• Tidak ada hasil yang ditemukan

PDF OPTIMASI SALINITAS YANG BERBEDA TERHADAP DAYA TETAS TELUR ... - Unismuh

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2023

Membagikan "PDF OPTIMASI SALINITAS YANG BERBEDA TERHADAP DAYA TETAS TELUR ... - Unismuh"

Copied!
49
0
0

Teks penuh

Dibimbing oleh RAHMI dan ANDI KHAERIYAH Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui salinitas optimal untuk penetasan telur kepiting bakau (Scylla serrata) dan mengetahui permasalahan yang dihadapi pada saat penetasan atau penangkaran. Metode penelitian yang digunakan adalah induk kepiting bakau memiliki berat rata-rata 490 gram dengan tingkat kematangan seksual IV. Pada penelitian ini terdapat 3 perlakuan dengan 3 kali ulangan yaitu salinitas 25 ppt (perlakuan A), 30 ppt (perlakuan B) dan 35 ppt (perlakuan C). Hasil penelitian selama ± 1 bulan menunjukkan daya tetas telur rajungan tertinggi terdapat pada tumbuhan mangrove dengan perlakuan 30 ppt yaitu sebesar 51,95%.

Disarankan untuk memperhatikan dan menjaga kualitas air khususnya salinitas media penetasan telur kepiting bakau untuk mencapai hasil penetasan telur yang optimal. Puji syukur kehadirat Allah SWT karena atas karunia-Nya penulis dapat menyelesaikan penulisan skripsi ini dengan mengoptimalkan tingkat salinitas yang berbeda pada daya tetas telur kepiting bakau (Scylla serrata), untuk memenuhi salah satu syarat penyelesaian selesai. . Program Studi Budidaya Perairan Jurusan Perikanan Fakultas Pertanian Universitas Muhammadiyah Makassar. Penulis memilih judul penelitian ini karena tingginya permintaan akan kepiting bakau, baik pada tingkat benih maupun sisa konsumsi.

Tingginya kebutuhan tersebut masih terhambat oleh rendahnya penetasan telur menjadi larva, salah satu penyebabnya adalah kurangnya pengetahuan mengenai salinitas air yang optimal untuk pemijahan telur. Burhanuddin, M.P, selaku penguji kedua yang memberikan motivasi dan nasehat kepada penulis selama menempuh studi di Fakultas Pertanian dan penulisan skripsi ini.

Kesimpulan dan Saran

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Dari segi salinitas, kepiting bakau termasuk perairan euryhaline, artinya mampu hidup pada kisaran salinitas yang luas. Namun (Effendi, 2003) menyatakan bahwa salinitas yang baik untuk pemeliharaan telur dan larva kepiting bakau adalah sekitar 27-30 ppt. Dampak negatif dari salinitas yang tinggi menjadi lebih buruk dengan meningkatnya suhu dan lebih buruk lagi ketika penggantian air tidak dapat dilakukan karena air surut.

Tujuan dan Kegunaan Penelitian

TINJAUAN PUSTAKA

  • Klasifikasi dan Morfologi Kepiting Bakau
  • Habitat, Penyebaran dan Siklus Hidup
  • Makanan dan Kebiasaan Makan
  • Reproduksi
  • Faktor yang Mempengaruhi Daya Tetas Telur
    • Faktor kimia
    • Faktor Biolgi
  • Penetasan Telur Kepiting Bakau (Scylla Serrta)
  • Salinitas

Kepiting bakau jantan mempunyai ciri perut berbentuk segitiga meruncing, sedangkan kepiting bakau betina lebih lebar (Soim 1994). Habitat kepiting bakau adalah perairan payau yang merupakan muara atau tempat bertemunya air asin dan air tawar. Kepiting bakau tersebar merata di hampir seluruh perairan hutan bakau atau hutan bakau yang tersebar di seluruh wilayah pesisir Indonesia.

Kepiting bakau juga dapat ditemukan di daerah muara, perairan pantai yang berlumpur, dan di kolam payau. Dalam siklus hidupnya, kepiting bakau mengalami metamorfosis sempurna, artinya bentuk larvanya sangat berbeda dengan bentuk dewasanya. Telur kepiting bakau yang telah dibuahi akan menetas menjadi kepiting Zoea, megalopa, kepiting remaja dan akhirnya menjadi kepiting dewasa.

Selama musim tanam, kepiting bakau dewasa akan berganti kulit sebanyak 17 hingga 20 kali, tergantung kondisi lingkungan dan makanan yang dapat mempengaruhi pertumbuhannya. Ketika kepiting bakau mulai dewasa, biasanya gonadnya berisi telur-telur di dalam cangkangnya, ia akan mencari tempat yang tenang, aman dan terlindungi dari berbagai gangguan. Kepiting bakau jantan kemudian mengikuti dan bila sudah cocok, kepiting jantan menaiki betina dalam posisi tengkurap.

Tingkat perkembangan kepiting bakau terbagi menjadi 3 tahap yaitu tahap embrio (telur), tahap larva dan tahap kepiting sempurna. Keberhasilan dalam proses penetasan merupakan salah satu tahapan terpenting dalam proses penetasan, baik secara alami maupun buatan. Salinitas merupakan salah satu parameter kualitas air yang sangat mempengaruhi daya tetas telur kepiting bakau.

Derajat penetasan kepiting bakau (Scylla serrata) yang terjadi pada hari ke 10 pada perlakuan A (15 ppt) adalah 0% (tidak terjadi penetasan). Dari hasil penelitian diketahui bahwa salinitas optimum untuk penetasan telur kepiting bakau ditinjau dari perbedaan salinitas terdapat pada perlakuan B 25 ppt. Juwana dan Romimohtarto (2000) menyatakan bahwa suhu yang baik untuk pemeliharaan telur dan larva kepiting bakau adalah antara 28-31 ºC.

Salah satu faktor yang mempengaruhi penetasan telur adalah bakteri, jamur dan protozoa yang menyebabkan cacat pada telur, proses penetasan melambat dan menurunkan tingkat atau kualitas telur yang optimal bahkan telur yang menetas tidak normal akibat perlekatan, infeksi bakteri dan jamur pada telur kepiting bakau. Penetasan telur rajungan dapat dilakukan pada bak fiberglass berbentuk kerucut dengan volume 300 – 500 liter.

METODE PENELITIAN

  • Waktu dan Tempat
  • Alat dan Bahan
  • Prosedur Penelitian
    • Persiapan Induk Kepiting Bakau
    • Persiapan Wadah Penelitian
    • Persiapan Media Penelitian
  • Rancanagan Penelitian
  • Peubah yang Diamati
    • Daya Tetas Telur
    • Analisis Kualitas Air
  • Analisa Data

Kematangan gonad pada kepiting bakau betina dapat dilihat dari bagian bawah perut kepiting dengan membuka katupnya. Kepiting bakau betina yang sudah matang gonad dan siap bertelur mempunyai telur berwarna jingga tua. Jika kepiting bakau betina mempunyai telur yang belum matang dan warnanya masih kuning cerah, maka kepiting bakau betina sebaiknya dicabut salah satu rongga matanya.

Sebelum menggunakan wadah penelitian, cuci terlebih dahulu dengan air sabun dan bilas hingga bersih. Air yang digunakan untuk penetasan telur kepiting bakau disterilkan dengan larutan kaporit 20 ppm selama minimal 24 jam. Air steril disimpan dalam tangki penyimpanan dan selalu tertutup rapat untuk menghindari kontaminasi.

Masing-masing perlakuan dibuat dalam 3 wadah, sehingga jumlah air media yang dibuat pengencernya adalah 9 wadah, yang berasal dari 3 perlakuan dikalikan 3 ulangan. Untuk setiap perlakuan salinitas, air media cadangan juga dibuat untuk mempersiapkan penggantian air bila diperlukan. Larva yang baru menetas disebut pra-zoea, yang sekitar 30 menit kemudian akan berubah menjadi Zoea-1.

Zoea yang baru menetas dan telur yang tidak dibuahi dihitung dari sampel dan tingkat penetasan. Jumlah zoea yang dihasilkan diperkirakan dari 5 titik dengan menggunakan sampel sampel air dengan volume 1 ml (Millamena dan Quinitio, 2000). Keterangan: HR = Laju Penetasan (%) HZ = Jumlah zoea yang menetas UFE = Jumlah telur yang tidak terbuahi.

Untuk menjaga kualitas air pada media penelitian, sisa makanan dan kotoran kepiting uji dibuang setiap hari dengan cara disiphon. Untuk menjaga salinitas perlakuan, pengukuran salinitas dilakukan setiap pagi, siang dan sore hari dengan menggunakan refraktometer genggam. Untuk mengetahui pengaruh perlakuan salinitas yang berbeda terhadap tingkat penetasan telur kepiting bakau dilakukan analisis varians (Anova) dengan menggunakan SPSS 16.0.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Daya Tetas Telur Kepiting Bakau

Dilihat dari aspek ekofisiologi, organisme perairan dapat dibedakan menjadi dua kategori mengenai mekanisme kemampuannya dalam menghadapi tekanan osmotik media (salinitas), yaitu osmokonformer dan osmoregulator. Osmokonformer adalah organisme yang tidak stabil secara osmotik karena mereka tidak memiliki kemampuan untuk mengatur osmolaritas (kandungan garam dan air) cairan internalnya. Osmoregulator adalah organisme yang mempunyai kemampuan menjaga kestabilan lingkungan internalnya dengan mengatur osmolaritas cairan internalnya (Mantel dan Farmer, 1983: Nybakken, 1990).

Lebih rendahnya daya tetas dibandingkan perlakuan B disebabkan telur mulai kehilangan keseimbangan dalam menyeimbangkan ion-ion dalam tubuh dengan ion-ion dalam media budidaya. Anggoro (1992) bahwa tingkat salinitas yang terlalu tinggi atau rendah dan berfluktuasi secara luas dapat menyebabkan kematian organisme perairan. Kematian ini disebabkan oleh gejala osmolaritas internal yaitu terganggunya keseimbangan osmolaritas cairan tubuh telur kepiting bakau dan cairan media.

Semakin besar perbedaan osmolaritas antara cairan tubuh telur dan media luar, semakin besar pula kebutuhan energi untuk kerja osmotik. Tingginya salinitas air media penetasan membuat telur rajungan kesulitan menyeimbangkan ion media dengan ion-ion yang ada di dalam telur. Subyakto dan Cahyaningsih, (2003) menyatakan salinitas yang sangat tinggi menyebabkan cangkang telur mengeras sehingga.

Kualitas Air

KESIMPULAN DAN SARAN

Kesimpulan

Saran

Pengaruh osmotik tingkat salinitas media terhadap daya tangkap telur dan vitalitas larva udang windu, Penaeus monodon Faabricus, Disertasi.

Referensi

Dokumen terkait

KESIMPULAN Berdasarkan hasil penelitian, disimpulkan bahwa efisiensi penetasan pada mesin tetas tidak dapat diperbaiki dengan cara mengubah manajemen peletakkan posisi telur, karena