RESIKO PERDARAHAN PADA PENCABUTAN
drg. Ni Kadek Eka Widiadnyani,SpKG NIP : 17509012005012011
PROGRAM STUDI SARJANA KEDOKTERAN GIGI DAN PROFESI DOKTER GIGI
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS UDAYANA
2018
i
KATA PENGANTAR
Segala puja syukur kami panjatkan kepada Tuhan yang Maha Esa, atas segala rahmat dan karuniaNya sehingga penulis dapat menyelesaikan karya tulis ilmiah ini yang berjudul Resiko Perdarahan pada Pencabutan. Penulisan ini bertujuan utuk memenuhi persyaratan menjadi dosen pendidik klinis di Program Studi Sarjana Kedokteran Gigi dan Profesi Dokter Gigi Fakultas Kedokteran Universitas Udayana Denpasar Bali.
Penulis mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah ikut membantu dalam membimbing dan memberikan arahan, sehingga karya tulis ini dapat terselesaikan dengan tepat waktu. Dengan segala kerendahan hati penulis mempersembahkan karya tulis ini dengan harapan dapat memberikan manfaat bagi mahasiswa, teman sejawat dan semua pihak yang terkait yang ingin mengetahui kemajuan dalam perkembangan ilmu di bidang konservasi gigi pada khususnya dan kedokteran gigi umumnya.
Denpasar, 5 Januari 2019
Penulis
ii DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR... i
DAFTAR ISI... ii
BAB 1: PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang... 1
1.2 Tujuan Penulisan... 3
1.3 Manfaat Penulisan... 3
BAB 2: TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Definisi... 4
2.1.1 Definisi Perdarahan………. 4
2.1.1.1 Klasifikasi Perdarahan... 5
2.1.2 Definisi Pencabutan Gigi... 7
2.2 Etiologi Perdarahan... 8
2.3 Patofisiologi Perdarahan... 9
2.4 Komplikasi Penyakit Lain yang Menimbulkan Perdarahan Berat... 13
2.5 Penanganan Perdarahan Setelah Pencabutan………... 15
2.6 Pencegahan Perdarahan………... 16
2.7 Rasa sakit pasca pencabutan... 19
2.8 Pembengkakan pasca pencabutan... 21
3.1 Kesimpulan... 24
3.2 Saran... 25 DAFTAR PUSTAKA
1 BAB 1 PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Masyarakat umum masih menganggap prosedur atau tindakan dalam bidang kedokteran gigi adalah hal yang menakutkan. Selain itu juga mereka juga masih kurang memperhatikan kesehatan gigi dan mulut. Akibatnya, mereka baru datang ke dokter gigi jika keluhan yang mereka alami sudah berada pada tingkat lanjut. Salah satu yang paling dikenal masyarakat adalah pencabutan gigi.
Pencabutan gigi merupakan tindakan mengeluarkan gigi dari soket tulang alveolar.
Tindakan pencabutan yang menimbulkan perlukaan, maka dapat timbul efek seperti perdarahan. Faktor resiko yang sering kali menjadi komplikasi terjadinya perdarahan adalah tingginya tekanan darah pada pasien yang dilakukan pencabutan gigi. Pencabutan gigi adalah pengeluaran suatu gigi yang utuh atau sisa akar tanpa menyebabkan rasa sakit dan trauma. Pada tindakan pencabutan gigi harus memperhatikan keadaan lokal maupun keadaan umum penderita dan memastikan penderita dalam keadaan sehat. ( Gordon PW, 2013 ).
Pencabutan gigi juga merupakan tindakan bedah minor pada bidang kedokteran gigi yang melibatkan jaringan keras atau tulang alveolus dan jaringan lunak pada rongga mulut. Proses pengeluaran gigi dari jaringan keras, dimana pada gigi tersebut sudah tidak dapat dilakukan perawatan lagi. ( Chandra HM, 2014 ). Pencabutan gigi atau yang dalam istilah kedokteran gigi dikenal sebagai ekstraksi gigi merupakan tindakan yang paling sering dilakukan oleh dokter gigi di klinik. Walaupun demikian, tidak jarang kita temukan kesulitan dan kegagalan dari tindakan pencabutan gigi ini.
2
Tindakan pencabutan gigi merupakan suatu tindakan yang sehari-hari dilakukan oleh dokter gigi yang tidak jarang ditemukan komplikasi dari tindakan pencabutan gigi. Oleh karena itu perlu waspada dan mampu mengatasi kemungkinan komplikasi yang dapat terjadi. Tidak semua pasien yang dilakukan pencabutan gigi datang dalam keadaan sehat dan memiliki tekanan darah yang normal. Ada yang datang dalam keadaan tekanan darah normal dan ada juga yang datang dalam keadaan hipertensi. Kondisi tekanan darah pasien yang berbeda memerlukan pengelolaan yang tidak sama, sehingga pencabutan gigi hanya dapat dilakukan jika keadaan lokal maupun keadaan umum penderita yaitu status fisik dalam keadaan yang sehat. ( Gunawan L, 2001 )
Pengetahuan yang mendalam tentang teknik-teknik pencabutan gigi mutlak diketahui dalam melakukan tindakan pencabutan khususnya dengan jalan pembedahan, agar dapat mencegah atau mengurangi terjadinya efek samping/ komplikasi yang tidak diinginkan.
Selain itu, perawatan pasca pembedahan juga merupakan suatu hal yang penting agar prosedur pencabutan gigi yang dilakukan berhasil dengan baik dan sempurna. (Lande dkk, 2015). Respon tekanan darah selama perawatan gigi dipengaruhi oleh berbagai faktor. Ketika pasien dalam kondisi sadar selama perawatan gigi, terdapat peningkatan tekanan darah yang dikaitkan dengan rasa cemas atau stres fisiologis, termasuk stimulus rasa nyeri.(Rahman dkk, 2017)
Seluruh rencana perawatan pada tindakan pencabutan gigi harus didasari dengan ketelitian dalam memeriksa keadaan umum pasien sebelum melakukan tahap perawatan.
Dalam melakukan tindakan pencabutan gigi akan dijumpai beberapa masalah kesehatan yang sama dan terdapat pada masing - masing pasien pencabutan gigi. Hal demikian yang akan menjadi faktor resiko terjadinya komplikasi pencabutan gigi.
Pencabutan gigi dapat dilakukan dalam keadaan lokal maupun keadaan umum pasien dalam keadaan yang sehat. Jika keadaan umum pasien kurang baik, kemungkinan dapat
3
terjadi suatu komplikasi yang serius setelah pencabutan. Pencabutan gigi hanya dilakukan jika segala alternatif perawatan tidak memungkinkan untuk dilakukan. Hal ini disebabkan karena pencabutan gigi bersifat irreversible dan terkadang menimbulkan komplikasi. Walaupun gigi telah memenuhi persyaratan untuk dilakukan pencabutan, namun ada beberapa keadaan yang tidak boleh dilakukan pencabutan gigi. Pencabutan gigi dikatakan ideal jika tidak menimbulkan rasa sakit, dengan trauma minimal pada jaringan sekitar, sehingga luka bekas pencabutan akan sembuh secara normal dan tidak menimbulkan permasalahan pasca pencabutan. (Rasdianti, 2013).
1.2 Tujuan Penulisan
1. Memahami definisi sekaligus klasifikasi pendarahan dan pencabutan.
2. Mengetahui etiologi , patofisiologi, dan koalugasi pendarahan.
3. Mengetahu komplikasi penyakit lain yang menimbulkan pendarahan berat.
4. mengetahui penanganan sekaligus obat yang dapat mengatasi pendarahan.
5. mengetahui cara pencegahannya 1.3 Manfaat Penulisan
1. Menambah wawasan mengenai resiko pendarahan pada pencabutan gigi
2. Memahami lebih dalam mengenai pendarahan dan melakukan pencegahan sedini mungkin
4 BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Definisi
2.1.1 Definisi Perdarahan
Keparahan perdarahan seringkali muncul dengan sendirinya.
Setelah gigi dicabut luka yang ada harus dibersihkan dengan baik. Pada luka sebaiknya dilakukan pemeriksaan terhadap setiap kemungkinan adanya perdarahan spesifik dari arteri atau kemungkinan anomali lainnya. Perdarahan bisa di definisikan sebagai keluarnya darah dari pembuluh darah yang jumlahnya bermacam macam dari mulai sedikit sampai menyebabkan kematian. (Setiadinata, 2009).
Perdarahan pasca operasi adalah hal yang biasa terjadi namun bisa menjadi parah jika ada faktor-faktor penyakit sistemik yang disertai.
Perdarahan pasca pencabutan pun bisa disebabkan oleh faktor lokal seperti halnya trauma berlebihan, infeksi dan lesi vaskular, sehingga riwayat kesehatan medis sangat penting bagi semua pasien ekstraksi.
Perdarahan dapat terjadi secara normal dan abnormal. Perdarahan merupakan masalah yang memerlukan penanganan khusus karena perdarahan dapat berlangsung lama dan jika tidak segera ditangani maka akan menyebabkan syok, sinkop, dan jika berlanjut maka dapat menyebabkan kematian. Luka robekan pada pembuluh darah yang besar di leher, tangan, dan paha dapat menyebabkan kematian dalam satu sampai tiga menit, sedangkan perdarahan di aorta dan vena cava dapat
5 menyebabkan kematian dalam tiga puluh detik. Oleh karena itu perdarahan memerlukan penanganan khusus sehingga tidak menyebabkan hal yang fatal (Setiadinata, 2009)
2.1.1.1 Klasifikasi perdarahan
1. Berdasarkan tipe perdarahannya (Ganesha, 2016):
a. Perdarahan arterial
Perdarahan pada arteri adalah perdarahan dimana darah tampak keluar menyemprot dan biasanya darah yang keluar berwarna merah segar
b. Perdarahan venous (pembuluh arah balik)
Perdarahan veous adalah perdarahan dimana darah keluar mengalir keluar dan biasanya darah yang keluar berwarna hitam
c. Perdarahan kapiler
Perdarahan kapiler adalah perdarahan dimana darah keluar dengan cara merembas dan biasanya darah yang keluar berwarna merah segar
2. Klasifikasi perdarahan berdasarkan lokasinya
- Perdarahan eksternal : Perdarahan yang keluar dari kulit atau jaringan lunak yang berada di bawahnya
- Perdarahan internal : Perdarahan di mana darah masuk ke dalam rongga tubuh atau jaringan
3. Klasifikasi perdarahan berdasarkan persentase volume darah yang hilang
6 a. Perdarahan derajat I (kehilangan darah 0-15%)
- Tidak terjadi komplikasi, hanya terjadi takikardi minimal.
- Biasanya tidak ada perubahan tekanan darah, tekanan nadi, dan frekuensi pernapasan.
- Terjadinya erlambatan pengisian kapiler lebih dari 3 detik yang mana dapat menyebabkan kehilangan darah sekitar 10%
b. Perdarahan derajat II (kehilangan darah 15-30%).
- Gejala berupa takikardi (frekuensi nadi>100 kali permenit), takipnea, terdapat penurunan tekanan nadi, kulit teraba dingin, terjadi perlambatan pengisian kapiler, dan anxietas ringan .
- Penurunan tekanan nadi yang terjadi akibat peningkatan kadar katekolamin, yang menyebabkan peningkatan resistensi pembuluh darah perifer dan selanjutnya meningkatkan tekanan darah diastolik.
c. Perdarahan derajat III (kehilangan darah 30-40%)
- Biasanya pasien mengalami takipnea dan takikardi, terjadi penurunan tekanan darah sistolik, oligouria, dan perubahan status mental yang signifikan, seperti kebingungan atau agitasi.
- Pada pasien tanpa cedera yang lain atau kehilangan cairan, 30-40% merupakan jumlah kehilangan darah
7 minimal yang dapat menyebabkan penurunan tekanan darah sistolik.
- Sebagian besar pasien yang mengalami ini membutuhkan transfusi darah, tetapi keputusan untuk pemberian darah seharusnya berdasarkan pada respon awal terhadap cairan.
d. Perdarahan derajat IV (kehilangan darah >40%)
- Gejala-gejalanya yang terjadi berupa takikardi, terjadi penurunan tekanan darah sistolik, tekanan nadi menyempit (atau tekanan diastolik tidak terukur), berkurangnya (tidak ada) urine yang keluar, penurunan status mental (kehilangan kesadaran), dan kulit dingin dan pucat.
- Jumlah perdarahan ini dapat mengancam kehidupan penderita
2.1.2 Definisi Pencabutan Gigi
Pencabutan gigi adalah proses pengangkatan gigi baik yang masih utuh maupun sisa akar dari soketnya pada tulang alveolar yang dapat menimbulkan rasa sakit dan perdarahan. Pencabutan gigi bersifat tidak dapat dikembalikan atau irreversible dan dapat mengakibatkan komplikasi (Lande et al, 2015; Turang et al, 2018). Pencabutan gigi yang ideal yaitu pencabutan gigi yang menimbulkan rasa sakit atau nyeri dan trauma seminimal mungkin, sehingga proses penyembuhan bekas
8 pencabutan dapat sembuh secara sempurna dan tidak menimbulkan masalah prostetik pasca penyembuhan (Effendy et al, 2014).
Ekstraksi gigi adalah operasi bedah yang terutama didasarkan pada apresiasi anatomis dari perekatan gigi pada rahang. Pencabutan gigi dianggap sebagai prosedur yang mudah dan dalam sebagian besar kasus ini benar. Namun, masalah dapat dijumpai yang menuntut tingkat keterampilan yang tinggi agar ekstraksi dapat dilakukan dengan berhasil dan untuk penyembuhan agar berjalan lancar. Banyak dari masalah potensial ini dapat diantisipasi melalui penilaian yang cermat (Moore, 2011).
2.2 Etiologi Perdarahan
Seluruh rencana perawatan pada tindakan pencabutan gigi harus didasari dengan ketelitian dalam memeriksa keadaan umum pasien sebelum melakukan tahap perawatan. Dalam melakukan tindakan pencabutan gigi akan dijumpai beberapa masalah kesehatan yang sama dan terdapat pada masing-masing pasien pencabutan gigi. Hal demikian yang akan menjadi faktor resiko terjadinya komplikasi pencabutan gigi. Pengetahuan yang mendalam tentang teknik-teknik pencabutan gigi mutlak diketahui dalam melakukan tindakan pencabutan khususnya dengan jalan pembedahan, agar dapat mencegah atau mengurangi terjadinya efek samping / komplikasi yang tidak diinginkan. Selain itu, perawatan pasca pembedahan juga merupakan suatu hal yang penting agar prosedur pencabutan gigi yang dilakukan berhasil dengan baik dan sempurna. (Chandra HM, 2014).
9 Perdarahan pasca operasi adalah hal yang biasa terjadi namun bisa menjadi parah jika ada faktor-faktor penyakit sistemik yang disertai.
Keparahan perdarahan seringkali muncul dengan sendirinya. Perdarahan setelah pencabutan gigi dapat terjadi karena berbagai faktor, diantaranya faktor lokal dan faktor sistemik, sehingga riwayat kesehatan medis sangat penting bagi semua pasien ekstraksi. Akan tetapi, lebih banyak yang mengalami perdarahan karena faktor lokal.Sebagian besar, setiap perdarahan dapat dikontrol dari pasien dengan menggunakan tampon selama 20 menit.
Berikut merupakan gambaran secara umum mengenai perdarahan setelah pencabutan gigi, diantaranya (Rahmi, 2015)
1. Faktor Lokal
Faktor lokal dapat terjadi karena kesalahan dari petugas terkait maupun kesalahan dari pasien itu sendiri. Perdarahan yang diakibatkan oleh kesalahan dari petugas terkait dapat berupa tindakan pencabutan gigi yang kurang hati-hati sehingga menimbulkan adanya trauma pada pembuluh darah. Sedangkan, perdarahan yang diakibatkan oleh kesalahan pasien adalah pasien tidak mengikuti instruksi dari petugas terkait dengan baik dan benar.
2. Faktor Sistemik
Faktor sistemik merupakan suatu faktor perdarahan karena pada diri pasien tersebut memang terdapat kelainan sistemik tertentu yang dapat meningkatkan resiko terjadinya perdarahan setelah pencabutan gigi. Kelainan-kelainan sistemik tersebut seperti diabetes mellitus,
10 hipertensi, sirosis hati, hemofili, pemakaian obat antikoagulan, serta masih banyak yang lainnya.
2.3 Patofisiologi Perdarahan
Perdarahan pasca ekstraksi merupakan hal yang normal tetapi akan menjadi parah jika terdapat faktor-faktor penyakit sistemik ataupun faktor lokal seperti trauma berlebihan, infeksi, dan lesi vascular. Dalam beberapa ekstraksi gigi, perdarahan juga dapat terjadi dari pembuluh-pembuluh darah yang ada dalam tulang. Proses perdarahan terjadi melalui tiga fase yaitu vaskuler, platelet, dan koagulasi. Vaskuler dan platelet merupakan fase homeostasis primer sedangkan koagulasi merupakan fase homeostasis sekunder (Motamedi, 2012).
Terjadinya luka menyebabkan jaringan endotel menjadi terbuka, sehingga fase vaskuler terjadi untuk membatasi kehilangan darah. Fase ini menyebabkan kontraksi otot secara tiba-tiba hingga terjadi retraksi arteri dan vasokontruksi arteri, sehingga vena mampu memperlambat laju peredaran darah. Kemudian fase platelet yaitu untuk membentuk platelet plug pada jaringan yang terluka. Pertama terjadi adhesi platelet, yaitu platelet kontak dengan permukaan ekstraseluler dan melepaskan granula-granula. Kemudian agregasi platelet yaitu kontak antar platelet yang menghasilkan interaksi sel endotel dengan trombosit. Fase platelet akan menyumbat pembuluh darah sehingga tidak terjadi perdarahan. Kemudian dilanjutkan dengan hemostatis sekunder, fase ini mengaktivasi proses pembekuan darah pada plasma, yang hasil akhirnya pembentukan fibrin untuk menguatkan primary hemostatic plug (Neal, 2014).
11 Kemudian dilanjutkan dengan fase koagulasi, yaitu keluarnya darah ke daerah sekitar dan akan membatasi daerah yang terjadi perdarahan dengan adanya bantuan faktor ekstrinsik dan intrinsik. Waktu yang dibutuhkan pada fase ini lebih lambat dibandingkan fase sebelumnya. Terjadinya koagulasi didukung oleh prokoagulan dan antikoagulan. Bilamana ada trauma pada pembuluh darah maka akan terjadi aktivasi faktor pro-koagulan dan pembentukan bekuan (clot). Untuk memahami mekanisme koagulasi dapat dibagi menjadi 4 reaksi (Nababan, 2017).
a. Reaksi pertama merupakan fase intrinsik atau fase yang kontak dengan koagulasi. Disebut fase intrinsik karena semua komponennya ada dalam darah. Fase ini terdiri faktor VII,IX,XI,XII dengan kalsium dan protein plasma. Partial thromboplastin time (PTT) menilai cukupnya faktor diatas pada sistem intrinsik koagulasi.
b. Reaksi kedua merupakan mekanisme ekstrinsik untuk inisiasi koagulan. Pada fase ini akan lepas tromboplastin dari jaringan trauma.
Protease (proteinase) terbentuk antara faktor VII, kalsium dan jaringan tromboplastin, yang mana aktivitas faktor X dan mengambil bagian dalam reaksi ketiga. Prombthombin time (PT) menilai mekanisme ekstrinsik koagulasi.
c. Reaksi ketiga, pada fase ini faktor X diaktivasi oleh protease yang dihasilkan pada reaksi kedua sebelumnya. Reaksi keempat, protrombin diubah menjadi trombin pada hadirnya faktor V, kalsium, pospolipid.
Trombin memiliki fungsi yang beragam dalam hemostatis. Ia berperan dalam mengubah fibrinogen menjadi fibrin, tapi juga mengaktivasi
12 faktor V,VIII dan XIII dan membantu dalam agregasi platelet dan sekresi.
d. Fase akhir koagulasi, darah yang hilang mengalir sampai ekstravaskular akan terkoagulasi melalui fase ekstrinsik dan common pathway hingga pembuluh darah yang terluka tertutup. Pada pembuluh darah pada bagian yang luka akan terkoagulasi melalui fase intrinsik dan common pathway. Proses cloting time akan sepenuhnya selesai 3-6 menit.
Ketika penyembuhan luka telah selesai, akan terjadi fase lanjutan yaitu fase fibrinolisis untuk menghancurkan clot yang telah terbentuk. Fibrinolisis diaktifkan oleh activator endogen (Tissue Plasminogen Activator dan urokinase) dan activator eksogen (streptokinase). Adanya activator akan mengaktifkan hidrolisis dan mengubah plasminogen menjadi plasmid.
Plasmid akan memecah fibrin menjadi produk degradasinya. Sehingga clot yang terdapat dalam pembuluh darah akan dihancurkan oleh adanya aktivitas fibrinolisis. Selain bertujuan untuk hemostasis, fibrinolisis bertujuan untuk
mencegah pembekuan intravascular pada bagian yang jauh dari sisi trauma atau luka akibat penyubatan pembuluh darah karena adanya clot (Larjava, 2012).
Gambar: Waktu pembentukan clot (Neal, 2014)
13 Perdarahan pasca pencabutan gigi dapat diklasifkasikan berdasarkan waktu perdarahan pasca pencabutan gigi. Diantaranya primary bleeding, reactionary bleeding, intermediate bleeding dan secondary haemorrhage.
Primary bleeding terjadi bersamaan dengan waktu ekstraksi. Mekanisme hemostatis pada tubuh akan menghentikan perdarahan dengan membentuk bekuan darah (clot). Reactionary hemorrage terjadi 2-3 jam setelah prosedur sebagai hasil penghentian vasokontriktor. Jika primary bleeding berhenti tetapi tetap terjadi perdarahan setelah 24 jam atau beberapa hari maka disebut secondary bleeding. Hal tersebut disebabkan oleh lepasnya bekuan darah atau, trauma pada luka pencabutan, serta infeksi yang menyebabkan erosinya dinding pembuluh darah. Perdarahan yang terjadi dalam 8 jam setelah berhentinya primary bleeding disebut intermediate bleeding. Intermediate bleeding disebabkan oleh adanya benda asing masuk pada bekas luka seperti kalkulus, sisa tulang yang pecah dan mulai meluasnya jaringan granulasi pada soket pencabutan (Moore, 2011).
2.4 Komplikasi Penyakit Lain yang Menimbulkan Perdarahan Berat
Komplikasi akibat pencabutan gigi dapat terjadi oleh berbagai sebab dan bervariasi pula dalam akibat yang ditimbulkannya. Komplikasi tersebut kadang-kadang tidak dapat dihindarkan tanpa memandang operator, kesempurnaan persiapan dan keterampilan operator. Komplikasi penyakit lain pasca pencabutan yang menimbulkan perdarahan berat diantaranya adalah :
1. Arteriovenous malformations (AVMs) sangat jarang ditemukan.
Hanya 5% dari penyakit tersebut terdapat di daerah rahang tapi penyakit ini dapat berkembang menjadi dramatic bleeding dan
14 dapat mengancam nyawa. Kasus ini terjadi pada anak perempuan dengan usia 11 tahun tanpa riwayat penyakit. Pasien dibawa ke unit gawat darurat karena perdarahan oral yang tidak dapat dikontrol. Anamnesis pasiem menyatakan bahwa pasien mengalami perdarahan hebat 1 bulan yang lalu setelah dilakulan ekstraksi molar primer kanan pertama mandibular. Tidak ada riwayat hemofilia di keluarganya. Preoperative dental panoramic menunjukkan adanya beberapa lytic bone lesions. Diperkirakam terdapat perdarahan sebanyak 1 liter. Electrocoagulation dan transfusi darah dilakukan sebagai penanganan pertama sebelum dirujuk ke rumah sakit lain. Satu bulan setelah pasien mengalami perdarahan pasien dibawa ke rumah sakit. Parameter vital menunjukkan tekanan darah rendah (97/59 mmHg), tachycardia (121/min) dan tidak ada anomali frekuensi pernafasan (18/min).
Pengukuran kadar hemoglobin menunjukkan 7,6 g/dL dan diberikan transfusi darah (2 Units of RBC). Pemeriksaan fisik tidak menunjukkan gejala: tidak ada asimetri wajah, diskolorasi kulit atau node servikal. Pemeriksaan intra-oral menunjukkan adanya pulsatile blood flow yang berkaitan dengan ekstraksi gihi pada soket 84. Tekanan yang terus menerus serta antifibrinolytic agent sebagai tranexamic acid tidak dapat menghentikn perdarahan.
Hanya silicone compression tray yang dapat mengontrol perdarahan. Meski perdarahan oral dapat dikontrol, namun diperkirakan adanya malformasi mandibula. CT angiography
15 menunjukkan adanya AVM besar yang diberi asupan darah oleh karotid eksternal kanan (Hasnaoui dkk, 2017).
2. AVM adalah anomali yang jarang ditemukan, dapat berupa penyakit congenital atau acquired. Malformasi congenital, merupakan hasil dari kesalahan morfogenesis vaskular, result from errors in vascular morphogenesis. Meskipun 50% dari AVM terdapat di bagian kepala dan leher, hanya 5% yang terdapat di area rahang. AVM pada rahang cenderung lebih mempengaruhi mandibula dibandingkan maxilla. AVM congenital sudah terdapat sejak lahir namun biasanya tidak terlihat sebelum berumur sekitar 20 tahun. Review literatur menunjukan bahwa sebagian besar AVM yang terjadi di daerah rahang tidak diketahui sebelum dilakukan bedah mulut. Spesifitas rendah dari radiological signs pada panoramic radiography membuat diagnosis lebih sulit, sehingga diperlukan pemeriksaan terlebih dahulu oleh dokter gigi khususnya pada pasien dibawah 20 tahun (Hasnaoui dkk, 2017)
2.5 Penanganan Perdarahan Setelah Pencabutan
Perdarahan berlebihan mungkin merupakan komplikasi pencabutan gigi.
Biasanya, pendarahan setelah cabut gigi mulai terjadi dalam 3-20 menit setelah proses pencabutan. Oleh karena itu anamnesis harus dilakukan secara cermat untuk mengungkap adanya riwayat perdarahan sebelum melakukan pencabutan gigi.
16 Untuk mengontrol perdarahan, banyak metode lokal dan sistemik telah dipraktikkan, berdasarkan keahlian dokter. Tindakan-tindakan lokal sebaiknya diaplikasikan untuk menghentikan perdarahan, seperti penekanan oklusal menggunakan kasa yang merupakan satu tindakan untuk mengontrol perdarahan dan dapat merangsang pembentukan bekuan darah yang stabil.
Selain tindakan lokal, diperlukan juga tindakan secara sistemik. Salah satunya dengan pemberian sediaan hemostatik secara oral maupun injeksi. Sediaan hemostatik dapat membantu mempertahankan volume plasma dan memperbaiki tekanan darah. Khasiat hemostatik bukan hanya terdapat pada obat-obat sintetik, tetapi beberapa tumbuhan juga memiliki khasiat hemostatik. Di Indonesia terdapat beberapa tumbuhan yang merupakan tanaman obat yang memiliki khasiat hemostatik. Salah satu tanaman obat yang dikenal masyarakat khususnya suku Dayak Tunjung dapat menghentikan perdarahan yaitu pinang (Areca catechu L.). (Wuisan dkk, 2015)
2.6 Pencegahan Perdarahan
Bila pasien memiliki riwayat perdarahan pasca pencabutan maka sangat bijaksana jika membatasi jumlah gigi yang akan dicabut pada kunjungan pertama dan menjahit jaringan lunak serta memonitor penyembuhan pasca pencabutan gigi. Bila tidak terjadi komplikasi maka jumlah gigi yang akan dicabut pada kunjungan berikutnya dapat ditingkatkan secara perlahan-lahan.
Perembesan darah secara konstan selama pencabutan gigi dapat diatasi dengan aplikasi gulungan tampon atau dengan penggunaan suction.
Perdarahan yang lebih parah dapat diatasi dengan pemberian tampon yang
17 diberi larutan adrenalin : aqua bidest 1 : 1000 dan dibiarkan selama 2 menit dalam soket. Perdarahan yang disebabkan pembuluh darah besar jarang terjadi dan bila ini terjadi maka pembuluh darah tersebut harus ditarik dan dijepit dengan arteri klem kemudian dijahit/cauter. Perdarahan pasca operasi dapat terjadi karena pasien tidak mematuhi instruksi atau sebab lain yang harus segera ditemukan.
Cara penanggulangan komplikasi seperti pada kebanyakan kasus disarankan untuk melakukan penjahitan pada muko periosteal, jahitan horizontal terputus paling cocok dan untuk tujuan ini harus diletakkan pada soket sesegera mungkin. Tujuan dari penjahitan ini adalah bukan untuk menutup soket tetapi untuk mendekatkan jaringan lunak diatas soket untuk mengencangkan muko perioteal yang menutupi tulang sehingga menjadi iakemik. Karena pada kebanyakan kasus perdarahan tidak timbul dari soket tetapi berasal dari jaringan lunak yang berada disekitarnya, selanjutny pasien diinstruksikan untuk menggigit tampon selama 5 menit setelah penjahitan.
Bila perdarahan belum teratasi maka kedalam soket gigi dapat dimasukkan preparat foam gelatin atau fibrin (surgicel, kalsium alginat) setelah itu pasien disuruh menggigit tampon dan kemudian dievaluasi kembali dan bila tetap tidak dapat diatasi sebaiknya segera dirujuk ke Rumah sakit terdekat untuk memperoleh perawatan lebih intensif lagi.
Keparahan perdarahan sering muncul dengan sendirinya. Pencabutan gigi biasanya menyebabkan luka. Luka yang ada haruslah dibersihkan dengan baik dan sebaiknya dilakukan pemeriksaan terhadap kemungkinan adanya perdarahan spesifik dari arteria tau kemungkinan-kemungkinan lainnya. Bila
18 pasien mengatakan belum pernah mengalami perdarahan berlebihan maka harus dicari keterangan yang lebih terperinci mengenai riwayat tersebut.
Perhatikan secara khusus hubungan waktu antara perdarahan dengan lamanya pencabutan (trauma jaringan) dan banyaknya perdarahan dan pemeriksaan laboratorium harus dilakukan (diindikasikan). Riwayat keluarga pasien yang pernah mengalami perdarahan akibat suatu tindakan operasi juga amat penting.
Metode pemeriksaan yang sebaiknya dilakukan adalah dengan membuat riwayat penyakit secara lengkap, pemeriksaan fisik, skrining laboratoris, dan observasi terjadinya perdarahan yang luas. Pertanyaan-pertanyaan pada riwayat penyakit pasien disusun secara berurutan yaitu dimulai dari pengalaman-pengalaman terdahulu. Beberapa penyakit gangguan perdarahan dapat juga diturunkan, sehingga pertanyaan juga perlu diarahkan kepada anggota keluarga yang lain. Pengelompokan pertanyaan dapat dilakukan sesuai dengan jenis-jenis penyakit gangguan perdarahan yang mungkin dapat terjadi. Pertanyaan-pertanyaan tersebut dapat meliputi: adanya anggota keluarga yang mengalami gangguan perdarahan, pernahkah mengalami perdarahan dengan waktu yang cukup lama setelah dilakukan tindakan cabut gigi, pernahkah terjadi perdarahan dengan waktu yang cukup lama setelah mengalami trauma, apa sedang meminum obat-obatan untuk pencegahan gangguan koagulasi atau sakit kronis, riwayat penyakit terdahulu, dan yang terakhir pernahkah mengalami perdarahan spontan (Riyanti, 2010)
19 Deteksi Pasien
1. Riwayat Penyakit Lengkap
a. Riwayat keluarga yang memiliki gangguan perdarahan
b. Gangguan perdarahan setelah dilakukan tindakan operasi dan pencabutan gigi
c. Gangguan perdarahan setelah mengalami trauma
d. Konsumsi obat-obatan yang menimbulkan masalah perdarahan seperti aspirin, antikoagulan, pemakaian antibiotika jangka panjang, dan pemakaian obat-obatan herbal
e. Penyakit-penyakit yang berhubungan dengan gangguan perdarahan seperti penyakit leukemia, penyakit liver, hemofilia, penyakit jantung bawaan, penyakit ginjal
f. Perdarahan spontan yang berasal dari hidung, mulut, telinga, dan lain-lain
3. Tindakan pembedahan yang pernah dialami sehingga menimbulkan gangguan perdarahan
2.7 Rasa sakit pasca pencabutan
Rasa sakit pada jaringan keras. Rasa sakit dapat diakibatkan trauma jaringan keras karena terkena instrument atau bor yang terlalu panas selama pembuangan tulang. Dengan pencegahan secara teknis melalui irigasi dan menghaluskan tepi tulang tajam dengan bone file serta membersihkan soket tulang setelah pencabutan dapat menghilangkan kemungkinan penyebab rasa sakit pasca pencabutan gigi.
20 Kerusakan jaringan lunak. Kerusakan jaringan lunak dapat terjadi oleh beberapa sebab misalnya insisi yang kurang dalam sehingga bentuk flapnya compang camping yang membuat proses penyembuhan menjadi lambat. Flap yang terlalu kecil retraksi untuk membesarkan flap mungkin diperlukan, dan bila jaringan lunak tidak dilindungi seperlunya maka jaringan lunak bisa tersangkut bor.
Dry Socket. Keadaan klinis merupakan osteitis yang terlokalisir yang melibatkan semua atau sebagian tulang padat pembatas soket gigi atau lamina dura. Penyebabnya tidak jelas tetapi terdapat banyak faktor predisposisi seperti faktor infeksi sebelum, selama atau setelah pencabutan gigi merupakan faktor pemicu namun banyak 12 juga gigi dengan abses dan infeksi dicabut tanpa menyebabkan dry socket. Meskipun benar bahwa setelah penggunaan tekanan yang berlebihan selama pencabutan gigi dapat menimbulkan rasa sakit yang berlebihan tetapi ini tidak selalu terjadi, dan komplikasi ini dapat juga terjadi pada pencabutan gigi yang sangat mudah. Banyak ahli menduga bahwa pemakaian vaso konstriktor dalam larutan anastesi lokal dapat memicu terjadinya dry socket dengan mempengaruhi aliran darah dalam tulang, dan keadaan ini lebih sering terjadi pada pencabutan gigi dibawah anastesi lokal dibandingkan dengan anastesi umum. Komplikasi dry socket lebih sering terjadi pada pencabutan gigi bawah dari pada gigi atas. Cara penanggulangannya bila terjadi dry socket adalah ditujukan untuk menghilangkan sakit dan mempercepat penyembuhan. Soket harus diirigasi dengan larutan normal saline hangat dan semua bekuan darah degenerasi
21 dikuret. Tulang yang tajam dihaluskan dengan bone file/knabel tang kemudian diberi resep antibiotika dan analgetika yang adekuat.
2.8 Pembengkakan pasca pencabutan
1. Trismus.
Trismus dapat didefinisikan sebagai ketidak mampuan membuka mulut akibat spasme otot. Keadaan ini dapat disebabkan edema pasca operasi, pembentukan hematoma atau peradangan jaringan lunak. Pasien dengan arthritia traumatik sendi temporo mandibular joint juga dapat memiliki keterbatasan membuka mulut (gerakan mandibula). Terapi trismus bervariasi tergantung penyebabnya. Kompres panas/penyinaran dengan solux atau kumur-kumur dengan normal saline hangat dapat mengurangi rasa sakit pada kasus ringan, tapi pada kasus lain kadang-kadang diperlukan pemberian antibiotika, anti inflamasi atau analgetika yang mengandung muscle relaxan, neurotropik vitamin atau dirujuk kepada spesialis bedah mulut ahli temporo mandibular joint untuk mengurangi gejalanya.
2. Pembengkakan.
Pembengkakan pasca operasi selama pencabutan gigi dapat menimbulka edema traumatik sehingga menghambat penyembuhan luka. Hal ini biasanya disebabkan trauma instrumen tumpul, retraksi berlebihan dari flap yang tidak baik atau tersangkut putaran bor merupakan faktor predisposisi keadaan ini.
22 3. Edema.
Penjahitan yang terlalu kencang dapat menyebabkan pembengkakan pasca operatif akibat edema atau terbentuk hematoma dapat menyebabkan robeknya jaringan lunak serta putusnya ikatan jahitan. Penyebab yang sering terjadi pembengkakan pasca operasi adalah infeksi pada daerah bekas pencabutan karena masuknya mikroorganisme yang patogen. Bila terdapat pus dan fluktuasi 13 positif harus harus dilakukan insisi dan drainase serta pemberian antibiotika yang adekuat. Sedang jika infeksi cukup parah atau telah meluas ke submaxilla dan sublingual sebaiknya segera dirujuk ke Rumah Sakit yang mempunyai fasilitas Bedah Mulut.
4. Terjadinya fistula oro antral. Bila terjadi komplikasi tersebut maka harus segera dilakukan penutupan dengan flap muko periosteal (merujuk ke ahli bedah mulut/THT).
5. Sinkop (takut berlebihan/over ansieti).
Serangan sinkop ini mempunyai gejala-gejala pusing, lemah, mual diiringi kulit menjadi pucat, dingi dan berkeringat kemudian dilanjutkan dengan kehilangan kesadaran. Pertolongan pertama harus dilakukan dengan secepatnya dan sedetikpun pasien tidak boleh lepas dari pengawasan/kehilangan komunikasi verbal. Kepala pasien direndahkan dengan merubah posisi sandaran kursi. Pakaian pasien dilonggarkan, kepala dimiringkan perhatikan jalan nafas. Jika pasien sudah sadar baru diberikan cairan yang mengandung glukosa. Biasanya kesembuhan pasien spontan dan terkadang pencabutan gigi dapat dilanjutkan. Jika kesadaran tidak kembali maka pertolongan pertama harus segera diberikan karena
23 penyebab pingsan mungkin bukan berasal dari sinkop. Dan harus segera diberikan oksigen serta pertolongan medis lain harus segera dipanggil.
Bila pernafasan terhenti dengan tanda-tanda otot skelet menjadi lemah dan pupil dilatasi (melebar) maka pasien harus segera dibaringkan dilantai dan jalan nafas harus dilapangkan dengan mengeluarkan semua peralatan atau benda asing dan kemudian dilakukan resusitasi.
BAB 3
KESIMPULAN DAN SARAN
3.1 Kesimpulan
Dari data diatas dapat disimpulkan bahwa :
1. Pencabutan gigi adalah proses pengangkatan gigi baik yang masih utuh maupun sisa akar dari soketnya pada tulang alveolar yang dapat menimbulkan rasa sakit dan perdarahan. Perdarahan setelah pencabutan gigi dapat terjadi karena berbagai faktor, diantaranya faktor lokal dan faktor sistemik. Akan tetapi, lebih banyak yang mengalami perdarahan karena faktor lokal. Proses perdarahan terjadi melalui tiga fase yaitu vaskuler, platelet, dan koagulasi. Vaskuler dan platelet merupakan fase homeostasis primer sedangkan koagulasi merupakan fase homeostasis sekunder.
2. Berbagai komplikasi akibat pencabutan banyak jumlahnya dan bervariasi.
Adalah tugas dokter gigi untuk melakukan setiap tindakan secara tepat, benar, teliti dan berhati-hati dengan memperhatikan prosedur standart dalam melakukan tindakan tindakan pencabutan gigi. Sehingga dengan demikian dapat menghindari timbulnya komplikasi serta mencegah keadaan darurat medik. Meskipun tidak mungkin mencegah segalanya secara sempurna tetapi insiden dan efeknya dapat dikurangi semaksimal mungkin. Persiapan praoperatif yang baik harus direncanakan sejak dimulai dari anamnesa yang cermat, diagnosis yang tepat, benar dengan mengacu kepada prinsip-prinsip pembedahan. Disamping itu sebagai alat
(sarana penunjang standart medis) untuk tindakan operasi harus dipersiapkan sebelum tindakan operasi akan mencegah kemungkinan timbulnya kesulitan selama tindakan sekaligus mendukung keberhasilan operasi.
3. Komplikasi pasca pencabutan hanya dapat didiagnosis segera setelah tindakan dan harus dapat diatasi secepatnya secara efektif setelah penyebabnya diketahui pasti. Oleh karena itulah maka seorang dokter gigi harus memiliki kemampuan yang terlatih dalam mengatasi timbulnya komplikasi pasca operasi. Serta mampu melakukan tindakan yang efektif, tepat, dan cepat guna mengantisipasi timbulnya keadaan yang mengarah kepada keadaan gawat darurat medis.
3.2 Saran
Saran dalam penulisan ini adalah dalam menangani pasien diharapkan untuk berhati – hati agar tidak terjadinya trauma pada pembuluh darah. Bisa juga dilakukan dengan Metode pemeriksaan. Metode pemeriksaan sebaiknya dilakukan dengan membuat riwayat penyakit secara lengkap, pemeriksaan fisik, skrining laboratoris, dan observasi terjadinya perdarahan yang luas.
DAFTAR PUSTAKA
Chandra HM. Buku Petunjuk Praktis Pencabutan Gigi (1st ed). Makassar: Sagung Seto, 2014.
Effendy Angganisa Harismanda, Hanum Farichah. 2014. Perbedaan Efektifitas Manajemen Nyeri Pasca Ekstraksi Gigi di RSUD dr. Soehadi Prijonegoro Sragen dan Puskesmas Sidoharjo Sragen. Jurnal Kedokteran Diponegoro. 3(1).
Ganesha, I.G.H. 2016. Hypovolemic Shock. (diakses pada 18 November 2018).
Tersediadi:https://simdos.unud.ac.id/uploads/file_penelitian_1_dir/05cb00122 059443e6648bef1374d500f.pdf
Gordon PW. Buku Ajar Praktis Bedah Mulut (4th ed). Jakarta: EGC, 2013; p. 36-44,93- 100.
Gunawan L. Hipertensi tekanan darah tinggi. Yogyakarta: Kanisius; 2001.hlm.7-8.
Hasnaoui, N., Gérard, E., Simon, E., & Guillet, J. 2017. Massive Bleeding After a Tooth Extraction: Diagnosis of Unknown Arteriovenous Malformation of the Mandible, a Case Report. International Journal of Surgery Case Reports, 38, 128-130. doi:10.1016/j.ijscr.2017.07.033. (diakses pada 18 November 2018) Rasdianti, Inra. A. 2013. Faktor-Faktor Penyebab Penundaan Pencabutan Gigi di
RSGMP drg. Hj. Halimah Daeng Sikati FKG UNHAS Periode April-Mei 2013.
(diaksespada18November2018).Tersediadi:http://repository.unhas.ac.id/bitstre am/handle/123456789/8237/A.%20RASDIANTI%20INRA%20P.pdf?sequence
=1
Lande, Randy., Kepel, Billy J., Siagian, Krista V. 2015. Gambaran Faktor Risiko dan Komplikasi Pencabutan Gigi di RSGM PSPDG-FK UNSRAT. Jurnal e-Gigi vol 3 No2. (diakses pada: 18 November 2018). Tersedia di:
https://ejournal.unsrat.ac.id/index.php/egigi/article/view/10012
Larjava H. Oral wound healing : Cell biology and clinical management. Lowa:
Blackwell, 2012: 11-6.
Moore U J. Principles of Oral and Maxillofacial Surgery. Edisi ke-6. UK: Blackwell Publishing Ltd; 2011.
Motamedi MHK. Hemostatic tampon to reduce bleeding following tooth extraction.
Iranian Red Crescent Medical Journal; 2012:14(6):1-2.
Nababan, Pratiwi. Perbandingan Efektivitas Pemberian Hemostatik Topikal Feracrylum 1% dengan Tanpa Pemberian Feracrylum 1% Terhadap Pembentukan Koagulum Darah Pada Ekstraksi Gigi Molar 1 Mandibula Di Departemen Bedah Mulut Fkg Usu Periode Maret - April 2017. Skripsi. Medan: USU.
2017: 11-18.
Neal JM, Moore UJ, Meechan JG. Haemostatis part 1: The management of post- extraction haemorrhage. Oral Surgery; 2014: 41 : 290-4.
Permatasari Ramona Intan, Utami Devi Farida. 2015. Pengaruh Pemberian Chlorhexidine Terhadap Kejadian Komplikasi pada Proses Penyembuhan Luka Pasca Pencabutan Gigi. Media Medika Muda. 4(4): 1411.
Rahman, Kartika Mega., Amir, Darwin., Noer, Mustafa. 2017. Efek Pencabutan Gigi Terhadap Peningkatan Tekanan Darah Pada Pasien Hipertansi. Jurnal Kesehatan Andalas Vol 6 No 1. (diakses pada 18 November 2018). Tersedia di:
http://jurnal.fk.unand.ac.id/index.php/jka/article/view/645
Rahmi, Aulina Refri. 2015. Perdarahan Pasca Ekstraksi. (diakses pada 18 November 2018). Tersedia di: https://dokumen.tips/documents/perdarahan-post- ekstraksi.html
Riyanti, Eriska. 2010. Gangguan Perdarahan Pada Perawatan Gigi dan Mulut. (diakses pada 18 November 2018). Tersedia di: http://pustaka.unpad.ac.id/wp- content/uploads/2010/06/gangguan_pendarahan_pada_perawatan_gigi.pdf Setiadinata, J. 2009. Penanggulangan Perdarahan. (diakses pada 18 November 2018).
Tersediadi:http://pustaka.unpad.ac.id/wpcontent/uploads/2009/06/penanggulan gan_perdarahan.pdf
Turang Veren K, Tendean Lydia, Anindita P S. 2018. Perbedaan Waktu Pembekuan Darah Pasca Pencabutan Gigi pada Pasien Menopause dan Non-menopause.
Jurnal e-GiGi (eG). 6(2): 131.
Wuisan J, Hutagalung B, Lino W. 2015. Pengaruh Pemberian Ekstrak Biji Pinang (Areca Catechu L) Terhadap Waktu Perdarahan Pasca Ekstraksi Gigi Pada Tikus Jantan Wistar (Rattus norvegicus L.). Jurnal Ilmiah Sains Vol 15 No. 2.
(diaksespada18November2018).Tersediadi:https://ejournal.unsrat.ac.id/index.p hp/JIS/article/view /9572