• Tidak ada hasil yang ditemukan

PDF BAB II - repository.unisba.ac.id

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2023

Membagikan "PDF BAB II - repository.unisba.ac.id"

Copied!
33
0
0

Teks penuh

Sedangkan dalam hal dokter adalah dokter jaga (mitra), dokter bertanggung jawab penuh atas kelalaian tindakan medisnya karena rumah sakit dalam hal ini hanyalah penyedia fasilitas. Rumah Sakit sebagai pusat kesehatan terpadu salah satu tugasnya adalah melayani pasien yang membutuhkan pelayanan kesehatan. Hubungan antara rumah sakit dan pasien ini timbul apabila pasien cakap (dewasa dan cakap secara hukum) untuk melakukan perbuatan hukum.

Syarat Informed Consent

Ia harus mengambil keputusan dalam keadaan yang memungkinkannya memilih tanpa campur tangan atau paksaan pihak lain. Para ahli etika menyebut prinsip ini sebagai doktrin informed consent.59 Oleh karena itu, ada empat syarat untuk informed consent yang sah, yaitu: Tegas (jelas dan tegas), bahwa ketika pasien menyatakan persetujuannya, ia harus memberitahukan kepada dokter dengan tegas dan tanpa ragu-ragu.

Sadar (sadar) bahwa pasien dalam memberikan dan meminta persetujuan kepada dokter harus dalam keadaan sadar, tidak dalam pengawasan dan waras. Selain syarat-syarat di atas, dalam suatu hubungan hukum harus dipenuhi dua syarat agar informed consent dianggap sah, yaitu 60. Syarat materil diperlukan karena tanpa syarat materiil tersebut tidak mungkin disetujuinya suatu tindakan medis, karena itu merupakan syarat untuk terjadi.

Syarat formal sahnya informed consent sama dengan syarat sahnya akad, yaitu dari Pasal 1320 KUH Perdata yaitu. Sebab, informed consent timbul dari adanya hubungan hukum antara dokter dan pasien, atau biasa disebut transaksi terapeutik.

Teori Tentang Informed Consent

Peristiwa eksperimental di bidang kedokteran telah lama menjadi bagian yang tidak terpisahkan dari pelayanan dan perawatan pasien, karena uji coba yang dilakukan selalu berkaitan dengan pelayanan dan perawatan pasien. Pandangan mengenai apa yang baik dan bermanfaat bagi seorang pasien tentunya tidak berbeda antara satu pasien dengan pasien lainnya karena bergantung pada situasi dan keadaan pribadi serta nilai-nilai dari pasien yang bersangkutan. Jika eksperimen non-terapeutik benar-benar diperlukan untuk dibenarkan, maka tidak dapat disangkal bahwa ada unsurnya.

Artinya, selama eksperimen medis dilakukan bersamaan dengan pengobatan dan pengobatan atau mempunyai tujuan terapeutik, maka manfaat bagi kehidupan sosial di sini bukanlah sesuatu yang patut diutamakan. Menurut teori ini, tekad untuk memaksimalkan keuntungan bagi kehidupan sosial telah menyebabkan pelanggaran hak asasi manusia yang tidak dapat diterima, sehingga memberikan dua pilihan bagi penulis Kode Nuremberg. Penulis Nuremberg memilih alternatif nomor dua, bahwa asas manfaat bagi kehidupan sosial tidak dihilangkan, namun informed consent dimasukkan dalam Pasal 1, bukan untuk memudahkan tercapainya manfaat sosial, melainkan menjadi syarat untuk membatasinya.

Oleh karena itu dapat disimpulkan bahwa setiap orang yang meminta informed consent pada saat pemeriksaan kesehatan didasarkan pada alasan selain nilai, yaitu memperolehnya. Karena hak untuk menentukan nasib sendiri digunakan sebagai dasar, memberikan persetujuan dapat dilihat sebagai negosiasi kontrak.

Peraturan mengenai kewajiban seorang dokter dalam memberikan informed consent

“Seseorang adalah tuan atas tubuhnya sendiri,” yang berasal dari hak asasi manusia, yaitu “hak untuk menentukan nasib sendiri,” merupakan landasan filosofis dari informed consent.62 Berdasarkan doktrin ini, tindakan apa pun yang bersifat ofensif (termasuk tindakan medis prosedur) ) harus mendapat izin terlebih dahulu dari pemilik badan. Sehingga tindakan medis tanpa informed consent secara filosofis dianggap sebagai pelanggaran hak, padahal tujuannya adalah demi kepentingan terbaik pasien.63. Berdasarkan keempat landasan etika tersebut, maka informed consent harus diberikan, dan dalam hal ini informed consent merupakan perwujudan dari prinsip otonomi.

Latar belakang pentingnya pemberian informed consent oleh dokter berdasarkan peraturan perundang-undangan di Indonesia adalah. Dari ketentuan Pasal 45 ayat (1) dan (2) dokter berpedoman pada pemberian informed consent sebelum melakukan tindakan medis terhadap pasien. 2) Peraturan Menteri Kesehatan No. Dalam Peraturan Menteri Kesehatan tentang Persetujuan Prosedur Medis diatur lebih rinci bagaimana dokter memberikan informed consent, apa yang harus dijelaskan kepada pasien ketika meminta persetujuan prosedur, siapa yang dapat memberikan persetujuan, syarat-syarat medis. penerimaan. tindakan dalam keadaan khusus sampai dengan tanggung jawab Dokter bertanggung jawab atas tindakan medis apabila terjadi kesalahan atau kelalaian yang disebabkan oleh dokter.

Tanggungjawab Dokter Dalam Pelayanan Medis Jika Terjadi Kesalahan

Dari segi medis hal ini sudah menjadi domain dokter.65 Namun perlu diperhatikan bahwa tanggung jawab yang ada tidak hanya tanggung jawab dari sudut pandang medis saja, tetapi ada juga tanggung jawab dari sudut pandang hukum. . Kewenangan yang diberikan hanya sebatas kewenangan untuk bertindak, apapun tata cara pelaksanaan tindakannya. Apabila tindakan tersebut dirasakan atau dinilai merugikan pasien, maka tanggung jawab ada pada dokter, tentunya dugaan kesalahan atau kelalaian tersebut harus dibuktikan secara hukum, dan tidak terbatas pada pendapat subjektif pasien atau keluarga pasien.66 .

Secara umum tanggung jawab dokter terhadap pasien dapat diklasifikasikan menjadi tanggung jawab etika, tanggung jawab profesional, dan tanggung jawab hukum.

Tanggungg jawab etis

Dari segi medis sudah menjadi domain dokter. 65 Namun yang perlu diperhatikan adalah tanggung jawab yang ada tidak hanya tanggung jawab dari aspek medis saja, tetapi ada juga tanggung jawab dari aspek hukum. karena secara hukum setiap perjanjian akan menimbulkan hak dan kewajiban, dimana apabila salah satu pihak melanggar isi perjanjian maka pihak yang merasa dirugikan dapat menuntut atau meminta ganti rugi kepada pihak yang dianggap menimbulkan kerugian. Pelanggaran kode etik ada yang murni pelanggaran etika dan ada juga yang merupakan pelanggaran kode etik sekaligus pelanggaran hukum. Pelanggaran terhadap etika tidak selalu berarti pelanggaran terhadap hukum, sebaliknya pelanggaran terhadap hukum tidak selalu berarti pelanggaran etika.

Tanggung jawab profesi

Tingkat risiko selama pengobatan diusahakan sekecil mungkin, sehingga efek samping selama pengobatan dapat diminimalkan. Selain itu, pasien dan kerabatnya harus diberitahu tentang derajat pengobatannya, sehingga pasien dapat memilih alternatif pengobatan yang diberitahukan oleh dokter, namun informasi tentang derajat pengobatan menimbulkan kendala bagi pasien atau keluarganya. dengan tingkat pendidikan yang rendah karena sudah mendapatkan informasi namun belum dapat menangkap dengan baik. Perlu dilakukan pemeriksaan dengan menggunakan peralatan pemeliharaan, apabila hasil pemeriksaan luar tidak memberikan hasil yang akurat maka perlu dilakukan pemeriksaan dengan menggunakan alat.

Namun tidak semua pasien bersedia diperiksa dengan bantuan alat bantu, hal ini berkaitan dengan biaya yang dikeluarkan pasien dari kelompok ekonomi rendah.

Tanggung jawab hukum

Dokter dapat dituntut oleh pasien atau keluarga pasien jika melakukan tindakan medis yang ceroboh atau lalai sehingga menimbulkan kerugian bagi pasien. Biasanya hal ini sering terjadi pada masyarakat dimana pasien selalu beranggapan jika mendapatkan hasil yang buruk maka selalu menyalahkan dokter. Gugatan perdata yang dapat diajukan oleh pasien atau keluarganya diatur dalam Pasal 66 (1) dan (3) UU No.

Akan tetapi seseorang yang dirugikan/pasien yang merasa dirugikan dengan menggugat dokter secara perdata harus memenuhi unsur hukum kelalaian yaitu 71. Kewajiban yaitu kewajiban profesi kedokteran untuk menggunakan segala ilmu dan kepandaiannya untuk menyembuhkan atau menyembuhkan. setidaknya meringankan beban penderitaan pasien. Pengabaian terhadap tugas/pelanggaran tugas, yaitu menyimpang dari kewajiban ini, menyimpang dari apa yang harus dilakukan atau tidak dilakukan, apa yang harus dilakukan menurut standar profesi kedokteran.

Penyebab langsung/proximate causation yaitu kerugian yang diderita pasien akibat kelalaian dokter tanpa ada intervensi waktu/peristiwa. Selain itu kelalaian dokter dapat dibedakan menjadi kesalahan yang dilakukan dengan sengaja, karena kelalaian (kecelakaan) dan kelalaian/kesalahan orang lain yang menjadi tanggung jawabnya.

Karena wanprestasi

Lalu apa yang dapat diminta dari seseorang yang lalai? Pertama, ia dapat memilih untuk melaksanakan perjanjian tersebut, meskipun pelaksanaannya sudah terlambat. Kedua, ia hanya dapat menuntut ganti rugi, yaitu kerugian yang dideritanya karena perjanjian itu tidak dilaksanakan atau terlambat dilaksanakan, atau dilaksanakan tetapi tidak sebagaimana mestinya. Ketiga, ia dapat menuntut pelaksanaan perjanjian disertai dengan ganti rugi atas kerugian yang dideritanya akibat tertundanya pelaksanaan perjanjian.

Keempat, dalam hal suatu perjanjian yang membebankan kewajiban bersama, maka kelalaian salah satu pihak memberikan hak kepada pihak yang lain untuk meminta hakim membatalkan perjanjian tersebut dengan disertai tuntutan ganti rugi. Suatu tindakan pembayaran ganti rugi berdasarkan kesepakatan atau kesepakatan yang terjadi hanya dapat dilakukan jika ada kesepakatan antara dokter dan pasien. Pengaturan ini terjadi ketika pasien memanggil dokter atau mendatangi dokter dan dokter memenuhi permintaan pasien untuk merawatnya, dalam hal ini pasien akan membayar biaya tertentu. kesembuhan pasien dari penyakitnya.

Namun karena belum tentu kesembuhan selalu dapat dicapai, maka dokter hanya berjanji memberikan bantuan yang semaksimal mungkin, sesuai dengan ilmu dan keterampilan yang dikuasainya. Dalam gugatan wanprestasi harus dibuktikan bahwa dokter benar-benar mengadakan perjanjian, kemudian wanprestasi tersebut (yang tentunya harus didasari oleh professional misconduct).

Karena melakukan perbuatan melawan hukum

Selain dapat dituntut karena wanprestasi dan pelanggaran undang-undang, seorang dokter juga dapat dituntut karena kelalaiannya yang mengakibatkan kerugian. Tuntutan karena kelalaian diatur dalam Pasal 1366 KUH Perdata yang menyatakan bahwa “setiap orang bertanggung jawab bukan hanya atas kerugian yang diakibatkan oleh perbuatannya sendiri, tetapi juga atas kerugian yang diakibatkan oleh kelalaian atau kecerobohannya”. Seseorang harus mempertanggungjawabkan bukan saja kerugian yang diakibatkan perbuatannya sendiri, tetapi juga kerugian akibat perbuatan orang lain yang berada di bawah kekuasaannya.

Contoh perbuatan dokter yang termasuk dalam pelanggaran administratif adalah melakukan praktik tanpa izin, melakukan tindakan medis yang tidak sesuai dengan izin yang dimilikinya, menggunakan izin yang telah habis masa berlakunya, dan tidak membuat rekam medis.82 Hal ini sesuai dengan ketentuan yang berlaku. ketentuan yang diatur dalam Pasal dan Pasal 36 UU No. 29 Tahun 2004 tentang Praktik Kedokteran yang mengatur bahwa setiap dokter harus terdaftar pada dan.

Referensi

Dokumen terkait

Based on the result of analysis in the previous section, the writer concludes that: Quantum learning method is effective to promote students' speaking skill to

Within theology and development discourse,1 a critique of the church’s engagement with poverty as limited to notions of charity and/or pragmatic interaction with the state in South