STROKE LACUNAR INFARCT PADA PASIEN PARKINSON
PRESENTASI KASUS STASE WATES
Disusun Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Mencapai Derajat Dokter Spesialis I
Program Studi Ilmu Kedokteran Klinik Minat Utama Neurologi
Diajukan oleh:
PUTU GEDE SUDIRA 11/326346/PKU/12873
BAGIAN NEUROLOGI
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS GADJAH MADA YOGYAKARTA
2015
PRESENTASI KASUS RSUD WATES
Presentan : dr. Putu Gede Sudira Moderator : dr. Djoko Kraksono, Sp.S, M.Kes
Penilai : dr. Cempaka Thursina, Sp.S Kamis, 22 Oktober 2015 IDENTITAS
Nama : Tn. IP
Umur : 74 tahun
Jenis kelamin : Laki-laki
Agama : Islam
Alamat : Kulonprogo
Pendidikan : SR
Pekerjaan : Pensiunan Masuk RS : 15 Oktober 2015
No RM : 56.xx.xx
ANAMNESIS
Diperoleh dari penderita dan keluarga (16 Oktober 2015) KELUHAN UTAMA
Kelemahan mendadak separuh tubuh kiri.
RIWAYAT PENYAKIT SEKARANG
Enam jam sebelum masuk rumah sakit, pasien mendadak mengalami kelemahan dan kesemutan pada sisi tubuh sebelah kiri. Kelemahan dirasakan saat pasien bangun tidur pada pagi harinya. Pasien masih mampu mengangkat lengan dan tungkai kirinya, kelemahan pada tungkai dan lengan sama beratnya. Gelas yang berusaha dia genggam dengan tangan kirinya terjatuh karena tangan dan lengan kirinya terasa lemah. Pasien kesulitan untuk bangkit dan berjalan dari tempat tidurnya. Pasien berjalan dengan sebelah tungkai kiri yang diseret.
Pasien juga mengalami keluhan pelo pada suaranya serta perot pada sisi wajah sebelah kiri.
Disangkal adanya nyeri kepala, pusing berputar, muntah hebat, demam, penurunan kesadaran, kejang, gangguan komunikasi, gangguan penciuman, gangguan pandangan mendadak, penurunan pendengaran, rasa kebas atau kesemutan di daerah wajah, perubahan pada pengecepan, gangguan menelan, gangguan BAB/ BAK, serta terbentur di kepala.
RIWAYAT PENYAKIT DAHULU
- Riwayat mengidap penyakit kencing manis selama 2 tahun terakhir, pasien kontrol namun tidak minum obat rutin.
- Riwayat merokok selama lebih dari 50 tahun, sudah berhenti sejak 2 tahun terakhir.
- Riwayat menderita penyakit darah tinggi sejak 1 tahun terakhir, rutin kontrol dan minum obat amlodipine 10 mg/ hari, tekanan darah rata-rata selama ini 130/80 mmHg.
- Pasien didiagnosis menderita penyakit parkinson dan rutin menjalani terapi (Sifrol, Levazide, THP, dan vitamin) sejak 6 bulan terakhir. Pasien mengeluhan tangan kiri yang terus bergetar saat pasien dalam kondisi diam dan berisitirahat dan hilang ketika pasien menggunakan tangannya untuk beraktivitas. Gerakan pasien melambat, bila berjalan dalam langkah kecil-kecil, dan sering merasa tidak seimbang. Suara pasien makin terdengar kecil dan lirih saat berbicara. Keluhan telah terjadi lebih kurang satu tahun, makin lama semakin memberat. Saat ini pasien minum obat dan kontrol rutin. Saat diperiksa pasien mengaku keluhan sedikit membaik dibandingkan sebelumnya.
RIWAYAT PENYAKIT KELUARGA
Hampir semua anak-anaknya terkena penyakit kencing manis.
RIWAYAT SOSIAL EKONOMI
Pasien adalah seorang lansia yang tinggal dengan salah satu anaknya. Hampir semua anaknya terkena sakit kencing manis, dan salah satunya meninggal karena komplikasi penyakit gula tersebut. Selama dirawat pasien ditunggui oleh menantu dan cucunya. Biaya pengobatan ditanggung oleh keluarga sebagai pasien umum dan dirawat di kelas utama.
ANAMNESIS SISTEM
Sistem serebrospinal : kelemahan pada sisi tubuh sebelah kiri disertai pelo dan perot yang terjadi mendadak. Dalam pengobatan parkinson
Sistem kardiovaskuler : penyakit darah tinggi Sistem respirasi : tidak ada keluhan Sistem gastrointestinal : tidak ada keluhan Sistem muskuloskeletal : tidak ada keluhan Sistem integumentum : tidak ada keluhan Sistem urogenital : tidak ada keluhan RESUME ANAMNESIS
Seorang penderita laki-laki berumur 71 tahun dengan keluhan mendadak kelemahan pada sisi tubuh sebelah kiri disertai pelo dan perot. Pasien menderita penyakit darah tinggi, kencing manis, dan parkinson.
DISKUSI I
Berdasarkan hasil anamnesis pasien didapatkan keluhan kelemahan yang terjadi mendadak pada anggota gerak sisi sebelah kiri, tanpa disertai kesemutan separuh tubuh yang sama. Keluhan disertai bicara pelo dan sisi wajah sebelah kiri tampak perot. Gambaran klinis yang terjadi pada pasien mengarah pada kecurigaan suatu proses stroke (cerebrovascular accident).
Stroke
Stroke adalah gangguan fungsional otak yang terjadi secara mendadak berupa gangguan klinis fokal maupun global yang muncul cepat akibat gangguan fungsi otak, berlangsung lebih dari 24 jam dan dapat menyebabkan kematian. Tidak termasuk disini gangguan peredaran darah sepintas, tumor otak, infeksi, atau sekunder akibat trauma (Thorvaldsen et al., 1997). Stroke juga dicirikan sebagai kehilangan mendadak sirkulasi darah pada suatu area di otak yang mengakibatkan kehilangan fungsi neurologis tertentu (Becker & Wira, 2006).
Prevalensi stroke di Amerika Serikat meliputi 69 stroke iskemik, 13% stroke perdarahan intraserebral, 6% perdarahan subarachnoid, dan 12% sisanya memiliki tipe yang tidak jelas (Wolfe et al., 2002). Insidensi stroke kurang lebih 250-400 dalam 100.000 orang (Hosmann et al., 2006). Sedangkan di RSUP Dr Sardjito Jogjakarta pada tahun 2009 prevalensi stroke iskemik 70% dan stroke perdarahan 30% (Setyopranoto, 2015).
Stroke adalah penyebab kematian nomor tiga setelah penyakit jantung koroner dan kanker. Stroke perdarahan intraserebral menyebabkan 51,8% dari semua kematian akibat stroke, sedangkan 47,37% lainnya akibat stroke iskemik dan 1,05% akibat perdarahan subarachnoid. Angka morbiditas berdasarkan jenis patologi stroke didapatkan 66% stroke infark karena trombosis, 6% stroke infark karena emboli, 24% stroke perdarahan intraserebral, dan 4% perdarahan subarachnoid (Lamsudin, 1998).
Patogenesis dari tipe stroke ini berbeda tergantung dari letak sumbatan dan besar kecilnya pembuluh darah yang tersumbat, gejala klinis yang didapatkan sangat bervariasi.
Begitu pula dengan stroke perdarahan, tergantung banyaknya volume darah, letak perdarahan, juga tergantung dari pembuluh darah otak mana yang pecah. Secara umum meliputi:
1. Hemidefisit sensoris 2. Hemidefisit motoris
3. Paresis nervus cranialis VII dan XII unilateral 4. Gangguan bahasa (afasia)
5. Gangguan fungsi luhur 6. Penurunan kesadaran 7. Dizziness
8. Hemianopsia Stroke Iskemik
Stroke iskemik adalah stroke yang muncul akibat proses trombosis atau emboli yang mengenai satu atau lebih pembuluh darah di otak dan menyebabkan oklusi aliran darah.
Oklusi ini nantinya menyebabkan aliran darah menurun atau hilang sama sekali diikuti dengan perubahan fungsional, biokimia, dan struktural yang menyebabkan kematian sel neuron yang irreversible (Adam, 2001; Bandera, et al., 2006; Becker & Wira, 2006).
Aliran darah ke otak pada keadaan normal berkisar 50mL/100 gr jaringan otak/menit.
Aliran darah yang turun hingga 18mL/100 gr jaringan otak/menit masih reversible karena struktur sel masih baik walaupun aktivitas listrik neuron terhenti. Penurunan aliran darah yang terus berlanjut akan menyebabkan kematian jaringan otak (infark). Prinsipnya, infark serebri ditimbulkan karena iskemik otak yang lama dan parah dengan perubahan fungsi dan struktur otak yang irreversibe (Gofir, 2009).
Stroke Perdarahaan
Pecahnya pembuluh darah di otak dibedakan menurut anatominya atas perdarahan intraserebral dan perdarahan subarachnoid. Sedangkan menurut penyebabnya, perdarahan intraserebral dibagi atas perdarahan intraserebral primer dan sekunder.
Hipertensi kronis menyebabkan vaskulopati serebral dengan akibat pecahnya pembuluh darah otak (perdarahan intraserebral primer). Sedangkan perdarahan sekunder (non hipertensif) disebabkan oleh karena anomali vaskular kongenital, koagulopati, tumor otak vaskulopati non hipertensif, vaskulitis, moya-moya, pasca stroke iskemik, pemberian obat anti koagulan.
Hampir 50% lebih penyebab perdarahan intraserebral adalah hipertensi kronik, 25% karena anomali kongenital, dan sisanya penyebab lain (Kaufman & Becker, 1991).
Pada perdarahan intraserebral, pembuluh yang pecah terdapat dalam otak atau massa otak, sedangkan pada perdarahan subarachnoid, pembuluh darah yang pecah terdapat di ruang subarachnoid, di sekitar sirkulus wilisi. Pecahnya dinding pembuluh darah disebabkan oleh kerusakan dinding arteri (arteriosklerosis) atau karena kelainan kongenital misalnya malformasi arteri-vena, infeksi, dan trauma (Gofir, 2009).
Dari anamnesis kita bisa memperkirakan jenis stroke pada pasien ini. Menurut skoring Siriraj pasien ini memberikan nilai –3 (kemungkinan ke arah stroke iskemik) dan skoring SSGM juga kemungkinan ke arah stroke iskemik.
SSS = (2,5 x kesadaran) + (2 x nyeri kepala) + (2 x muntah) + (10% x diastole) – 12
= (2,5 x 0) + (2 x 0) + (2 x 0) + (10% x 90) – 12
= - 3
Faktor Resiko Stroke
Pada pasien ini memiliki faktor resiko stroke berupa hipertensi, dan penyakit jantung.
Faktor resiko stroke yang lainnya, yaitu :
1. Usia. Merupakan faktor resiko yang tak dapat dimodifikasi. Usia rata-rata stroke dari 28 RS di Indonesia adalah 58,8 tahun ± 13,3 tahun, dengan rentang usia 18-95 tahun.
2. Jenis kelamin. Studi Framingham menunjukkan angka kejadian stroke pada pria rata- rata 2,5 kali lebih sering daripada wanita, sedangkan di Indonesia wanita lebih sering daripada pria (53,8% vs 46,2%).
3. Hipertensi adalah faktor resiko utama stroke. Hipertensi sistolik maupun diastolik memiliki resiko yang sama pada kejadian stroke. Sedangkan tekanan darah borderline memiliki kecenderungan penyakit jantung koroner.
4. Fibrilasi atrium dan penyakit katup jantung. Peningkatan resiko kejadian stroke sebesar 5.6 kali pada orang dengan fibrilasi atrium sesuai hasil studi Framingham.
5. Diabetes melitus. Komplikasi makroangiopati dan mikroangiopati pada diabetes melitus meningkatkan kemungkinan terjadinya aterosklerosis pada arteri koroner, femoralis, dan serebral. Studi Framingham menunjukkan peningkatan kejadian stroke pada orang dengan diabetes melitus dibandingkan yang memiliki kadar gula normal.
6. Hematokrit, fibrinogen, dan polisitemia. Studi Framingham menunjukkan hubungan tingginya kadar hematokrit dan kejadian infark serebri. Interaksi antara tingginya kadar hematokrit dan fibrinogen akan menyempitkan penetrasi arteri kecil dan meningkatkan stenosis arteri serebral.
7. Hiperkolesterolemia. Hubungan antara kadar serum lipid dan aterosklerosis arteri karotis dibuktikan dengan pemeriksaan ultrasonografi, terbukti adanya penebalan arteri karotis ekstrakranial dan intrakranial yang merupakan indikator aterosklerosis.
8. Pil kontrasepsi, merokok, alkohol, dan riwayat stroke sebelumnya. Stroke terkait penggunaan oral kontrasepsi terutama pada wanita di atas 35 tahun, besarannya kurang dari 10%. Merokok meningkatkan resiko stroke trombotik dan perdarahan subarachnoid. Resiko relatif perdarahan subarachnoid pada perokok dibandingkan bukan perokok sebesar 2,7 pada laki-laki dan 3,0 pada wanita. Honolulu Heart Program terlihat korelasi kuat antara konsumsi alkohol (dose dependent) dengan kejadian perdarahan intraserebral. Estimasi resiko relatif pada peminum ringan (1-14 oz/bulan) sebesar 2,1 kali, pada peminum sedang (15-39 oz/bulan) sebesar 2,4 kali dan pada peminum berat (lebih dari 40 oz/bulan) sebesar 4 kali (Gofir, 2009).
Penyakit Parkinson
Parkinson disease adalah gangguan neurodegeneratif daerah ganglia basalis (terutama di substantia nigra pars kompakta) yang bersifat progresif yang mengenai gerakan atau kontrol terhadap gerakan termasuk bicara dan memiliki onset yang bersifat insidious (tidak diketahui dengan pasti kapan mulai sakit) (Waters, 1999). Penyakit ditandai dengan tremor, rigiditas, bradykinesia, dan instabilitas postural (Scharg, et al., 2000).
Penyakit Parkinson mulai muncul pada usia 40-70 tahun, mencapai puncak pada dekade keenam, dan jarang terjadi pada usia dibawah 30 tahun. Penyakit ini lebih banyak terjadi pada pria dibanding wanita (3:2). Prevalensinya 160 per 100.000 penduduk (Waters, 1999; Victor & Ropper, 2001).
Penyebab pasti munculnya penyakit parkinson sampai saat ini belum diketahui (idiopatik), akan tetapi ada beberapa faktor resiko yang telah diidentifikasi seperti usia, ras, genetik, lingkungan, sekunder akibat cedera atau infeksi kranioserebral, dan status emosional.
Tipe idiopatik merupakan jenis Penyakit Parkinson yang paling banyak dijumpai (Waters, 1999; Perdossi, 2008).
Klinis umum diawali oleh gejala non spesifik, yang didapat dari anamnesa yaitu kelemahan umum, kekakuan otot, pegal-pegal atau kram otot, distonia fokal, kegelisahan, gejala sensorik (parestesia), dan gejala psikiatrik (ansietas atau depresi). Gambaran klinis penderita parkinson:
1. Tremor, terdapat pada jari tangan, tremor kasar pada sendi metakarpofalangeal, kadang kadang tremor seperti menghitung uang logam (pil rolling). Pada sendi tangan fleksi ekstensi atau pronasi supinasi, pada kaki fleksi ekstensi, pada kepala fleksi ekstensi atau menggeleng, mulut membuka menutup, lidah terjulur tertarik tarik.
Tremor terjadi pada saat istirahat dengan frekuensi 4-5 Hz dan menghilang pada saat tidur. Tremor disebabkan oleh hambatan pada aktivitas gamma motoneuron. Inhibisi ini mengakibatkan hilangnya sensitivitas sirkuit gamma yang mengakibatkan menurunnya kontrol dari gerakan motorik halus. Berkurangnya kontrol ini akan menimbulkan gerakan involunter yang dipicu dari tingkat lain pada susunan saraf pusat. Tremor pada penyakit Parkinson mungkin dicetuskan oleh ritmik dari alfa motor neuron dibawah pengaruh impuls yang berasal dari nukleus ventro-lateral talamus. Pada keadaan normal, aktivitas ini ditekan oleh aksi dari sirkuit gamma motoneuron, dan akan timbul tremor bila sirkuit ini dihambat.
2. Rigiditas, disebabkan oleh peningkatan tonus pada otot antagonis dan otot protagonis dan terdapat pada kegagalan inhibisi aktivitas motoneuron otot protagonis dan otot antagonis sewaktu gerakan. Meningkatnya aktivitas alfa motoneuron pada otot protagonis dan otot antagonis menghasilkan rigiditas yang terdapat pada seluruh luas gerakan dari ekstremitas yang terlibat.
3. Bradikinesia, gerakan volunter menjadi lamban sehingga gerak asosiatif menjadi berkurang misalnya: sulit bangun dari kursi, sulit mulai berjalan, lamban mengenakan pakaian atau mengkancingkan baju, lambat mengambil suatu obyek, bila berbicara gerak bibir dan lidah menjadi lamban. Bradikinesia menyebabkan berkurangnya ekspresi muka serta mimik dan gerakan spontan berkurang sehingga wajah mirip topeng, kedipan mata berkurang, menelan ludah berkurang sehingga ludah keluar dari mulut. Bradikinesia merupakan hasil akhir dari gangguan integrasi dari impuls optik sensorik, labirin, propioseptik dan impuls sensorik lainnya di ganglia basalis. Hal ini mengakibatkan perubahan pada aktivitas refleks yang mempengaruhi alfa dan gamma motoneuron.
4. Hilangnya refleks postural, meskipun sebagian peneliti memasukan sebagai gejala utama, namun pada awal stadium penyakit Parkinson gejala ini belum ada. Hanya 37% penderita penyakit Parkinson yang sudah berlangsung selama 5 tahun mengalami gejala ini. Keadaan ini disebabkan kegagalan integrasi dari saraf propioseptif dan labirin dan sebagian kecil impuls dari mata, pada level talamus dan ganglia basalis yang akan mengganggu kewaspadaan posisi tubuh. Keadaan ini mengakibatkan penderita mudah jatuh.
5. Wajah Parkinson, seperti telah diutarakan, bradikinesia mengakibatkan kurangnya ekspresi muka serta mimik. Muka menjadi seperti topeng, kedipan mata berkurang, disamping itu kulit muka seperti berminyak dan ludah sering keluar dari mulut.
6. Mikrografia, bila tangan yang dominan yang terlibat, maka tulisan secara graduasi menjadi kecil dan rapat. Pada beberapa kasus hal ini merupakan gejala dini.
7. Sikap Parkinson, bradikinesia menyebabkan langkah menjadi kecil, yang khas pada penyakit Parkinson. Pada stadium yang lebih lanjut sikap penderita dalam posisi kepala difleksikan ke dada, bahu membongkok ke depan, punggung melengkung kedepan, dan lengan tidak melenggang bila berjalan.
8. Bicara, rigiditas dan bradikinesia otot pernafasan, pita suara, otot faring, lidah dan bibir mengakibatkan berbicara atau pengucapan kata-kata yang monoton dengan
volume yang kecil dan khas pada penyakit Parkinson. Pada beberapa kasus suara mengurang sampai berbentuk suara bisikan yang lamban.
9. Disfungsi otonom, disfungsi otonom mungkin disebabkan oleh menghilangnya secara progresif neuron di ganglia simpatetik. Ini mengakibatkan berkeringat yang berlebihan, air liur banyak (sialorrhea), gangguan sfingter terutama inkontinensia dan adanya hipotensi ortostatik yang mengganggu.
10. Gerakan bola mata, mata kurang berkedip, melirik kearah atas terganggu, konvergensi menjadi sulit, gerak bola mata menjadi terganggu.
11. Refleks glabella, dilakukan dengan jalan mengetok di daerah glabela berulang-ulang, pasien tidak dapat mencegah mata berkedip pada tiap ketokan (Myerson’s sign).
12. Demensia, relatif sering dijumpai pada penyakit Parkinson. Penderita banyak yang menunjukan perubahan status mental selama perjalanan penyakitnya. Disfungsi visuospatial merupakan defisit kognitif yang sering dilaporkan. Degenerasi jalur dopaminergik termasuk nigrostriatal, mesokortikal dan mesolimbik berpengaruh terhadap gangguan intelektual.
13. Depresi, sekitar 40% penderita terdapat gejala depresi. Hal ini dapat terjadi disebabkan kondisi fisik penderita yang mengakibatkan keadaan yang menyedihkan seperti kehilangan pekerjaan, kehilangan harga diri dan merasa dikucilkan. Tetapi hal ini dapat terjadi juga walaupun penderita tidak merasa tertekan oleh keadaan fisiknya.
Hal ini disebabkan keadaan depresi yang sifatnya endogen. Secara anatomi keadaan ini dapat dijelaskan bahwa pada penderita Parkinson terjadi degenerasi neuron dopaminergik dan juga terjadi degenerasi neuron norepineprin yang letaknya tepat dibawah substansia nigra dan degenerasi neuron asetilkolin yang letaknya diatas substansia nigra (Rascol, et al., 2000).
DIAGNOSIS SEMENTARA
Diagnosis klinik : kelemahan separuh anggota gerak kiri disertai pelo dan perot sisi wajah kiri yang terjadi mendadak
Diagnosis topik : susp kapsula interna pada hemisfer serebri kanan Diagnosis etiologik : stroke non hemorrhagic DD stroke hemorrhagic
Diagnosis lain : penyakit parkinson, penyakit kencing manis, dan darah tinggi PEMERIKSAAN (16 Oktober 2015)
Status Generalis
Keadaan Umum : lemah, gizi cukup, kesadaran GCS E4V5M6
Tanda vital : TD 150/90 mmHg
Nadi 90 x/mnt (reguler, isi tekanan cukup)
Respirasi 20 x/mnt (regular, tipe thorakoabdominal) Suhu 36,6’C
NPS 0
Kepala : Konjungtiva tak anemis, sklera tak ikterik
Leher : JVP tak meningkat, limfonodi tak teraba membesar Dada : Pulmo I : simetris
P : fremitus normal P : sonor
A: vesikuler normal, suara tambahan paru (-) Jantung I : ictus cordis tampak
P : ictus cordis kuat angkat P : batas jantung tidak melebar
A: Suara jantung I-II murni, bising (-)
Abdomen : supel, timpani, peristaltik normal, hepar dan lien tidak teraba Ekstremitas : pulsasi arteri (+), deformitas (-), ulkus (-), edema (-), rigiditas (+) Status Neurobehavior
Kewaspadaan : alert
Observasi perilaku
Perubahan perilaku : normoaktif
Status mental
1. Tingkah laku umum : normoaktif 2. Alur pembicaraan : nomal fluent 3. Perubahan mood dan emosi : tidak ditemukan 4. Isi pikir : baik dan realistis 5. Kemampuan intelektual : normal
Sensorium:
1. Kesadaran : composmentis 2. Atensi : baik
3. Orientasi : baik 4. Memori jangka panjang : normal 5. Memori jangka pendek : normal 6. Kecerdasan berhitung : baik
7. Simpanan informasi : baik 8. Tilikan, keputusan, dan rencana : baik Status Neurologis
Kesadaran : compos mentis, GCS E4V5M6
Sikap tubuh : normal
Kepala : mesocephal
Saraf Kranialis
Kanan Kiri
N.I Daya Penghidu Normal Normal
N.II Daya penglihatan Normal Normal
Penglihatan warna Normal Normal
Lapang Pandang Normal Normal
N.III Ptosis (-) (-)
Gerakan mata ke medial Normal Normal
Gerakan mata ke atas Normal Normal
Gerakan mata ke bawah Normal Normal
Ukuran pupil ф 3 mm ф 3mm
Reflek cahaya langsung + +
Reflek cahaya konsensuil + +
Strabismus divergen - -
N.IV Gerakan mata ke lateral bawah
Normal Normal
Strabismus konvergen - -
N.V Menggigit Normal Normal
Membuka mulut Normal Normal
Sensibilitas muka Normal Normal
Refleks kornea + +
Trismus - -
N.VI Gerakan mata ke lateral Normal Normal
Strabismus konvergen - -
N.VII Kedipan mata Normal
Lipatan nasolabial Normal
Sudut mulut Normal
Mengerutkan dahi Normal
Menutup mata Normal
Meringis Normal
Menggembungkan pipi Normal
Daya kecap lidah 2/3 depan Normal
N.VIII Mendengar suara berbisik Normal Normal
Mendengar detik arloji Normal Normal
Tes Rinne Normal Normal
Tes Schawabach Normal Normal
Tes Weber tanpa lateralisasi
N.IX Arkus faring Simetris Simetris
Daya kecap lidah 1/3 belakang
Normal Normal
Refleks muntah + +
Sengau tidak ditemukan
Tersedak + +
N.X Denyut nadi 90 x/mnt,reguler 90 x/mnt,reguler
Arkus faring Simetris Simetris
Bersuara Normal
Menelan Normal
N.XI Memalingkan kepala Normal Normal
Sikap bahu Normal Normal
Mengangkat bahu Normal Normal
Trofi otot bahu Normal Normal
N.XII Sikap lidah Deviasi ke kanan
Artikulasi Dysartria Dysartria
Tremor lidah tidak ditemukan tidak ditemukan
Menjulurkan lidah Deviasi ke kiri
Trofi otot lidah Normal Normal
Fasikulasi lidah Normal Normal
Leher : Meningeal Sign (-), Valsava (-), Nafziger (-)
Abnormalitas : resting tremor tangan kiri, coghweel rigidity, dan bradikinesia Reflex primitif : glabela (-), palmomental (-), snout (-), grasping (-)
Sensibilitas : hemiparestesis sinistra
Vegetatif : dalam batas normal
Ekstremitas :
G T B
K 5/5/5 3/3/3
RF +2 +4
RP - +
T B 5/5/5 3/3/3 +2 +4 - +
Tn
N N
Tr E E
Cl -/-
N N E E
PEMERIKSAAN PENUNJANG Laboratorium
AL HB AT AE
Hematokrit Limfosit Monosit Segmen Eosinofil Kolesterol total HDL
LDL Triglisrida
8,1x103/uL 12,5 g/dl 213 x103/uL 4,12 x106/uL 38,1 % 17,6 % 4 % 77,2 % 0,9 % 186 mg/dl 37,7 mg/dl 100 mg/dl 134 mg/dl
BUN Creatinin Asam urat Albumin PPT aPTT SGOT SGPT Na+ K+ Cl- GDP GD2JPP
26 1,11 4,4
3,88 mg/dl 12,1 (14,8) 26,5 (30,9 ) 21
17
143 mmol/l 3,53 mmol/l 101 mmol/l 158 mg/dl 197 mg/dl
Elektrokardiogram Rotgen Thorax
Normal Sinus Rhytm, heart rate 90/menit, LVH pulmo dan besar cor dalam batas normal Head Computed Tomography Scan
Kesan: infark di kapsula interna dan ganglia basalis dekstra
RESUME PEMERIKSAAN FISIK
KU lemah, gizi cukup, compos mentis, GCS E4V5M6 Tanda vital T : 150/90 mmHg
RR : 20 x/menit N : 90 x/menit t : 36,6oC NPS : 0
Status neurologis : refleks primitif (-), paresis nervus VII cum XII sinistra UMN Ekstremitas : hemiparesis (kekuatan 3) sinistra, refleks patologis sinistra, refleks
fisiologis sinistra meningkat, resting tremor, bradikinesia, rigiditas Sensibilitas : hemiparestesis sinistra
Vegetative : dalam batas normal DISKUSI II
Pada pasien ini ditemukan:
1. Hemiparesis sinistra, hemiparestesis sinistra, paralisis hemifacial sinistra, dan paresis hipoglosus sinistra, dengan onset akut.
2. Faktor risiko vaskuler berupa usia tua, hipertensi, dan diabetes melitus
3. Resting tremor, bradikinesia, dan rigiditas dengan onset kronis dan dalam terapi 4. Pemeriksaan laboratorium mendukung diagnosis diabetes melitus dengan kadar gula
yang masih belum terkontrol.
5. Gambaran HCTS mendukung patologis infark serebri di kapsula interna dan ganglia basalis dekstra.
Dari bukti pemeriksaan klinis serta pemeriksaan penunjang yang diperoleh di atas disertai hasil pemeriksaan laboratorium dan radiologis maka dapat ditarik kesimpulan bahwa diagnosis pasien adalah stroke non hemorrhagis (aterosklerosis) dengan skoring ASGM mendukung ke arah diagnosis tersebut (refleks patologis unilateral, serta tidak adanya nyeri kepala, dan penurunan kesadaran), dan mendukung skor Siriraj sebelumnya.
Hasil pemeriksaan penunjang neurologi mengonfirmasi diagnosis stroke infark pada pasien ini dengan adanya gambaran hipodensitas di daerah kapsula interna kanan yang merupakan daerah yang divaskularisasi oleh arteri serebri media dekstra. Pemeriksaan CT Scan kepala masih merupakan gold standart penegakan diagnosis stroke.
Distribusi Arterial
Duapertiga daerah serebri anterior divaskularisasi cabang arteri karotis interna sedangkan sepertiga daerah posterior oleh cabang arteri vertebrobasilaris. Arteri karotis interna akan bercabang menjadi arteri serebri anterior dan arteri serebri media. Sedangkan arteri vertebrobasilaris akan berlanjut menjadi arteri serebri posterior. Arteri serebro anterior (ACA) mensuplai bagian medial dari lobus frontal dan parietal dan bagian anterior dari ganglia basalis dan bagian anterior dari kapsula interma. Arteri serebri media (MCA) mensuplai bagian lateral dari lobus frontal dan parietal, serta bagian anterior dan lateral dari lobus temporal, dan memberi cabang perforantes ke globus palidus, putamen, dan kapsula interna. Arteri serebri posterior (PCA) memberi cabang perforantes yang mensuplai talamus dan batang otak serta ramus kortikal bagi bagian posterior dan medial lobus temporal dan occipital. Hemisfer serebeli bagian inferior disuplai oleh arteri serebeli posterior inferior (PICA) yang berasal dari arteri vertebralis, sedangkan bagian superiornya divaskularisasi oleh arteri serebelar superior. Bagian anterior serebelum divaskularisasi oleh arteri serebeli anterior inferior (AICA) yang berasal dari arteri basilaris (Baehr, 2005).
Stroke Infark
Sistem pengelompokan stroke yang dikembangkan oleh lembaga multicenter trial of Org 10172 in Acute Stroke Treatment (TOAST), stroke infark dibagi kedalam 3 kelompok:
1. Infark pada arteri besar, stroke trombotik yang diakibatkan oleh oklusi insitu pada lesi aterosklerotik di arteri arteri carotis, vertebrobasilar, cabang arteri cerebral besar.
2. Infark pada arteri kecil atau lacunar infark.
3. Infark kardioembolik, merupakan penyebab umum stroke rekuren. Memiliki tingkat mortalitas tertinggi dalam 1 bulan pasca stroke (Gofir, 2009).
Penyakit Parkinson
Diagnosis Parkinson berdasarkan munculnya gejala dan tanda klinis dan dipastikan pada pemeriksaan post mortem (Ball, 2001). Penyakit Parkinson ditegakkan dengan gejala parkinsonisme dengan menyingkirkan sebab-sebab yang mungkin mendasari, seperti :
1. Parkinsonisme pada demensia, dimana onset demensia secara jelas mendahului gejala parkinsonisme.
2. Parkinsonisme dengan gejala penyerta, misalnya pada multiple system atrofy, progresive supranuclear palsy, dsb.
3. Parkinsonisme yang diprovokasi oleh obat (neuroleptik atau obat antidopaminergik) yang digunakan paling tidak 6 bulan sebelum munculnya onset dan tidak ada riwayat parkinsonisme sebelumnya.
4. Parkinsonisme vaskular yang tidak spesifik, dimana tidak ada hubungan waktu yang jelas antara waktu terjadinya penyakit serebrovakular dengan onset parkinsinisme.
5. Parkinsonisme yang tidak spesifik, dimana tidak ada hubungan waktu yang jelas dengan penyebab-penyebab lain yang dimungkinkan (Perdossi, 2008).
Respon motorik yang abnormal pada penderita parkinson disebabkan oleh penurunan progresif (lebih dari 60%) dari neurotransmiter dopamin. Manakala jumlah neuron dopaminergik hilang lebih dari 70% maka gejala PD akan muncul.
1. Possible, bila terdapat salah satu gejala, yaitu tremor, rigiditas, atau bradikinesia 2. Probable, bila terdapat 2 dari gejala mayor (resting tremor, rigiditas, bradykinesia,
atau instable postural) atau timbulnya gejala yang asimetris.
3. Definite, bila terdapat 3 gejala mayor atau 2 dari gejala tersebut muncul dengan salah satunya simetris (Perdossi, 2008).
Temuan Neurologis Keterangan
Tremor istirahat* Gerakan memilin pada jari tangan yang khas. tremor berkurang dengan gerakan voluntar atau selama tidur.
Bradikinesia* Perlahan-lahan dalam memulai dan mempertahankan gerakan Rigiditas roda pedati* Gerakan dihalangi dengan “menangkap”; resistensi relatif
konstan sepanjang rentang gerakan.
Kelainan posisi tubuh dan cara berjalan*
Membungkuk, berjalan dengan kaki diseret, cara berjalan yang capat, berbalik badan secara bersamaan.
Mikrografia Tulisan tangan yang kecil-kecil dan secara perlahan, tremor dapat jelas terlihat ketika menggambar lingkaran yang konsentrik.
Wajah seperti topeng Mata yang melotot, tidak berkedip, ekspresi dingin, berkedip 2 atau 3 kali/menit (kedip normal 12-20 kali/ menit)
Suara datar (monoton) Bicara tanpa ekspresi
Refleks Hiperaktif glabelar Sensitivitas yang berlebihan terhadap ketukan jari di atas glabela (antara alis mata) menyebabkan pasien berkedip setiap kali ketukan.
*Gejala kardinal atau utama pada penyakit parkinson
Perjalanan penyakit parkinson diukur sesuai tahapan menurut Hoehn dan Yahr. Skala Hoehn and Yahr:
1) Stadium I - unilateral, gejala dan tanda muncul pada satu sisi, ringan, mengganggu, tapi tidak menimbulkan kecacatan
2) Stage II – gejala bilateral, kecacatan minimal, sikap dan cara berjalan terganggu 3) Stadium III - gerakan tubuh melambat, keseimbangan saat berjalan atau berdiri
terganggu, disfungsi umum sedang
4) Stadium IV - gejala lebih berat, masih dapat berjalan hingga jarak tertentu, mulai muncul rigiditas dan bradikenesia, tidak mampu berdiri sendiri, gejala tremor dapat berkurang dibanding stadium sebelumnya.
5) Stadium V – stadium kakhektik, kecacatan total, tidak mampu berdiri maupun berjalan, perlu perawatan tetap (Perdossi, 2008).
DIAGNOSIS AKHIR
Diagnosis klinik : hemiparesis cum hemiparestesis sinistra cum disartria cum hemifacial paresis sinistra
Diagnosis topik : kapsula interna cum ganglia basalis (striatum cum globus palidus) hemisfer serebri kanan
Diagnosis etiologik : stroke non hemorrhagic lacunar infarct (atherotrombotic) Diagnosis lain : Parkinson disease with Hunt and Yahr I, diabetes melitus,
hipertensi grade I PENATALAKSANAAN
Stroke Akut
Prinsip tata laksana stroke pada fase akut meliputi:
1. Membantu proses restorasi dan plastisitas otak. Tahap ini menargetkan untuk mempertahankan wilayah oligemia iskemik penumbra dengan cara membatasi durasi kejadian iskemik dan derajat keparahan cedera iskemik (proteksi neuronal).
Mencegah kondisi hipertermi, hipotermi, hipertensi, hiperglikemia, hipoglikemia, peningkatan tekanan intrakranial, infeksi, gangguan elektrolit, dan kejang.
Pencegahan timbulnya kejadian stroke berulang dengan pemberian antiplatelet loading dose dan dilanjutkan dosis maintenance (aspirin, clopidogrel, dsb) atau antikoagulan (heparin, warfarin, rTPA), tergantung proses patologis yang menyebabkan tumbulnya stroke. Pemberian neuroprotektan dapat dipertimbangkan meskipun belum ada bukti ilmiah yang menunjukkan efikasi pemberiannya.
2. Mengendalikan faktor resiko. Mengendalikan faktor resiko yang dapat dimodifikasi dan mengembalikan ke level normal. Sebagai contoh, pasien dengan hipertensi, target pengendalian tekanan darah setelah lewat fase akut stroke hingga dibawah 140/90 mmHg, sedangkan bila pasien sebelumnya menderita hipertensi dan diabetes melitus maka dipertahankan dibawah 135/85 mmHg.
3. Mencegah komplikasi
Komplikasi yang kerap terjadi pada pasien dengan stroke yang harus tirah baring adalah pneumonia, dekubitus, infeksi saluran kemih. Pasien mutlak harus dilakukan tindakan fisioterapi. Pada fase akut pasien belum dapat berpartisipasi penuh pada program terapi aktif, untuk itu dilakukan latihan ROM (range of motion) setiap hari dan posisioning yang tepat untuk mencegah pemendekan dan kontraktur sendi. Terapi aktif dapat dilakukan perlahan-lahan (isometrik, isotonik, isokinetik). Pasien tetap dimonitor untuk kemungkinan tidak stabilnya hemodinamik dan aritmia jantung, intensitas latihan juga harus dimonitor, karena otot yang terlalu keras berlatih justru akan membuat kelemahan semakin progresif (Gofir, 2009).
Penyakit Parkinson
Penyakit Parkinson merupakan penyakit kronis yang membutuhkan penanganan secara holistik meliputi berbagai bidang. Hingga saat ini belum ada terapi untuk menyembuhkan penyakit ini, terbatas hanya pengobatan dan operasi guna mengatasi gejala yang timbul.
Pengobatan penyakit parkinson bersifat individual dan simtomatik. Perawatan pada penderita penyakit parkinson bertujuan untuk memperlambat dan menghambat perkembangan dari penyakit itu. Beberapa obat yang diberikan pada penderita penyakit parkinson:
1. Antikolinergik, berguna untuk mengendalikan gejala, berperan dalam menghaluskan gerakan. Contohnya: Benzotropine (Cogentin), trihexyphenidyl (Artane).
2. Carbidopa/ levodopa. Di dalam otak L-dopa diubah menjadi dopamine pada neuron dopaminergik oleh L-aromatik asam amino dekarboksilase (dopa-dekarboksilase).
Walaupun demikian, hanya 1-5% dari L-Dopa memasuki neuron dopaminergik, sisanya dimetabolisme di sembarang tempat, memberikan efek samping yang luas. Levodopa mengurangi tremor, kekakuan otot dan memperbaiki gerakan. Penderita penyakit parkinson ringan bisa kembali menjalani aktivitasnya secara normal. Obat ini diberikan bersama carbidopa untuk meningkatkan efektivitasnya dan mengurangi efek sampingnya.
3. Kombinasi inhibitor dopa-dekarboksilasi dan levodopa. Untuk mencegah agar levodopa tidak diubah menjadi dopamin di luar otak, maka levodopa dikombinasikan dengan inhibitor enzim dopa dekarboksilase. Untuk maksud ini dapat digunakan karbidopa atau benserazide (madopar). Dopamin dan karbidopa tidak dapat menembus sawar-otak-darah.
Dengan demikian lebih banyak levodopa yang dapat menembus sawar-otak-darah, untuk kemudian dikonversi menjadi dopamine di otak. Efek sampingnya umunya hampir sama dengan efek samping yang ditimbulkan oleh levodopa.
4. COMT inhibitors, berperan mengontrol fluktuasi motorik pada pasien yang menggunakan obat levodopa. Tolcapone adalah penghambat enzim COMT, memperpanjang efek L- Dopa. Tapi karena efek samping yang berlebihan seperti liver toksik, maka jarang digunakan. Jenis yang sama, entacapone, tidak menimbulkan penurunan fungsi liver.
5. Agonis dopamine, bekerja dengan merangsang reseptor dopamin, akan tetapi obat ini juga menyebabkan penurunan reseptor dopamin secara progresif yang selanjutnya akan menimbulkan peningkatan gejala Parkinson. Obat ini dapat berguna untuk mengobati pasien yang pernah mengalami serangan yang berfluktuasi dan diskinesia sebagai akibat dari levodopa dosis tinggi. Contohnya: bromokriptin (Parlodel), pergolid (Permax), pramipexol (Mirapex), ropinirol, kabergolin, apomorfin (injeksi subkutan) dan lisurid.
6. MAO-B inhibitors, contohnya Selegiline (Eldepryl) dan Rasagaline (Azilect), berperan meningkatkan neuotransmisi dopamine dan menginhibisi monoamine oksidase B (MAO- B), sehingga menghambat perusakan dopamine yang dikeluarkan oleh neuron dopaminergik. Selegiline dapat pula memperlambat memburuknya sindrom Parkinson, dengan demikian terapi levodopa dapat ditunda pemberiannya selama beberapa waktu.
Metabolitnya mengandung L-amphetamin and L-methamphetamin. Efek sampingnya adalah insomnia dan stomatitis. Kombinasi dengan L-dopa dapat meningkatkan angka kematian, yang sampai saat ini tidak bisa diterangkan secara jelas.
7. Amantadine (Symmetrel). Digunakan sebagai terapi influenza karena kemampuannya untuk mencegah terlepasnya materi genetik virus. Peran obat ini dalam terapi parkinson dengan cara memacu produksi dopamin dan mencegah reuptake dopamin. Berguna untuk perawatan akinesia, dyskinesia, kekakuan, gemetaran (Goetz, et al., 2005; Perdossi, 2008).
Penatalaksanaan pada pasien ini 1. Non Medikamentosa
- Motivasi keluarga dan pasien - Posisi kepala 30o
- 02 3 Lt/menit NK
- IVFD NaCl 0,9% 16 tpm - Diet DM 1500 kalori - Fisioterapi aktif 2. Medikamentosa
- Inj. Citicolin 500mg/ 12 jam (iv) - Levarson 2 x 1
- Sifrol 2 x 0.125 mg - THP 2 x 2 mg
- Amlodipin 1 x 10 mg - Clopidogrel 1 x 75mg - Metformin 2 x 850 mg PROGNOSIS
Secara umum, stroke atherosklerotik memiliki prognosis yang lebih baik dibandingkan jenis stroke infark lainnya karena memiliki risiko kecacatan dan kematian yang lebih rendah.
Mortalitas stroke atherosklerotik sepertiga stroke infark jenis lainnya (De Jong et al., 2003).
Perjalanan penyakit parkinson sangat bervariasi antara pasien satu dengan yang lainnya.
Obat-obatan yang ada sekarang hanya menekan gejala-gejala parkinson, sedangkan perjalanan penyakit itu belum bisa dihentikan sampai saat ini. Sekali terkena parkinson, maka penyakit ini akan menemani sepanjang hidupnya. Beratnya disabilitas motorik, timbulnya gangguan kognitif dengan onset awal, usia onset yang lebih tua, tidak terdapatnya tremor, bradikinesia, rigiditas di fase awal sakit merupakan faktor prognostik buruk (Gofir, 2009).
Tanpa perawatan yang memadai, pasien dengan parkinson akan mengalami gangguan dengan progresivitas hingga terjadi total disabilitas dan dapat menyebabkan kematian.
Mayoritas pasien berespon terhadap medikasi. Kondisi klinis terkait dengan perluasan gejala dan lamanya gejala terkontrol sangat bervariasi. Efek samping pengobatan terkadang dapat sangat parah.
Prognosis pada pasien ini:
1. Death : bonam
2. Disease : dubia ad malam 3. Dissability : dubia ad malam 4. Discomfort : dubia ad malam 5. Dissatisfaction : malam
6. Destitussion : malam
follow up
Tanggal 16/10/2015 17/10/2015 19/10/2015 20/10/2015
Keluhan Kelemahan sisi kiri (+), kesemutan sisi kiri (+), pelo (+), perot (+), gerakan ujung tangan (+), gerakan lamban (+), vol suara kecil (+)
Kelemahan sisi kiri (+), kesemutan sisi kiri (+), pelo (+), perot (+), gerakan ujung tangan (+), gerakan lamban (+), vol suara kecil (+)
Kelemahan sisi kiri membaik (+), kesemutan sisi kiri membaik (+), pelo (+), perot (+), gerakan ujung tangan (+), gerakan lamban (+), vol suara kecil (+)
Kelemahan sisi kiri membaik (+), kesemutan sisi kiri membaik (+), pelo (+), perot (+), gerakan ujung tangan (+), gerakan lamban (+), vol suara kecil (+) Keadaan
umum
Sedang,CM, E4V5M6
Sedang,CM, E4V5M6
Sedang,CM, E4V5M6
Sedang, CM, E4V5M6
Tanda vital TD : 150/90 RR : 20 x/mnt
N : 90 x/mnt t : 36,6oC
NPS : 0
TD : 140/90 RR : 22 x/mnt
N : 80 x/mnt t : 36,8oC
NPS : 0
TD : 150/80 RR : 20 x/mnt
N : 88 x/mnt t : 36,8oC
NPS : 0
TD : 140/80 RR : 18 x/mnt
N : 86 x/mnt t : 36,6oC
NPS : 0 Nn.craniales PNC. VII, XII S UMN PNC. VII, XII S UMN PNC. VII, XII S UMN PNC. VII, XII S UMN
Gerak B T B T B T B T
B T B T B T B T
Kekuatan 5 3 5 3 5 3 5 4
5 3 5 3 5 3 5 4
R.fisiologis +2 +4 +2 +4 +2 +4 +2 +4
+2 +4 +2 +4 +2 +4 +2 +4
R.patologis - + - + - + - +
- + - + - + - +
Laboratorium Na+ 143 mmol/L K+ 3,53 mmol/L Cl- 101 mmol/L GDP 158 mg/dL GD2JPP 197 mg/dL BUN 26
Creatinin 1,11
Kolesterol total 186 HDL 37,7
LDL 100 Triglisrida 134 SGOT 21 SGPT 17 GDP 140 mg/dL
Na+ 140 mmol/L K+ 3,54 mmol/L Cl- 105 mmol/L GDP 148 mg/dL BUN 20 Creatinin 1,13
GDP 128 mg/dL
Problem Hemiparesis sinistra Paralisis hemifacialis Disartria
Hipofonia Bradikinesia Resting tremor Hiperglikemia Hipertensi
Hemiparesis membaik Paralisis hemifacialis Disartria
Hipofonia Bradikinesia Resting tremor Hiperglikemia dan hipertensi dalam terapi
Hemiparesis membaik Paralisis hemifacialis Disartria
Hipofonia Bradikinesia Resting tremor Hiperglikemia dan hipertensi dalam terapi
Hemiparesis membaik Paralisis hemifacialis Disartria
Hipofonia Bradikinesia Resting tremor Hiperglikemia dan hipertensi dalam terapi Terapi IVFD RL 16 tpm
02 3 Lt/menit NK Inj. Citicolin 500mg/ 12 jam (iv)
Levarson 2 x 1 Sifrol 2 x 0.125 mg THP 2 x 2 mg Amlodipin 1 x 10 mg Clopidogrel 1 x 75mg Metformin 2 x 850 mg
IVFD RL 16 tpm 02 3 Lt/menit NK Inj. Citicolin 500mg/ 12 jam (iv)
Levarson 2 x 1 Sifrol 2 x 0.125 mg THP 2 x 2 mg Amlodipin 1 x 10 mg Clopidogrel 1 x 75mg Metformin 2 x 850 mg
IVFD RL 16 tpm 02 3 Lt/menit NK Inj. Citicolin 500mg/ 12 jam (iv)
Levarson 2 x 1 Sifrol 2 x 0.125 mg THP 2 x 2 mg Amlodipin 1 x 10 mg Clopidogrel 1 x 75mg Metformin 2 x 850 mg
IVFD RL 16 tpm 02 3 Lt/menit NK Inj. Citicolin 500mg/
12 jam (iv) Levarson 2 x 1 Sifrol 2 x 0.125 mg THP 2 x 2 mg Amlodipin 1 x 10 mg Clopidogrel 1 x 75mg Metformin 2 x 850 mg
DAFTAR PUSTAKA
Adam R.D., 2001. Principles of Neurology. 7th ed. Mc Graw Hill Inc. Singapore.
Baehr M., Frotscher M., 2005. Duss’ Topical Diagnosis in Neurology, Anatomy – Physiology – Sign – Symptoms. Thieme.
Ball, J. 2001. Current Advances in Parkinson ‘s Disease. TRENDS in neurosciences, Vol 24, 367-369.
Bandera et al., 2006. Cerebral Blood Flow Threshold of Ischemic Penumbra and Infark Core in Acute Ischemic Stroke. Stroke, 37, 1334-1339
Becker JU, Wira CA. 2006. Stroke, Ischemic. eMedicine. Accessed on October 30, 2007 at http://www.emedicine.com/emerg/topic558.htm.
De Jong et al., 2003. Stroke subtype and mortality. A follow-up study in 998 patients with a first cerebral infarct. J. Clin. Epidemiol.
Goetz, C.G., Poewe, W., Rascol, O. and Sampaio, C. 2005. Evidence based medical review update pharmacological and surgical treatment of Parkinson‘s disease. N.Engl.J.Med.
S:342. 1484-91.
Gofir, A., 2009. Klasifikasi Stroke dan Jenis Patologi Stroke. Dalam Manajemen Stroke Evidence Based Medicine, Pustaka Cendikia Press, Yogyakarta.
Hossmann, K. A., 2006. Pathophysiology and therapy of experimental stroke. Cellmol Neurobiol, 26 (7-8) : 1057-83
Kaufman, S. R., Becker, G., 1991. Content and Boundaries of Medicine in Long Term Care:
Physicians Talk about Stroke. Gerontologist, 31, 238-245.
Lamsudin, R., 1998, Profil Stroke di Yogyakarta Diagnosis dan Faktor Keterlambatan Penderita Stroke Datang ke Rumah Sakit, Manajemen Stroke Mutakhir, Berita Kedokteran Masyarakat XIV, Program Pendidikan Kedokteran Komunitas Fakultas Kedokteran Gadjah Mada, Yogyakarta.
PERDOSSI, 2008. Modul behaviour, Bagian II: Parkinson, Kolegium Neurologi Indonesia.
Schrag, A., Jahansasi, M. and Quinn, N. 2000. What contributes to quality of life in patients with Parkinson’s disease. J.Neuro. J. Neurosurg. Psychiatry, 69, 308-12.
Setyopranoto, I., 2015. Oedem Otak pada Pasien Stroke Iskemik Akut. Badan Penerbit Fakultas Kedokteran Universitas Gadjah Mada Yogyakarta.
Rascol, O., Brooks, D.J., Korczyn, A.D., DeDeyn, P.P, Clarke, C.E. and Lang, A.E. 2000. A five years study of incidence of dyskinesia in patients with early Parkinson’s disease who were treated with ropinirole or levodopa. N.Engl.J.Med., 342, 1484-91.
Thorvaldsen et al., 1997, Stroke Trends in the WHO MONICA Project. Stroke, 28, 500-506.
Victor, M., Ropper, A.H., 2001. Principle of Neurology ,7th ed.McGraw-Hill, New York.
Waters, C.H. 1999. Diagnosis and Management of Parkinson’s Disease,2nd ed Profesional Communications inc. Caddo.
Wolfe, C., et al., 2002. Incidence and Case Fatality Rates of Stroke Subtypes in A Multiethnic Population: The South London Stroke Register. Journal of Neurology, Neurosurgery and Psychiatry 72:211-216.
Analisis Artikel Ilmiah Jurnal
Stase RSUD Wates - Kamis 25 Oktober 20112 Presentan : Putu Gede Sudira
Pembimbing : dr Djoko Krakoksono, Sp.S M.Kes Penilai : dr Cempaka Thursina, Sp.S