• Tidak ada hasil yang ditemukan

PRINSIP-PRINSIP PERKAWINAN DALAM

N/A
N/A
ST.Khalilah Hasbir Hasbir

Academic year: 2023

Membagikan "PRINSIP-PRINSIP PERKAWINAN DALAM"

Copied!
13
0
0

Teks penuh

(1)

PRINSIP-PRINSIP PERKAWINAN DALAM UU NO. 1 TAHUN 1974 DAN KOMPILASI

HUKUM ISLAM

Makalah

Dibuat dan Dipresentasikan Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Hukum Perdata Islam, Prodi Hukum Ekonomi Syariah 2

Fakultas Syariah dan Hukum Islam

Oleh : Kelompok 2

ST. KHALILAH HASBIR NIM. 742342022048 MUH. RISKI FAIZ NIM. 742342022059 Dosen Pembimbing :

Dr. H. Jamaluddin T., S.Ag., MH.

FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM ISLAM INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI BONE

2023

(2)

KATA PENGANTAR

Puji syukur atas kehadirat Allah Swt. Sehingga kita masih di beri kesempatan, kesehatan dan waktu hinnga mampu menyelesaikan tugas makalah Mata Kuliah Hukum Perdata Islam yang telah di berikan oleh dosen yang bersangkutan. Shalawat serta salam tak lupa kita kirimkan kepada Nabi Muahammad Saw. Yang telah mengeluarkan kita dari alam kebodohan.

Adapun tujuan kami membuat makalah ini untuk memenuhi tugas Mata Kuliah Hukum Perdata Islam dengan judul atau Tema “Prinsip-prinsip Perkawinan dalam UU No. 1 Tahun 1974 dan Kompilasi Hukum Islam” yang telah diberikan oleh dosen yang bersangkutan. Kami mengucapkan banyak terimah kasih untuk pihak yang telah membantu dalam penyusunan makalah ini.

Makalah ini masih jauh dari kesempurnaan, maka saran dan keritik sangat kami butuhkan untuk membangun pembuatan makalah kedepannya bisah lebih baik.

Watampone, 20 September 2023

Penulis

ii

(3)

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR...ii DAFTAR ISI...iii BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang...1 B. Rumusan Masalah...1 C. Tujuan...1 BAB II PEMBAHASAN

A. Pengertian Perkawinan...2 B. Prinsip-prinsip Perkawinan dalam UU No. 1 Tahun 1974 dan

Kompilasi Hukum Islam...3 BAB III PENUTUP

A. Kesimpul...9 B. Saran...9 DAFTAR PUSTAKA...10

iii

(4)

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Manusia adalah makhluk sosial. sejak dilahirkan manusia selalu hidup bersama dengan manusia lainnya di dalam suatu pergaulan hidup. Hidup bersama antara seorang pria dan seorang wanita yang memenuhi syarat–syarat tertentu disebut perkawinan. Pasal 1 Undang–Undang No 1 Tahun 1974 menyebutkan, perkawinan adalah ikatan lahir batin antara seorang pria dengan seorangwanita sebagai suami isteri dengan tujuan membentuk keluarga (rumah tangga) yang bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa.

Perkawinan dalam agama Islam disebut nikah, ialah suatu akadatau perjanjian untuk mengikatkan diri antara seorang pria dan wanita, guna menghalalkan hubungan kelamin antara kedua belah pihak, dengan dasar sukarela dan keridhoan kedua belah pihak untuk mewujudkan suatu kebahagiaan hidup berkeluarga yang diliputi rasa kasih sayang dan ketentraman dengan cara–cara yang diridhoi Allah. Perkawinan mengandung aspek akibat hukum yaitu saling mendapatkan hak dan kewajiban, serta bertujuan mengadakan pergaulan yang dilandasi tolong menolong. Oleh karena perkawinan termasuk dalam pelaksanaan syariat agama, maka di dalamnya terkandung tujuan dan maksud.

B. Rumusan Masalah

1. Apa saja prinsip perkawinan dalam UU No. 1 Tahun 1974 dan kompilasi hukum islam?

C. Tujuan

1

(5)

1. Mengetahui prinsip perkawinan dalam UU No. 1 Tahun 1974 dan kompilasi hukum islam.

(6)

BAB II PEMBAHASAN

A. Pengertian Perkawinan

Dalam Bahasa Indonesia Perkawinan berasal dari kata “kawin” yang menurut bahasa artinya membentuk keluarga dengan lawan jenis, melakukan hubungan kelamin atau bersetubuh. Di dalam ketentuan pasal 1 Undang-undang No. 1 tahun 1974 tentang Perkawinan dikemukakan bahwa, “Perkawinan ialah ikatan lahir bathin antara seorang pria dengan seorang wanita sebagai suami istri dengan tujuan membentuk keluarga (rumah tangga) yang bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan yang Maha Esa”. Dari bunyi pasal tersebut arti dari perkawinan adalah ikatan lahir bathin antara seorang pria dengan seorang wanita sebagai suami isteri. 1

Kompilasi adalah suatu produk berbentuk tulisan hasil karya orang lain yang disusun secara teratur. Dengan demikian kompilasi hukum Islam adalah himpunan ketentuan hukum Islam yang dituliskan dan disusun secara teratur.

UU No 1 Tahun 1974 dan PP No. 9 Tahun 1975 merupakan peraturan perundang-undangan. Hal ini berbeda dengan posisi KHI yang merupakan aturan yang berada di bawah produk tersebut. Kompilasi Hukum Islam (KHI) disusun dengan maksud untuk melengkapi UU Perkawinan dan diusahakan secara praktis mendudukkannya sebagai hukum perundang-undangan, meskipun kedudukannya tidak sama dengan itu. KHI dengan demikian berinduk kepada UU Perkawinan.

Dalam kedudukannya sebagai pelaksanaan praktis dari UU Perkawinan, maka materinya tidak boleh bertentangan dengan UU Perkawinan. Oleh karena itu

1 Soemiyati, Hukum perkawinan islam dan UU perkawinan,( Yogyakarta: Liberty, 1986), h.15.

3

(7)

4

seluruh materi UU Perkawinan disalin ke dalam KHI, meskipun dengan rumusan yang sedikit berbeda.2

Perkawinan dalam agama Islam disebut nikah, ialah suatu akad atau perjanjian untuk mengikatkan diri antara seorang pria dan wanita, guna menghalalkan hubungan kelamin antara kedua belah pihak, dengan dasar sukarela dan keridhoan kedua belah pihak untuk mewujudkan suatu kebahagiaan hidup berkeluarga yang diliputi rasa kasih sayang dan ketentraman dengan cara–cara yang diridhoi Allah.3

Pasal 4 Kompilasi Hukum Islam ( KHI ) menyebutkan perkawinan adalah sah, apabila dilakukan menurut hukum Islam sesuai dengan Pasal 2 ayat ( 1 ) Undang–Undang No 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan. Disebut “Perkawinan adalah sah, apabila dilakukan menurut hukum masing–masing agamanya dan kepercayaannya”.4

B. Prinsip-prinsip Perkawinan dalam UU No. 1 Tahun 1974 dan Kompilasi Hukum Islam

Menurut Kompilasi Hukum Islam, seperti yang terdapat pada Pasal 2 dinyatakan bahwa perkawinan dalam hukum Islam adalah “pernikahan yaitu akad yang sangat kuat atau miitsaqan ghalidha untuk mentaati perintah Allah dan melaksanakannya merupakan ibadah”.

Tujuan perkawinan di atas tercermin dalam ketentuan Pasal 3 Kompilasi Hukum Islam, yaitu bahwa perkawinan bertujuan untuk mewujudkan kehidupan rumah tangga yang sakinah, mawaddah, dan warahmah.

2 Cik Hasn Basri, Kompilasi hukum Islam dalam Sistem hukum Nasiona dalam KHI dalam peradilan agama dalam sestem hukum nasional, (Jakarta: Logos, 1999 ), h. 9.

3 Wiryono Prodjodikoro, Hukum Perkawinandi Indonesia, (Bandung: Sumur, 1984), h. 7.

4 Abdul Gani Abdullah, Pengantar Kompilasi Hukum Islam Dalam Tata Hukum Indonesia, (Jakarta :Gema Insani Press, 1994), h. 78.

(8)

5

Undang-undang perkawinan memberikan ketentuan-ketentuan yang dapat dijadikan dasar atau prinsip dari suatu perkawinan yang akan dilaksanakan dan mengandung segala sesuatu yang berhubungan dengan perkawinan yang telah disesuaikan dengan perkembangan dan tuntutan zaman. Adapun prinsip-prinsip perkawinan sebagaia berikut:

a. Memenuhi dan melaksanakan perintah Agama

Perkawinan adalah sunnah Nabi, pada hakikatnya melaksanakan perkawinan merupakan pelaksanaan dari ajaran Agama.

b. Kerelaan dan Persetujuan

Salah satu syarat yang harus dipenuhi oleh seorang yang akan melangsukan sebuah perkawian ialah “Ikhtiyar” (tidak dipaksa) yang ditandai dengan sebuah kata kerelaan calon istri dan calon suamiatau persetujuan mereka berdua.

c. Perkawinan untuk Selamanya.

Tujuan perkawinan antara lain untuk dapat berketurunan dan untuk ketenangan, ketentraman dan cinta serta kasih sayang. Kesemuanya ini dapat dicapai hanya dengan prinsip bahwa perkawinan adalah untuk selamanya, bukan hanya dalam waktu tertentu saja. Karena prinsip perkawinan dalam Islam itu untuk selamanya, bukan untuk suatu masa tertentu saja, maka Islam tidak membenarkan:

 Akad nikah yang mengandung ketentuan pembatasan waktu perkawinan.

(9)

6

 Nikah Mut‟ah, artinya nikah yang ditentukan untuk suatu waktu tertentu dengan maksud untuk dapat bersenang-senang melepaskan keperluan syahwatnya.

 Nikah Muhallil adalah nikah yang dilakukan oleh seseorang terhadap wanita yang telah dicerai tiga kali oleh suaminya yang pertama, setelah selesai iddahnya. Oleh suami kedua, wanita itu dikumpuli dan dicerainya agar dapat kawin lagi dengan suami pertama.

 Nikah Syighar adalah seorang wali mengawinkan putrinya dengan seorang laki-laki dengan syarat agar laki-laki itu mengawinkan putrinya dengan si wali tadi tanpa bayar mahar.5 d. Suami Sebagai Penanggung Jawab Umum Dalam Rumah Tangga.

Sekalipun suami istri masing-masing mempunyai hak dan kewajiban yang telah ditentukan, namun menurut ketentuan hukum Islam, suami mempunyai kedudukan lebih dari istri. Ketentuan kedudukan suami lebih tinggi dari istri bukan berarti bahwa suami berkuasa atas istri. Kelebihan suami atas istri dalam rumah tangga, karena suami adalah pemimpin rumah tangga.

Kalau kita bandingkan prinsip-prinsip dalam perkawinan menurut Hukum Islam dan menurut Undang-Udang Perkawinan, maka dapat dikatakan sejalan dan tidak ada perbedaan yang prinsipil atau mendasar.

Prinsip dasar perkawinan menurut UU No 1 Tahun 1974.

Pasal (1) = Perkawinan adalah ikatan lahir batin antara seorang pria dan seorang wanita sebagai suami istri dengan tujuan membentuk keluarga atau rumah tangga

5 Abdul Rahman Ghozali, Fiqh Munakahat, (Jakarta : Kencana, 2010), h. 7.

(10)

7

yang bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa.

Pasal (2)

1) Perkawinan adalah sah apabila dilakukan menurut hukum masing- masing agama dan kepercayaannya itu.

2) Tiap-tiap perkawinan dicatat menurut peraturan perundang-undangan yang berlaku.6

Adapaun prinsip-prinsip atau asas-asas perkawinan menurut Undang- undang Perkawinan, disebtkan di dalam penjelasan umumnya sebagai berikut:

1. Tujuan perkawinan adalah membentuk keluarga yang bahagia dan kekal.

Untuk itu suami istri perlu saling membantu dan melengkapi agar masing- masing dapat mengembangkan pribadinya, membantu dalam mencapai kesejahteraan spiritual dan material.

2. Dalam Undang-Udang ini dinyatakan bahwa suatu perkawinan adalah sah bilamana dilakukan menurut hukum masing-masing agamanya dan kepercayaannya itu, dan disamping itu tiap-tiap perkawinan harus dicatat menurut perturan perundang-undangan yang belaku, pencatatan tiap-tiap perkawinan adalah sama halnya denagn pencatatan peristiwa-peristiwa penting dalam kehidupan seseorang, misalnya kelahiran, kematian yang dinyatakan dalam surat-surat keterangan, suatu akte resmi yang juga dimuat dalam daftar pencatatan.

3. Undang-undang ini menganut asas monogami, hanya apabila dikehendaki oleh yang bersangkutan, karena hukum dan agama dari yang bersangkutan mengijinkannya, seorang suami dapat beristri lebih dari seorang. Namun demikian perkawinan seorang suami dengan lebih dari seorang istri,

6 Undang-Undang Perkawinan di Indonesia, Arkola, Surabaya. h. 5

(11)

8

meskipun hal itu dikehendaki oleh pihak-pihak yang bersangkutan hanya dapat dilakukan apabila dipenuhi berbagai persyaratan tertentu dan diputuskan oleh Pengadilan Agama.

4. Undang-Udang ini mengatur prinsip, bahwa calon sumai istri itu harus masuk jiwa raganya untuk dapat melangsungkan perkawinan, agar supaya dapat mewujudkan tujuan perkawinan secara baik tanpa berakhir dengan perceraian, dan mendapat keturunan yantg baik dan sehat, untuk itu harus dicegah adanya perkawinan antara calon suami istri yang masih dibawah umur, karena perkawinan itu mempunyai hubungan dengan masalah kependudukan, maka untuk mengerem lajunya kelahiran yang lebih tinggi, harus dicegah terjadinya perkawinan antara calon suami istri yang masih dibawah umur. Sebab batas umur yang lebuh rendah bagi seorang wanita untuk kawin, mengakibatkan laju kelahiran yang lebih tinggi, jika dibandingkan dengan batas umur yang lebih tinggi, berhubungan dengan itu, maka Undang- Udang Perkawinan ini menentukan batas umur untuk kawin baik bagi pria maupun bagi wanita, ialah 19 tahun bagi pria dan 16 tahun bagi wanita.

5. Karena tujuan perkawinan adalah untuk membentuk keluarga yang bahagia dan kekal dan sejahtera, maka Undang-Undang ini menganut prinsip untuk mempersukar tejadinya perceraian. Untuk memungkin perceraian harus ada alasan-alasan tertentu (pasal 19 Peraturan Pemerintah N. 9 tahun 1975) serta harus dilakukan di depan sidang Pengadilan Agama bagi orang Islam dan Pengadilan Negeri bagi golongan luar Islam .

6. Hak dan kedudukan istri adalah seimbang dengan hak dan kedudukan suami baik dalam kehidupan rumah tangga maupun dalam pergaulan

(12)

9

bermasyarakat, sehingga dengan demikian segala sesuatu dalam keluarga dapat dirundingkan dan diputuskan bersama suami istri.

Jika dibandingkan prinsip-prinsip dalam perkawinan menurut Hukum Islam dan menurut Undang-Udang Perkawinan, maka dapat dikatakan sejalan dan tidak ada perbedaan yang prinsipil atau mendasar.7

7 Muttaqien Dadan, Cakap Hukum Bidang Perkawinan dan Perjanjian, (Yogyakarta : Insania Cita Pres, 2006), h. 59.

(13)

BAB III PENUTUP A. Kesimpulan

Adapaun prinsip-prinsip atau asas-asas perkawinan menurut Undang- undang Perkawinan, disebtkan di dalam penjelasan umumnya sebagai berikut:

1. Tujuan perkawinan adalah membentuk keluarga yang bahagia dan kekal.

2. Dalam Undang-Udang ini dinyatakan bahwa suatu perkawinan adalah sah bilamana dilakukan menurut hukum masing-masing agamanya dan kepercayaannya itu.

3. Undang-undang ini menganut asas monogami, hanya apabila dikehendaki oleh yang bersangkutan, karena hukum dan agama dari yang bersangkutan mengijinkannya, seorang suami dapat beristri lebih dari seorang.

4. Undang-Udang ini mengatur prinsip, bahwa calon sumai istri itu harus masuk jiwa raganya untuk dapat melangsungkan perkawinan.

5. Karena tujuan perkawinan adalah untuk membentuk keluarga yang bahagia dan kekal dan sejahtera, maka Undang-Undang ini menganut prinsip untuk mempersukar tejadinya perceraian.

6. Hak dan kedudukan istri adalah seimbang dengan hak dan kedudukan suami.

B. Saran

Semoga makalah ini membantu dan menambah wawasan baru. Kami menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari kata sempurna, maka saran dan kritik kami terima untuk perbaikan makalah selanjutnya.

10

(14)

11

(15)

DAFTAR PUSTAKA

Abdullah,Abdul Gani. Pengantar Kompilasi Hukum Islam Dalam Tata Hukum Indonesia, Jakarta :Gema Insani Press, 1994.

Basri,Cik Hasn. Kompilasi hukum Islam dalam Sistem hukum Nasiona dalam KHI dalam peradilan agama dalam sestem hukum nasional, Jakarta: Logos, 1999 .

Dadan, Muttaqien. Cakap Hukum Bidang Perkawinan dan Perjanjian, Yogyakarta : Insania Cita Pres, 2006.

Ghozali, Abdul Rahman. Fiqh Munakahat, Jakarta : Kencana, 2010.

Prodjodikoro, Wiryono. Hukum Perkawinandi Indonesia, Bandung: Sumur, 1984.

Soemiyati, Hukum perkawinan islam dan UU perkawinan, Yogyakarta: Liberty, 1986.

Undang-Undang Perkawinan di Indonesia, Arkola, Surabaya.

12

Referensi

Dokumen terkait

Berdasarkan hasil penelitian dapat diketahui bahwa hukum Islam dan UU Perkawinan melarang terjadinya perkawinan beda agama dengan cara melangsungkan perkawinan dua kali

Pasal 7 ayat 1 Kompilasi Hukum Islam (KHI), perkawinan “ hanya ” dapat dibuktikan dengan akta nikah yang dibuat oleh Pegawai Pencatat Nikah.. Dengan

Dari hasil penelitian diperoleh, bahwa akad nikah melalui video call dalam tinjauan hukum perkawinan Islam harus memenuhi hukum dan syarat perkawinan dalam keabsahannya, selama

Senada dengan hal itu, menurut Amin, dalam bukunya Status Perkawinan Antar Agama: Ditinjau Dari UU Perkawinan, dikatakan bahwa rumusan tersebut mengandung

Dalam kaitannya dengan perkawinan sirri semacam ini, di Pengadilan Agama sebenarnya ada lembaga yang disebut dengan itsbat nikah (Penetapan Nikah) yang telah

pencatatan perkawinan dari mereka yang ,melangsungkan perkawinan menurut agama islam, dilakukan oleh pencatat nikah dari kantor urusan agama (KUA) atau oleh

Syariah Nabilla, 2022: Urgensi Perjanjian Perkawinan Berupa Taklik Talak dalam Kompilasi Hukum Islam (KHI) untuk Melindungi Hak Perempuan dalam Perkawinan.

Kata Kunci : Perjanjian Pra Nikah, Hukum Islam, Hukum Perkawinan Indonesia Perjanjian pra nikah adalah perjanjian yang dibuat sebelum pernikahan dilangsungkan, yang