Alhamdulillah atas kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, atas segala rahmat dan hidayah-Nya, buku panduan Manajemen Risiko Keselamatan dan Kesehatan Kerja pada Fasilitas Pelayanan Kesehatan ini telah disusun dengan baik. Kami mengucapkan terima kasih kepada berbagai pihak yang telah meluangkan waktu, tenaga dan pikiran dalam penyusunan Pedoman Manajemen Risiko pada Fasilitas Pelayanan Kesehatan ini. MANA.JE BAHAYA KESELAMATAN DAN KESEHATAN PRIA KERJA DI FASILITAS KESEHATAN Kementerian Kesehatan Republik Indonesia.
Hal ini tidak sejalan dengan budaya kerja di institusi pelayanan kesehatan yang lebih mengutamakan keselamatan dan kesehatan pasien, sehingga aspek K3 pada pegawai seringkali terabaikan. 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan menyatakan bahwa kesehatan merupakan hak seluruh warga negara Indonesia, termasuk pekerja di institusi kesehatan. Oleh karena itu, pedoman ini disusun untuk memberikan pedoman dalam melaksanakan manajemen risiko K3 di fasilitas kesehatan, sehingga potensi bahaya dapat diidentifikasi dan dikendalikan serta dapat menjadi landasan dalam menetapkan program K3 di fasilitas kesehatan.
Dengan diterapkannya upaya manajemen risiko K3 pada fasilitas kesehatan maka dapat tercapai kondisi tempat kerja yang sehat, aman dan nyaman sehingga pekerja sehat, selamat, bahagia dan produktif. Meminimalkan risiko K3 di fasilitas kesehatan untuk mencegah terjadinya PAK dan AAK di fasilitas kesehatan SOM dan kejadian pada pasien, petugas dan pengunjung. Manajemen risiko adalah suatu kegiatan yang sistematis, terkoordinasi dan tepat waktu untuk mengendalikan risiko. Tujuan dari manajemen risiko K3 adalah untuk mengurangi dampak negatif suatu risiko dari risiko K3 di tempat kerja.
Untuk menerapkan manajemen risiko pada institusi pelayanan kesehatan, perlu dipahami bahaya dan risiko K3 yang ada.
Bahaya K3
Bahaya Kimia
Secara umum bahaya kimia berasal dari bahan yang digunakan dalam proses kerja, udara sekitar di area proses kerja, dan katalis dari proses kimia di tempat kerja. Contoh bahaya kimia adalah gas (CO, CO, NOx, N, O, dIl), uap (formaldehida, uap merkuri, alkohol, benzena, toluena, xilena dan cairan kimia mudah menguap lainnya) dan partikulat (asap, debu, serat, asap). , kabut, kabut). Dampak kesehatan yang ditimbulkan oleh bahan kimia dapat memiliki spektrum yang sangat luas, mulai dari iritasi, sensitisasi, asfiksia, hingga mutasi gen (mutagen) (Kurniawidjaja 2012).
Pekerja dapat terpapar bahaya kimia melalui penghirupan (jalur pernafasan), konsumsi (jalur pencernaan), suntikan, kontak mata dan kontak kulit.
Bahaya Biologl
Bahaya Lain Terkait K3
Dalam penilaian risiko dapat digunakan metode kualitatif, semikuantitatif atau kuantitatif, tergantung pada sumber daya yang tersedia di institusi kesehatan. Hasil penilaian risiko berupa keputusan mengenai prioritas pelaksanaan pengendalian K3 dan pengembangan program di fasilitas kesehatan.
Manajemen Rislko
- Persiapan
- ldentifikasi risiko
- Evaluasi risiko
- Pengendalian risiko
- Komunikasi dan konsultasi
- Pemantauan dan telaah ulang
Dalam analisis paparan bahaya kimia, pengukuran konsentrasi bahaya kimia pada udara kerja dilakukan dengan menggunakan pendekatan higiene industri. Pemodelan juga sering digunakan untuk memprediksi kejadian di masa depan berdasarkan beberapa peristiwa yang telah terjadi dan dapat digunakan untuk analisis risiko kuantitatif. Biasanya analisis kuantitatif memerlukan sumber daya yang lebih besar (manusia dan finansial), namun hasil analisisnya lebih akurat.
Dalam bidang ini, analisis kuantitatif umumnya dilakukan sebagai analisis lanjutan jika diperlukan analisis risiko yang lebih rinci. Pada tahap ini, diputuskan apakah pengendalian yang ada sudah memadai atau apakah pengendalian tambahan harus diterapkan. Ini adalah proses penerapan dan pengembangan strategi untuk mengurangi risiko yang muncul, sesuai dengan rekomendasi yang dibuat pada tahap penilaian risiko.
MANA, JE MEN PEDOMAN TENTANG RISIKO KESELAMATAN DAN KESEHATAN KERJA PADA FASILITAS KESEHATAN Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. Proses ini dilakukan dengan melakukan komunikasi dan konsultasi, baik dengan fasilitas kesehatan eksternal maupun internal demi fase manajemen risiko yang lebih baik secara keseluruhan. Studi banding penerapan manajemen risiko pada fasilitas kesehatan lain merupakan salah satu upaya untuk melakukan konsultasi.
Fase ini juga berfungsi untuk menyesuaikan proses manajemen risiko dengan kondisi dan keadaan sebenarnya.
Persiapan Pelaksanaan Manajemen Risiko
Analisis Risiko
Metode Kualitatif
Metode Semikuantitatif
Dalam analisis kuantitatif, paparan bahaya diukur dengan berbagai instrumen dan dibandingkan dengan nilai standar sesuai ketentuan yang berlaku. Penilaian risiko dilakukan untuk membandingkan tingkat risiko yang telah diperhitungkan dengan upaya pengendalian yang dilaksanakan. Tahap penilaian juga mencakup penentuan kategori tingkat risiko K3, apakah masuk dalam kategori Dapat Diterima, Sedang, atau Signifikan.
Di bawah ini adalah contoh kategori tingkat risiko beserta periode pengendaliannya (Tabel 9) serta contoh tabel evaluasi risiko (Tabel 10). Setiap tim K3 harus menentukan kategorisasi risiko dan jangka waktu pengendalian sesuai sumber daya dan kapasitas tim serta fasilitas kesehatan. Eliminasi adalah tindakan pengendalian terbaik untuk mengendalikan paparan karena menghilangkan bahaya dari tempat kerja.
Substitusi adalah upaya mengganti bahan, alat atau cara kerja dengan alternatif lain yang tingkat bahayanya lebih rendah guna mengurangi kemungkinan timbulnya dampak yang serius. Pengendalian teknik adalah pengendalian rekayasa terhadap perancangan alat dan/atau tempat kerja atau dengan mengganti alat dengan teknologi yang lebih baik. Efektivitas pengendalian tersebut tidak setinggi eliminasi, substitusi dan teknik, karena pengendalian administratif tidak membatasi jumlah paparan, namun hanya mengurangi frekuensi paparan.
Pengendalian Risiko
Pada fasilitas pelayanan kesehatan, contoh pengendalian administratif yang dapat dilakukan adalah pengaturan pembagian waktu kerja perawat, rotasi administrasi rumah sakit, rotasi dokter radiologi, penggunaan label setiap bahan kimia, pengaturan penempatan bahan kimia di laboratorium dan lain-lain. Menurut Peraturan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi Nomor 08/MEN/Vll/2010, Alat Pelindung Diri (APD) adalah suatu alat yang mempunyai kemampuan untuk melindungi seseorang yang fungsinya untuk mengisolasi sebagian atau seluruh tubuh dari potensi bahaya. di tempat kerja. Alat pelindung diri tidak mengurangi paparan dari sumbernya, hanya mengurangi jumlah paparan yang masuk ke dalam tubuh pekerja.
Sifat alat pelindung diri adalah eksklusif (hanya melindungi individu) dan spesifik (setiap peralatan memiliki bahaya spesifik yang dapat dikendalikan). Alat pelindung diri memerlukan perawatan yang tepat dan ada pula yang sekali pakai. Penerapan alat pelindung diri seringkali bersifat pelengkap terhadap upaya pengendalian di atas dan/atau ketika pengendalian di atas tidak cukup efektif. Berdasarkan lokasinya, pengelolaan risiko dapat dilakukan pada sumbernya, pada media antara sumber dengan pegawai, atau pada pegawai.
Komunikasi dan konsultasi merupakan hal yang penting dalam setiap langkah atau tahapan proses manajemen risiko. Rencana komunikasi harus dikembangkan untuk manajer dan karyawan sejak tahap awal proses manajemen risiko. Hal ini diperlukan karena persepsi risiko dapat berbeda-beda pada setiap orang, karena perbedaan asumsi, konsep, isu dan kepentingan masing-masing orang dalam tim.
Komunikasi ini diperlukan untuk menyamakan persepsi terhadap bahaya dan risiko yang ada, matriks risiko, pengendalian dan sebagainya. Hal ini untuk memastikan setiap temuan atau permasalahan K3 di area dapat segera diidentifikasi oleh pengelola untuk ditindaklanjuti dan memastikan karyawan dapat menjalankan upaya K3 dengan nyaman. Hal ini bertujuan untuk menciptakan keselarasan dalam tim untuk menghindari perbedaan persepsi terhadap manajemen risiko.
Hal ini dapat dibuktikan dengan melakukan studi banding (benchmark) dengan fasilitas kesehatan lain yang telah menerapkan K3, atau dengan ahli di bidang K3. Hal ini untuk memastikan bahwa manajemen risiko yang dilakukan tidak menyimpang dari aturan/regulasi/.
Pemantauan dan Telaah Ulang
Manajemen Risiko Lain Terkait K3
BAB IV
Contoh penerapan manajemen risiko pada institusi kesehatan rujukan yang dilakukan dengan metode semi kuantitatif pada salah satu unit rumah sakit yaitu di IGD dengan analisis risiko dapat dilihat pada Lampiran.