• Tidak ada hasil yang ditemukan

PDF Regulasi Baitul Maal Wat Tamwil (Bmt) Di Indonesia Skripsi

N/A
N/A
Nguyễn Gia Hào

Academic year: 2023

Membagikan "PDF Regulasi Baitul Maal Wat Tamwil (Bmt) Di Indonesia Skripsi"

Copied!
79
0
0

Teks penuh

Tesis berjudul “Peraturan Baitul Maal Wat Tamwil di Indonesia” yang disusun oleh Muhammad Ramli Zainul Abidin, Nomor Induk Mahasiswa Program Studi Manajemen Bank Syariah telah disetujui untuk dipresentasikan pada Sidang Tesis Fakultas Agama Islam Universitas Muhammadiyah Jakarta. Judul Skripsi: Peraturan Baitul Maal Wat Tamwil di Indonesia, Disusun oleh: Muhammad Ramli Zainul Abidin, Nomor Induk Mahasiswa.

  • Latar Belakang Masalah
  • Identifikasi Masalah
  • Pembatasan Masalah
  • Rumusan Masalah
  • Tujuan Penelitian
  • Kegunaan Penelitian
  • Sistematika Penulisan

1 Novita Dewi Masyitoh, 2014, Analisis Normatif Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2013 Tentang Lembaga Keuangan Mikro (LKM) Tentang Status Badan Hukum Dan Pengawasan Baitul Maal Wat Tamwil (BMT), Jurnal Ekonomi, Vol.V Edisi 2 Oktober 2014, Hal. Padahal regulasi merupakan salah satu faktor terpenting yang mempengaruhi keberlangsungan BMT sebagai lembaga keuangan mikro syariah untuk meningkatkan perekonomian nasional.

Kerangka Teoritis

1 Tahun 2013 tentang Lembaga Keuangan Mikro (LKM) Berdasarkan § 5, ayat 1 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2013 tentang Lembaga Keuangan Mikro, status badan hukum BMT sebagai lembaga keuangan mikro hanya dapat berbentuk koperasi atau perseroan terbatas. Jika berbentuk koperasi, maka tunduk pada Undang-Undang Nomor 25 Tahun 1992 tentang Perkoperasian dan pengawasan tunduk pada Kementerian Koperasi dan UKM.

Hasil Penelitian yang Relevan

1 Tahun 2013 tentang Lembaga Keuangan Mikro, status badan hukum BMT sebagai lembaga keuangan mikro hanya dapat berbentuk koperasi atau perseroan terbatas. Dan apabila badan hukumnya berbentuk perseroan terbatas, maka pengawasannya dilakukan oleh Otoritas Jasa Keuangan dan tunduk pada UU No. Permasalahan transformasi lembaga keuangan yang berkembang di lebih dari 1 kabupaten/kota memiliki regulasi yang tumpang tindih antara UU Koperasi dan UU Lembaga Keuangan Mikro.

Dalam hal pengawasan, LKM diawasi dan dibina oleh tiga kementerian, yakni Otoritas Jasa Keuangan (OJK), Kementerian Koperasi dan UKM, dan Kementerian Dalam Negeri, sesuai nota kesepahaman yang ditandatangani ketiga kementerian tersebut. Undang-undang LKM dan OJK ini akan memberikan solusi dan sumbangsih pemikiran terhadap kajian regulasi pengawasan dan perlindungan nasabah lembaga keuangan mikro syariah, sebelum dan sesudah diterapkan. Regulasi BMT harus membuka peluang bagi praktik lembaga keuangan yang lebih luas dan memberikan hak yang sama dengan lembaga keuangan mikro syariah yang diusung oleh lembaga keuangan multinasional dan BPRS di Indonesia.

BMT merupakan lembaga keuangan mikro yang memiliki karakteristik khusus karena dalam pelaksanaannya memperhatikan nilai-nilai komersial dan sosial. Selain itu, bentuk badan hukum BMT yang dapat berbentuk koperasi atau PT membuat aturan yang mendasari kegiatan BMT cukup berbeda yaitu UU No. 23 Tahun 2011 tentang Pengelolaan Zakat, UU No. 25 Tahun 1992 tentang koperasi, UU No. 1 Tahun 2013 tentang lembaga keuangan mikro, UU No. 21 tahun.

  • Objek Penelitian
  • Pendekatan dan Jenis Penelitian
  • Sumber dan Jenis Data
  • Populasi dan Sampel
  • Metode Pengumpulan Data
  • Teknik Analisis Data
  • Teknik Pengambilan Data

Metode analisis deskriptif memberikan gambaran dan penjelasan yang jelas, obyektif, sistematis, analitis dan kritis mengenai peraturan Baitul Maal Wat Tamwil (BMT) di Indonesia. Pendekatan kualitatif didasarkan pada langkah awal pengumpulan data yang diperlukan, dilanjutkan dengan klasifikasi dan deskripsi. Undang-undang Koperasi, Peraturan Menteri Koperasi dan Peraturan Koperasi (PEP) adalah sumber utama yang digunakan dalam penelitian ini.

Berdasarkan sampling tersebut maka sampel yang diambil dalam penelitian ini adalah Baitul Maal Wat Tamwil (BMT) yang ada di Indonesia. Dalam penelitian kepustakaan, metode yang digunakan untuk mengumpulkan data penelitian berupa data kepustakaan yang telah dipilih, dicari, disajikan dan dianalisis. Sumber data penelitian ini adalah untuk mencari data pustaka yang isinya secara filosofis dan teoritis memerlukan tindakan pengolahan.

Studi kepustakaan disini adalah studi kepustakaan tanpa pengujian empiris 4 Data yang disajikan adalah data berupa kata-kata yang memerlukan pengolahan agar ringkas dan sistematis 5 Pengumpulan data yang dilakukan dalam penelitian ini adalah dengan mengumpulkan buku-buku atau artikel-artikel tentang aturan baitul. Maal Wat Tamwil (BMT) di Indonesia. Analisis adalah serangkaian upaya sederhana tentang bagaimana data penelitian dikembangkan kembali dan diolah menjadi kerangka sederhana 6 Data yang terkumpul kemudian dianalisis untuk memperoleh informasi, namun terlebih dahulu data dipilih berdasarkan reliabilitasnya. Penelitian ini menggunakan teknik analisis data berupa analisis isi.

Hasil Penelitian

  • Data primer
  • Data Sekunder

Peraturan terkait keberadaan BMT antara lain Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2011 tentang Pengelolaan Zakat, Undang-Undang Nomor 25 Tahun 1992 tentang Koperasi dan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2013 tentang Lembaga Keuangan Mikro (LKM), dan peraturan lainnya. Berpedoman pada semua undang-undang tersebut, perlu diketahui kedudukan BMT berdasarkan hukum positif di Indonesia. Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2011 tentang Pengelolaan Zakat Selain beroperasi sebagai lembaga keuangan yang memberikan jasa keuangan berupa penitipan, investasi, dan pembiayaan, BMT memiliki karakteristik khusus yang berbeda dengan lembaga keuangan lainnya, yaitu dari segi nilai sosial/nirlaba. kegiatan.

Dengan ketentuan tersebut, BMT tentunya harus mengacu pada kegiatan sosialnya dalam undang-undang nomor 23 tahun 2011 tentang. Sebelumnya, Undang-Undang Nomor 25 Tahun 1992 tentang Perkoperasian diubah menjadi Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2012 tentang Perkoperasian. Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2012 tentang Perkoperasian menetapkan BMT, sebagai lembaga keuangan mikro, sebagai hukum koperasi yang beroperasi berdasarkan prinsip syariah, hanya disebutkan dalam Pasal 87(3) sebagaimana diatur dalam Pasal 87(3), bahwa “Koperasi dapat melakukan usaha berdasarkan prinsip ekonomi syariah”, selanjutnya dalam Pasal 87 ayat 4, bahwa “Ketentuan mengenai koperasi berdasarkan prinsip ekonomi syariah sebagaimana dimaksud pada ayat 3 diatur dengan peraturan pemerintah”.

Sehingga dapat dikatakan bahwa undang-undang no. 17 Tahun 2012 jauh dari nilai kesesuaian sebagai landasan untuk mengeluarkan hukum sosiologis yang akan diterima dan dilaksanakan. Dengan kembalinya undang-undang koperasi yang lama, maka positioning BMT sebagai Koperasi Jasa Keuangan Syariah sama dengan koperasi lainnya. Dan apabila badan hukumnya berbentuk perseroan terbatas, maka pengawasannya dilakukan oleh Otoritas Jasa Keuangan dan tunduk pada undang-undang no. 21 Tahun 2011 untuk Otoritas Jasa Keuangan.

Dilihat dari banyaknya peraturan pelaksanaan selain UU Koperasi, hal tersebut sangat wajar mengingat tidak diatur secara jelas dalam UU Koperasi yang mendefinisikan BMT sebagai Koperasi Jasa Keuangan Syariah. UU OJK memang tidak secara spesifik menyebutkan lembaga keuangan mikro, termasuk BMT, namun bukan berarti komunitas BMT tidak wajib mematuhi UU ini. 16 Tahun 2001 tentang Yayasan dan BMT yang masih berbentuk Kelompok Swadaya Masyarakat (KSM) dan tunduk pada UU No.

Temuan Penelitian

  • Undang-Undang Koperasi
  • Keputusan Menteri Koperasi
  • Peraturan Perkoperasian (PEP)

Teori-teori terkait penelitian yang disampaikan dalam kajian literatur pada bab 2. 2012 dibatalkan oleh Mahkamah Konstitusi sehingga undang-undang tersebut tidak lagi memiliki kekuatan hukum mengikat. Maka, untuk mengisi kekosongan hukum tersebut, Mahkamah Konstitusi kembali mengeluarkan UU No. 25 Tahun 1992 sampai dengan penyusunan undang-undang baru. Mahkamah Konstitusi pada tanggal 28 Mei 2014 pukul 09.30 WIB oleh Ketua Majelis Hakim yang juga Ketua Mahkamah Konstitusi Hamdan Zoelva, sehingga konsekuensi logisnya kembali ke UU No. 25 Tahun 1992 tentang Perkoperasian.

Dalam undang-undang no. 17 Tahun 2012 tentang Perkoperasian, BMT sebagai lembaga keuangan mikro yang didirikan sebagai peraturan perundang-undangan koperasi yang beroperasi berdasarkan prinsip syariah hanya disebutkan dalam Pasal 87(3) sebagaimana tercantum dalam Pasal 87(3) bahwa “koperasi dapat beroperasi berdasarkan prinsip ekonomi syariah”. prinsip”, lebih lanjut dalam Pasal 87 ayat 4, bahwa “Ketentuan koperasi berdasarkan prinsip ekonomi syariah dari ayat 3 diatur dengan peraturan pemerintah”. diwakili dalam hal ini oleh Endang Susilowati, yang disebut sebagai Pemohon IV, Perhimpunan Pusat.Sebaliknya, dengan hadirnya Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2012 tentang Perkoperasian, telah menegaskan kejelasan fungsi koperasi sebagaimana tercantum dalam 83 pasal tentang jenis-jenis koperasi, mengebiri semangat syariah, karena jika BMT hanya menjalankan fungsi simpan pinjam, maka menjadi KSPS (Koperasi Simpan Pinjam Syariah) harus melaksanakan simpan pinjam syariah sempit yang menyimpang dari prinsip-prinsip syariah dalam mu' amalah.

Sehingga dapat dikatakan bahwa UU No. 17 Tahun 2012 jauh dari nilai kemanfaatan adalah sebagai dasar berlakunya hukum sosiologis yang akan diterima dan dilaksanakan. Padahal UU No. 17 Tahun 2012 tidak berlaku lagi, dengan berlakunya syariat Islam bagi umat Islam, mengenai pembentukan aturan hukum yang berkaitan dengan kegiatan umat Islam, juga harus mengakomodir nilai-nilai dalam hukum Islam seperti soal aturan hukum bagi BMT yang merupakan Koperasi Syari'ah yang memiliki nilai ekonomi yang secara alami mencari keuntungan dengan prinsip syariah dan di sisi lain tetap menjalankan fungsi sosial yang membawa manfaat bagi masyarakat.

Pembahasan

Dengan ketentuan ini, BMT tentu harus mengacu pada kegiatan sosialnya dalam UU No. 23 Tahun 2011 tentang Pengelolaan Zakat. Namun, pada tahun 2014 Mahkamah Konstitusi mengesahkan UU No. 17 Tahun 2012 dicabut, sehingga undang-undang tersebut tidak lagi mempunyai kekuatan hukum mengikat. Untuk mengisi kekosongan hukum tersebut, Mahkamah Konstitusi menyatakan bahwa hingga undang-undang baru diundangkan, UU No. 25 tahun 1992. 4 1) UU No. 17 tahun 2012 tentang koperasi.

Walaupun Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2012 sudah tidak berlaku lagi, namun dengan berlakunya Hukum Islam bagi umat Islam, mengenai pembentukan aturan hukum yang berkaitan dengan kegiatan umat Islam, juga harus memperhatikan nilai-nilai dalam hukum Islam. seperti kasus tentang aturan hukum bagi BMT yaitu Koperasi Syari'ah yang memiliki nilai ekonomi yang tentunya mencari keuntungan dengan prinsip syariah dan sebaliknya Ketua MK Hamdan Zoelva, sehingga sebagai konsekuensi logisnya kembali ke UU No. 25 Tahun 1992 tentang Perkoperasian. . tetap menjalankan fungsi sosial yang bermanfaat bagi masyarakat. Mengingat Ketentuan Peralihan Pasal Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2013 tentang LKM secara tegas disebutkan bahwa BMT akan berada di bawah pengawasan OJK, maka BMT juga harus menegaskan pembentukan, kewenangan dan ruang lingkup pengawasan OJK secara keseluruhan untuk memahaminya. Meskipun undang-undang ini tidak terkait langsung dan memiliki konsekuensi langsung, namun keberadaan undang-undang ini akan tetap menjadi batasan bagi BMT pada tingkat interaksi tertentu. d) UU Lembaga Keuangan Mikro No.1 Tahun 2013.

Dasar hukum LKMS mengacu pada UU Lembaga Keuangan Mikro No. 1 Tahun 2013 yang mulai berlaku pada tanggal 08 Januari 2015 dan POJK No. Dasar hukum KSPPS adalah UU Koperasi No.25 Tahun 1992 dan Peraturan Menteri No.16 dan No.16 Tahun 2015 yang terkait langsung dengan konversi Koperasi Jasa Keuangan Syariah (KJKS) menjadi KSPPS.

Kesimpulan

Saran

Upaya BMT untuk bersaing dengan lembaga keuangan lainnya juga harus mendapat dukungan pemerintah melalui kebijakan yang dikeluarkan. Kajian Hukum Empiris Rechtdogmatiek Nomor 1 Tahun 2013 tentang Lembaga Keuangan Mikro (LKM) tentang Status Badan Hukum dan Pengawasan Baitul Maal Wat Tamwil (BMT).

Referensi

Dokumen terkait

Di Indonesia HAM diatur dalam Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia dan Pasal 1 ayat 1 Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2000 tentang