogen lain, kondisi kesehatan umum; dan

4. Karakteristik patogen, seperti cara penularan, faktor virulensi patogennya, dan jumlah atau dosis patogennya (ukuran inokulum)

2

.

2.1.1.4 Patogenesis

Perjalanan klinis penyakit ISPA dimulai dengan berinteraksinya patogen dengan tubuh. Sumber penularan adalah penderita ISPA yang menyebarkan kuman ke udara

(3)

masuknya kuman penyebab ISPA kedalam saluran pernapasan yaitu bersama udara yang dihirup, disamping itu terdapat juga cara penularan langsung yaitu melalui percikan droplet yang dikeluarkan oleh penderita saat batuk, bersin dan berbicara kepada orang di sekitar penderita.

Masuknya patogen seperti virus dan atau bakteri melalui droplet dan atau droplet nuklei ke dalam saluran pernafasan dapat membuat pertahanan tubuh pertama berupa silia pada permukaan saluran nafas bergerak ke atas mendorong ke arah faring, jika mekanisme pertama tersebut gagal maka patogen akan merusak lapisan mukosa saluran pernafasan. Iritasi pada lapisan mukosa saluran pernafasan membuat seseorang mengalami batuk kering. Kerusakan lebih lanjut pada lapisan saluran pernafasan dapat menyebabkan kenaikan aktifitas kelenjar mukus yang banyak terdapat pada mukosa permukaan saluran nafas, sehingga terjadi pengeluaran mukus yang melebihi jumlah normal. Rangsangan dari mukus yang berlebihan tersebut menimbulkan gejala batuk berdahak. Sehingga pada tahap awal gejala ISPA yang paling menonjol adalah batuk16.

2.1.1.5 Tanda dan Gejala Klinis ISPA

Tanda gejala ISPA menurut Perhimpunan Rumah Sakit Seluruh Indonesia (PRSSI), 2002 antara lain17:

1. Batuk

2. Serak (anak bersuara parau) 3. Pilek

4. Panas atau demam, suhu badan lebih dari 38,5 º C 5. Sesak napas

(4)

Tanda dan gejala ISPA pada balita dan dewasa tidak jauh berbeda, tetapi dapat lebih berbahaya pada balita. Batuk, sulit bernapas, napas cepat, adanya tarikan dada, mengorok dapat terjadi pada anak yang mengalami ISPA, terutama pneumonia18. Ada juga dari sumber lain yang menyebutkan bahwa tanda dan gejala penyakit infeksi saluran pernafasan dapat berupa batuk, kesulitan bernafas, sakit tenggorokan, pilek, demam dan sakit kepala. Sebagian besar dari gejala saluran pernapasan hanya bersifat ringan seperti batuk, kesulitan bernapas, sakit tenggorokan, pilek, demam dan sakit kepala tidak memerlukan pengobatan dengan antibiotik. Pada sebagian anak yang menderita radang paru (pneumonia), bila infeksi paru ini tidak diobati dengan antibiotik akan menyebabkan kematian19.

2.1.1.6 Klasifikasi ISPA

Berdasarkan lokasi anatomik (WHO, 2002)20:

1. Infeksi Saluran Pernafasan atas Akut (ISPaA), yaitu infeksi yang menyerang hidung sampai epiglotis, misalnya rhinitis akut, faringitis akut, sinusitus akut dan sebagainya.20

2. Infeksi Saluran Pernafasan bawah Akut (ISPbA). Dinamakan sesuai dengan organ saluran pernafasan mulai dari bagian bawah epiglotis sampai alveoli paru misalnya trakheitis, bronkhitis akut, pneumoni dan sebagainya. Infeksi Saluran Pernapasan bawah Akut (ISPbA) dikelompokkan dalam dua kelompok umur yaitu (1) pneumonia pada anak umur 2 bulan hingga 5 tahun dan (2) pneumonia pada bayi muda yang berumur kurang dari dua bulan.20

Menurut berat ringanya, ISPA dibagi menjadi 3 golongan, yaitu21:

(5)

1. ISPA Ringan, dengan gejala yaitu: Batuk; Serak, yaitu anak bersuara parau pada waktu mengeluarkan suaranya, misalnya pada waktu berbicara atau menangis;

Pilek, yaitu mengeluarkan lendir dari hidung; Demam, yaitu suhu badan anak lebih dari 37ºC21.

2. ISPA Sedang yaitu jika dijumpai gejala-gejala seperti ISPA ringan dan disertai dengan gejala: Pernafasan lebih dari 50x/menit (anak umur kurang dari 1 tahun) dan lebih dari 40x/menit (anak umur lebih dari 1 tahun); Suhu lebih dari 39ºC; Tenggorokan berwarna merah; Timbul bercak-bercak campak; Telinga sakit atau mengeluarkan nanah dari lubang telinga; Pernafasan berbunyi21.

3. ISPA Berat yaitu jika seorang anak dijumpai gejala-gejala seperti ISPA ringan atau sedang ditambah dengan gejala sebagai berikut: Bibir atau kulit membiru;

Pernafasan cuping hidung; Anak tidak sadar atau kesadarannya menurun ; Bunyi nafas gargling, atau snoring; Dijumpai adanya terraksi otot-otot bantu pernafasan, seperti intercostal, sternal, suprasternal; Nadi cepat dan lemah > 160x/menit (anak umur < 1 tahun); Tenggorokan berwarna merah21.

2.1.1.7 Diagnosis ISPA

Mendiagnosis infeksi saluran pernapasan akut terkadang kesulitan, karena gejala yang muncul seperti hanya demam saja, bisa mengarah ke ISPA ataupun ke penyakit lainnya. Perjalanan penyakit infeksi saluran napas akan berbeda dengan penyakit lainnya. Diagnosis ISPA pada balita dan dewasa tidak ada perbedaan yang khusus. Ada peralatan diagnosis standar untuk penyakit di saluran napas, seperti X-Ray dada, biopsi paru, polymerase chain reaction assays (PCR), serta kultur bakteri dan virus22. Beberapa

(6)

gejala seperti demam, batuk, nyeri tenggorokan, ingusan, suara serak, nyeri kepala dapat dicurigai sebagai ISPA.23

Tabel 2.1 Jenis ISPA dan Gejala Khasnya

Jenis ISPA Gejala Klinis

Rhinitis Bersin, ingusan, demam, lesu, nyeri otot

Pharyngitis & Tonsilitis Nyeri tenggorokan, batuk, demam, lesu, pallling sering terjadi pada usia 4-10 tahun

Otitis Media Nyeri telinga, demam, membran tympani

bengkak dan kemerahan, gatal telinga, bisa ada atau tidak cairan yang keluar dari telinga

Acute Sinusitis Nyeri di wajah, demam, nyeri kepala, gejala biasanya terjadi dalam waktu < 7 hari

Laryngotracheobrinchitis atau Croup Demam, nyeri tenggorokan, suara serak, batuk menggonggong, stridor, paling sering terjadi pada usia 1 sampai 2 tahun

Epiglottitis Demam, malas, suara kering teredam,

tidak mau makan dan minum karena sakit menelan, bisa ada atau tidak stridor, banyak terjadi pada usia 3-4 tahun

Acute Bronchitis Batuk berdahak, ronchi, demam, napas cepat

Acute Bronchiolitis Demam, batuk, sulit bernapas, mengi, fine crackle, bisa ada atau tidak ronchi, paling sering terjadi pada usia 1-6 bulan

Pneumonia Demam, batuk, napas cepat, crackle

Sumber : National University Hospital, buletin 10

(7)

Gambar 2.1 Alur Diagnosis ISPA

Sumber : National University Hospital, buletin 10

Diagnosis pada Balita berdasarkan buku manajemen terpadu Balita sakit (MTBS) dapat dibedakan menjadi 3 menurut gejalanya. Anak yang mengalami batuk atau kesulitan bernapas dengan adanya tanda bahaya umum atau tarikan dinding dada atau mengorok diklasifikasikan menjadi pneumonia sangat berat. Tanda bahaya umum seperti anak tidak bisa minum, makanan selalu dimuntahkan, mengalami kejang, atau

Kemungkinan adalah ISPA atas

Tentukan : Otitis media

Sinusitis Faringitis

Kemungkinan adalah ISPA bawah

Tentukan : Epiglotitis Bronkhitis Bronchiolitis

Tidak Ya

Dicurigai terkena infeksi saluran pernapasan Terdapat satu atau lebih gejala berupa :

Batuk, meler-meler, suara serak, nyeri dada, napas lambat, napas cepat, napas berbunyi, demam

Tentukan jika infeksi terlokalisasi di

saluran pernapasan atas atau saluran pernapasan bawah

Ada gejala nyeri dada, napas lambat, suara mengi, suara mendengkur, retraksi otot pernapasan di dada, suara berisik saat menarik dan menghembuskan napas

(8)

anak tidak sadar. Jika anak mengalami batuk atau kesulitan bernapas dengan adanya napas cepat saja, maka diklasifikasikan menjadi pneumonia. Napas cepat diukur dari berapa banyak napas dalam 1 menit. Untuk anak berumur 2 bulan sampai 12 bulan dikategorikan napas cepat jika napas berjumlah lebih dari sama dengan 50 kali per menit, untuk anak berumur 12 bulan sampai 59 bulan dikategorikan napas cepat jika napas berjumlah lebih dari sama dengan 40 kali per menit. Jika anak mengalami batuk atau sulit bernapas tetapi tidak adaa tanda bahaya umum atau napas cepat maka diklasifikasikan ke dalam batuk bukan pneumonia18.

2.1.1.8 Pencegahan ISPA

Ada beberapa hal yang bisa dilakukan agar terhindar dari ISPA24:

1. Menghindari kontak langsung dengan penderita ISPA agar tidak terjadi penularan. Hal ini bisa dilakukan dengan pemakaian masker.

2. Selalu menjaga daya tahan tubuh dan menjaga keseimbangan nutrisi.

3. Ajarkan keluarga yang sedang sakit ISPA untuk menggunakan tisu atau tangannya untuk menutup hidung dan mulutnya ketika batuk/bersin.

4. Ketika mengalami sakit ISPA sebaiknya tidak berbagi cangkir minuman, baju cuci atau handuk.

5. Jaga jarak jangan berhubungan terlalu dekat dengan saudaranya atau anggota keluarga lainnya yang sedang sakit ISPA. Tindakan semi isolasi mungkin dapat dilakukan seperti anak yang sehat tidur terpisah dengan dengan anggota keluarga lain yang sedang sakit ISPA.

(9)

7. Hindari paparan asap rokok.

Cara pencegahan agar balita tidak terkena penyakit ISPA adalah sebagai berikut21:

1. Kondisi lingkungan yang bersih dan sehat Infeksi saluran nafas akut menyebar melalui batuk dan air liur, oleh karena itu anak-anak sebaiknya tidak dibiarkan bersama dengan orang yang sedang menderita batuk pilek (Biddulph dan Stace, 1999). Selain itu keadaan rumah juga sangat mempengaruhi kajiadan ISPA

21

. 2. Keadaan ventilasi rumah sangat berkaitan dnegan kejadian ISPA. Fungsi ventilasi adalah untuk menjaga agar aliran udara di dalam rumah tetap segar, sehingga keseimbangan oksigen yang diperlukan tetap terjaga. Kurangnya ventilasi menyebabkan kurangnya oksigen dan meningkatnya kadar karbondioksida di dalam rumah yang bersifat racun bagi penghuninya, karena akan menghambat afinitas oksigen terhadap hemoglobin darah. Selain itu ventilasi yang buruk menyebabkan aliran udara tidak lancar, sehingga bakteri patogen sulit untuk keluar karena tidak ada aliran udara yang cukup untuk membawa bakteri keluar rumah

21

.

3. Di rumah ada sumber pencemaran udara misalnya ada orang dewasa yang

merokok atau keluarga memasak menggunakan asap, karena asap rokok dan debu

dapat menyebabakan iritasi mukosa saluran pernafasan sehingga merusak sistem

mekanisme pertahanan di saluran pernafasan, akibatnya bakteri mudah masuk ke

dalam saluran nafas dan anak akan mudah terkena ISPA berulang. Paparan asap

rokok pada anak dapat menimbulkan gangguan pernafasan terutama memperberat

timbulnya infeksi saluran pernafasan akut dan gangguan fungsi paruparu. Asap

dari pembakaran sampah juga dapat meningkatkan resiko terjadinya ISPA.

(10)

Pembakaran minyak tanah, kayu bakar dan asap kendaraan bermotor disamping akan menghasilkan zat pollutan dalam bentuk debu (partikel) juga menghasilkan zat pencemar kimia berupa karbondioksida, karbonmonoksida, oksida sulfur, oksida nitrogen dan hydrocarbon yang berbahaya bagi kesehatan karena zat-zat tersebut menyebabkan reaksi peradangan pada saluran pernafasan dan bisa menyebabkan produksi lender meningkat yang dapat menurunkan mekanisme pertahanan di saluran pernafasan

21

.

4. Immunisasi lengkap merupakan salah satu upaya yang dapat menurunkan resiko terkena ISPA pada balita adalah dengan pemberian immunisasi lengkap. Immunisasi adalah upaya pemberian antigen yang bertujuan untuk mengaktivasi kekebalan di dalam tubuh anak atau bayi sehingga terhindar dari penyakit atau penyakit berat yang mungkin. Pemberian immunisasi merupakan strategi spesifik untuk dapat mengurangi angka kejadian ISPA, pemberian immunisasi campak yang efektif dapat mencegah 11 % kematian balita akibat pneumonia dan dengan immunisasi DPT 6 % kematian akibat pneumonia dapat dicegah21.

5. Pemberian ASI dikarenakan ASI merupakan sumber kalori dan protein yang sangat penting bagi anak khususnya anak dibawah usia 1 tahun serta melindungi bayi terhadap infeksi karena ASI mengandung antibodi yang penting dalam meningkatkan kekebalan tubuh. Bayi yang diberi susu botol atau susu formula rata-rata mengalami dua kali lebih banyak serangan pneumonia dibanding bayi yang mendapatkan ASI. Penelitian di Kanada membuktikan bahwa ASI melindungi bayi terhadap infeksi saluran nafas dalam 6 bulan pertama kehidupan. Nilai gizi ASI yang lebih tinggi dan adanya antibodi, sel-sel leukosit serta enzim dan hormone melindungi bayi terhadap berbagai infeksi21.

(11)

2.1.2 Status Gizi 2.1.2.1 Definisi

Status gizi adalah tingkat keseimbangan antara konsumsi dan penyerapan zat−zat gizi dengan penggunaan zat−zat gizi tersebut, atau keadaan fisiologik akibat dari tersedianya zat gizi dalam tubuh25. Menurut pendapat ahli gizi lainnya, status gizi adalah keadaan kesehatan fisik seseorang atau sekelompok orang yang ditentukan dengan salah satu atau kombinasi dari ukuran−ukuran gizi tertentu25.

2.1.2.2 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Status Gizi

Status gizi seorang anak pada umumnya dipengaruhi oleh faktor-faktor sebagai berikut26:

a. Penyebab langsung, yaitu makanan anak dan penyakit infeksi yang mungkin diderita anak. Anak yang mendapat makanan yang cukup baik tetapi sering diserang penyakit infeksi dapat berpengaruh terhadap status gizinya. Anak yang makanannya tidak cukup baik, daya tahan tubuhnya pasti lemah dan akhirnya mempengaruhi status gizinya.26

b. Penyebab tidak langsung, yang terdiri dari:

1. Ketahanan pangan di keluarga, terkait dengan ketersediaan pangan (baik dari hasil produksi sendiri maupun dari pasar atau sumber lain), harga pangan dan daya beli keluarga, serta pengetahuan tentang gizi dan kesehatan.26

(12)

2. Pola pengasuhan anak, berupa sikap dan perilaku ibu atau pengasuh lain dalam hal pendekatannya dengan anak, memberikan makan, merawat, kebersihan, memberi kasih sayang dan sebagainya. Kesemuanya berhubungan dengan keadaan Ibu dalam hal kesehatan (fisik dan mental), status gizi, pendidikan umum, pengetahuan tentang pengasuhan yang baik, peran dalam keluarga atau di masyarakat, pekerjaan sehari-hari, adat kebiasaan keluarga dan masyarakat dan sebagainya dari ibu atau pengasuh anak.26

3. Akses atau keterjangkauan anak dan keluarga terhadap air bersih dan pelayanan kesehatan yang baik seperti imunisasi, pemeriksaan kehamilan, pertolongan persalinan, penimbangan anak, pendidikan kesehatan dan gizi serta sarana kesehatan yang baik seperti posyandu, Puskesmas, praktek bidan dan dokter dan keberadaan rumah sakit. Makin tersedia air bersih yang cukup untuk keluarga dan semakin dekat jangkauan keluarga terhadap pelayanan dan sarana kesehatan, ditambah dengan pemahaman ibu tentang kesehatan, makin kecil risiko anak untuk terkena penyakit dan kekurangan gizi.26

2.1.2.3 Penilaian Status Gizi

Sampai saat ini, ada beberapa kegiatan penilaian status gizi yang dilakukan, yaitu kegiatan Pemantauan Status Gizi (PSG), kegiatan bulan penimbangan, dan dalam kegiatan penelitian. Jenis pengukuran yang paling sering dilakukan adalah antropometri, karena mudah, prosedurnya sederhana dan dapat dilakukan berulang−ulang serta cukup

(13)

Cara pengukuran dengan antropometri dilakukan dengan mengukur beberapa parameter, antara lain: umur, berat badan, tinggi badan, lingkar lengan atas, lingkar kepala, lingkar dada, lingkar pinggul dan tebal lemak di bawah kulit. Kombinasi antara beberapa parameter disebut indeks antropometri. Indeks antropometri yang umum digunakan dalam menilai status gizi adalah Berat Badan menurut Umur (BB/U), Tinggi Badan menurut Umur (TB/U), dan Berat Badan menurut Tinggi Badan (BB/TB).26

Pilihan indeks antropometri tergantung pada tujuan penilaian status gizi. Indeks BB/U menunjukkan secara sensitif status gizi saat ini (saat diukur) karena mudah berubah namun tidak spesifik karena berat badan selain dipengaruhi oleh umur juga dipengaruhi oleh tinggi badan. Indeks TB/U menggambarkan status gizi masa lalu karena dalam keadaan normal tinggi badan tumbuh bersamaan dengan bertambahnya umur.

Pertambahan tinggi badan atau panjang badan relatif kurang sensitif terhadap kurang gizi dalam waktu yang singkat. Pengaruh kurang gizi terhadap pertumbuhan tinggi badan baru terlihat dalam waktu yang cukup lama. Sedangkan indeks BB/TB menggambarkan secara sensitif dan spesifik status gizi saat ini, dapat dikategorikan sebagai kurus atau wasted, merupakan pengukuran antropometri yang terbaik26.

Menurut KepMenKes RI No. 1995 tahun 2010 tentang standar antropometri penilaian status gizi anak, disampaikan pada tabel bahwa kategori status gizi dapat dihitung berdasarkan berat badan menurut umur (BB/U) pada usia 0−5 tahun yang menghasilkan 4 kategori, yaitu27:

1. Gizi buruk (<-3 SD)

2. Gizi kurang (-3 SD sampai dengan <-2 SD)

3. Gizi baik (-2 SD sampai dengan 2 SD)

4. Gizi lebih (>2 SD)

(14)

Status gizi yang diambil peneliti adalah status gizi baik (Gizi baik) dan status gizi tidak baik (Gizi kurang & Gizi buruk), sementara Gizi lebih tidak dimasukan.

Tabel gizi terdapat di lampiran.

2.1.3 Kerangka Teori

Gambar 2.2 Kerangka Teori

Banyak faktor yang membuat perubahan pada status gizi tubuh manusia. Harga bahan pokok dan makanan sehari-hari berpengaruh pada makanan yang dapat dibeli dan dimakan, sehingga makanan dapat berpengaruh pada keadaan status gizi manusia.

Penyakit yang sedang dialami dapat mengganggu status gizi, karena saat sedang sakit badan akan terasa tidak nyaman dan malas untuk makan. Pengetahuan tentang makanan-makanan bergizi berpengaruh pada makanan yang dimakan karena tanpa

(15)

Ketika orang tua yang sibuk menitipkan anaknya kepada orang lain, maka pola makannya ada kemungkinan tidak diperhatikan, sehingga terjadi perubahan status gizi.

Tersedianya air bersih juga berpengaruh pada status gizi. Ketika status gizi pada seseorang menurun, maka ada kemungkinan patogen dari luar tubuh masuk ke dalam tubuh melalui saluran napas, karena status gizi yang buruk, maka pertahanan tubuh juga akan berubah, sehingga tidak mampu menyingkirkan patogen yang sudah masuk melalui saluran napas. Patogen yang masuk melalui saluran napas akan merusak bagian dinding dari saluran napas, sehingga akan terjadi ISPA.

2.2 Kerangka Pemikiran dan Hipotesis 2.2.1 Kerangka Pemikiran

Gambar 2.3 Kerangka Pemikiran

Infeksi Saluran Pernapasan Akut (ISPA) secara epidemiologi paling banyak mengenai anak-anak usia dibawah 5 tahun. Beberapa faktor yang mempengaruhi terjadinya ISPA adalah kondisi lingkungan seperti keadaan lantai, dinding dan polusi udara; ketersediaan dan efektivitas pelayanan kesehatan seperti vaksin, akses terhadap fasilitas pelayanan kesehatan; faktor dalam diri manusia seperti usia, jenis kelamin,

Status gizi

Status gizi tidak baik

Status gizi yang baik Tidak menurunkan sistem imun

Menurunkan sistem imun

ISPA

Sehat

(16)

Faktor Eksternal

Kondisi Rumah dan Kamar Polusi Udara Status Ekonomi Faktor Internal

Usia

Jenis Kelamin

Status Gizi

Pemberian ASI Eklusif

Pemberian Vaksin Infeksi Saluran

Pernapasan Akut (ISPA) Faktor Agent

status gizi, pemberian ASI eksklusif; dan karakteristik patogen seperti faktor virulensinya.28

Menurut pendapat peneliti, kemungkinan hal ini terjadi karena anak dengan status gizi buruk pertahanan tubuhnya menurun baik sistemik maupun lokal, efektifitas barier dari epitel menurun, serta respon sistem imun dan reflek batuk juga menurun, sehingga anak mudah terkena infeksi. Hal ini sesuai dengan penelitian Dewi (1995) dan Kristina (2000) bahwa status gizi buruk merupakan faktor risiko ISPA pada balita.

Demikian juga James (1995) menyebutkan bahwa kelompok bayi dan anak dengan status gizi buruk mempunyai risiko lebih tinggi dibanding bayi dan balita dengan gizi normal29. Dari hasil penelitian yang dilakukan oleh Arsyad didapatkan hasil bahwa di daerah pedesaan didapatkan hasil bahwa ada hubungan antara status gizi dengan ISPA28.

2.2.2 Kerangka Konsep

(17)

Gambar 2.4 Kerangka Konsep

Faktor internal yang mempengaruhi terjadinya ISPA seperti usia, jenis kelamin, status gizi, pemberian ASI eklusif dan pemberian vaksin salah satunya akan diteliti oleh peneliti, faktor yang diteliti adalah status gizi. Peneliti ingin mengetahui hubungan status gizi dengan ISPA dan peneliti menggunakan status gizi sebagai variabel bebasnya sedangkan ISPA sebagai variabel terikatnya. Faktor lain seperti faktor agent dan faktor eksternal tidak diteliti, karena menjadi keterbatasan peneliti. Untuk hubungan status gizi terhadap ISPA sudah dijelaskan di bagian kerangka pemikiran.

Referensi

Dokumen terkait

Faktor-faktor Resiko utama tersebut mendorong peneliti untuk menjawab permasalahan tentang “Adakah hubungan faktor resiko (status gizi, BBLR, pemberian ASI Eksklusif, polusi

Selain faktor risiko di atas, terdapat pula faktor risiko lain yang berperan penting pada kejadian hipertensi yaitu faktor psikis berupa stres dan depresi yang secara

Yaitu analisa yang dilakukan oleh perusahaan terkait pemahaman mendalam tentang kondisi/keadaan internal dan eksternal perusahaan dengan cara mengenali secara

Guru termasuk salah satu faktor yang mempengaruhi hasil belajar siswa yang berasal dari luar diri siswa (eksternal). Guru harus mempunyai kemampuan untuk

Kelenjar sebasea merupakan suatu kelenjar asinar yang biasanya memiliki beberapa asini yang bermuara ke dalam saluran pendek. Asini terdiri atas lapisan basal

makanan yang dikonsumsi dan sumber makanan hewani yang rendah, makanan yang tidak mengandung nutrisi, dan makanan komplementer yang mengandung energi rendah.1,2 Cara pemberian yang

Dengan demikian memodifikasi faktor eksternal merupakan upaya untuk mempengaruhi perilaku orang-orang dalam organisasi dengan mengendalikan antecedent maupun consequence dari perilaku

KAJIAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN 2.1 Kajian Pustaka 2.1.1 Air Susu Ibu Air susu ibu ASI adalah makanan pertama alami untuk bayi yang memberikan energi dan nutrisi yang