• Tidak ada hasil yang ditemukan

PDF Relevansi Pemikiran Akhlak Al Ghazali Dalam Kehidupan Sosial Masyarakat

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2023

Membagikan "PDF Relevansi Pemikiran Akhlak Al Ghazali Dalam Kehidupan Sosial Masyarakat"

Copied!
202
0
0

Teks penuh

Buku ini memuat biografi Imam Al Ghazali dan relevansi pemikiran moralnya dengan kehidupan bermasyarakat. Disiapkan untuk memenuhi kebutuhan referensi mahasiswa IAIN Parepare pada khususnya dan seluruh kegiatan akademik pada umumnya. Rektor IAIN Parepare atas apresiasinya terhadap peningkatan kualifikasi guru di Perguruan Tinggi Keagamaan Islam (PTAI) melalui Program Bantuan Penerbitan Buku Ajar.

Seluruh dekan IAIN Parepare mengarahkan para dosennya untuk selalu meningkatkan kualitas dosen di bidang publikasi ilmiah. Teman-teman profesional sekalian, mahasiswa yang telah berkontribusi dalam eksplorasi dan penyelesaian literatur atau referensi untuk penyusunan buku ajar ini.

Kedudukan moralitas dalam kehidupan manusia menempati kedudukan yang penting, baik sebagai individu maupun dalam masyarakat dan bangsa. Akhlak dalam Islam bukanlah akhlak yang kondisional dan situasional, melainkan akhlak yang benar-benar mempunyai nilai mutlak dan mutlak tanpa dibuat-buat. Seseorang yang berakhlak buruk menjadi sorotan orang lain, melanggar norma-norma yang berlaku dalam kehidupan bermasyarakat, tercela dan menimbulkan kerusakan pada struktur sistem dan tatanan kehidupan bermasyarakat disekitarnya.

Mengantisipasi hal tersebut tidak hanya dengan uang, ilmu pengetahuan dan teknologi saja, namun harus dibarengi dengan penanganan yang berakhlak mulia. Akhlak yang baik hanya akan lahir dari jiwa yang suci dan sebaliknya.

Sketsa Biografi al-Gazali

Ayah Ghazali, Muhammad (nama yang sama dengan al-Ghazali sendiri), dikenal sebagai orang yang alim. Konon ayahnya yang meninggal saat al-Ghazali masih kecil sangat memperhatikan pendidikan anak-anaknya. Al-Ghazali menggambarkan dirinya sebagai sosok yang selalu ingin mengetahui hakikat segala sesuatu.

Sejak masa al-Ghazali, muncul beberapa penafsiran mengenai alasan al-Ghazali meninggalkan Bagdad. Sedangkan para penulis modern berusaha mengabaikan pernyataan-pernyataan Al-Ghazali sendiri dan meragukan kebenaran pernyataan-pernyataan dalam otobiografinya.

Dinamika Intelektual Al-Gazali

Oleh karena itu al-Ghazali berkesimpulan bahwa ia harus memulainya dari ilmu yang ia yakini kebenarannya.59. 61 Marhaeni Saleh, Konsep Iman dan Kekufuran Menurut al-Gazali dan Ibnu Rusyd (Cet. I; Makassar: Alauddin University Press, 2011), hal. Dalam karya-karyanya, al-Gazali sangat dipengaruhi oleh para filosof Islam terdahulu khususnya Ibnu Sina, al-Farabi dan Ibnu Maskawaih.

Pandangan al-Ghazali lainnya yang dikaitkan dengan filsafat Yunani melalui para filosof Islam adalah tentang prinsip-prinsip kebajikan. Hakikat kebahagiaan menurut al-Gazali juga adalah tercapainya seseorang pada tingkat kesempurnaan tertinggi, yaitu mengetahui hakikat segala sesuatu.

Setting Sosial Politik Pada Masa Al-Gazali

Pada masa al-Ghazali, disintegrasi terjadi tidak hanya di bidang politik, namun juga di bidang sosial keagamaan. Saat itu, umat Islam terpecah belah dalam berbagai gesekan yang saling bertentangan akibat kontak umat Islam dengan tradisi budaya Yunani dan lainnya. Di bidang tasawuf, muncul berbagai praktik sufi yang menyimpang dari ajaran Islam, akibatnya timbul kekacauan dalam kehidupan spiritual pada saat perpecahan umat Islam.70.

Kebanyakan konflik berlaku antara gerakan yang berbeza, iaitu antara Asy'arisme dan Hanabilisme, antara Hanabilisme dan Muktazilah, antara Hanabilisme dan Syiah. Pada tahun 473 H juga berlaku konflik antara Hanabilah dan Syiah; dan dua tahun kemudian berlaku konflik antara Hanabilah dan Asy'arisme. Begitu juga dengan peranan pemerintah, para ulama dapat memperoleh kedudukan dan kemuliaan seiring dengan kemewahan hidup.

Tidak dapat dipungkiri bahwa saling ketergantungan antara penguasa dan ulama pada masa itu juga membawa dampak positif bagi perkembangan ilmu pengetahuan. Para ulama berlomba-lomba mempelajari berbagai ilmu pengetahuan, meskipun motifnya tidak hanya untuk mengembangkan ilmu pengetahuan tetapi juga untuk mendapatkan simpati dari penguasa yang selalu memantau perkembangannya agar dapat direkrut untuk posisi intelektual yang menguntungkan. Namun upaya pengembangan ilmu ini diarahkan oleh para penguasa pada misi bersama, yaitu mengantisipasi pengaruh pemikiran filsafat dan kalam Muktazilah.

Muktazilah, selain penyerapan falsafah Yunani, juga merupakan aliran yang secara historis mempengaruhi golongan Ahlussunnah, baik pada zaman Dinasti Buwaihi mahupun pada zaman al-Kunduri (Wazir Sultan Togrel Bek). Oleh itu, menurut penilaian pihak berkuasa dan ulama yang berpegang kepada Ahl al-Sunnah, falsafah dan muqtaziliyah adalah musuh utama yang mesti dihadapi bersama. Dalam situasi dan zaman inilah al-Ghazali dilahirkan dan berkembang menjadi seorang pemikir yang terkemuka dalam sejarah.

Karya Intelektual Al-Gazali

Metode Al-Ghazali tidak kalah pentingnya dengan isi karyanya, bahkan berpengaruh dan metodenya dapat dikatakan analitis kritis. Dalam al-Munqiz min al-Dhalal, al-Ghazali mengatakan bahwa orang yang belum menyelidiki ilmu secara utuh tidak akan dapat melihat kebenaran atau kesalahannya. Al-Ghazali juga mengatakan bahwa ia menemukan seorang ulama yang berusaha sekuat tenaga mengingkari kehadiran filsafat.

Sedangkan dalam bidang filsafat, al-Gazali memberikan tazkirah, peringatan, kepada para pemikir Islam tersebut. Melalui lembaga pendidikan Madrasah Nidzamiyah, pemikiran teologis al-Ghazali yang bercirikan Asy’ariyah semakin menemukan akar kokohnya. Saat itu, al-Ghazali juga melihat terjadi kemunduran di dunia Islam, terutama pada aspek intelektual dan moral yang akut.

Hal inilah yang membuat al-Gazali mencari kekuatan positif di sekelilingnya untuk mencegah kehancuran tersebut.79. Jumlah kitab yang ditulis Al-Gazali belum disepakati secara pasti oleh para penulis sejarah. Menurut Ahmad Daudy, penelitian terbaru mengenai jumlah kitab yang ditulis Al-Gazali dilakukan oleh Abdurrahman Al-Badawi, yang temuannya adalah:

85 Relevansi pemikiran moral Al Ghazali dalam kehidupan bermasyarakat. dikumpulkan dalam satu buku berjudul Muallafat Al-Gazali.80. Filsafat di mata al-Gazali, orang sering memahami bahwa filsafat al-Gazali melalui kacamata kuda bahwa al-Gazali adalah tabu dengan filsafat, bahkan bertentangan dengan filsafat. Bagi al-Gazali, al-zawq (intuisi) lebih tinggi dan dapat diandalkan dibandingkan dengan alasan mencatat ilmu yang sebenarnya diyakini kebenarannya.

Konstruksi Pemikiran Akhlak Al-Gazali

Karena hakikat manusia adalah jiwanya, maka menurut al-Gazali, jiwa itulah yang akan mengalami kesenangan dan penderitaan di akhirat. Al-Gazali mengawali penjelasannya mengenai akhlak dengan terlebih dahulu menjelaskan tujuan hidup manusia sebagai individu. Hal inilah yang mendasari pemikiran Al-Gazali tentang akhlak yang diungkapkan secara garis besar dalam kitabnya Ihya ulum al-Din.89.

Menurut Ghazali, cara mendidik akhlak yang pertama adalah melalui mujahadis dan belajar dengan beramal shaleh. Pandangan Imam Ghazali tentang akhlak adalah sifat-sifat yang tertanam dalam jiwa yang menimbulkan berbagai jenis perbuatan. Pendapat Al-Ghazali tentang akhlak sesuai dengan pernyataan Ibnu Miskawaih,97 bahwa akhlak merupakan bentuk jamak dari khuluk yang berarti keadaan jiwa yang mengajak seseorang untuk melakukan perbuatan.

Akhlak menurut al-Ghazali harus dimulai dari lingkungan keluarga, dimulai dari perawatan dan perlindungan terhadap makanan yang dikonsumsi. Begitulah cara berpikir al-Ghazali yang terutama berlandaskan pada ajaran Islam, dan menurutnya akhlak yang baik tidak akan pernah tercipta jika tidak diulangi. Versi lain menjelaskan bahwa pendapat al-Ghazali tentang akhlak pada umumnya sejalan dengan kecenderungan agama dan etika.

Al-Gazali tidak melupakan permasalahan duniawi, ia memberikan ruang dalam sistemnya untuk pengembangan duniawi. Al-Gazali menekankan orientasi kebahagiaan di akhirat, namun ia tidak lupa bahwa ilmu itu sendiri harus dituntut. Pelecehan seperti ini disebut “tidak adil” oleh al-Gazali. Tindakan tidak adil, betapapun kecilnya, tetap ada.

Orientasi Sosial Pemikiran Akhlak Al-Gazali

Hampir seluruh umat Islam pernah mendengar nama Imam al-Gazali dan kitab Ihya' Ulumuddin. Kebanyakan orang lebih mengenalnya sebagai seorang sufi, padahal Imam al-Ghazali sebelum benar-benar terjun ke dunia tasawuf terkenal sebagai ahli fiqih, kalam dan filsafat. Madrasah yang dipimpin oleh Imam al-Gazali ini melatih para ahli ilmu dakwah dan kalam.

Pernyataan Al-Ghazali yang pertama mengenai akhlak terungkap dalam konteks yang memberikan kesan bahwa etika diambil dari para filosof. Karya terpenting Al-Ghazali tentang etika adalah karya Maqnumnya, Ihya Ulum Al-Din, yang merupakan dua risalah yang membahas teori etikanya secara rinci. 111Amin Abdullah, Gagasan Universalitas Norma Etika pada Ghazali dan Kant, Antara Filsafat Etika Islam Al-Gazali dan Kant, (Cet. II; Bandung: Mizan, 2002), hal.

Menurut al-Ghazali, ahli sufi benar-benar berada di jalan yang benar, berakhlak mulia dan berilmu yang benar. Al-Ghazali melihat sumber kebaikan manusia dalam kemurnian rohani dan keakraban (taqarrub)nya dengan Tuhan, sesuai dengan prinsip Islam. 112 Amin Abdullah, Idea kesejagatan norma etika dalam Ghazali dan Kant, Antara Al-Gazali dan Falsafah Etika Islam Kant, hlm.

Berdasarkan pendapatnya, dapat dikatakan bahwa akhlak yang dikembangkan al-Gazali bersifat teleologis (mempunyai tujuan), karena ia menilai amal dengan mengacu pada akibat yang ditimbulkannya. 118 Amin Abdullah, Gagasan Universalitas Norma Etika dalam Ghazali dan Kant antara Filsafat Etika Islam Al-Gazali dan Kant, hal. 119Amin Abdullah, Gagasan Universalitas Norma Etika dalam Ghazali dan Kant antara Filsafat Etika Islam Al-Gazali dan Kant, hal.

Relevansi Nilai Pemikiran Akhlak Al-Gazali dengan

Al-Gazali menghadapi kompleksitas pada masanya, mulai dari benturan pendapat di kalangan ulama, gaya hidup materialistis, ketidakstabilan keamanan, perebutan kekuasaan, pembunuhan terhadap penguasa dan tokoh yang menjadi tren pada masanya. Pemikiran Al-Gazali tidak lahir dalam kekosongan budaya, melainkan mengkristal dari proses pergulatan dengan gagasan-gagasan yang berkembang pada masanya. Pemikiran moral Al-Gazali tidak dapat dipisahkan dari seluruh dimensi kehidupan manusia, baik secara individu maupun dalam lingkup sosial.

Oleh karena itu, pemikiran moral al-Ghazali menitikberatkan pada pencapaian kebahagiaan yang menjadi tujuan hidup manusia. Al-Ghazali berpendapat bahwa akhlak merupakan sesuatu yang melekat dan hakiki pada jiwa sehingga dapat melahirkan perbuatan terpuji. Pemikiran Al-Ghazali mengenai akhlak sangat penting untuk menempatkannya sebagai alat utama dalam menata kehidupan sosial masyarakat modern.

Pentingnya pemikiran moral al-Ghazali tercermin dalam pandangannya mengenai mahabbah, ridha, muraqabah, khauf dan masing-masing rajanya. Oleh karena itu, pemikiran moral al-Ghazali perlu dikembangkan lebih lanjut guna menjustifikasi nilai-nilai Islam dalam menyikapi permasalahan masyarakat sesuai dengan perubahan kondisi zaman. Gagasan universalitas norma etika menurut Ghazali dan Kant, antara filsafat etika Islam Al-Ghazali dan Kant.

Al-Ghazali-Yang Mistik diterjemahkan oleh Amroun dengan judul Pemikiran dan Doktrin Mistik Imam al-Ghazali.

Referensi

Dokumen terkait

ISSN 1858-4101 Volume 9 Nomor 2, November 2013 KAPATA Arkeologi Jurnal Arkeologi Wilayah Maluku dan Maluku Utara DAFTAR ISI Marlon Ririmasse Arkeologi Pulau Kobror Kepulauan Aru 59