BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Pembangunan nasional Indonesia bertujuan membangun manusia Indonesia seutuhnya dan seluruh masyarakat Indonesia dalam mencapai masyarakat yang adil dan makmur. Sedangkan pembangunan di bidang
kesehatan bertujuan meningkatkan kualitas hidup manusia dan derajat kesehatan masyarakat dalam aspek pencegahan, penyembuhan dan pemulihan
penyakit (Idris, 2010).
Program Pemberantasan Penyakit Menular (P2M) meliputi beberapa kegiatan yang salah satunya adalah Pemberantasan Penyakit Infeksi Saluran
Pernafasan Akut (P2 ISPA) yang ditujukan pada kelompok usia balita dalam bentuk upaya penanggulangan Pneumonia. Penanggulangan Pneumonia salah
satu diantaranya dengan menggunakan Manajemen Terpadu Balita Sakit (MTBS). World Health Organization (WHO) memperkenalkan konsep pendekatan MTBS yang merupakan strategi upaya pelayanan kesehatan yang
ditujukan untuk menurunkan angka kematian dan kesakitan bayi dan anak balita di negara-negara berkembang (Depkes, 2011).
Pneumonia merupakan salah satu masalah kesehatan dan penyumbang terbesar penyebab kematian anak usia di bawah lima tahun (anak-balita). Pneumonia membunuh anak lebih banyak dari pada penyakit lain apapun,
juta anak dan balita setiap tahun yang sebagian besar terjadi di negara berkembang (Said, 2010). Badan Kesehatan Dunia (WHO) tahun 2007
memperkirakan terdapat 1,8 juta kematian pada anak dibawah usia 5 tahun akibat pneumonia.
Setiap tahunnya di Indonesia diperkirakan ada 6 juta kasus baru penyakit pneumonia, berdasarkan hasil Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) tahun 2007, pneumonia adalah penyebab kematian kedua pada balita setelah diare. Jumlah
kematian balita di Indonesia akibat penumonia tahun 2008 diperkerikan mencapai 30.470 balita, atau rata-rata 83 balita meninggal setiap hari akibat
pneumonia (Depkes RI, 2010). Di Propinsi Jawa Tengah pada tahun 2009 berdasarkan data Profil Kesehatan Jawa Tengah 2009 angka penemuan penyakit Pneumonia sebesar 26,76% atau 69.619 penderita, sedangkan pada
tahun 2008 penemuan pneumonia balita pada tahun 2008 sebesar 23,63% penderita maka angka tersebut relatif ada peningkatan.
Berdasarkan data dari Dinas Kesehatan Kabupaten Purbalingga angka pneumonia balita pada tahun 2010 adalah 647 kasus atau 9,6% dari jumlah perkiraan kasus penderita Pneumonia dengan prevalensi tertinggi cakupan
penemuan kasus pneumonia pada balita di Puskesmas Pengadegan Kabupaten Purbalingga tahun 2010 sebanyak 147 kasus akan tetapi jumlah ini menurun
pada tahun 2011 menjadi 83 kasus, namun demikian pneumonia pada balita masih tetap merupakan proporsi terbesar.
Rudan, dkk (2008) melaporkan 3 kelompok faktor resiko yang
Faktor resiko tersebut adalah faktor resiko yang selalu ada (definite risk factors), meliputi gizi kurang, berat badan lahir rendah, tidak ada/tidak
memberikan ASI eksklusif, polusi udara dalam ruang dan kepadatan hunian rumah. Faktor resiko yang sangat mungkin (likely risk factors) meliputi ibu
hamil yang merokok, balita kekurangan zinc, pengalaman ibu sebagai pengasuh, bersamaan penyakit (misalnya diare, penyakit jantung, asma), dan faktor resiko yang masih mungkin (possible risk factors) meliputi pendidikan
Ibu, lama menjalani perawatan, curah hujan (kelembaban), ketinggian tempat tinggal (udara dingin), kekurangan vitamin A, urutan kelahiran, polusi udara
luar ruangan. Faktor resiko ini seharusnya diperhatikan secara serius dan perlu intervensi segera agar penurunan insiden pneumonia berdampak signifikan pada penurunan angka kematian anak balita.
Berdasarkan penelitian Hananto (2001) menyebutkan bahwa salah satu faktor resiko yang berhubungan dengan kejadian pneumonia pada balita adalah
kepadatan hunian. Selanjutnya penelitian Gozali (2010) menunjukkan balita yang pneumonia lebih banyak terjadi pada anak dengan status gizi kurang dan buruk dibandingkan dengan anak berstatus gizi baik dan Wibowo (2011)
bahwa persentase kejadian ISPA pada balita yang diberi ASI Eksklusif lebih rendah bila dibandingkan dengan balita yang tidak diberi ASI Eksklusif, serta
Yuwono (2008) hasil penelitiannya menunjukkan balita yang tinggal di rumah dengan tingkat hunian padat memiliki resiko terkena pneumonia lebih besar dibandingkan anak balita yang tinggal di rumah dengan tingkat hunian tidak
Sebagian kematian akibat penyakit pneumonia terjadi dipelosok desa yang tidak terjangkau oleh layanan kesehatan. Oleh karena itu disamping
perlunya ditingkatkan usaha-usaha penemuan dan pengobatan penderita didaerah yang sulit dijangkau, diperlukan pula pengetahuan masyarakat tentang
penyakit Pneumonia yang meliputi gejala, faktor resiko, pencegahan dan lain-lain agar dapat dihindari, dicegah, dan diobati sedini mungkin sehingga tidak sempat mengancam jiwa atau berakibat pada kematian (Misnadiarly, 2008).
Berdasarkan uraian dari latar belakang di atas maka penulis tertarik untuk melakukan penelitian tentang “Analisis Faktor Resiko Kejadian Pneumonia
Balita Usia 6 bulan-5 tahun di Puskesmas Pengadegan Kabupaten Purbalingga.
B. Perumusan Masalah
Program Pemberantasan Penyakit Infeksi Saluran Pernafasan Akut (P2 ISPA) dalam upaya menurunkan angka kesakitan dan angka kematian
pneumonia perlu melakukan promosi dan penaggulangan pneumonia pada masayarakat, terutama Ibu balita.
Salah satu cara untuk mengurangi angka kejadian penyakit Pneumonia adalah dengan memperbaiki faktor resiko penyebab penyakit Pneumonia. Faktor resiko penyebab terjadinya penyakit Pneumonia adalah faktor status
gizi, berat bayi lahir rendah (BBLR), pemberian ASI eksklusif, polusi udara dalam ruangan, dan kepadatan hunian rumah.
hunian rumah) terhadap kejadian penyakit Pneumonia di Puskesmas Pengadegan Kabupaten Purbalingga”.
C. Tujuan Penelitian 1. Tujuan Umum
Memperoleh gambaran mengenai faktor-faktor yang berhubungan dengan
kejadian pneumonia pada anak usia 6 bulan-5 tahun. 2. Tujuan Khusus
a. Mendeskripsikan status gizi, berat bayi lahir rendah (BBLR),
pemberian ASI Eksklusif, polusi udara dalam ruangan dan kepadatan hunian rumah pada balita umur 6 bulan-5 tahun dengan kejadian
pneumonia.
b. Menganalisis hubungan status gizi dengan kejadian penyakit pneumonia pada anak 6 bulan-5 tahun.
c. Menganalisis hubungan Berat Bayi Lahir Rendah (BBLR) dengan kejadian penyakit pneumonia anak usia 6 bulan-5 tahun.
d. Menganalisis hubungan pemberian ASI Eksklusif pada balita umur 6 bulan-5 tahun dengan kejadian penyakit pneumonia anak.
e. Menganalisis hubungan polusi udara dalam ruangan terhadap kejadian
Pneumonia pada anak usia 6 bulan- 5 tahun.
f. Menganalisis hubungan kepadatan hunian rumah terhadap kejadian
Pneumonia pada anak usia 6 bulan-5 tahun.
D. Manfaat Penelitian 1. Bagi peneliti
Menambah pengetahuan, memperluas wawasan dan memberikan pengalaman langsung bagi penulis dalam melaksanakan penelitian serta
mengaplikasikan berbagai teori dan konsep yang didapatkan dalam bangku kuliah ke dalam bentuk penelitian, khususnya yang berkaitan dengan penyakit pneumonia anak.
2. Bagi institusi pendidikan
Hasil penelitian diharapkan dapat memberikan sumbangan bagi
institusi pendidikan untuk mempertimbangkan materi pembelajaran dalam rangka mencegah penyakit pneumonia anak.
3. Bagi masyarakat
Dapat memberikan informasi mengenai faktor-faktor yang berhubungan dengan terjadinya penyakit pneumonia anak. Sehingga
diharapkan orang tua sebagai bagian dari masyarakat dapat mencegah penyakit dan dapat meningkatkan kesehatannya.
4. Bagi perawat
Sebagai acuan untuk menentukan tindakan yang tepat dalam meningkatkan derajat kesehatan, khususnya kesehatan pribadi dan
E. Penelitian Terkait
Gozali (2010) dengan judul ”Hubungan antara status gizi dengan
klasifikasi pneumonia pada balita di Puskesmas Gilingan Kecamatan Banjarsari Surakarta”, penelitian menggunakan design cross sectional study.
Hasil penelitian menyimpulkan bahwa anak balita yang pneumonia lebih banyak pada anak dengan status gizi kurang dan buruk yaitu dengan prosentase sebesar 36,67%. Persamaan penelitian ini adalah sama-sama meneliti tentang
Pneumonia dengan status gizi menjadi salah satu variabelnya, dan perbedaannya adalah penelitian menggunakan design case control dan
menggunakan variabel Berat Bayi Lahir Rendah (BBLR), pemberian ASI eksklusif, polusi udara dan kepadatan hunian.
Penelitian Yuwono (2008) dari Universitas Diponegoro Semarang
tentang Faktor-faktor lingkungan fisik rumah yang berhubungan dengan kejadian pneumonia pada balita di wilayah kerja Puskesmas Kawunganten
Kabupaten Cilacap dengan menggunakan design case control. Persamaan penelitian ini adalah sama-sama meneliti tentang tingkat kepadatan hunian dengan kejadian pneumonia. Perbedaan penelitian adalah tidak hanya variabel
lingkungan tetapi dengan menggunakan variabel status gizi, BBLR, pemberian ASI eksklusif, dan polusi udara.
Penelitian Setiyati (2005) dengan judul “Faktor resiko pneumonia pada anak umur 1-3 tahun di wilayah Puskesmas Kemranjen 1 Kabupaten Banyumas Tahun 2005, penelitian menggunakan design case control. Persamaan
kepadatan hunian dengan kejadian pneumonia. Perbedaan penelitian yang diteliti dengan penelitian Sawitri Setiyati adalah penelitian dilakukan di