MODEL PENINGKATAN KINERJA SDM MELALUI PERAN
KEPEMIMPINAN DAN BUDAYA ORGANISASI SERTA MOTIVASI KERJA Abdul Hakim
Abstract
The aim of this research was to describe and analyse the influence of leadership and the organisation culture on the work motivation and the achievement of human resources in the Secretariat DPRD Propinsi Central Java. The problem in this research was 1) Whether leadership and the organisation culture were influential towards the work motivation of the official in the Secretariat DPRD Provinsi Central Java? 2) Whether leadership and the organisation culture were influential towards the achievement of human resources in the Secretariat DPRD Provinsi Central Java?
This research was carried out against the official in the Secretariat DPRD Provinsi Central Java. The data collection was carried out with the questionnaire and the study of the book with the number of samples totalling 173 respondents that 96 female respondents and the man's 77 respondents. Technically the analysis of the data that was used was with Structural Equation Model (SEM) by using the AMOS program 16,0 because of enabling the combination between the analysis of the factor and the analysis of multiplied regression.
Results of the research showed that the leadership variable and the influential organisation culture in a signifkan manner towards the work motivation of the official Moreover, leadership and the organisation culture were influential towards the achievement of human resources in the Secretariat DPRD Provinsi Java Tengah., this could be proven by seeing the value probability the significance was smaller than standart 0.05.
Keyword : leadership, organizational culture, motivation, and the achievement of human resources
Latar Belakang Masalah
Kehidupan organisasi yang terus mengalami perubahan, setiap anggota organisasi dituntut untuk dapat menyesuaikan diri dengan dinamika tatanan budaya. Budaya merupakan unsur penting dalam perubahan yang berkelanjutan dan berdampak besar pada organisasi.
Menurut Gregory dalam Nawawi Hadari, 2001, Manajemen Sumber Daya Manusia untuk Bisnis Yang Kompetitif, Yogyakarta : Penerbit Gadjah Mada University Press.
Setiap perusahaan memiliki budaya organisasi yang bersifat unik, masing-masing perusahaan memiliki filsafat dan prinsip-prinsip bisnis, cara pendekatan terhadap permasalahan dan pembuatan keputusan, pola tentang "bagaimana segala sesuatu berjalan", cara penyampaian dan penggambaran nilai-nilai perusahaan dan apa artinya bagi pegawai, pola perilaku dan pemikiran, serta bisnis.
Menurut Luthans (1995) Budaya yang berlaku dalam organisasi disebut dengan budaya organisasi. Budaya organisasi terdiri atas nilai-nilai, norma-norma, dan prinsip-
prinsip bisnis yang dimiliki dan diyakini dengan kuat oleh para anggota organisasi serta dilakukan dalam kehidupan perusahaan sehari-hari, sehingga nilai tersebut akan mampu meningkatkan pembentukan ide-ide baru dan membantu dalam penerapan berbagai pendekatan baru. Menurut Schermerhorn and Oshorn dalam Handoko (1995) budaya organisasi merupakan pola keyakinan dan nilai bersama yang sifatnya stabil dan dikembangkan dalam organisasi sepanjang waktu. Sedangkan Christensen dan Gordon dalam Bernadin (1993), mengatakan bahwa dalam pelaksanaan yang tersebar luas dan konsisten dalam suatu organisasi merupakan refleksi dari budaya organisasi.
Konsep budaya organisasi dalam beberapa dekade ini dipercaya sebagai salah satu alat untuk mencapai keunggulan perusahaan, karena dasar budaya suatu perusahaan adalah keyakinan dan filsafat organisasi tentang bagaimana segala sesuatu seharusnya dilaksanakan, dan menyangkut alasan mengapa segala sesuatu berjalan seperti demikian, sehingga perilaku anggota organisasi dapat terarah dengan baik dan dapat efektif mencapai sasaran yang diinginkan). Budaya organisasi muncul dari adaptasi yang dilakukan perusahaan terhadap syarat-syarat yang ada di lingkungannya.
Beberapa hasil penelitian Hofstede (1980) juga menemukan adanya hubungan antara budaya organisasi dan hasil kerja. Sejumlah peneliti lain juga berusaha menghubungkan budaya dengan hasil kerja organisasi, di antara hasil temuannya bahwa di antara sampel yang terdiri dari sejumlah perusahaan asuransi, terdapat hubungan antara kekuatan budaya beserta dua nilai budaya yang substansial yaitu adaptabilitas dan stabilitas dengan kinerja perusahaan. Hasil temuan tersebut juga menyatakan bahwa kekuatan budaya bersifat prediktif terhadap hasil kerja jangka pendek.
Secara umum, penelitian tentang budaya organisasi menunjukkan dua hasil utama:
bahwa budaya organisasi mempengaruhi pembuatan keputusan pihak manajemen, dan bahwa budaya organisasi mempunyai pengaruh yang signifikan pada hasil kerja organisasi (Berthon et al, 2001). Demikian juga dengan pendapat beberapa peneliti lain, mereka menganggap bahwa budaya organisasi benar-benar memiliki pengaruh yang signifikan, terhadap keefektifan organisasi maupun terhadap daya saing. Tetapi budaya organisasi sangat bervariasi, karena masing-masing organisasi memberikan sedikit banyak tekanan pada kondisi tertentu dalam suatu rangkaian yang luas, maka dikatakan bahwa budaya organisasi menjadi unik (Christensen and Gordon, 1999).
Hal ini sejalan dengan pendapat Barney dalam Christensen and Gordon (1999) bahwa budaya dapat digunakan sebagai elemen keunggulan kompetitif jika memenuhi kriteria bernilai langka, berharga, dan tidak dapat ditiru oleh para pesaingnya. Oleh karena itu penting untuk memahami sejauh mana pengaruh budaya organisasi terhadap kinerja, sehingga dapat diprediksi kekuatannya.
Secara alami budaya itu sulit dipahami, tidak berwujud, implisit akan tetapi dapat diterima apa adanya. Budaya lebih menekankan pada sebuah asumsi, pemahaman dan aturan implisit yang mengatur perilaku sehari-hari dalam tempat kerja. Budaya yang baik tentunya budaya yang menunjang produktifitas kerja di kantor bukan menciptakan budaya sendiri yang justru mengurangi produktifitas kerja.
Perubahan budaya dalam lingkungan kerja yang cepat meningkatkan kompleksitas tantangan yang dihadapi oleh organisasi, hal ini memunculkan kebutuhan organisasi terhadap pemimpin yang dapat mengarahkan dan mengembangkan usaha-usaha bawahan dengan kekuasaan yang dimiliki untuk mencapai tujuan organisasi dalam membangun organisasi menuju high-performance organization.
Pemimpin yang efektif akan dapat menjalankan fungsinya dengan baik, tidak hanya ditunjukkan dari kekuasaan yang dimiliki tetapi juga ditunjukkan pula oleh perhatian
pemimpin terhadap kesejahteraan, komitmen organisasi, kepuasan bawahan dan peningkatan kualitas bawahan, terutama sikap mengayomi (nurturing) yang ditujukkan untuk menguatkan kemauan bawahan dalam melaksanakan tugas guna mencapai sasaran organisasi.
Faktor kepemimpinan dan budaya organisasi akan menumbuhkan semangat dan motivasi kerja pegawai untuk bekerja secara efektif dan efesien. Pegawai yang memiliki motivasi mempunyai keinginan untuk berprestasi dalam pekerjaannya. Seseorang yang telah termotivasi oleh prestasi akan mengesampingkan apa saja untuk berusaha meningkatkan prestasinya jika ia tertantang untuk berbuat demikian. Kebutuhan prestasi seseorang tercermin pada keinginan dia untuk mengambil tugas-tugasnya dan menyelesaikan dengan baik, dia dapat bertanggung jawab atas perbuatan-perbuatannya, dan akan berusaha melakukan segala sesuatu secara kreatif dan inovatif.
Berdasarkan latar belakang masalah di atas maka rumusan masalah yang diajukan adalah sebagai berikut :
Rumusan masalah
• Bagaimana kepemimpinan dan budaya organisasi dapat berpengaruh terhadap motivasi kerja pegawai ?
• Bagaimana kepemimpinan dan budaya organisasi serta motivasi berpengaruh terhadap kinerja SDM?
Tujuan Artikel
• Mempublikasikan hasil penelitian pada jurnal ilmiah tentang bagaimana mendeskripsikan dan menganalisis pengaruh kepemimpinan dan budaya organisasi terhadap motivasi kerja pegawai
• Mempublikasikan hasil penelitian pada jurnal ilmiah tentang bagaimana mendeskripsikan dan menganalisis pengaruh kepemimpinan dan budaya organisasi serta motivasi terhadap kinerja SDM.
Kajian Pustaka Kepemimpinan
Pengertian tentang kepemimpinan secara berbeda dikemukakan oleh para ahli. Terry dalam Handoko (1995) mengatakan bahwa kepemimpinan (leadership) adalah merupakan hubungan antara seseorang dengan orang lain, pemimpin mampu mempengaruhi orang lain agar bersedia bekerja bersama-sama dalam tugas yang berkaitan untuk mencapai tujuan yang diinginkan. Koonz and O’donell mendifinisikan kepemimpinan sebagai seni membujuk bawahan agar mau mengerjakan tugas-tugas dengan yakin dan semangat. Robbin (2001) berpendapat bahwa pemimpin terkait dengan kemampuan mempengaruhi kelompok untuk mencapai tujuan. Fiedler mengatakan bahwa kepemimpinan adalah pola hubungan antar individu yang menggunakan wewenang dan pengaruh terhadap orang lain atau sekelompok orang agar terbentuk kerja sama untuk menyelesaikan suatu tugas. Sedangkan Yulk dalam Handoko (1995) mendifinisikan kepemimpinan merupakan proses pengaruh sosial dan pengaruh sengaja dilakukan oleh seseorang terhadap orang lain untuk menstruktur aktifitas- aktifitas dan relasi-relasi didalam sebuah organisasi. Perbedaan difinisi tersebut terletak pada siapa yang menggunakan pengaruh, cara menggunakan pengaruh dan sasaran yang ingin dicapai pengaruh dan hasil dari usaha menggunakan pengaruh.
Menurut Hughes et.al. dalam Handoko (1995) ada tiga faktor yang berinteraksi menentukan efektifitas kepemimpinan yaitu: pertama, leader behavior (perilaku pemimpin), efektifitas kepemimpinan sangat dipengaruhi gaya memimpin seseorang, dalam teori kepemimpinan ada beberapa gaya kepemimpinan yang sering digunakan seperti: direktif, suportif, demokratik
dan lainnya. Karakteristik pemimpin seperti : perilaku, kepribadian, pengalaman, dan kemampuan komunikasi sangat berpengaruh terhadap gaya seseorang memimpin organisasi.
Perbedaan gaya dan perilaku kepemimpinan sangat menentukan tingkat keberhasilan dalam penerimaan, tingkat kepuasan dan tingkat komitmen bawahan. Pemilihan gaya yang tepat disertai motivasi eksternal dapat mengarahkan pencapaian tujuan seseorang maupun organisasi. Kedua, subordinate (bawahan), efektifitas kepemimpinan juga dipengaruhi oleh tingkat penerimaan dan dukungan bawahan. Bawahan akan mendukung seorang pemimpin sepanjang mereka melihat tindakan pemimpin dianggap dapat memberi manfaat dan meningkatkan kepuasan mereka. Ketiga, situation. Menurut Fiedler ada tiga dimensi situasi dalam gaya kepemimpinan yaitu: hubungaan pemimpin anggota, tingkat dalam struktur tugas dan posisi kekuasaan pemimpin yang didapat melalui wewenang formal. Situasi dan kondisi tersebut menentukan efektifitas suatu kepemimpinan dalam organisasi.
Konsep kepemimpinan transformasional pertama kali diungkapkan oleh Burn dalam Kreitner(1992) . Burn merupakan ahli ilmu politik yang seluruh karir hidupnya dihabiskan pada studi kepemimpinan nasional . Burn membagi pemimpin menjadi dua macam yaitu:
transaksional dan transformasional. Kepemimpinan transaksional merupakan kepemimpinan yang terjadi apabila antara pemimpin dan bawahan terjadi hubungan pertukaran/timbal balik dalam memenuhi kebutuhannya. Pertukaran itu dapat bernilai ekonomis, politis, psikologis atau lainnya. Sedangkan kepemimpinan transformasional merupakan pemimpin yang merubah status quo dengan merubah nilai-nilai dan keinginan bawahan untuk mencapai tujuan yang lebih tinggi.
Menurut Howel (1993) kepemimpinan transformasional dan transaksional dan memiliki efek yang berbeda terhadap bawahan. Transaksional berdasar pada contingent reward adalah mendasarkan pada tingkat kinerja yan dicapai bawahan, dalam kondisi ini baik atasan dan bawahan mencapai suatu kesepakatan untuk memperhatikan kompensasi terhadap hasil yang dicapai dan tidak mendorong karyawan untuk melakukan usaha yang lebih keras (exstra effort) untuk menghasilkan kinerja yang lebih baik. MBE merupakan tingkat atensi pemimpin terhadap permasalahan yang timbul tanpa adanya partisipasi aktif pemimpin untuk membimbing dalam menyelesaikan masalah dengan metode yang baru yang lebih baik. Hal ini mengakibatkan kurangnya perhatian pemimpin terhadap bawahan yang mengakibatkan rendahnya kepuasan maupun komitmen bawahan terhadap pemimpin.
Budaya Organisasi
. Kreitner (1992) menyatakan bahwa, konsep budaya pada tataran organisasi, mengacu pada kumpulan keyakinan, nilai maupun asumsi yang dianut oleh anggota organisasi. Keyakinan ini tidak hanya membantu mendefinisikan cara melaksanakan usaha yang dilakukan oleh organisasi, tetapi juga memberikan suatu cara yang memberikan makna pada perubahan-perubahan yang tidak dapat dielakkan dalam konteks internal dan eksternal dari sebuah organisasi.
Sementara itu Hofstede (1990) mendefinisikan budaya organisasi sebagai serangkaian struktur pengetahuan yang komplek yang digunakan anggota organisasi untuk melakukan tugas dan berperilaku sosial. Sedangkan Schwartz and Davis (1981) mendefinisikan budaya organisasi sebagai suatu pola keyakinan dan harapan yang dianut bersama oleh anggota organisasi. Keyakinan dan harapan ini menghasilkan norma yang dapat membentuk perilaku individu dan kelompok di organisasi. Norma organisasi adalah keyakinan anggota tentang perilaku yang diperlukan agar 'cocok' dan memenuhi harapan organisasi. Salah satu karakteristik budaya organisasi adalah didasarkan pada dan. Budaya dan melakukan kontrol melalui sosialisasi individu dan penciptaan kesamaan nilai dan keyakinan. Budaya yang
berorientasi dan cocok untuk sistem manufaktur dimana pengenalan produk-produk dan proses baru yang sering dilakukan bisa menyebabkan perubahan reguler dalam peran dan tugas karyawan, disamping itu sering terjadi interaksi dengan departemen-departemen lain, suplier, dan pelanggan. Budaya dan akan menunjukkan efisiensi hasil kerja yang signifikan, namun hanya dalam kondisi-kondisi tertentu.
Hofstede et al, (1990) menyatakan bahwa, nilai dari para pendiri dan pimpinan perusahaan tidak diragukan lagi merupakan dasar dan pembentuk dari budaya organisasi, namun cara budaya tersebut berpengaruh pada para anggota organisasi adalah melalui pelaksanaan bersama. Demikian juga pendapat Thompson and Strickland (1999), dinyatakan bahwa seringkali banyak komponen budaya organisasi berkaitan dengan para pendiri atau pemimpin perusahaan sebelumnya yang selanjutnya mengartikulasikannya sebagai budaya organisasi, atau sebagai rangkaian prinsip, kebijakan, pandangan yang harus dipegang oleh organisasi. Setelah terbentuk, budaya organisasi dapat dipertahankan dengan usaha dari pemimpinnya, dengan melakukan seleksi atas para anggota baru sesuai dengan seberapa besar nilai dan perilaku mereka sejalan dengan nilai-nilai organisasi, kemudian dilakukan indoktrinasi sistematis pada para anggota baru tentang dasar-dasar budaya organisasi.
Hofstede (1990) mengemukakan bahwa budaya organisasi mempunyai ciri-ciri pokok yaitu:
• Satu kesatuan yang integral dan saling terkait
• Refleksi sejarah dari organisasi yang bersangkutan
• Banyak dipelajari oleh para antropolog
• Dibangun secara sosial, dalam pengertian bahwa budaya organisasi lahir dari konsensus bersama dari sekelompok orang yang mendirikan organisasi tersebut
Dengan melihat uraian tersebut, dapat diketahui bahwa tidak ada definisi yang jelas tentang budaya organisasi, namun secara garis besar, budaya organisasi merupakan suatu hal yang dianggap sebagai asumsi dasar yang membentuk nilai-nilai, norma, dan bagaimana sesuatu berlaku dalam organisasi.
Hofstede (1990) menyimpulkan enam dimensi kunci dari budaya organisasional yaitu:
• Budaya yang berorientasi pada proses lebih memperhatikan cara melakukan sesuatu pekerjaan.
• Budaya yang berorientasi pada hasil lebih memperhatikan keluaran atau hasil.
• Budaya yang berorientasi kepada pekerjaaan ditandai dengan sikap para pimpinan yang mengharapkan tercapainya pekerjaaan sesuai jadwal dan karyawan melakukan segala sesuatunya sesuai dengan apa yang diperintahkan. Sedangkan budaya dengan orientasi kepada karyawan, para pimpinan tidak menekan karyawan untuk berproduksi serta tidak memperhatikan kekeliruan yang dilakukan, karena para karyawan dianggap telah melakukan yang terbaik.
• Budaya parochial ditandai dengan identitas organisasi yang melekat kepada karyawan, dimana norma organisasi meng-kontrol perilaku.
• Budaya profesional ditandai oleh karyawan yang mendasarkan identitasnya sesuai dengan kinerja yang dilakukan. Kehidupan pribadi adalah urusan pribadi dan tidak mengijinkan norma organisasi mempengaruhinya.
• Budaya kontrol yang ketat ditandai dengan kebijakan serta ketentuan yang formal serta kontrol yang ketat terhadap waktu dan uang, cenderung untuk lebih sederhana, mengulang-ulang pekerjaan dan bersifat klerikal, lebih berorientasi kepada proses, lebih banyak memberhentikan karyawannya.
Budaya pragmatis lebih mementingkan sesuatu yang praktis dan melihat hasil pekerjaan, walaupun terkadang harus menyalahi prosedur maupun ketentuan. Organisasi pragmatis lebih
meletakkan hasil pencapaian sebagai prioritas tertinggi dan bilamana hal ini akan memberikan diskon ataupun layanan khusus kepada pelanggan, akan dilakukan juga.
Motivasi
Motivasi adalah pencurahan tenaga pada suatu arah tertentu untuk sebuah tujuan spesifik. Motivasi ada yang berasal dari dalam diri sendiri atau biasa disebut faktor internal dan ada pula yang berasal dari luar atau eksternal.
Perkembangan teori manajemen juga mencakup model-model atau teori-teori motivasi yang berbeda-beda. Menurut Handoko (1995) pandangan manajer yang berbeda tentang masing-masing model adalah penentu penting keberhasilan mereka dalam mengelola karyawan. Berikut ini adalah perbandingan model motivasi dalam organisasi :
• Model tradisional
Model tradisional dari motivasi berhubungan dengan Frederick Taylor dan aliran manajemen ilmiah (Handoko, 1995) Model ini mengisyaratkan bahwa manajer menentukan bagaimana pekerjaan-pekerjaan harus dilakukan dan digunakannya sistem pengupahan insentif untuk memotivasi para pekerja-lebih banyak berproduksi, lebih banyak menerima penghasilan.
Pandangan ini menganggap bahwa para pekerja pada dasarnya malsa, dan hanya dapat dimotivasi dengan penghargaan berwujud uang. Dalam banyak situasi pendekatan ini cukup efektif. Sejalan dengan meningkatnya efesiensi, karyawan yang dibutuhkan untuk tugas tertentu dapat dikurangi.
• Model hubungan manusia
Pandangan ini menganggap bahwa manajer dapat memotivasi bahwan melalui pemenuhan kebutuhan-kebutuhan sosial mereka dan membuat mereka merasa berguna dan penting.
• Model sumber daya manusia
Model ini menyatakan bahwa para karyawan dimotivasi oelh banyak faktor-tidak hanya uang atau keinginan untuk mencapai kepuasan, tetapi juga kebutuhan untuk berprestasi dan memperoleh pekerjaan yang berarti.
Robbins (2003) menyatakan bahwa tidak semua orang dapat termotivasi oleh uang.
Tidak semua orang menginginkan pekerjaan yang menantang. Kebutuhan wanita, bujangan, imigran, penyandang cacat fisik, kaum lanjut usia dan lain-lain dari kelompok yang beraneka ragam tidaklah sama.
Salah satu teori motivasi yang dikenal adalah teori dari Maslow dalam Robbins (1993) bahwa motivasi didasarkan pada hirarki dari lima kebutuhan manusia, yaitu.
1. Physiological needs (kebutuhan fisiologis) 2. Safety security needs (kebutuhan rasa keamanan) 3. Social needs (kebutuhan sosial)
4. Exteems needs (kebutuhan penghargaan)
5. Self-actualization needs (kebutuhan aktualisasi diri)
Selanjutnya Maslow mengasumsikan bahwa orang berusaha memenuhi kebutuhan yang lebih pokok sebelum mengarahkan perilaku memenuhi kebutuhan yang lebih tinggi. Hal yang penting dalam pemikiran Maslow adalah bahwa kebutuhan yang telah dipenuhi mereda daya motivasinya. Apabila seseorang memutuskan bahwa ia menerima upah yang cukup untuk pekerjaannya dari organisasi tempat ia bekerja, maka uang tidak mempunyai daya motivasi lagi. Teori Maslow juga didasarkan pada anggapan bahwa orang mempunyai kebutuhan untuk berkembang dan maju. Implikasi dari tingginya kekurangan pemenuhan
kebutuhan untuk kategori perwujudan diri dan penghargaan diri ialah bahwa manajer harus memusatkan perhatiannya pada strategi untuk memperbaiki kekurangan tersebut.
Kinerja SDM
Penelitian mengenai kinerja telah banyak dilakukan oleh para ahli dan memunculkan berbagai definisi tentang kinerja itu sendiri. Robbins (1993) memakai istilah proficiency yang mengandung arti yang lebih luas. Kinerja mencakup segi usaha, loyalitas, potensi, kepemimpinan, dan moral kerja. Profisiensi dilihat dari tiga segi, yaitu : perilaku-perilaku yang ditunjukkan seseorang dalam bekerja, hasil nyata atau outcomes yang dicapai pekerja, dan penilaian-penilaian pada faktor-faktor seperti dorongan; loyalitas, inisiatif, potensi kepemimpinan dan moral kerja.
Gibson (1997) mendefinisikan kinerja sebagai hasil dari pekerjaan yang terkait dengan tujuan organisasi, seperti kualitas, efisiensi, dan kriteria efektivitas kerja lainnya. Kinerja merupakan perilaku atau tindakan yang relevan dengan tujuan organisasi. Spesifikasi tujuan ini mewakili keputusan penilaian yang dilakukan oleh ahlinya.
Penilaian kinerja (Performance Appraisal) merupakan proses dimana organisasi mengevaluasi kinerja kerja karyawannya. Dalam pengertian yang lain, dikemukakan bahwa penilaian kinerja merupakan penilaian sistimatis terhadap kinerja atau kecakapan seseorang dalam melakukan pekerjaannya. Handoko (1995) berpendapat bahwa adanya kegiatan penilaian kinerja ini dapat memperbaiki keputusan-keputusan personalia dan memberikan umpan balik kepada para karyawan tentang pelaksanaan kerja mereka. Selain itu disebutkan pula kegunaan-kegunaan yang lain dari kegiatan ini, antara lain:
• Adanya perbaikan kinerja. Feedback yang diberikan dalam penilaian diharapkan dapat semakin memotivasi karyawan untuk memperbaiki dan meningkatkan kinerjanya.
• Penyesuaian dalam pemberian kompensasi. Evaluasi kinerja membantu para pengambil keputusan untuk menentukan upah, bonus dan bentuk kompensasi lainnya yang layak diberikan pada karyawan sesuai dengan hasil penilaian.
• Keputusan-keputusan penempatan. Kegiatan ini juga memudahkan bagi para pengambil keputusan untuk melakukan promosi, demosi atau transfer sesuai dengan hasil prestasi kerja karyawan.
• Kebutuhan Latihan dan Pengembangan. Kinerja yang baik dan buruk akan tercermin dalam hasil penilaian. Ini akan menjadi bahan pertimbangan tentang perlunya mengadakan pelatihan dan pengembangan untuk perbaikan kinerja buruk dan pengembangan potensi bagi karyawan berkinerja baik.
• Menemukan kesalahan dalam desain pekerjaan. Kinerja yang buruk mungkin disebabkan oleh kesalahan desain pekerjaan. Oleh karena itu, penilaian kinerja membantu menganakisis kesalahan-kesalahan tersebut.
• Perencanaan dan pengembangan karir. Penilaian ini akan mengarahkan keputusan- keputusan tentang jalur karir karyawan .
• Penyimpangan dalam proses staffing. Penilaian kinerja mencerminkan kekuatan dan kelemahan proses staffing dalam manajemen personalia.
Dimensi lain dari pengukuran kinerja adalah tingkat obyektiftas pengukuran kinerja.
Pengukuran kinerja yang obyektif cenderung sulit dilakukan, apalagi bila hasil kinerja itu bukan merupakan angka kongkrit yang bisa dijadikan standar pengukuran. Pengukuran kinerja obyektif biasanya dimanifestasikan secara kuantitatif, misalnya melalui jumlah unit kotor yang diproduksi karyawan, jumlah unit bersih hasil kerja karyawan yang berhasil lolos dari quality control, jumlah kesalahan komputasi yang dilakukan, jumlah pelanggan yang
komplain serta berbagai pengukuran kinerja secara matematis lainnya. Berbeda dengan penilaian obyektif, penilaian subyektif lebih didasarkan pada opini penilai. Artinya, tingkat obyektifitas penilaian subyektif akan rendah karena penilaian didasarkan pada pendapat dan emosi masing-masing penilai. Tingkat akurasi penilaian subyektif juga lebih rendah. Seperti halnya penilaian obyektif, penilaian ini juga bisa dilakukan secara langsung maupun tidak langsung tetapi untuk meningkatkan tingkat akurasinya, penilaian subyektif lebih baik dilakukan secara langsung oleh penilai yang memang berinteraksi dengan karyawan yang dinilai dalam proses kerja sehari-hari.
Penelitian Terdahulu
Peneliti Indah S (2003), meneliti pengaruh Buda ya Or ganisasi terhadap kepemimpinan dan motivasi kerja terhadap kinerja karyawan pa da suatu program implementasi kualitas layanan di Jawa Tengah . Penelitian dilakukan dengan menggunakan metode surve y dengan cara mengirimkan kuesioner pada 140 perusahaan yan g menerapkan business transformation d iseluruh wilayah J awa Tengah. Hasil dari penelitian ini adalah kinerja dari program implementasi kualitas layanan dipengaruhi oleh motivasi kerja, lingkun gan kerja mengenai program implementasi kualitas layanan tersebut. Buda ya Organisasi juga mempengaruhi kinerja implementasi kualitas layanan terutama efektifitas dari sistem manajemen dan struktur organisasi program implementasi kualitas layanan tersebut.
Muafi (2003), meneliti tentang pengaruh motivasi spiritual, kepuasan kar ya wan terhadap kinerja religius : studi empiris di kawasan industri Rungkut Suraba ya (S IER). Hasil p enelitian menunjukkan bahwa ; a. Motivasi spiritual yaitu motivasi akidah, ibadah dan mu’amalat secara bersama-sama berpengaruh terhadap kinerja religius, b. Moti vasi mu’amalat pengaruh dominan terhadap kinerja religius, dan c. Tidak ada perbedaan kinerja religius antara karyawan operas ional dan non operasional di Kawasan Industri Run gkut Suraba ya (S IER).
Hamid (2002), meneliti tentang motivasi, kepuasan kar yawan dan kinerja perusahaan di PTP Nusantara IV (persero) Sumatera Utara. Hasil penelitian membuktikan bahwa a.Terdapat pengaruh motivasi kerja terhadap buda ya organisasi, dianalisis dengan menggunakan Structural Equation Modeling (SEM), b.Terdapat pula pengaruh positif dan si gnifikan antara motivasi kerja terhadap kinerja perusahaan, dan c.Terdapat pengaruh antara buda ya organisasi terhadap kinerja yan g dianalisis dengan Structural Equation Modelling (SEM) dan program AMO S
Hida yat (2005), meneliti tentang pengaruh motivasi kerja terhadap kinerja spiritual (Islam) karyawan PT. Semen Gresik (Persero) Tbk. Di Tuban J awa Timur. Hasil penelitian membuktikan bahwa motivasi kerja sangat berpengaruh signifikan terhadap kinerja Islam karyawan PT. Semen Gresik (Persero) Tbk. Di Tuban-J awa Timur. Metode penelitian menggunakan penelitian kuantitatif yang men ekankan pada pengujian teori melalui pengukuran variabel penelitian dengan angka dan melakukan analisis data melalui prosedur statistik. Adapun sebagai alat uji statistik menggunakan alat uji analisis regresi dan uji asumsi klassik. Sedangkan hasil analisis regresi menunjukkan besarnya R square adalah 0,303 (30,3%) dengan signifikansi
p<0,000 yang berarti ada pengaruh yan g si gnifikan antara variabel independen (motivasi kerja) dengan prediktor variabel dependen (kinerja kar yawan dan dari hasil perhitungan tersebut juga menunjukkan bahwa motivasi kerja mempunyai pengaruh yan g si gnifikan terhadap kinerja kar yawan. Hal ini ditunjukkan pada hasil perhitungan p = 0,000 ( p<0,05), dengan demikian pengaruh yan g ditunjukkan oleh koefisien regresi adalah positif.
Kerangka Pemikiran
Berdasarkan telaah putaka yang telah disampaikan, maka dapat digambarkan dalam kerangka pemikiran yang terdapat pada gambar 1:
H5
GAMBAR 1
KERANGKA PEMIKIRAN Hipotesis
Berdasarkan telaah pustaka, maka dapat dirumuskan hipotesis sebagai berikut:
1. Ada pengaruh kepemimpinan dan budaya organisasi terhadap motivasi kerja 2. Ada pengaruh kepemimpinan dan budaya organisasi serta motivasi terhadap
kinerja SDM..
METODE PENELITIAN Populasi dan Sampel Penelitian
Populasi penelitian ini adalah seluruh pegawai di Sekretariat DPRD Propinsi Jawa Tengah yang berjumlah 304 orang.
KEPEMIMPI NAN
BUDAYA ORGANISASI
MOTIVASI KINERJA
SDM
H3
H2
H4 H1
Sampel adalah sebagian dari populasi yang karakteristiknya hendak diselidiki dan dianggap dapat mewakili populasi (Subagyo, 1993). Menurut pendapat yang dikemukakan Hair, et.al dalam Ferdinand (2005), bahwa jumlah sampel minimal yang dapat dipakai dalam penelitian yang menggunakan SEM (Struktural Equation Modelling) adalah berjumlah minimal 100 responden.
Dengan menggunakan rumus Slovin dalam Umar (2007) aturan penggunaan sampel adalah sebagai berikut :
N n = --- 1 + N (e)2 Dimana :
n = ukuran sampel N = ukuran populasi
e = prosentase kelonggaran ketidaktelitian karena kesalahan pengambilan sampel yang masih dapat ditolerir sebesar 5% (0,05).
Dengan demikian jumlah sampel dalam penelitian ini adalah : 304
n = --- 1 + 304 (0,05)2
n = 172.72 (dibulatkan menjadi 173)
Pengambilan sampel dalam penelitian ini dilakukan dengan teknik simple random sampling, dimana setiap responden memiliki kesempatan yang sama untuk dipilih. Dalam teknik ini peneliti langsung mengumpulkan data dari unit sampling yang ditemuinya. Setelah jumlahnya mencukupi, pengumpulan data dihentikan (Nawawi, 2001).
Metode Pengumpulan Data
Metode penelitian data dalam penelitian ini adalah dengan menggunakan:
• Kuesioner.
• Studi Pustaka Skala Pengukuran
Metode yang digunakan adalah metode rating yang dijumlah atau dikenal dengan metode likert yaitu penskalaan pernyataan sikap yang menggunakan distribusi respon sebagai dasar penentuan nilai skalanya. Pengukuran dengan skala likert 1 sampai dengan 5 yang dapat diinterprestasikan sebagai berikut:
1 = STS : Sangat tidak setuju 2 = TS : Tidak Setuju
3 = KS : Kurang Setuju 4 = S : Setuju
5 = SS : Sangat setuju Variabel Penelitian
Kepemimpinan (X1)
Kepemimpinan merupakan proses memberi pengaruh atau perintah dalam memilih dan mencapai tujuan yang telah ditetapkan.
Budaya organiasi (X2)
Budaya organisasi merupakan produk dari kekuatan-kekuatan sosial internal suatu organisasi, serta merepresentasikan serangkaian nilai dan norma perilaku yang saling terkait dan berlaku untuk seluruh bagian organisasi.
Motivasi kerja (Y1)
Motivasi sebagai perubahan energi dalam diri seseorang yang ditandai dengan munculnya “feeling” dan didahului dengan tanggapan terhadap adanya tujuan.
Kinerja SDM (Y2)
Kinerja merupakan proses sistematik untuk menilai segenap perilaku kerja dalam kurun waktu tertentu yang akan menjadi dasar penetapan kebijakan dan pengambangan.
Adapun indikator sebagai berikut :
TABEL 1
VARIABEL, INDIKATOR DAN SKALA PENGUKURAN
No Variabel Indikator Sumber
1 Kepemimpi nan
X11 : Mampu mengungkapkan visi ke depan
X12 : Keteladanan
X13 : Mampu mengembangkan visi
Nawawi (2001)
2 Budaya organisasi
X21 : Komunikasi
X22 : Reward and punishment X23 : Sikap kerja
X24 : Kerja sama
Hofstede (1990)
3 Motivasi kerja
Y21 :Memiliki tanggungjawab Y22 : Memiliki tujuan
Robbins (1003)
4 Kinerja SDM
Y21 : Kualitas pekerjaan Y22 : Kuantitas pekerjaan
Y23 : Pemahaman dan pengenalan pekerjaan
Y24 : Kemampuan memecahkan persoalan.
Nawawi (2001)
Teknik Analisis
Teknik analisis yang digunakan dalam penelitian ini adalah Structural Equation Model (SEM). Model persamaan struktural dalam Structural Equation
Model (SEM) memungkinkan pengujian sebuah rangkaian hubungan yang relatif
“rumit” secara simultan.
Permodelan penelitian melalui SEM memungkinkan peneliti menjawab pertanyaan penelitian yang bersifat regresif maupun dimensional (yaitu mengukur apa dimensi-dimensi dari sebuah konsep). Itulah sebabnya dapat dikatakan bahwa pada dasarnya SEM adalah kombinasi antara analisis faktor dan analisis regresi berganda (Fredinand, 2002).
Asumsi-asumsi yang harus dipenuhi dalam prosedur pengumpulan dan pengolahan data yang dianalisis dengan permodelan SEM adalah
• Ukuran sampel.
• Normalitas dan linearitas. S
• Outliers. Outliers
• Multicolinearity dan singularity.
Setelah asumsi-asumsi SEM dilihat, hal berikutnya adalah menentukan kriteria yang akan digunakan untuk mengevaluasi model dan pengaruh-pengaruh yang ditampilkan dalam model.
1. Chi Square statistic (χ2)
Model yang diuji akan dipandang baik atau memuaskan bila nilai chi squarenya rendah. Semakin kecil χ2 semakin baik model itu (karena dalam uji beda chi square, χ2 = 0 berarti benar-benar tidak ada perbedaan, Ho diterima) dan diterima berdasarkan probabilitas dengan cut off value sebesar p > 0,05 atau p > 0.10.
2. RMSEA (The Root Mean Square Error of Approximation)
RMSEA adalah sebuah indeks yang dapat digunakan untuk mengkompensasi chi square statistic dalam sampel yang besar. Nilai RMSEA menunjukkan goodness- of-fit yang dapat diharapkan bila model diestimasi dalam populasi. Nilai RMSEA yang lebih kecil atau sama dengan 0,8 merupakan indeks untuk dapat diterimanya model yang menunjukkan sebuah close fit dari model berdasarkan degrees of freedom.
3. GFI (Goodness of Fit Index)
indeks kesesuaian ini kan menghitung proporsi terimbang dari varians dalam matrik kovarians sampel yang djelaskan oleh matriks kovarians populasi yang terestimasikan.
GFI adalah sebuah ukuran non-statistikal yang mempunyai rentang nilai antara 0 (poor fit) sampai dengan 1.0 (perfect fit). Nilai yang tinggi dalam indeks ini menunjukkan sebuah better fit.
4. AGFI (Adjusted Goodness of Fit Index) Indeks ini diperoleh dengan rumus : AGFI = 1 – (1 - GFI)
d db
dimana : db =
∑
= i
g
Pg 1
)
( = jumlah – sampel – moment d = degress – of – freedom
Tingkat penerimaan yang direkomendasikan adalah AGFI mempunyai nilai sama dengan atau lebih besar dari 0.9. Perlu dikethaui bahwa baik GFI maupun AGFI adalah kriteria yang memperhitungkan proporsi tertimbang dari varians dalam sebuah matriks kovarians sampel. Nilai sebesar 0.95 dapat diinterpretasikan sebagai tingkatan yang baik – good overallmodel fit (baik) sedangkan besaran nilai antara 0.90 – 0.95 menunjukkan tingkatan cukup.
5. CMIN/DF (The Minimum Sample Discrrepancy Function / Degree of Freedom).
Dalam hal ini CMIN/DF tidak lain adalah statistik chi square dibagi DF-nya sehingga disebut X2 relatif. Nilai X2 relatif kurang dari 2.0 atau bahkan kadang kurang dari 3.0 adalah indikasi dari acceptable fit antara model dan data (Fredinand, 2002).
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
Hasil perhitungan dengan menggunakan AMOS 16 diperoleh nilai Standardized Regression Weights sebagai berikut:
Tabel 2
STANDARDIZED REGRESSION WEIGHTS : (GROUP NUMBER 1 - DEFAULT MODEL)
Estimate
X13 <--- Kepemiminan .708
X12 <--- Kepemiminan .734
X11 <--- Kepemiminan .746
X24 <--- Budaya organisasi .899
X23 <--- Budaya organisasi .512
X22 <--- Budaya organisasi .854
X21 <--- Budaya organisasi .639
Y14 <--- Motivasi kerja .691
Y13 <--- Motivasi kerja .829
Y12 <--- Motivasi kerja .751
Y11 <--- Motivasi kerja .707
Y25 <--- Kinerja .609
Y24 <--- Kinerja .758
Y23 <--- Kinerja .887
Y22 <--- Kinerja .792
Y21 <--- Kinerja .899
Sumber : data primer yang diolah, Tahun 2009 Pengukuran Goodness of Fit Index
Gambar konstruk pengaruh kepemimpinan dan budaya organisasi terhadap motivasi kerja dan kinerja SDM dapat dilihat pada gambar berikut:
Gambar 2
MODEL PENGEMBANGAN PENINGKATAN KINERJA SDM MELALUI MOTIVASI KERJA
Pada gambar 2 menunjukkan pengaruh antara variabel eksogen terhadap variabel endogen. Hasil nilai estimasi untuk variabel kepemimpinan terhadap motivasi kerja sebesar 0,55. Nilai estimasi variabel budaya organisasi terhadap motivasi kerja sebesar 0,23. Nilai estimasi variabel kepemimpinan terhadap kinerja sebesar 0,27.
Nilai estimasi variabel budaya organisasi terhadap kinerja sebesar 0,20 dan nilai estimasi variabel motivasi kerja terhadap kinerja sebesar 0,35. Sehingga dapat disimpulkan bahwa variabel eksogen memiliki pengaruh positif terhadap variabel endogen.
Pengujian Hipotesis
Uji hipotesis dengan menggunakan AMOS 16.0 dapat diketahui dengan melihat nilai critical (CR). Nilai critical adalah sama dengan nilai t pada regresi OLS (Ordinary Least Square) dan P adalah tingkat probability signifikansi (Gozhali, 2007:87).
a. Pengaruh kepemimpinan terhadap motivasi kerja
Berdasarkan hasil analisis dengan menggunakan AMOS 16.0 diperoleh nilai critical (CR) pengaruh variabel kepemimpinan terhadap motivasi kerja sebesar 3,600 pada dengan probability signifikansi berarti by default signifikansi 0,001 (lebih kecil dari standart 0,05). Jadi dapat disimpulkan bahwa kepemimpinan berpengaruh positif terhadap motivasi kerja dengan koefisien standardized 0,419.
b. Pengaruh budaya organisasi terhadap motivasi kerja
Berdasarkan hasil analisis dengan menggunakan AMOS 16.0 diperoleh nilai critical (CR) pengaruh variabel budaya organisasi terhadap motivasi kerja sebesar 2,288 pada dengan probability signifikansi berarti by default signifikansi 0,022 (lebih kecil dari standart 0,05). Jadi dapat disimpulkan bahwa budaya organisasi berpengaruh positif terhadap motivasi kerja dengan koefisien standardized 0,233.
c. Pengaruh kepemimpinan terhadap kinerja SDM
Berdasarkan hasil analisis dengan menggunakan AMOS 16.0 diperoleh nilai critical (CR) pengaruh variabel kepemimpinan terhadap kinerja SDM sebesar 2,506 pada dengan probability signifikansi 0,012 (lebih kecil dari standart 0,05). Jadi dapat disimpulkan bahwa kepemimpinan berpengaruh positif terhadap kinerja SDM dengan koefisien standardized 0,271.
d. Pengaruh budaya organisasi terhadap kinerja SDM
Berdasarkan hasil analisis dengan menggunakan AMOS 16.0 diperoleh nilai critical (CR) pengaruh variabel budaya organisasi terhadap kinerja SDM sebesar 2,194 pada dengan probability signifikansi berarti by default signifikansi 0,028 (lebih kecil dari standart 0,05). Jadi dapat disimpulkan bahwa budaya organisasi berpengaruh positif terhadap kinerja SDM dengan koefisien standardized 0,197.
e. Pengaruh motivasi kerja terhadap kinerja SDM
Berdasarkan hasil analisis dengan menggunakan AMOS 16.0 diperoleh nilai critical (CR) pengaruh variabel motivasi kerja terhadap kinerja SDM sebesar 3,503 pada dengan probability signifikansi berarti by default signifikansi 0,001 (lebih kecil dari standart 0,05). Jadi dapat disimpulkan bahwa motivasi kerja berpengaruh positif terhadap kinerja SDM dengan koefisien standardized 0,354.
Rekapitulasi uji hipotesis (Regression Weights) untuk dua variabel eksogen (kepemimpinan dan budaya organisasi) terhadap dua variabel endogen (motivasi kerja dan kinerja SDM) dapat dilihat pada table berikut:
Tabel 3
REGRESSION WEIGHTS: (GROUP NUMBER 1 - DEFAULT MODEL) Estimate S.E. C.R. P Estimate Motivasi <--- Budaya
orgaisasi .160 .070 2.288 .022 .233 Motivasi <--- Kepemimpinan .381 .106 3.600 *** .419 Kinerja SDM <--- Kepemimpinan .229 .092 2.506 .012 .271 Kinerja SDM <--- Budaya
orgaisasi .126 .057 2.194 .028 .197 Kinerja SDM <--- Motivasi .329 .094 3.503 *** .354 Sumber : data primer diolah, September 2009
Pembahasan
Berdasarkan pengujian terhadap lima hipotesis yang diajukan dalam penelitian ini semua hipotesis alternatif diterima yaitu H1, H2, H3, H4 dan H5 dapat diterima.
Berikut akan dibahas atas hasil pengujian hipotesis dan pengaruh kepemimpinan, budaya organisasi terhadap motivasi kerja dan kinerja SDM dapat diuraikan sebagai berikut :
Pengaruh Kepemimpinan terhadap Motivasi Kerja
Berkembangnya suatu organisasi pada umumnya dipengaruhi oleh kepemimpinan yang diterapkan dalam perusahaan tersebut, karena sumber daya manusia dari pimpinan ini merupakan modal utama dalam merencanakan mengorganisir, mengarahkan serta menggerakkan faktor-faktor produksi yang terdapat dalam organisasi. Untuk itu pimpinan selalu dituntut untuk meningkatkan kualitas maupun keterampilannya dalam mengelola perusahaan yang dipimpinnya sehingga ia mampu mengantarkan perusahaan untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan sebelumnya.
Hasil penelitian menunjukkan kepemimpinan berpengaruh positif dan signifikan terhadap motivasi kerja pegawai di Sekretariat DPRD Jawa Tengah. Kepemimpinan sangat berpengaruh terhadap iklim kerja. Kondisi iklim kerja akan mempengaruhi kondisi motivasi dan semangat kerja karyawan. Jika kepemimpinan yang ada sesuai dengan situasi yang dihadapi dalam organisasi atau unit kerja, maka akan membuat iklim kerja menjadi kondusif, dan pada akhirnya akan memberi motivasi yang tinggi bagi karyawan untuk memberikan yang terbaik dalam mencapai target kerja.
Pengaruh Budaya Organisasi terhadap Motivasi Kerja
Budaya organisasi merupakan falsafah, ideologi, nilai-nilai, anggapan, keyakinan, harapan, sikap dan norma-norma yang dimiliki secara bersama serta mengikat dalam suatu komunitas tertentu. Secara spesifik budaya dalam organisasi akan ditentukan oleh kondisi team work, leaders (kepemimpinan) dan characteristic of organization (karakteristik organisasi) serta administration process (proses administrasi) yang berlaku. Penelitian ini membuktikan bahwa budaya organisasi berpengaruh positif dan signifikan terhadap motivasi kerja pegawai di Sekretariat DPRD Provinsi Jawa Tengah.
Pengaruh Kepemimpinan terhadap Kinerja SDM
Hasil penelitian ini membuktikan bahwa kepemimpinan berpengaruh positif dan signifikan terhadap kinerja SDM di Sekretariat DPRD Jawa Tengah artinya kepemimpinan merupakan suatu upaya untuk memengaruhi banyak orang melalui proses komunikasi untuk mencapai tujuan organisasi diharapkan dapat menimbulkan perubahan positif berupa kekuatan dinamis yang dapat mengkoordinasikan organisasi dalam rangka mencapai tujuan jika diterapkan sesuai dengan koridor yang telah ditetapkan kedua belah pihak sesuai dengan jabatan yang dimiliki..
Pengaruh Budaya Organisasi terhadap Kinerja SDM
Setiap manusia mempunyai potensi untuk bertindak dalam berbagai bentuk aktivitas. Kemampuan bertindak itu dapat diperoleh manusia baik secara alami (ada sejak lahir) atau dipelajari. Walaupun manusia mempunyai potensi untuk berperilaku tertentu tetapi perilaku itu hanya diaktualisasi pada saat-saat tertentu saja. Potensi untuk berperilaku tertentu itu disebut ability (kemampuan), sedangkan ekspresi dari potensi ini dikenal sebagai performance (kinerja).
Penelitian ini membutktikan hipotesis bahwa budaya organisasi berpengaruh secara signfikan dan positif terhadap kinerja SDM di Sekretariat Provinsi Jawa Tengah.
Kinerja adalah pencapaian atas tujuan organisasi yang dapat berbentuk output kuantitatif maupun kualitatif, kreatifitas, fleksibilitas, dapat diandalkan, atau hal-hal lain yang diinginkan oleh organisasi. Penekanan kinerja dapat bersifat jangka pendek maupun jangka panjang, juga dapat pada tingkatan individu, kelompok ataupun organisasi. Manajemen kinerja merupakan suatu proses yang dirancang untuk menghubungkan tujuan organisasi dengan tujuan individu, sehingga kedua tujuan tersebut bertemu. Kinerja juga dapat merupakan tindakan atau pelaksanaan tugas yang telah diselesaikan oleh seseorang dalam kurun waktu tertentu dan dapat diukur.
Pencapaian kinerja secara efektif dan efesien diperlukan sebuah metoed atau cara, strategi dan budaya kerja tepat dalam sebuah organisasi. Marcoulides dalam Brahmasari (2004:16) mengemukakan bahwa budaya organisasi sebagai suatu konsep dapat menjadi suatu sarana untuk mengukur kesesuaian dari tujuan organisasi, strategi dan organisasi tugas, serta dampak yang dihasilkan. Tanpa ukuran yang valid dan reliabel dari aspek kritis budaya organisasi, maka pernyataan tentang dampak budaya pada kinerja akan terus berdasarkan pada spekulasi, observasi personal dan studi kasus.
Pengaruh Motivasi Kerja terhadap Kinerja SDM
Penelitian ini membuktikan bahwa motivasi berpengaruh positif dan signifikan terhadpa kinerja SDM di Sekretariat DPRD Provinsi Jawa Tengah. Motivasi tersebut yang mendorong seseorang atau karyawan untuk melaksanakan perilaku tertentu yang pada gilirannya akan menyumbangkan kinerja karyawan yang tinggi. Perilaku karyawan adalah apa yang dikerjakan oleh seorang karyawan sedangkan kinerja adalah apa yang dihasilkan oleh seorang karyawan sesuai dengan fungsi, tugas dan tanggungjawabnya di perusahaan. Oleh sebab itu pimpinan perusahaan didalam upaya merumuskan kebijaksanaan strategi motivasi untuk meningkatkan kinerja karyawan, kedua unsur motivasi tersebut menjadi bahan pertimbangan utama.
Implikasi Manajerial
Dalam sebuah organisasi manajemen sumber daya manusia berkedudukan sebagai staf yang membantu manajer dalam mencapai tujuan perusahaan. Manajer personalia mempunyai peranan penting karena untuk mengelola bidang ini secara baik
diperlukan pimpinan yang cakap, sehingga dapat dibentuk personel yang qualified dalam tiap-tiap bidang atau departemen. Dilain pihak tenaga kerja dalam perusahaan ini memerlukan pengaturan dan atau pengorganisasian untuk dapat digunakan secara efektif dan efisien.
Era reformasi dan dampak persaingan globalisasi mendorong percepatan perubahan perbaikan kinerja aparatur pemerintah. Aparatur pemerintah dituntut bekerja lebih professional, bermoral, bersih dan beretika dalam mendukung reformasi birokrasi dan menunjang kelancaran tugas pemerintahan dan pembangunan.
Pemberian kewenangan pemerintahan yang luas kepada daerah membawa konsekuensi langsung berkurangnya kewenangan Pemerintah Pusat terhadap daerah dan penambahan tanggung jawab kepada daerah. Terjadinya penambahan wewenang membawa konsekuensi penambahan tugas kepada daerah.
Untuk melaksanakan semua tugas itu kemudian dilakukan restrukturisasi kelembagaan.
Sejalan dengan restrukturisasi yang dilakukan, dibutuhkan peningkatan kinerja Pegawai agar dapat melaksanakan tugas yang ada sebaik mungkin. Untuk itu perlu diperhatikan sikap dasar pegawai terhadap diri-sendiri, kompetensi, pekerjaan saat ini serta gambaran mereka mengenai peluang yang bisa diraih dalam struktur organisasi yang baru. Namun tidak dapat dipungkiri juga bahwa perubahan struktur organisasi yang baru dapat mengakibatkan stress dan kecemasan karena menghadapi sesuatu yang berbeda dari sebelumnya. Pada saat inilah faktor motivasi kerja yang tinggi sangat berperan.
Motivasi menjadi pendorong seseorang melaksanakan suatu kegiatan guna mendapatkan hasil yang terbaik. Oleh karena itulah tidak heran jika pegawai yang mempunyai motivasi kerja yang tinggi biasanya mempunyai kinerja yang tinggi pula.
Untuk itu motivasi kerja pegawai perlu dibangkitkan agar pegawai dapat menghasilkan kinerja yang terbaik.
Selain itu cara yang dapat dilakukan untuk meningkatkan kinerja pegawai adalah menanamkan keyakinannya pada institusi. Disini peran pimpinan sangat dibutuhkan kemampuannya untuk terlibat langsung dengan bawahannya, artinya dalam rangka mencapai tujuan organisasi. Kepemimpinan adalah suatu proses mempengaruhi orang lain (bawahan) untuk melakukan aktivitas tertentu demi tercapainya satu atau beberapa tujuan yang telah ditetapkan organisasi dan konsisten dengan tujuan para bawahan.
Beranjak dari pengertian kepemimpinan maka akan didapatkan adanya hubungan/komunikasi interpersonal, kekuasaan yang tidak berimbang dan unsur-unsur yang mempengaruhi. Melalui tiga hal atau unsur diatas maka dapat diketahui apakah kepemimpinan yang dilakukan oleh si pemimpin akan efektif atau tidak efektif, sehingga peran pimpinan sangat penting dan dibutuhkan secara terus-menerus untuk mendorong meningkatkan semangat dan kegairahan kerja para karyawan yang diharapkan mampu berprestasi lebih baik, di samping dapat mengandalkan faktor keahliannya yang diyakini sebagai sesuatu yang cukup penting dalam memberikan partisipasi.
Daftara Pustaka
Augusty Fredinand. 2002. Structural Equation Modeling Dalam Penelitian Manajemen. Semarang : FE Undip
Bass, Benard M. 1990, Stogdill Handbook of Leadership, New York : Fee Press, Bernadin, John H and Russell, Joyce E. A. 1993. Human Resource Management : An
Experiential Approach, New York : McGraw-Hill Book Company, Inc
Donnelly, Gibson and Invancevich. 1994. Organisasi Perilaku, Struktur, Proses, edisi kelima, Jilid 1, cetakan kedelapan Erlangga, Jakarta.
Dessler. 1992. Manajemen Personalia, edisi 3 (terjemahan Agus Dharma), Erlangga Jakarta, Jakarta
Eugene Mc Kenna and Nic Beech. 2002. Manajemen Sumber Daya Manusia,Terj.
Toto Budi Santoso, Yogjakarta : Penerbit Andi
Fiedler, Fred, Martin Chermers and Linda Maher, 1977, Improving Leadership Effectiveness : The Leader Match Concept, New York. : John Wiley & Son, Inc Gibson, James L, 1997, Organisasi : Perilaku, Struktur, Proses, Terjemahan, Jakarta :
Erlangga
Handoko, T.Hani, 1995. Manajemen Sumber Daya Manusia. Cetakan Ketujuh.
Yogyakarta.BPFE
Hofstede, G. 1980, Motivation, leadership, and organization : do American theories apply abroad ? Organizational Dynamics Summer.
Kreitner, Robert and Kinicki, Angelo, 1992, Organizational Behavior, Second Edition, Boston : Richard D. Irwinm Inc
Luthans, Fred, 1995, Organizational Behavior, Second Edition, New York : McGraw- Hill
Miftah Toha, 2003. Kepemimpinan dalam Manajemen, Jakarta: PT Raja Grafindo.
Mangkunegara. 2000. Manajemen Sumber Daya Manusia. Bandung : Remaja Rosdakarya
Nawawi Hadari, 2001, Manajemen Sumber Daya Manusia untuk Bisnis Yang Kompetitif, Yogyakarta : Penerbit Gadjah Mada University Press.
Schermerhorn, John R., Hunt, James G., & Osborn, Richard N., 1994, Managing Organizational Behavior. Fifth Edition. John Wiley & Sons, Inc
Stephen P. Robbins. 2003. Perilaku Organisasi. PT. Macanan Jaya Cemerlang.
Jakarta
Singarimbun. 1995. Metode Penelitian Survey, Jakarta : LP3ES
Stonner, James, A. F., Freeman, R. Edward, Gilbert, Danield R, Jr, 1995, Management, Sixth Edition, New Jersey : Prentice Hall, Inc
Umar, Husain, 2001, Riset Sumber Daya Manusia Dalam Organisasi, Jakarta : Gramedia Pustaka Utama