• Tidak ada hasil yang ditemukan

3.1

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2023

Membagikan "3.1"

Copied!
14
0
0

Teks penuh

(1)

BAB 3

LANDASAN TEORI

3.1 Proyek Konstruksi

3.1.1 Definisi Proyek Konstruksi

Proyek konstruksi yaitu sekumpulan kegiatan terorganisasi yang mengubah sejumlah sumber daya menjadi satu atau lebih produk barang atau jasa benilai terukur dalam sistem satu siklus, dengan batasan waktu biaya dan kualitas yang ditetapkan melalui perjanjian, kegiatan yang dilakukan hanya satu kali dan umumnya dengan jangka waktu yang pendek. Tiga karakteristik proyek konstruksi adalah (Ervianto, 2005):

a. Proyek bersifat unik, proyek konstruksi dikatakan unik karena tidak pernah terjadi rangkaian kegiatan yang sama persis (tidak ada proyek identik, yang ada adalah proyek sejenis), proyek hanya bersifat sementara dan selalu melibatkan grup pekerja yang berbeda-beda.

b. Membutuhkan sumber daya, setiap proyek konstruksi membutuhkan sumber daya dalam penyelesaiannya, yaitu pekerja dan sesuatu seperti uang, mesin, metode, dan material.

c. Membutuhkan organisasi, setiap organisasi mempunyai keragaman tujuan dimana didalamnya terlibat sejumlah individu dengan ragam keahlian, ketertarikan, kepribadian dan juga ketidakpastian.

3.1.2 Jenis Proyek Konstruksi

Proyek konstruksi adalah suatu rangkaian kegiatan yang berkaitan dengan upaya pembangunan suatu bangunan, mencakup pekerjaan pokok dalam bidang teknik sipil dan arsitektur, meskipun tidak jarang juga melibatkan disiplin lain seperti teknik industry, mesin, elektro, geoteknik, maupun lansekap. Adapun jenis-jenis proyek konstruksi adalah sebagai berikut.

1. Proyek bangunan perumahan atau bangunan pemukiman (residential construction) adalah suatu proyek pembangunan perumahan atau pemukiman berdasarkan pada tahapan pembangunan yang serempak dengan penyediaan prasarana penunjang.Contohnya seperti jalan, air bersih, listrik dan lain sebagainya.

2. Konstruksi bangunan gedung (building construction) adalah tipe proyek

(2)

konstruksi yang paling banyak dikerjakan. Tipe konstruksi bangunan ini menitikberatkan pada pertimbangan konstruksi, teknologi praktis, dan pertimbangan pada peraturan.

3. Proyek konstruksi teknik sipil (heavy engineering construction) adalah proses penambahan infrastruktur pada suatu lingkungan terbangun (built environment).

Biasanya pemilik proyek adalah pemerintah, baik pada tingkat nasional maupun daerah proyek ini elemen desain, finansial dan pertimbangan hukum tetap menjadi pertimbangan penting, walaupun proyek ini lebih bersifat non-profit dan mengutamakan pelayanan masyarakat (public services). Konstruksi rekayasa berat (Heavy Engineering Construction) umumnya proyek yang masuk jenis ini adalah proyek-proyek yang bersifat infrastruktur seperti proyek bendungan, proyek jalan raya, jembatan, terowongan, jalan kereta api, pelabuhan, dan lain-lain. Jenis proyek ini umumnya berskala besar dan membutuhkan teknologi tinggi.

3.2 Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3)

3.2.1 Definisi Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3)

Menurut Mangkunegara, “Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) adalah suatu pemikiran dan upaya untuk menjamin keutuhan dan kesempurnaan baik jasmaniah maupun rohaniah tenaga kerja pada khususnya, dan manusia pada umumnya, hasil karya dan budaya untuk menuju masyarakat adil dan makmur.” (Alhamda dan Sriani, 2015)

Menurut Ridley, John 1983 “Keselamatan dan Kesehatan Kerja merupakan suatu kondisi dalam pekerjaan yang sehat dan aman baik itu bagi pekerjanya, perusahaan maupun bagi masyarakat dan lingkungan sekitar pabrik atau tempat kerja tersebut”

(Djatmiko dan Riswan, 2016). Sedangkan ditinjau dari keilmuan, keselamatan dan kesehatan kerja diartikan sebagai suatu ilmu pengetahuan dan penerapannya dalam upaya mencegah kecelakaan, kebakaran, peledakan, pencemaran, penyakit, dan sebagainya. Maka dapat ditarik kesimpulan bahwa Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) yaitu suatu upaya atau usaha untuk menjamin keselamatan dan kesehatan para pekerja baik jasmaniah maupun rohaniah, serta bagi masyarakat dan lingkungan proyek agar tercipta suatu masyarakat yang adil dan makmur.

(3)

3.2.2 Dasar Hukum Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3)

Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) memiliki beberapa dasar hukum yang berfungsi untuk mengatur segala bentuk peraturan yang harus serta wajib ditaati oleh perusahaan maupun pekerja. Beberapa dasar hukum tersebut diantaranya sebagai berikut:

1. Undang-Undang No 1. Tahun 1970 tentang Keselamatan Kerja

Undang-undang yang mengatur tentang keselamatan kerja dalam segala tempat kerja, baik di darat, di dalam tanah, di permukaan air, di dalam air maupun di udara, yang berada di dalam wilayah kekuasaan hukum Republik Indonesia.

2. Undang-Undang No 28. Tahun 2002 tentang Bangunan Gedung 3. Undang-Undang No. 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan

Pasal 87: mewajibkan setiap perusahaan menerapkan Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja (SMK3) yang terintegrasi dengan manajemen perusahaan dan pasal 190 tentang pemberian sanksi admininstratif.

4. Undang-undang No. 2 Tahun 2017 tentang Jasa Konstruksi

Standar Keamanan, Keselamatan, Kesehatan, dan Keberlanjutan adalah pedoman teknis keamanan, keselamatan, kesehatan tempat kerja konstruksi, dan perlindungan sosial tenaga kerja, serta tata lingkungan setempat dan pengelolaan lingkungan hidup dalam penyelenggaraan Jasa Konstruksi.

5. Peraturan Pemerintah No. 29 Tahun 2000 tentang Penyelenggaraan Jasa Konstruksi

Pasal 30 ayat (1): Untuk menjamin terwujudnya tertib penyelenggaraan pekerjaan konstruksi, penyelenggara pekerjaan konstruksi wajib memenuhi ketentuan tentang:

a. keteknikan, meliputi persyaratan keselamatan umum, konstruksi bangunan, mutu hasil pekerjaan, mutu bahan dan atau komponen bangunan, dan mutu peralatan sesuai dengan standar atau norma yang berlaku;

b. keamanan, keselamatan, dan kesehatan tempat kerja konstruksi sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku;

c. perlindungan sosial tenaga kerja dalam pelaksanaan pekerjaan konstruksi sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku;

d. tata lingkungan setempat dan pengelolaan lingkungan hidup sesuai dengan

(4)

peraturan perundang-undangan yang berlaku.

6. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No. 36 Tahun 2005 tentang Bangunan Gedung

7. Permen PU No. 05 Tahun 2014 tentang Pedoman Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja (SMK3) Konstruksi Bidang Pekerjaan Umum Pelaksanaan Konstruksi dengan potensi bahaya tinggi wajib melibatkan ahli K3 konstruksi dan pelaksanaan konstruksi dengan potensi bahaya rendah wajib melibatkan petugas K3 konstruksi.

8. Peraturan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi Republik Indonesia No.1 Tahun 1980 tentang K3 Konstruksi Bangunan

9. Peraturan Menteri Tenaga Kerja Republik Indonesia No. PER.05/MEN/1985 tentang Pesawat Angkat dan Angkut

10. Peraturan Menteri Ketenagakerjaan RI No. 9 Tahun 2016 tentang Keselamatan dan Kesehatan Kerja dalam pekerjaan pada ketinggian

11. Keputusan Direktur Jenderal Pembinaan Pengawasan Ketenagakerjaan No.KEP-20/DJPPK/VI/2004 tentang Sertifikasi Kompetensi Keselamatan dan Kesehatan Kerja Bidang Konstruksi Bangunan

12. Keputusan Direktur Jenderal Pembinaan Pengawasan Ketenagakerjaan No.KEP-74/PPK/XII/2013 tentang Lisensi Keselamatan dan Kesehatan Kerja Bidang Supervisi Perancah

13. SKB Menakertrans dan MenPU ke 174/1986 dan No. 104/KPTS/1986 tentang K3 pada tempat kegiatan konstruksi beserta pedoman pelaksanaan K3 pada tempat kegiatan konstruksi

14. Surat edaran Dirjen Binwas No. 13/BW/1998 tentang Akte Pengawasan Proyek Konstruksi

15. Surat Dirjen Binawas No. 147/BW/KK/IV/1997 tentang wajib lapor pekerjaan proyek konstruksi.

3.2.3 Tujuan Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3)

Tujuan dari Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) pada dasarnya untuk mencegah dan menghindari para pekerja dari kecelakaan kerja dan penyakit akibat kerja. Ada beberapa pendapat dari para ahli dan peneliti mengenai tujuan dari Keselamatan

(5)

dan Kesehatan Kerja, diantaranya:

Darmiatun dan Tasrial (2015) menyebutkan tujuan kesehatan dan keselamatan kerja sebagai berikut:

a. Membangun sistem manajemen keselamatan dan kesehatan kerja berkelanjutan.

b. Kecelakaan nihil.

c. Meningkatkan taraf kesehatan pekerja.

d. Berperan aktif menjaga kelestarian lingkungan.

Tujuan kesehatan dan keselamatan kerja menurut irzal, (2016) adalah:

a. Mencegah terjadinya kecelakaan kerja.

b. Mencegah timbulnya penyakit akibat suatu pekerjaan.

c. Mencegah / mengurangi kematian.

d. Mencegah / mengurangi catat tetap.

e. Mengamankan material, konstruksi dan pemakaian.

f. Pemeliharaan bangunan, atal-alat kerja, mesin-mesin, instalasi.

g. Meningkatkan produktifitas kerja tanpa menguras tenaga kerja dan menjamin kehidupan produktifnya.

Sedangkan tujuan K3 dari suatu organisasi menurut Djatmiko, (2016) adalah dengan pencapaian sasaran K3 seperti:

a. Membangun sistem manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja berkelanjutan.

b. Kecelakaan nihil.

c. Meningkatkan taraf kesehatan pekerja.

d. Berperan aktif menjaga kelestarian lingkungan.

3.2.4 Perencanaan Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3)

Rencana Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) adalah kunci sebagai acuan kinerja dalam keamanan pekerjaan pada proyek konstruksi yang ingin melindungi para pekerjanya, personel yang ada dilapangan, seperti peraturan umum yang memberikan petunjuk bagaimana mengurangi kecelakaan dan memberikan perlindungan terhadap aset/properti. Perencanaan Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) meliputi:

a. Identifikasi bahaya (hazard identification), penilaian dan pengendalian risiko (risk assessment and risk control) yang dapat diukur.

(6)

b. Pemenuhan terhadap peraturan, perundangan dan persyaratan lainnya.

c. Penentuan tujuan dan sasaran.

d. Program kerja secara umum dan program kerja secara khusus.

e. Indikator kinerja sebagai dasar penilaian kinerja K3.

3.2.5 Organisasi Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3)

Organisasi K3 yang harus ada di perusahaan yaitu P2K3 (Panitia Pembina K3) adalah jantung dari sukses sistem manajemen K3. P2K3 merupakan wadah kerjasama antara unsur pimpinan perusahaan dan tenaga kerja dalam menangani masalah K3 di perusahaan. (Pedoman pelatihan untuk manajer dan pekerja, modul lima). Manfaat dibentuknya P2K3 adalah sebagai berikut:

a. Mengembangkan kerjasama bidang K3

b. Meningkatkan kesadaran dan partisipasi tenaga kerja terhadap K3 c. Forum komunikasi dalam bidang K3

d. Menciptakan tempat kerja yang nihil kecelakaan dan penyakit akibat kerja 3.2.6 Kebijakan Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3)

Kebijakan merupakan persyaratan utama dalam semua sistem manajemen seperti manajemen lingkungan, manajemen mutu dan lainnya. Kebijakan merupakan roh dari semua sistem, yang mampu memberikan spirit dan daya gerak untuk keberhasilan suatu usaha. Kebijakan K3 (OH&S Policy) merupakan perwujudan dari komitmen pucuk pimpinan yang memuat visi dan tujuan organisasi, komitmen dan tekad untuk melaksanakan keselamatan dan kesehatan kerja, kerangka dan program kerja. Oleh karena itu, kebijakan K3 sangat penting dan menjadi landasan utama yang diharapkan mampu menggerakkan semua partikel yang ada dalam organisasi sehingga program K3 yang diinginkan dapat berhasil dengan baik. Tanpa adanya kebijakan yang dilandasi dengan komitmen yang kuat, apapun yang direncanakan tidak akan berhasil dengan baik. Begitu halnya dengan komitmen, tanpa komitmen dari semua unsur dalam organisasi, khususnya para pimpinan, pelaksanaan K3 tidak akan berjalan dengan baik. Komitmen bukan sekedar diucapkan atau dituangkan dalam tulisan dan instruksi, tetapi harus diwujudkan secara nyata dalam tindakan dan sikap sehari-hari.

(7)

3.2.7 Kecelakaan Kerja

Kecelakaan kerja (accident) adalah suatu kejadian atau peristiwa tidak diinginkan yang menimbulkan terhadap manusia, kerugian terhadap proses kerja industri.

Kejadian kecelakaan kerja terjadi akibat serangkaian peristiwa atau faktor-faktor sebelumnya, dimana jika salah satu bagian dari peristiwa atau faktor-faktor tersebut dihilangkan maka kejadian kecelakaan tidak terjadi. Secara umum penyebab kecelakaan kerja digolongkan menjadi dua, yaitu unsafe action dan unsafe condition. Unsafe action adalah tindakan atau perbuatan manusia yang tidak mematuhi asas keselamatan, misalnya tidak menggunakan safety belt pada saat melakukan pekerjaan di ketinggian. Sedangkan unsafe condition adalah keadaan lingkungan tempat kerja yang kotor dan berantakan (Putra, 2017).

Terjadinya kecelakaan kerja disebabkan oleh faktor manusia dan faktor fisik. Faktor manusia yang tidak memenuhi keselamatan misalnya kelengahan, kecerobohan, mengantuk, kelelahan, dan sebagainya, sedangkan kondisi-kondisi lingkungan yang tidak aman misalnya lantai licin, pencahayaan kurang, silau, mesin terbuka, dan sebagainya (Notoatmodjo, 1997).

3.3 Manajemen Risiko

3.3.1 Definisi Manajemen Risiko

Secara umum manajemen risiko didefinisikan sebagai proses, mengidentifikasi, mengukur dan memastikan risiko dan mengembangkan strategi untuk mengelola risiko tersebut. Dalam hal ini manajemen risiko akan melibatkan proses-proses, metode dan teknik yang membantu manajer proyek maksimumkan probabilitas dan konsekuensi dari event positif dan minimasi probabilitas dan konsekuensi event yang berlawanan. Dalam manajemen proyek, yang dimaksud dengan manajemen risiko proyek adalah seni dan ilmu untuk mengidentifikasi, menganalisis, dan merespon risiko selama umur proyek dan tetap menjamin tercapainya tujuan proyek. Manajemen proyek yang baik akan mampu memperbaiki keberhasilan proyek secara signifikan. Manajemen risiko bisa membawa pengaruh positif dalam hal memilih proyek, menentukan lingkup proyek, membuat jadwal yang realistis dan estimasi biaya yang baik. Secara ilmiah risiko didefinisikan sebagai kombinasi fungsi dari frekuensi kejadian, probabilitas dan konsekuensi dari bahaya risiko yang terjadi. Risiko = f (frekuensi kejadian, probabilitas, konsekuensi) Frekuensi risiko

(8)

dengan tingkat pengulangan yang tinggi akan memperbesar probabilitas atau kemungkinan kejadiannya. Frekuensi kejadian boleh tidak dipakai seperti perumusan di atas, karena itu risiko dapat dituliskan sebagai fungsi dari probabilitas dan konsekuensi saja, dengan asumsi frekuensi telah termasuk dalam probabilitas.

Nilai probabilitas adalah nilai dari kemungkinan risiko akan terjadi berdasarkan pengalaman-pengalaman yang sudah ada, berdasarkan nilai kualitas dan kuantitasnya. Jika tidak memiliki cukup pengalaman dalam menentukan probabilitas risiko, maka probabilitas risiko harus dilakukan dengan hati-hati serta dengan langkah sistematis agar nilainya tidak banyak menyimpang. Nilai konsekuensi dapat diasumsikan dalam bentuk kompensasi biaya yang harus ditanggung atau dapat berupa tindakan penanggulangan dangan cara lain dengan biaya yang lebih rendah.

Menurut Siahaan (2007), menentukan langkah pertama untuk dapat melakukan manajemen risiko adalah mengetahui dengan pasti definisi risiko, karena jika seseorang tidak mengetahui yang dimaksud dengan risiko maka akan kesulitan dan mungkin tidak dapat melakukan manajemen risiko. Sedangkan menurut Darmiatub dan Tasrial, (2015), risiko adalah peluang atau kemungkinan bahwa seseorang atau sesuatu akan mengalami kerusakan atau terkena efek negatif kesehatan jika terpapar bahaya.

Manajemen risiko Kesehatan dan Keselamatan Kerja (K3) adalah suatu upaya mengelola risiko untuk mencegah terjadinya kecelakaan yang tidak diinginkan secara komprehensif, terencana dan terstruktur dalam suatu kesisteman yang baik.

Sehingga memungkinkan manajemen untuk meningkatkan hasil dengan cara mengidentifikasi dan menganalisis risiko yang ada.

1. Proses yang dilalui dalam manajemen risiko adalah:

a. Perencanaan manajemen risiko, pada perencanaan meliputi langkah memutuskan bagaimana mendekati dan merencanakan aktivitas manajemen risiko untuk proyek.

b. Identifikasi risiko, tahapan selanjutnya dari proses identifikasi risiko adalah mengenali jenis-jenis risiko yang mungkin dan umumnya dihadapi oleh setiap pelaku bisnis.

c. Analisis risiko kualitatif, analisis kualitatif dalam manajemen risiko adalah

(9)

proses menilai (assessment) impak dan kemungkinan dari risiko yang sudah diidentifikasi. Proses ini dilakukan dengan menyusun risiko berdasarkan efeknya terhadap tujuan proyek. Skala pengukuran yang digunakan dalam analisa kualitatif adalah Australian Standard/New Zealand Standard (AS/NZS).

d. Analisis risiko kuantitatif adalah proses identifikasi secara numerik probabilitas dari setiap risiko dan konsekuensinya terhadap tujuan proyek.

e. Pengendalian dan monitoring risiko, langkah ini adalah proses mengawasi risiko yang sudah diidentifikasi, memonitor risiko yang tersisa, dan mengidentifikasi risiko baru, memastikan pelaksanaan risk management plan dan mengevaluasi keefektifanya dalam mengurangi risiko.

2. Pengendalian Risiko K3

Pengendalian risiko merupakan langkah penting dan menentukan dalam keseluruhan manajemen risiko. Pengendalian risiko berperan dalam meminimalisir atau mengurangi tingkat risiko yang ada sampai tingkat terendah atau sampai tingkatan yang dapat ditolerir. Cara pengendalian risiko dilakukan melalui:

a. Eliminasi, pada pengendalian ini dilakukan dengan cara menghilangkan sumber bahaya (hazard).

b. Substitusi, dalam hal ini mengurangi resiko dari bahaya dengan cara mengganti proses, mengganti input dengan yang lebih rendah risikonya.

c. Engineering, dengan cara ini yaitu mengurangi risiko dari bahaya dengan metode rekayasa teknik pada alat, mesin, infrastruktur, lingkungan, dan atau bangunan.

d. Administratif, dengan cara ini yaitu mengurangi risiko bahaya dengan cara melakukan pembuatan prosedur, aturan, pemasangan rambu (safety sign), tanda peringatan, training dan seleksi terhadap kontraktor, material serta mesin, cara pengatasan, penyimpanan dan pelabelan.

e. Alat Pelindung Diri (APD), dengan cara ini dapat mengurangi risiko bahaya dengan cara menggunakan alat perlindungan diri misalnya safety helmet, masker, sepatu safety, coverall, kacamata keselamatan, dan alat pelindung diri lainnya yang sesuai dengan jenis pekerjaan yang dilakukan.

3. Sumber-sumber penyebab risiko dapat dibedakan sebagai berikut :

a. Risiko internal, yaitu risiko yang berasal dari dalam perusahaan itu sendiri.

(10)

b. Risiko eksternal, yaitu risiko yang berasal dari luar perusahaan atau lingkungan luar perusahaan.

c. Risiko operasional, adalah semua risiko yang tidak termasuk dari risiko keuangan. Risiko operasional disebabkan oleh beberapa faktor–faktor manusia, alam, dan teknologi.

3.3.2 Macam-macam Manajemen Risiko

Risiko adalah buah dari ketidakpastian, dan tentunya ada banyak sekali faktor–

faktor ketidakpastian pada sebuah proyek yang tentunya dapat menghasilkan berbagai macam risiko. Risiko dapat dikelompokkan menjadi beberapa macam menurut karakteristiknya, yaitu lain:

1. Risiko-risiko berdasarkan sifat, diantaranya adalah:

a. Spekulatif (Speculative Risk), yaitu risiko yang memang sengaja diadakan, agar dilain pihak dapat diharapkan hal-hal yang menguntungkan. Contoh: Risiko yang disebabkan dalam hutang piutang, membangun proyek, perjudian, menjual produk, dan sebagainya.

b. Risiko Murni (Pure Risk), yaitu risiko yang tidak disengaja, yang jika terjadi dapat menimbulkan kerugian secara tiba-tiba. Contoh: Risiko kebakaran, perampokan, pencurian, dan sebagainya.

2. Risiko berdasarkan dapat tidaknya dialihkan, diantaranya adalah:

a. Risiko yang dapat dialihkan, yaitu risiko yang dapat dipertanggungkan sebagai obyek yang terkena risiko kepada perusahaan asuransi dengan membayar sejumlah premi. Dengan demikian kerugian tersebut menjadi tanggungan (beban) perusahaan asuransi.

b. Risiko yang tidak dapat dialihkan, yaitu semua risiko yang termasuk dalam risiko spekulati yang tidak dapat dipertanggungkan pada perusahaan asuransi.

3. Risiko berdasarkan asal timbulnya, diantaranya adalah:

a. Risiko Internal, yaitu risiko yang berasal dari dalam perusahaan itu sendiri.

Misalnya risiko kerusakan peralatan kerja pada proyek karena kesalahan operasi, risiko kecelakaan kerja, risiko mismanagemen, dan sebagainya.

b. Risiko Eksternal, yaitu risiko yang berasal dari luar perusahaan atau lingkungan luar perusahaan. Misalnya risiko pencurian, penipuan, fluktuasi harga, perubahan politik, dan sebagainya.

(11)

3.3.3 Manfaat Manajemen Risiko

Manfaat yang diperoleh dengan menerapkan manajemen risiko antara lain berguna untuk mengambil keputusan dalam menangani masalah-masalah yang rumit.

Diantaranya seperti:

a. Memudahkan estimasi biaya.

b. Memberikan pendapat dan intuisi dalam pembuatan keputusan yang dihasilkan dalam cara yang benar.

c. Memungkinkan bagi para pembuat keputusan untuk menghadapi risiko dan ketidakpastian dalam keadaan yang nyata.

d. Memungkinkan bagi para pembuat keputusan untuk memutuskan berapa banyak informasi yang dibutuhkan dalam menyelesaikan masalah.

e. Meningkatkan pendekatan sistematis dan logika untuk membuat keputusan.

f. Menyediakan pedoman untuk membantu perumusan masalah.

g. Memungkinkan analisa yang cermat dari pilihan-pilihan alternatif.

Menurut Darmawi, (2005) Manfaat manajemen risiko yang diberikan terhadap perusahaan dapat dibagi dalam 5 (lima) kategori utama yaitu:

a. Manajemen risiko mungkin dapat mencegah perusahaan dari kegagalan.

b. Manajemen risiko menunjang secara langsung peningkatan laba.

c. Manajemen risiko dapat memberikan laba secara tidak langsung.

d. Adanya ketenangan pikiran bagi manager yang disebabkan oleh adanya perlindungan terhadap risiko murni, merupakan harta non material bagi perusahaan itu.

e. Manajemen risiko melindungi perusahaan dari risiko murni, dan karena kreditur pelanggan dan pemasok lebih menyukai perusahaan yang dilindungi maka secara tidak langsung menolong meningkatkan public image.

Manfaat manajemen risiko dalam perusahaan sangat jelas, maka secara implisit sudah terkandung didalamnya satu atau lebih sasaran yang akan dicapai manajemen risiko antara lain sebagai berikut ini (Darmawi, 2005, 13).

a. Survival

b. Kedamaian pikiran c. Memperkecil biaya

d. Menstabilkan pendapatan perusahaan

(12)

e. Memperkecil atau meniadakan gangguan operasi perusahaan f. Melanjutkan pertumbuhan perusahaan

g. Merumuskan tanggung jawab sosial perusahaan terhadap karyawan dan masyarakat

3.3.4 Tujuan Manajemen Risiko

Pada dasarnya manajemen K3 mencari dan mengumpulkan kelemahan operasional yang memungkinkan terjadinya kecelakaan. Hal ini dapat dilaksanakan dengan mengungkapkan sebab dari suatu masalah dan dapat meneliti apakah pengendalian secara cermat dapat dilakukan atau tidak. Kesalahan operasional yang kurang lengkap, keputusan yang tidak tepat, perhitungan yang kurang teliti dan manajemen kurang tepat dapat menimbulkan risiko kecelakaan (Silalahi & Rumondang, 1995).

Untuk mencapai tujuan manajemen risiko tersebut dibutuhkan suatu proses dalam menangani risiko yang ada, sehingga dalam penanganan risiko tidak terjadi kesalahan. Proses tersebut ialah menentukan konteks risiko, identifikasi risiko, analisa risiko, evaluasi risiko, dan pengendalian risiko.

3.3.5 Penilaian Tingkat Risiko

Penilaian risiko yaitu proses identifikasi dan analisa area-area dan proses-proses teknis yang memiliki risiko untuk meningkatkan kemungkinan dalam mencapai sasaran biaya, kinerja/performance dan waktu penyelesaian kegiatan. Tingkat risiko kegiatan adalah nilai rata-rata risiko. Berikut ini tabel penilaian tingkat risiko berdasarkan kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR), yaitu:

Tabel 3.1 Penilaian Tingkat Risiko

TINGKAT RISIKO K3 KONSTRUKSI

KEPARAHAN (AKIBAT)

1 (RINGAN) 2 (SEDANG) 3 (BERAT)

KEKERAPAN (FREKUENSI) 1 (JARANG) 1 2 3

2 (KADANG) 2 4 6

3 (SERING) 3 6 9

(Sumber: Kementerian PUPR, 2017)

(13)

Keterangan:

 Nilai 1 dan 2 = Risiko rendah

 Nilai 3 dan 4 = Risiko sedang

 Nilai 6 dan 9 = Risiko tinggi a. Identifikasi risiko (Identify risk)

Identifikasi risiko adalah proses peninjauan area-area dan proses-proses teknis yang memiliki risiko potensial yang akan dikelola.

b. Analisa risiko (Analyse risk)

Analisa risiko adalah proses menilai risiko yang telah teridentifikasi menggunakan matrix risiko untuk menentukan besarnya risiko. (risk= likelihood x consequences) c. Evaluasi risiko (Evaluate the risk)

Evaluasi risiko adalah proses penilaian risiko untuk menentukan apakah risiko yang terjadi dapat diterima atau tidak dapat diterima.

3.3.6 Identifikasi Risiko

Identifikasi risiko adalah usaha untuk menemukan atau mengetahui risiko-risiko yang mungkin timbul dalam kegiatan yang dilakukan oleh perusahaan atau perorangan. Tujuannya adalah untuk melakukan formulasi dan kategorisasi risiko dengan komponen penyebab terjadinya dan dampak dari risiko tersebut. Metode yang dapat digunakan bermacam-macam, salah satunya adalah dengan membuat checklist, daftar risiko ini dapat dikembangkan berdasarkan informasi yang telah

dikumpulkan dari proyek lampau.

3.3.7 Analisis Risiko

Analisis risiko merupakan kegiatan menganalisa suatu risiko dengan menentukan besarnya kemungkinan terjadi dan tingkat dari penerimaan akibat suatu risiko.

Tujuannya adalah untuk membedakan antara risiko kecil, risiko sedang, dengan risiko besar dan menyediakan data untuk membantu evaluasi dan penanganan risiko.

Faktor yang mempengaruhi dalam analisis risiko adalah:

a. Sumber risiko

Merupakan asal atau timbulnya risiko yang dapat berupa material, yang digunakan dalam proses kerja, peralatan kerja, kondisi area kerja dan perilaku dari pekerja.

(14)

b. Probabilitas

Merupakan besaran kemungkinan timbulnya risiko. Ditentukan dengan menganalisis frekuensi bahaya terhadap para pekerja, jumlah dan karakteristik bahaya yang terpapar pada pekerja, jumlah dan karakteristik pekerja yang terkena dampak bahaya, kondisi area kerja, kondisi peralatan kerja, serta efektifitas tindakan pengendalian bahaya yang telah dilakukan sebelumnya.

Faktor probabilitas juga berkaitan dengan faktor perilaku pekerja dikarenakan kurangnya pengetahuan dan kesadaran terhadap bahaya dan sumber risiko yang ada dalam proses kerja dan di tempat kerjanya atau stres yang dialami pekerja yang berpengaruh dalam penurunan konsentrasi pekerja.

c. Konsekuensi

Merupakan besaran dampak yang ditimbulkan dari risiko. Ditentukan dengan analisis atau kalkulasi statistik berdasarkan data-data yang terkait atau melakukan estimasi subjektif berdasarkan pengalaman terdahulu.

3.3.8 Evaluasi Risiko

Tujuan evaluasi risiko adalah mengambil keputusan mengenai risiko mana yang perlu ditangani dan prioritas pelaksanaan tindak lindung risiko berdasarkan hasil analisis risiko setelah membandingkan tingkat risiko dengan batas toleransi risiko (kriteria penerimaan risiko). Dalam proses evaluasi risiko, tingkat risiko yang diperoleh melalui analisis risiko dibandingkan dengan kriteria risiko yang telah ditetapkan dalam konteks manajemen risiko. Kebutuhan penanganan risiko ditetapkan berdasarkan hasil perbandingan yang telah dilakukan. Keputusan mengenai penanganan risiko harus mempertimbangkan konteks risiko seluas- luasnya, selain adanya batas toleransi risiko dari pihak internal, juga dipertimbangkan toleransi risiko dari pihak-pihak di luar organisasi yang terlibat dalam suatu risiko. Keputusan juga harus diambil dengan memperimbangkan hukum, regulasi dan hal-hal terkait lainnya. Dalam kondisi tertentu evaluasi risiko dapat memerlukan analisis risiko lebih lanjut. Evaluasi risiko juga dapat memutuskan untuk tidak menangani suatu risiko atau cukup mempertahankan pengendalian yang sudah ada (existing control). Keputusan ini akan dipengaruhi oleh pandangan organisasi terhadap risiko dan kriteria risiko yang telah ditetapkan.

Referensi

Dokumen terkait

lima faktor yang mempengaruhi Tingkat kemiskinan di Provinsi Sumatera Utara. yakni: Laju pertumbuhan ekonomi, Jumlah penduduk, Produk domestik

Pada sistem ini anak tidak juga diajarkan pada pembelajaran seperti sekolah lain, dan disini juga diberikan muatan pengetahuan tentang agama seperti mengaji,

Provinsi Sumatera Utara, Provinsi DKI Jakarta, Provisi Banten, Provinsi Jawa Timur, Provinsi Nusa Tenggara Timur, Provinsi Nusa Tenggara Barat, Provinsi Maluku Utara, Provinsi

Debitur yang beritikad tidak jujur atau debitur beritikad buruk, dan berbagai sebutan lainnya dengan mana yang sama, adalah debitur yang telah melakukan perbuatan

Selain itu guru dituntut untuk terampil mendesain kegiatan belajar mengajar di kelas, sehingga dalam proses pembelajaran tidak semata-mata diarahkan siswa untuk

Di tengah fenomena umum maraknya tradisi penafsiran Al-Quran yang terjadi di kalangan Muhammadiyah, metodologi tafsir ternyata masih menjadi hal langka kaitannya dengan kajian

REKAPITULASI DATA KEPENDUDUKAN PER DESA DAN JENIS KELAMIN KABUPATEN SLEMAN TAHUN 2016 SEMESTER I1.