• Tidak ada hasil yang ditemukan

PDF LAPORAN - Unila

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2023

Membagikan "PDF LAPORAN - Unila"

Copied!
38
0
0

Teks penuh

Kajian pemutakhiran model perendaman Tsunami pesisir Teluk Lampung akibat pengaruh perubahan morfologi Gunung Anak Krakatau. Kajian pemutakhiran model perendaman Tsunami pesisir Teluk Lampung akibat pengaruh perubahan morfologi Gunung Anak Krakatau.

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Oleh karena itu, perlu dilakukan upaya pemutakhiran peta perubahan fisik dan geometri Anak Krakatau, serta pengembangan model bentuk lahan tsunami untuk melihat wilayah terendam, sehingga dapat memberikan data pendukung untuk penanggulangan bencana Tsunami di pesisir pantai. dari Lampung. Bay dalam upaya mitigasi bencana tsunami secara tepat dan mengurangi korban jiwa. Oleh karena itu, penelitian ini akan lebih fokus pada pemodelan tsunami yang ditimbulkan oleh aktivitas di Anak Krakatau, dengan memperhatikan perubahan tapografi Anak Krakatau akibat aktivitas pada tanggal 22 Desember 2018.

Rumusan Masalah

Mengingat banyaknya masyarakat dan infrastruktur di pesisir Teluk Lampung yang berpotensi menjadi korban bencana tsunami, maka mitigasi bencana tsunami perlu mendapat perhatian yang cukup. Oleh karena itu, pemodelan tsunami diperlukan sebagai langkah pemutakhiran data pendukung untuk mendukung kajian lebih lanjut mengenai penanggulangan bencana tsunami khususnya di pesisir Teluk Lampung di masa yang akan datang.

Tujuan Khusus

Kajian perubahan topografi Anak Krakatau berdasarkan data citra Landsat dan/atau foto udara dengan UAV; Kajian pemutakhiran Model Perendaman Tsunami akibat pengaruh perubahan topografi Anak Krakatau terhadap prediksi arah dan ketahanan gelombang Tsunami;

TINJAUAN PUSTAKA

State of the Art

Rangkaian gambar Badan Antariksa Eropa (ESA) ini mengonfirmasi adanya tanah longsor di lereng barat daya Gunung Anak Krakatau. Simulasi yang dilakukannya menunjukkan kolom material sebesar 0,28 kilometer kubik bisa runtuh ke dasar laut. Berdasarkan kedalamannya, (Ippen, 1996 dan McLellan, 1975 dalam Tarigan, 1986) gelombang yang bergerak mendekati pantai dapat dibedakan menjadi 2 bagian, yaitu: (1) Gelombang laut dalam, yaitu gelombang yang terbentuk dan dibangun dari di bawah. permukaan. 2) Gelombang permukaan adalah gelombang yang terjadi antara batas dua media seperti air dan udara.

Gelombang yang bergerak dari daerah laut lepas hingga sampai di daerah pantai akan melewati beberapa zona gelombang yaitu : zona perairan dalam, zona pecah, zona pemecah gelombang. zona selancar) dan zona percampuran gelombang (swash zone). Teori Gelombang Udara (teori amplitudo kecil) diturunkan berdasarkan persamaan Laplace untuk aliran irrotasional dengan kondisi batas di dasar laut dan di permukaan air. Beberapa notasi yang digunakan dalam menghitung Gelombang Udara adalah: d : jarak rata-rata tinggi muka air dengan dasar laut (kedalaman laut) ƞ(x,t) : fluktuasi tinggi muka air relatif terhadap tinggi muka air tenang = ƞ = 𝑎 cos(𝑘𝑥 − 𝜎𝑡) a : amplitudo gelombang.

Di daerah yang kedalaman airnya lebih dari setengah panjang gelombang, yaitu di laut dalam, gelombang merambat tanpa terpengaruh oleh dasar laut. Di wilayah ini, jika dilihat dari garis puncak gelombang, bagian puncak gelombang yang berada di perairan dangkal akan bergerak lebih lambat dibandingkan bagian yang berada di perairan yang lebih dalam. Garis gelombang ortogonal, yaitu garis yang tegak lurus terhadap garis puncak gelombang dan menunjukkan arah rambat gelombang, juga akan membengkok dan berusaha tegak lurus terhadap garis kontur dasar laut.

Dengan persamaan tersebut, maka penggunaan hukum Snell dalam optik dapat digunakan untuk menyelesaikan masalah pembiasan gelombang yang disebabkan oleh perubahan kedalaman. Kita melihat rangkaian gelombang yang merambat dari laut dengan kedalaman d₀ ke kedalaman d₁, dengan perubahan kedalaman yang tiba-tiba (seperti langkah) dan diasumsikan tidak ada pantulan gelombang pada perubahan ini.

Gambar 2.4. Peta Rawan Ttsunami Kota Bandar Lampung
Gambar 2.4. Peta Rawan Ttsunami Kota Bandar Lampung

Lokasi Wilayah Penelitian

Geologi Krakatau

Kerucut vulkanik Anak Krakatau terdiri atas kerucut vulkanik lama dan kerucut vulkanik baru yang masih aktif. Kerucut gunung berapi tua tidak menunjukkan kerucut yang sebenarnya karena bagian atas kerucut hancur akibat letusan dan meninggalkan dinding kawah besar serta puncak tertinggi 155,66 m dsl. Dinding kawah ini terbuka ke arah tenggara, namun pada tahun 1999 kerucut vulkanik tua dan kerucut aktif menyatu membentuk kerucut vulkanik besar yang tersusun dari lapisan aliran piroklastik dan aliran lava.

Sebelumnya, kerucut aktif ini terbentuk di tengah kawah kerucut tua dan puncak tertingginya pada tahun 1983 adalah 201.446 m. Kompleks Vulkanik Krakatau terletak sekitar 140 km dari Garis Tektonik Jawa dimana zona subduksi berada sekitar 120 km di bawahnya (Zen, 1983). Zen berpendapat, zona sesar Sumatra tidak berlanjut ke Jawa melalui Krakatau, melainkan Selat Sunda yang menjadi kunci antara subduksi miring jalur Sumatra dan subduksi frontal Pulau Jawa, dan Krakatau terletak di antara pertemuan kedua zona graben tersebut. dan zona keretakan utara-selatan.

1983) berpendapat bahwa Kompleks Vulkanik Krakatau dikendalikan oleh pergerakan tektonik yang terkait dengan Sistem Sesar Sumatera Selatan. Gunung Api Anak Krakatau terletak di Kaldera Krakatau yang terbentuk pada letusan paroksismal kedua pada tahun 1883. Stratigrafi pada kompleks Krakatau terbentuk akibat adanya aktivitas kompleks Krakatau yang dimulai pada masa terbentuknya gunung berapi Krakatau Purba, hingga masa terbentuknya gunung berapi Anak Krakatau.

Gambar 2.8 Geologi Komplek Krakatau Gambar 2.9. Peta Stratigrafi Kompleks Krakatau
Gambar 2.8 Geologi Komplek Krakatau Gambar 2.9. Peta Stratigrafi Kompleks Krakatau

METODE PENELITIAN

Semua parameter tersebut akan menyebabkan tinggi gelombang di pantai, yang kemudian akan mempengaruhi jangkauan gelombang, yang pada akhirnya mengubah daerah tenggelamnya tsunami. Solusi dari permasalahan tersebut adalah dengan memperbarui peta topografi Gunung Anak Krakatau dan menganalisis kembali gelombang tsunami untuk membuat daerah banjir baru jika bencana berulang, seperti pada tanggal 22 Desember 2018. Metode penelitian terperinci untuk mengembangkan studi terkini tentang Model perendaman tsunami di lepas pantai Teluk Lampung akibat pengaruh perubahan morfologi sebagaimana diusulkan dalam penelitian ini ditunjukkan pada Gambar Diagram Alir Metodologi Penelitian.

Dalam penelitian ini DEM menggunakan data SRTM sebelum terjadi erupsi Gunung Anak Krakatau dan data foto udara Gunung Anak Krakatau pasca erupsi tanggal 22 Desember 2018, dengan data foto udara Gunung Anak Krakatau menggunakan pesawat tanpa awak (Fixed Wing) untuk memperoleh data foto. terkoreksi dan mempunyai ketelitian yang tinggi, maka perlu dilakukan pemasangan titik kendali, pengukuran titik kendali menggunakan instrumen berupa GPS Geodetik, pemasangan titik kendali sebanyak 4 titik GCP, dimana 1 titik GCP berfungsi sebagai landasan dengan perkiraan ' pengukuran 4 jam menggunakan sistem IGS (International GNSS Service) dan 3 titik lainnya menggunakan metode pengukuran radial dengan perkiraan waktu 1 jam/titik, sehingga menghasilkan data koordinat setelah diperoleh kedua data tersebut, kemudian dilakukan pengukuran geometrik. proses koreksi dimana pada proses ini data foto udara yang mempunyai koordinat mengambang dikoreksi kembali dengan data koordinat bumi eksisting yang dihasilkan oleh perangkat GPS sehingga data foto udara mempunyai nilai koordinat tetap yang sesuai dengan koordinat bumi dan sesuai. untuk digunakan dalam penelitian lebih lanjut. Selanjutnya proses Orthophoto, proses ini bertujuan untuk mengoreksi data foto yang bersifat mosaik, dengan cara mengoreksi posisi objek yang tidak tegak atau sejajar, sehingga seluruh data foto tersusun dalam 1 lembar foto, untuk membuat peta topografi untuk mendapatkan . Gunung Anak Krakatau, diperlukan data Digital Elevation Model (DEM) Hasil DEM diperoleh melalui proses lanjutan dari Orthophoto, Hasil DEM yang telah melalui tahap koreksi Geometris diharapkan memenuhi standar tingkat kesalahan posisi, setelah memenuhi syarat pemetaan terpenuhi dengan. selanjutnya masuk proses pengujian keakuratan peta, sesuai dengan peraturan kepala badan informasi geospasial no. 15 Pada tahun 2014 diharapkan hasil uji keakuratan peta mencapai skala 1: 5.000 dengan bagian kelas 2, sehingga data DEM layak digunakan untuk pemetaan topografi. Setelah mendapatkan data topografi selanjutnya masuk ke proses Analisis Perubahan Fisik Gunung Anak Krakatau.Data yang digunakan pada proses ini menggunakan perbandingan data DEM Gunung Anak Krakatau sebelum terjadinya erupsi dan data DEM- hasil pengukuran Gunung Anak Krakatau.

Penelitian ini menghasilkan peta perubahan topografi Gunung Anak Krakatau pasca erupsi pada tanggal 22 Desember 2018, sehingga data tersebut dapat dijadikan data dasar untuk mempelajari perubahan dampak morfologi akibat dampak aktivitas gunung berapi. Gunung Anak Krakatau. Dalam membuat simulasi rambat gelombang tsunami, pada tahap awal disiapkan data-data yang digunakan yaitu: (1) Data batimetri yang diunduh dari GEBCO 2019 sebagai data untuk mencari nilai kedalaman laut dan tinggi gelombang laut. Selanjutnya dilakukan tahap pengolahan simulasi rambat gelombang tsunami, dimana proses (1) mengolah data batimetri dengan membuat grid di atas data batimetri yang akan diolah.

Data yang digunakan dalam penentuan submergensi adalah (1) Data batimetri yang diunduh dari GEBCO 2019 sebagai data untuk mengetahui nilai kedalaman laut dan tinggi gelombang laut. penentuan waktu tiba gelombang dan tinggi gelombang di garis pantai. Dimana nilai ketinggian maksimum dipengaruhi oleh besarnya tinggi gelombang pantai, peta tutupan lahan dan data DEM.

Gambar 3.2.Diagram Alir Metodologi Penelitian
Gambar 3.2.Diagram Alir Metodologi Penelitian

HASIL DAN PEMBAHASAN

Hasil

Topografi dan Perubahan morfologi GAK

Morfologi di sekitar GAK saat ini berupa antiklinorium vulkanik, yaitu rangkaian perbukitan antiklinorium yang terdapat di dasar gunung berapi. Tekanan aliran lava yang meninggi lambat laun akan melemah dan menghancurkan dinding kawah. Dalam proses penghitungan tinggi gelombang tsunami dilakukan pengolahan data batimetri sehingga diperoleh kedalaman laut pada setiap titik yang telah ditentukan.

Selanjutnya menghitung tinggi gelombang tsunami di setiap titik hingga mencapai pantai dengan menggunakan rumus pada persamaan (2.6) sehingga diperoleh tinggi gelombang tsunami di setiap titik. Berdasarkan hasil perhitungan, diketahui tinggi gelombang tsunami di pesisir pantai mencapai 39 meter jika tinggi gelombang awal di pusat gempa setinggi 3 meter. Sedangkan untuk ketinggian awal 2 meter, tinggi gelombang tsunami onshore mencapai 26 meter, dan untuk ketinggian awal 1 meter, tinggi gelombang tsunami onshore mencapai 13 meter.

Hasil perhitungan menunjukkan waktu tiba gelombang tsunami di setiap titik berbeda-beda tergantung jarak titik pengamatan ke pusat gempa dan tergantung kecepatan rambat gelombang. Hasil simulasi ini menghasilkan perbedaan waktu tiba yang cukup drastis dibandingkan penelitian sebelumnya yang hanya ±78 menit, kemungkinan dipengaruhi oleh asumsi bahwa parameter pulau penghalang diasumsikan sama dengan nol. Setelah ketinggian gelombang tsunami pantai ditentukan, maka dilakukan operasi terakhir untuk mendapatkan daerah rendaman tsunami.

Gambar 4.1 Kondisi GAK (Akuisisi UAV Fix Wing 14 Sept 2019)
Gambar 4.1 Kondisi GAK (Akuisisi UAV Fix Wing 14 Sept 2019)

SIMPULAN

Simpulan

Saran

PENUTUP

Armijon, dan Tim, 2015, Lokakarya “Implementasi Pemetaan Bahaya Tsunami di Kota Bandar Lampung” dan Penggabungan Kajian Bahaya Tsunami ke dalam Kebijakan, ITB Bandung. Armijon, 2014, Aplikasi Penginderaan Jauh, Modul Mata Kuliah Teknik Geodesi Bustamam Universitas Lampung, 2014, “Pengembangan Model Kota Siaga Bencana Tsunami”. Dewi C, Armijon A dan Fadly R, 2015, Analisis Pemetaan Daerah Rawan Bencana Tsunami di Wilayah Pesisir (Studi Kasus : Pesisir Kota BDL), Jurnal Prosiding Semester Nasional dan Halaman Bisnis ISSN.

Fajrianto dan Armijon, E Rahmadi, 2012, Analisis Potensi Bahaya Gempa Bumi dan Stress di Selat Sunda Berbasis GPS (Global Positioning System), Jurnal Teknik Sipil Unila.

Gambar

Gambar 1.1 Peta Zona Subduksi di Indonesia (Tim 9, 2010)
Gambar 2.1. Active Tectonics of Indonesia: Crustal motions  from GPS Study (Bock et al, 2004)
Gambar 2.2.  Tsunami Hazart Anak  Krakatau Vulcano
Gambar 2.4. Peta Rawan Ttsunami Kota Bandar Lampung
+7

Referensi

Dokumen terkait

Lampiran Surat Keputusan Senat Akademik ITB Nomor : 07 /SK/K01-SA/2004 Tanggal : 16 Januari 2004 TOLOK UKUR DAN TATA CARA PENILAIAN KINERJA SENAT AKADEMIK INSTITUT TEKNOLOGI BANDUNG

Bagan Alir Pelaksanaan Penelitian Data PODES Tahun 2003 & 2008 Foto Udara 2002 & Citra QB 2007 Interpretasi Peta Penggunaan Lahan Tahun 2002 & 2007 Deteksi Perubahan