• Tidak ada hasil yang ditemukan

PDF BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Gula - Itenas

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2023

Membagikan "PDF BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Gula - Itenas"

Copied!
47
0
0

Teks penuh

Gula tebu merupakan gula yang dihasilkan dari tanaman tebu (Saccharum officinarum) dan merupakan gula yang paling umum dikonsumsi. Pemerintah setiap tahunnya melakukan pendataan untuk mengetahui perkembangan produksi tebu dari setiap daerah di Indonesia. Tebu merupakan salah satu sumber daya alam yang dapat meningkatkan perekonomian masyarakat dan memenuhi kebutuhan gula.

Pada batang terdapat lapisan lilin yang berwarna putih hingga abu-abu dan banyak terdapat pada tanaman tebu muda. Perbanyakan tanaman tebu dapat dilakukan dengan beberapa cara, yaitu melalui biji, stek batang, atau stek pucuk.

Tabel 2.1 Data Jumlah Produksi Tanaman Tebu di Indonesia pada Tahun 2017
Tabel 2.1 Data Jumlah Produksi Tanaman Tebu di Indonesia pada Tahun 2017

Proses Pembuatan Gula

Jika sulfitasi panas tidak dapat memberikan hasil yang baik, maka digunakan metode modifikasi sebagai berikut: pengapuran pertama hingga pH 8,0, pemanasan hingga 50-70⁰C, sulfitasi hingga pH 5,1 - 5,3, pengapuran kedua hingga pH 7 - 7,2, dilanjutkan dengan pemanasan. dengan memanaskan sampai titik didih dan mengendap. Setelah proses pemurnian selesai, nira dibuat dengan cara kristalisasi, yang terlebih dahulu mengalami proses penguapan. Setelah melalui proses pemurnian sari buah, sari buah masih mempunyai kandungan air yang sedikit, namun air tersebut harus dipisahkan untuk memperoleh sari buah yang murni dengan bantuan alat evaporator.

Pada tahap selanjutnya, molekul-molekul dalam larutan bergabung membentuk rantai molekul sukrosa jika konsentrasinya ditingkatkan. Pada proses sulfitasi akan terbentuk garam CaSO3 yang lebih mudah larut pada kondisi dingin, sehingga bila dipanaskan akan terjadi endapan pada pipa pemanas. Diawali dengan cairan kasar yang dipanaskan hingga suhu 70-80⁰C, disulfasi, dikapur, dipanaskan hingga mendidih, dan terakhir diendapkan.

Jika sulfitasi panas tidak dapat memberikan hasil yang baik, maka digunakan metode modifikasi sebagai berikut: pengapuran pertama hingga pH 8,0, pemanasan hingga 50-70⁰C, sulfitasi hingga pH 5,1 – 5,3, pengapuran kedua hingga. Setelah proses pemurnian selesai, nira dibuat dengan cara kristalisasi, yang terlebih dahulu mengalami proses penguapan. Setelah melalui proses pemurnian sari buah, sari buah masih mempunyai kandungan air yang sedikit, namun air tersebut harus dipisahkan untuk memperoleh sari buah yang murni dengan bantuan alat evaporator.

Pada peringkat seterusnya, molekul dalam larutan bergabung membentuk rantaian molekul sukrosa apabila kepekatan meningkat.

Pengeringan

Faktor – Faktor yang Mempengaruhi Pengeringan

Semakin besar permukaan bahan maka semakin cepat proses pengeringannya, bahan menjadi kering karena air menguap melalui permukaan bahan. Semakin kecil luas permukaan bahan maka semakin baik pula permukaan yang dapat bersentuhan dengan media pemanas. Luas permukaan yang besar juga memudahkan difusi atau penguapan air dari bahan makanan, sehingga laju penguapan air lebih cepat dan bahan lebih cepat kering.

Ukuran yang kecil menyebabkan berkurangnya jarak perpindahan panas, karena jarak perjalanan air dari pusat makanan ke permukaan bahan menjadi lebih pendek dan bahan lebih cepat kering. Semakin besar perbedaan suhu antara media pemanas dan makanan, maka semakin cepat proses perpindahan panas pada bahan dan semakin cepat pula penguapan air dari makanan. Semakin tinggi suhu udara maka semakin tinggi pula kemampuan udara dalam menahan air sebelum udara menjadi jenuh.

Dapat disimpulkan bahwa semakin tinggi suhu udara maka semakin cepat kemampuan untuk menghilangkan air dari bahan selama proses pengeringan. Semakin tinggi laju aliran udara dapat mencegah terbentuknya udara jenuh pada permukaan material karena semakin banyak uap air yang hilang. Jika aliran udara di sekitar area pengeringan baik maka proses pengeringan akan lebih cepat.

Sebaliknya jika tekanan udara semakin besar maka proses atau kecepatan pengeringan akan semakin lambat karena udara di sekitar tempat pengeringan lembab sehingga kemampuannya dalam menahan air menjadi terbatas.

Metode Proses Pengeringan

Jenis – Jenis Alat Pengering

Vakum merupakan suatu proses untuk menghilangkan air dari bahan, bersamaan dengan penggunaan panas proses ini dapat menjadi metode pengeringan yang efektif. Stirrer Dryer berbentuk silinder pada ruang pengering dan terdapat pengaduk yang berfungsi sebagai Lifting Flight untuk meratakan bahan yang akan dikeringkan dengan tujuan agar bidang kontak antara bahan dengan udara panas menjadi lebih optimal. Pengeringan dengan cara ini mampu meminimalisir gangguan karena selama bahan cair yang akan dikeringkan tersedia maka proses pengeringan akan berjalan terus menerus dan produk berupa padatan kering akan terus terbentuk.

Proses pengeringan semprot ini hanya membutuhkan waktu beberapa milidetik hingga detik, tergantung jenis peralatan dan kondisi pengoperasian yang digunakan. Selain itu, mengurangi risiko korosi dan abrasi karena minimalnya waktu kontak antara peralatan dan material yang dikeringkan. Kerugian pengeringan dengan spray Dryer adalah tidak dapat digunakan untuk menghasilkan butiran kering dengan ukuran rata-rata diatas 200 µm.

Spray Dryer adalah alat yang digunakan untuk menghasilkan tepung dari bahan cair yang disemprotkan hingga membentuk partikel halus dengan alat penyemprot dalam ruangan yang diberi udara panas. Pengering semprot adalah peralatan non-standar, desainnya harus konsisten dengan sifat fisik, sifat kimia, kapasitas keluaran, dan kriteria lainnya. Pneumatic flash Dryer merupakan suatu proses pengeringan yang menggunakan udara sebagai pembawa panas dan bahan dikeringkan dalam waktu singkat.

Fluid bed Dryer merupakan proses pengeringan dimana udara panas dialirkan ke atas material sehingga material mempunyai sifat seperti cairan dengan menggunakan kecepatan tertentu.

Spray Dryer

  • Tahap Pengeringan pada Metode Spray Dryer
  • Komponen pada Spray Dryer
  • Kelebihan dan Kekurangan Spray Dryer
  • Parameter Kritis Spray Dryer
  • Perpindahan Panas dan Perpindahan Massa pada Proses Spray Dryer

Prosedur konsentrasi harus dilakukan jika bahan yang digunakan sangat encer dengan total padatan terlarut yang rendah. Apabila kadar air bahan pengering tinggi maka serbuk yang dihasilkan masih mempunyai kadar air yang tinggi karena proses pengeringan semprot tidak maksimal. Untuk menghasilkan ukuran tetesan yang seragam dan mencegah penyumbatan alat penyemprot, bahan yang akan dimasukkan ke dalam pengering semprot harus dihomogenisasi terlebih dahulu.

Atomisasi merupakan suatu proses pembentukan tetesan, dimana bahan cair yang akan dikeringkan diubah menjadi tetesan atau partikel yang lebih halus. Komponen utama dalam pengering semprot adalah alat penyemprot atau nozzle, ruang pengering, pemanas, silo dan bag filter. Salah satu bagian spray Dryer yang berfungsi menghasilkan droplet dari bahan cair yang akan dikeringkan adalah atomizer.

Ukuran droplet tidak boleh terlalu besar karena akan menyebabkan proses pengeringan menjadi kurang maksimal, dan tidak boleh terlalu kecil karena dapat terjadi. Nosel cairan tidak bekerja secara efisien sehingga tidak dapat digunakan untuk aliran berkapasitas besar. Hanya dapat digunakan untuk produk cair dengan kekentalan tertentu, tidak dapat digunakan untuk bahan dengan massa jenis besar.

Pengemulsi juga dapat menghasilkan ukuran partikel yang keluar dari nosel lebih kecil, sehingga mempercepat proses pengeringan. f) Temperatur bahan masukan: Menaikkan temperatur bahan yang akan dikeringkan sebelum masuk ke alat akan memberikan energi sehingga proses pengeringan akan lebih cepat. G). Volatilitas pelarut: Pelarut dengan volatilitas tinggi dapat mempercepat proses pengeringan. Proses penguapan air pada bahan atau perubahan wujud dari cair menjadi uap diperlukan dalam produksi tepung gula menggunakan metode spray Dryer dengan proses perpindahan panas secara konveksi.

Gambar 2.3 Tahapan Proses Pengeringan dengan Metode Spray Dryer  (Sumber: Jittanit, 2010)
Gambar 2.3 Tahapan Proses Pengeringan dengan Metode Spray Dryer (Sumber: Jittanit, 2010)

Pencampuran Udara Panas dan Droplets pada Spray Dryer

Maltodekstrin

Maltodekstrin merupakan salah satu jenis pengganti lemak berbahan dasar karbohidrat yang dapat diaplikasikan pada produk makanan penutup beku seperti es krim, yang berfungsi membentuk padatan, meningkatkan kekentalan, tekstur dan kekentalan. Sumber : Kumullah, 2016) Batas maksimal penggunaan maltodekstrin: maltodekstrin terdiri atas :. Antara lain digunakan sebagai bahan tambahan pada industri makanan, minuman, kimia dan farmasi. Antara lain digunakan sebagai bahan tambahan dalam industri makanan. termasuk makanan bayi), minuman, bahan kimia dan obat-obatan.

Karamelisasi

Natrium Metabisulfit

Natrium metabisulfit (Na2S2O5) merupakan garam sulfit berbentuk kristal atau bubuk berwarna putih yang mudah larut dalam air dan berbau seperti sulfit (SO2). Natrium metabisulfit (Na2S2O5) dapat mencegah pencoklatan, pertumbuhan bakteri dan berperan sebagai antioksidan karena merupakan inhibitor yang kuat. Chandra dkk, 2013) Natrium metabisulfit (Na2S2O5) merupakan inhibitor yang kuat untuk mencegah pencoklatan, pertumbuhan bakteri dan sebagai antioksidan.

Penambahan natrium metabisulfit harus memenuhi standar yang digunakan BPOM No. 36 Tahun 2013 yang disesuaikan dengan kategori pangan, untuk pemanis kategori pangan kisaran konsentrasi sulfit yang diperbolehkan adalah 15-40 mg/Kg. Semakin tinggi konsentrasi natrium metabisulfit yang digunakan untuk mengawetkan makanan, maka kandungan air bahan tersebut cenderung semakin rendah. Adanya enzim fenolase yang bersifat irreversible (tidak mungkin dapat diregenerasi) akan menimbulkan hambatan sehingga dapat menghambat reaksi pencoklatan enzimatis.

Mekanisme reaksi penghambatan pencoklatan non-enzimatik oleh senyawa sulfit adalah reaksi antara sulfit dengan gugus aldehida, sehingga gugus aldehida tidak dapat bereaksi dengan asam amino. Senyawa ini merupakan senyawa antara yang dapat bereaksi dengan gugus amino protein atau membentuk pigmen coklat melanoidin. Selain itu penambahan senyawa sulfit ini dapat mencegah terjadinya reaksi pencoklatan dengan cara berinteraksi dengan gugus karbonil, dimana hasil reaksi tersebut dapat mengikat pigmen coklat melanoidin sehingga mencegah terbentuknya warna coklat.

Perbandingan Hasil Penelitian Aplikasi Spray Dryer

Dalam penelitian yang dilakukan Agung dan Nadya, alat yang digunakan untuk membuat tepung tapioka adalah alat pengering semprot tanpa bahan pengisi tambahan yaitu maltodekstrin. Kemudian pada proses spraydryer, suhu operasi yang digunakan cukup tinggi yaitu 160oC. Hal ini dikarenakan waktu penjemuran yang tidak terlalu lama sehingga tepung yang menempel pada dinding ruang tidak mengeras dan dapat terguncang sehingga bertambah.

Sedangkan pada penelitian yang dilakukan oleh Winanto dan Annisa pada proses pembuatan tepung lidah buaya, % rendemen yang diperoleh masih sangat rendah yaitu sebesar 1,78% dengan kadar air yang cukup tinggi yaitu 7,48%, hal ini disebabkan oleh proses, ketika bahan tersebut disemprotkan ke dalam ruangan. dan pada saat yang sama udara panas mengalir, produk (tepung) menempel pada dinding ruangan dan masih ada tepung yang terbawa oleh udara keluar siklon yang masih melewati filter, hal ini dikarenakan pori-pori filter yang digunakan terlalu besar, hal ini mengakibatkan produk menjadi kurang maksimal, hal ini sejalan dengan pernyataan bahwa salah satu faktor yang harus diperhatikan dalam suatu sistem spray Dryer adalah chamber yaitu pemilihan material yang tepat, kehalusan permukaan dinding bagian dalam ruangan, memenuhi persyaratan antara lain dimensi, dll, sehingga tidak mengganggu keawetannya.Proses pengeringan berlangsung sedemikian rupa sehingga bahan dapat mengalir ke bawah tanpa hambatan, proses pengeringan waktu yang cukup, udara dan pemisahan bahan dapat berlangsung dengan sempurna, dan besar kecilnya ruang mempengaruhi efisiensi, karena bentuk dan ukuran ruang harus sesuai dengan pola gerimis yang dihasilkan oleh nosel agar produk tidak lengket. dan keringkan di dinding ruangan. Kemudian penelitian yang dilakukan Tio dan Rizka pada produksi santan bubuk skim dengan menggunakan spray Dryer mencapai rendemen sebesar 5,72%. Pada penelitian ini rendemen yang dihasilkan cukup rendah karena banyaknya produk yang menempel pada chamber, sehingga salah satu hal yang penting untuk diperhatikan adalah terkait dengan dimensi chamber yang digunakan.

Ukuran chamber mempengaruhi efisiensi karena bentuk dan ukuran chamber harus sesuai dengan pola fogging.

Tabel 2.6 Perbandingan Hasil Penelitian Aplikasi Spray Dryer
Tabel 2.6 Perbandingan Hasil Penelitian Aplikasi Spray Dryer

Gambar

Tabel 2.1 Data Jumlah Produksi Tanaman Tebu di Indonesia pada Tahun 2017
Tabel 2.2 Data Luas Area dan Produksi Tanaman Tebu Menurut Kepemilikan  di Jawa Barat Tahun 2016
Gambar 2. 2  Ampas Tebu  (Sumber: warstek.com)
Tabel 2.3 Kandungan Nira Batang Tebu
+7

Referensi

Dokumen terkait

BAB II : TINJAUAN PUSTAKA Bab ini membahas mengenai landasan teori yang relavan dengan permasalahan yang diteliti pada penelitian ini yaitu mengenai penerapan anggaran berbasis kinerja