• Tidak ada hasil yang ditemukan

PDF Pencatatan Perkawinan Di Indonesia Perspektif

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2024

Membagikan "PDF Pencatatan Perkawinan Di Indonesia Perspektif"

Copied!
127
0
0

Teks penuh

PENDAHULUAN

KONTEKS PENELITIAN

FOKUS PENELITIAN

TUJUAN PENELITIAN

MANFAAT PENELITIAN

Dalam hal ini penulis akan memaparkan hasil penelitian pencatatan perkawinan di Indonesia dari sudut pandang Maqasid Syari'ah Jamaluddin Atthiyah. 18 Rachmadi Usman “Pentingnya Pencatatan Nikah dalam Hukum Perkawinan di Indonesia.” Jurnal Hukum Indonesia. Sebab, penelitian ini didasarkan pada kajian terhadap berbagai pencatatan perkawinan yang berlaku di Indonesia.

Dalam hal ini peneliti mengkaji tentang peraturan perundang-undangan yang berkaitan dengan pencatatan perkawinan di Indonesia.

DEFINISI ISTILAH

SISTEMATIKA PENULISAN

Setelah itu peneliti juga akan membahas mengenai orisinalitas penelitian atau yang sering disebut dengan penelitian terdahulu guna mengetahui perbedaan permasalahan penelitian yang diteliti oleh peneliti sebelumnya, dan hal ini juga menjadi acuan untuk membuktikan keaslian penelitian tersebut. riset. . Bab pertama ini bertujuan untuk mencari solusi pencatatan perkawinan di Indonesia dengan pendekatan Maqasid Syari'ah. Bab ini berfungsi untuk memberikan gambaran mengenai penyelenggaraan pencatatan perkawinan, serta menjelaskan pentingnya pencatatan perkawinan dan akibat hukum dari perkawinan yang tidak dicatatkan.

Sehingga pembahasan ini dapat mengungkap sejumlah pekerjaan yang sistematis, logis, rasional dan terfokus sebelum, selama dan setelah pengumpulan data, sehingga diharapkan mampu menjawab secara ilmiah rumusan yang telah disampaikan atau dibahas.

KAJIAN PUSTAKA

PENELITIAN TERDAHULU

Jurnal ilmiah yang ditulis oleh Masruhan dengan judul “Pembaruan Undang-undang Pencatatan Nikah di Indonesia dalam Perspektif Maqashid al-Shari'ah.”19. Neng Djubaidah, Pencatatan Nikah dan Nikah Tidak Dicatat: Berdasarkan Hukum Tertulis di Indonesia dan Hukum Islam. Persamaannya adalah menjelaskan aturan pencatatan perkawinan menurut hukum Indonesia dan hukum Islam.

Efektifitas Pencatatan Nikah Berdasarkan Undang-undang Nomor 1 Tahun 1974 (Studi di Kabupaten Polewali Mandar), oleh Samsidar, dkk.

KAJIAN TEORI

  • Pencatatan Perkawinann di Indonesia

23 Amir Syarifuddin, Hukum Perkawinan Islam di Indonesia, Antara Fikh Munakah Hukum Perkawinan (Jakarta: Prenada Media Poligami sangat dibatasi 5) Kedewasaan calon pengantin 6) Peningkatan derajat perempuan. Namun pada saat itu undang-undang tersebut hanya diterapkan di wilayah Jawa dan Madura26, baru pada tanggal 26 Oktober 1954 undang-undang tersebut diterapkan seluruhnya di Indonesia, dengan disahkannya undang-undang no. 32 Tahun 1954 tentang Penetapan Berlakunya Undang-Undang Republik Indonesia No. 22 Tahun 1946 tentang Pencatatan Perkawinan, Talaq dan rujuk di seluruh wilayah Jawa dan Madura, sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1. Pasal 26 diatur dalam Pasal 6 yaitu: “Undang-undang ini disebut dengan “Undang-undang Pencatatan Perkawinan, Talaq dan Rekonsiliasi” dan berlaku di Pulau Jawa dan Madura pada hari yang ditentukan oleh Menteri Agama.

Latar belakang lahirnya UU No. 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan merupakan gagasan unifikasi hukum dan reformasi hukum. Undang-undang Perkawinan menempatkan pencatatan perkawinan pada tempat yang penting sebagai bukti perkawinan. Pencatatan perkawinan diatur dalam peraturan perundang-undangan sebagai pengembangan lebih lanjut dari UU No. 22 Tahun 1946 yang merupakan undang-undang pertama yang mengatur pencatatan perkawinan bagi umat Islam Indonesia.30 Pasal 1 UU No. 1 Tahun 1974 juncto UU No. Pernikahan merumuskan bahwa perkawinan adalah ikatan jasmani dan rohani antara seorang pria dan seorang wanita untuk membentuk rumah tangga (keluarga) yang bahagia dan kekal berdasarkan keimanan kepada Tuhan Yang Maha Esa.

16 Tahun 2019 tentang perubahan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan yang berbunyi “Pernikahan adalah sah apabila dilakukan menurut hukum agama dan kepercayaan masing-masing. Perkawinan yang sah adalah perkawinan sebelum dan di bawah pengawasan pencatat perkawinan ( PPN).Kewajipan dan hak setiap suami isteri telah dirumuskan dalam Undang-undang Perkawinan No.1 Tahun 1974.

Ketentuan hukum yang mengatur tentang tata cara perkawinan yang berlandaskan hukum di Indonesia adalah sebagaimana diatur dalam Undang-undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan. Hal ini juga merupakan upaya yang diatur undang-undang untuk melindungi harkat dan kesucian perkawinan, khususnya bagi perempuan dan anak dalam rumah tangga untuk melindungi hak-haknya. Hal ini juga dijelaskan dalam Pasal 43 ayat

Agama ilahi dan hukum yang ditetapkan memberikan batasan pada hubungan antara pria dan wanita.

KERANGKA BERPIKIR

METODE PENELITIAN

  • PENDEKATAN DAN JENIS PENELITIAN
  • SUMBER DAN BAHAN PENELITIAN
  • TEKNIK PENGUMPULAN DATA
  • TEKNIK ANALISA DATA

Dalam penelitian ini penulis menggunakan analisis isi, dimana penulis menganalisis pencatatan perkawinan di Indonesia yang kemudian relevan dengan fenomena yang terjadi di masyarakat Indonesia. Dalam hal ini perlu ditegaskan bahwa pencatatan perkawinan bukanlah upaya negara untuk mencampuri ruang privat warga negaranya. Pencatatan perkawinan merupakan upaya yang dilakukan negara untuk mengatur administrasi mengenai warga negaranya.

Tak hanya itu, sebagian kalangan bahkan mengabaikan pencatatan perkawinan sebagai sesuatu yang tidak penting. Ada sekelompok masyarakat yang tidak sependapat dengan pandangan bahwa pencatatan perkawinan merupakan salah satu syarat sahnya suatu perkawinan. Banyak alasan mengapa perkawinan di bawah tangan masih terjadi77, yaitu kurangnya pengetahuan masyarakat terhadap hukum, terutama pentingnya pencatatan perkawinan.

Hal ini disebabkan oleh tidak diungkapkannya syarat pencatatan perkawinan dalam Al-Qur'an dan Sunnah. Namun Maqasid Al-Usrah dapat melegitimasi ketentuan pencatatan perkawinan dengan mewujudkan dan tidak mewujudkan tujuan syariat perkawinan. Pencatatan perkawinan yang sah membantu menciptakan lingkungan keluarga yang penuh cinta kasih, rahmat dan kebahagiaan.

Dalam konteks pencatatan perkawinan di Indonesia, penerapan konsep Maqasid oleh Jamaluddin Atthiyah menekankan pentingnya pencatatan yang akurat dan transparan. Memahami pentingnya pencatatan: Masyarakat harus memahami pentingnya pencatatan perkawinan dalam melindungi hak-hak individu dan keamanan hukum.

ANALISIS PENCATATAN PERKAWINAN DI INDONESIA

Analisis Pencatatan perkawinan di Indonesia berdasarkan Hukum Positif dan

Sedangkan mengenai pencatatan perkawinan, Al-Quran sepertinya tidak mengatur secara langsung hukum pencatatan perkawinan. - Al-Quran dalam hal ini tidak secara langsung mengatur pencatatan perkawinan, bukan berarti tidak ada sama sekali. Mencatat perkawinan sama saja dengan mencatat peristiwa hukum lainnya, misalnya kelahiran dan kematian yang dicatat dalam daftar pencatatan yang telah disediakan.

Selain itu pemerintah kurang tegas dalam mengambil kebijakan yang bisa dikatakan membingungkan karena dalam satu pasal mempunyai 2 pengertian yang berbeda dan saling bertentangan, hal ini pun demikian. menunjukkan bahwa pemerintah belum berani mengambil sikap tegas dengan mencanangkan kewajiban pencatatan perkawinan. Tindakan yang meningkatkan kelayakan terbukti termasuk dalam Pasal 2 ayat 2, dimana saat ini masih banyak masyarakat yang tidak mencatatkan perkawinannya72 dengan dalih cukup melaksanakannya sesuai keyakinan dan keyakinan masing-masing serta berpegang pada ayat. 1. Walaupun perlunya pencatatan perkawinan telah diatur dalam undang – undang, namun permasalahan pencatatan perkawinan sebagai tanda sahnya suatu perkawinan masih menjadi perdebatan dan menimbulkan untung dan rugi. Padahal akta nikah sangat penting bagi anak-anaknya agar dapat memperoleh kebutuhan dasar dan perlindungan hukum sebagai warga negara, https://radarmagelang.jawapos.com/berita/magelang orang-menikah-di-under-tangan/. berdasarkan Pasal 100 B.W.) Mereka berpendapat, sahnya suatu perkawinan adalah setelah pencatatan/pencatatan perkawinan tersebut.73.

Sebab menurut mereka, fungsi pencatatan perkawinan hanyalah sekedar urusan administratif, bukan sebagai syarat sah atau tidaknya suatu perkawinan (akad nikah), kecuali penjelasan UU No. 1 Ratun 1974 yang menyatakan bahwa peraturan perundang-undangan merupakan salah satu unsur yang harus ditaati demi sahnya akad nikah.74 Dengan demikian, perkawinan yang sah adalah perkawinan yang dilakukan menurut tata cara yang berlaku dalam agama yang diakui di Indonesia. Selain itu, ayat ini juga menekankan perlunya mencatat utang-piutang, walaupun kecil, disertai jumlah dan jangka waktunya.80 Dalam hal ini, Al-Qur'an ingin ditegakkan keadilan, harta benda dijaga, hak-hak orang yang memberi jaminan utang, dan untuk menghindari kesalahpahaman 81 Dalam tafsir Al-Qur'an ditemukan keterangan bahwa pengertian muamalah seperti pelaksanaan jual beli, utang dan debitur atau sewa dan lain sebagainya. pada. Oleh karena itu Islam menganjurkan pencatatan akad nikah karena didasarkan pada perintah Qiyas untuk mencatat akad utang.

Hal ini dipahami dari makna ijma' itu sendiri, yaitu kesepakatan seluruh ulama yang pada suatu waktu mempunyai suatu permasalahan.82 Ijma' pada zaman sekarang tentu saja tidak akan ada dalam pengertian itu, karena sangat sulit tercapai kesepakatan di antara semua pihak. peneliti yang hidup sekaligus tentang suatu permasalahan. Terlepas dari segala pandangan dan praktik perkawinan yang ada di masyarakat, konsep pencatatan perkawinan pada dasarnya merupakan salah satu bentuk pembaharuan hukum keluarga Islam.

Analisis Pencatatan Perkawinan Perspektif Teori Maqasid Syariah jamaluddin

Dengan melangsungkan hubungan suci dan mengikuti ketentuan negara, maka pencatatan perkawinan harus dilakukan. Peraturan pencatatan perkawinan yang berdasarkan hukum positif dan kompilasi hukum Islam bertujuan untuk mengatur dan melindungi hak-hak orang-orang yang terlibat dalam perkawinan, menjamin keabsahan hukum perkawinan serta memberikan kejelasan dan kepastian administrasi mengenai status perkawinan, sehingga pencatatan pernikahan dimungkinkan. wajib karena memberikan perlindungan hukum, kepastian hukum dan mencegah terjadinya konflik. Pendaftaran yang sah dapat menjamin identitas anak yang dilahirkan dalam perkawinan, mengakui hak-haknya dan menjamin terpenuhinya kebutuhannya.

Dengan menjamin keabsahan, kepastian hukum dan terpenuhinya hak individu, agama, keluarga, harta benda, keturunan, sakinah, mawaddah dan warahmah, maka pencatatan perkawinan membantu menjamin dan menjaga keutuhan dan kesejahteraan keluarga secara holistik. Mempermudah proses pencatatan: Pemerintah harus memastikan proses pencatatan perkawinan mudah diakses dan dipahami oleh masyarakat. Edukasi masyarakat : Masyarakat dapat saling mendukung dengan memberikan edukasi kepada keluarga, kerabat dan lingkungan sekitar tentang pentingnya pencatatan perkawinan.

Dengan menyebarkan informasi yang benar dan meningkatkan kesadaran akan pentingnya pencatatan perkawinan, kita dapat mendorong kesadaran masyarakat untuk melakukan pencatatan perkawinan. Melalui pendidikan agama dan pendekatan sosial, umat beragama dapat menyadarkan umatnya akan pentingnya melakukan pencatatan perkawinan sesuai dengan hukum agama dan hukum positif. Kerjasama dengan Lembaga Masyarakat: Masyarakat juga dapat bekerjasama dengan organisasi kemasyarakatan, seperti LSM atau kelompok advokasi, untuk meningkatkan kesadaran akan pentingnya pencatatan perkawinan dan memfasilitasi proses pencatatan bagi kelompok yang membutuhkan bantuan.

Melalui pendekatan yang holistik dan kolaboratif antara pemerintah dan masyarakat, kesadaran dan partisipasi dalam pelaksanaan pencatatan perkawinan dapat ditingkatkan sehingga memberikan perlindungan. Mahasiswa Program Studi Hukum Keluarga Pascasarjana IAIN Jember dengan judul skripsi “Kedudukan pencatatan perkawinan dalam hukum Indonesia dalam perspektif Maqasid Al-Syariah.”.

PENUTUP

Kesimpulan

Dengan pencatatan yang sah maka hubungan suami istri diakui secara sah dan memberikan kepastian status bagi pasangan tersebut. Dengan adanya pendaftaran resmi, pasangan suami istri dapat memperoleh kepastian hukum, terhindar dari konflik dan tercipta ikatan yang kuat antar anggota keluarga. Dengan adanya pencatatan yang jelas dan sah maka hubungan suami, istri dan anak diakui secara hukum dan memberikan kepastian pengaturan kewajiban dan hak keluarga.

Dengan pencatatan yang sah maka identitas anak yang dilahirkan dalam perkawinan dapat terjamin, hak-haknya diakui secara sah dan terpenuhi kebutuhannya. Dengan adanya lembaga yang bertanggung jawab mencatatkan perkawinan, seperti KUA atau KCS, maka perkawinan dapat diatur dan diakui secara resmi. Hal ini membantu terciptanya kepastian hukum, melindungi hak dan kewajiban suami istri serta memberikan perlindungan hukum bagi keluarga.

Saran

Hukum perdata (keluarga) Islam Indonesia dan perbandingan hukum perkawinan di dunia Islam dengan pendekatan yang terintegrasi dan saling berhubungan.

Referensi

Dokumen terkait

Namun demikian, dalam perspektif Abdul Gani Abdullah, suatu perkawinan baru dapat dikatakan perbuatan hukum apabila memenuhi unsur tata cara agama dan tata cara pencatatan nikah

Pencatatan Perkawinan Beda Agama menurut hukum positif di Indonesia Menurut Pasal 2 UU Nomor 16 Tahun 2019 Perubahan atas UU Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan

Apabila bentuk akad nikah yang pertama yang dipilih, maka perkawinan tersebut telah diakui sebagai perkawinan yang sah menurut ajaran agama, tetapi tidak diakui

21 Pasal 86 KHI.. tidak terbukti melakukan perkawinan yang sah menurut peratur an perundang-undangan. 24 Di antara mereka tidak terdapat pertali an perkawinan yang merupakan

Namun demikian, dalam perspektif Abdul Gani Abdullah, suatu perkawinan baru dapat dikatakan perbuatan hukum apabila memenuhi unsur tata cara agama dan tata cara pencatatan nikah

Melalui pencatatan perkawinan yang dibuktikan dengan akta nikah, yang masing-masing suami istri mendapat salinannya, apabila terjadi perselisihan atau percekcokan

Hasil penelitian menunjukkan bahwa pembatalan perkawinan menurut hukum Islam yaitu batalnya perkawinan fasakh karena syarat yang tidak terpenuhi saat dilangsungkan akad nikah, batalnya

4 seluruh materi UU Perkawinan disalin ke dalam KHI, meskipun dengan rumusan yang sedikit berbeda.2 Perkawinan dalam agama Islam disebut nikah, ialah suatu akad atau perjanjian untuk