• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pelajari tentang Literasi Digital

N/A
N/A
Febe Patricia lawalata

Academic year: 2024

Membagikan "Pelajari tentang Literasi Digital"

Copied!
24
0
0

Teks penuh

(1)

BAB II

KAJIAN PUSTAKA

A. Kajian Teori 1. Literasi Digital

Informasi yang terus berkembang setiap harinya harus diimbangi oleh kemampuan literasi yang baik agar dapat memahami dan menanggapi informasi tersebut dengan bijak. Menurut Hartati dalam Anggraeni H, Yayuk & Eni (2019) literacy berasal dari bahasa latin

“littera” (huruf) yang artinya melibatkan sistem tulisan dan seluruh aturan yang menyertainya. Secara etemologi menurut Hasan Subekti dalam Anggraeni H, Yayuk & Eni (2019) literasi dapat diartikan sebagai keberaksaraan atau kemampuan untuk menulis dan membaca. Hal tersebut cukup sederhana, namun berbeda jika dibahas secara terminologi. Secara terminologi menurut Christiane Schroeter dalam Anggraeni H, Yayuk &

Eni (2019) literasi adalah suatu kemampuan seseorang dalam hal menulis, membaca ataupun disiplin keilmuan tertentu yang merupakan keahlian profesinya. Sehingga dapat disimpulkan bahwa literasi merupakan suatu kemampuan atau keahlian di berbagai bidang ilmu untuk membaca, menulis dan memahami suatu informasi.

Kegiatan literasi yang berkembang dan beraneka macam diantaranya adalah literasi digital yang saat ini ramai diperbincangkan.

Menurut Paul Gilster dalam bukunya yang berjudul Digital Literacy yang

(2)

sebagai kemampuan untuk memahami dan menggunakan informasi dalam berbagai bentuk dari berbagai sumber yang sangat luas yang diakses melalui piranti komputer. Martin dalam Ulum, Frendy & Mochammad (2019) merumuskan definisi literasi digital adalah kesadaran, sikap, dan kemampuan individu untuk menggunakan alat dan fasilitas digital secara tepat untuk mengidentifikasi, mengakses, mengelola, mengintegrasikan, mengevaluasi, menganalisis, dan menyintesis sumber daya digital, membangun pengetahuan baru, menciptakan ekspresi media, dan berkomunikasi dengan orang lain, di konteks situasi kehidupan tertentu, untuk memungkinkan tindakan sosial yang konstruktif; dan merenungkan prosesnya.

Kedua pendapat mengenai literasi digital di atas berbeda pula dengan pendapat dari kedua ahli lain. Aviram & Eshet-Alkalai dalam Nisa, A D (2019) juga mendefinisikan terkait literasi digital sebagai seperangkat ketrampilan kognitif, sosial-emosional, dan prosedural yang diperlukan untuk melakukan kegiatan memecahkan masalah dalam lingkungan digital. Hague dalam Ulum, Frendy & Mochammad (2019) mengemukakan bahwa literasi digital merupakan kemampuan membuat serta berbagi dalam keadaan dan bentuk yang berbeda dalam rangka berkolaborasi, dan berkomunikasi secara lebih efektif, serta memahami bagaimana dan kapan teknologi digital digunakan dengan baik dalam menciptakan proses tersebut. Dengan demikian dari keempat teori tersebut dapat disimpulkan bahwa literasi digital tidak hanya mengacu

(3)

pada kemampuan untuk menggunakan atau mengoperasikan perangkat computer (perangkat keras dan peramgkat lunak) saja, tapi juga kemampuan untuk dapat membaca dan memahami isi yang terdapat dalam teknologi informasi tersebut sehingga dapat menciptakan atau menuliskan informasi yang baru (penemuan baru) yang dapat digunakan untuk memecahkan masalah di lingkungan digital.

Literasi digital juga memaksa setiap individu untuk memiliki kompetensi yang tinggi dalam memanfaatkan teknologi digital.

Kompetensi literasi digital ditinjau pada aspek berpikir kritis, dikemukakan Meyers, Ingrid, Ruth dalam Ulum, Frendy & Mochammad (2019) bahwa aspek berpikir kritis dalam literasi digital sangat penting, karena beragamnya informasi di internet, dan kemudahan konten informasi diciptakan pengguna internet. Keterampilan literasi digital sebagai pengembangan berpikir, artinya kesadaran berpikir terhadap tugas-tugas yang dibebankan kepada seseorang. Cara berpikir kritis seharusnya menjadi bagian penting dalam mengembangkan tahapan literasi informasi pada level mengevaluasi informasi secara kritis. Dalam dunia pendidikan, kegiatan literasi digital menghendaki adanya kemampuan berfikir kritis yang dihasilakan dari kegiatan literasi digital.

Oleh sebab itu, pendidik sebagai fasilitator harus bisa memfasilitasi hal tersebut dalam proses pembelajaran. Hal ini yang membuat pendidik juga harus berfikir kritis untuk menciptakan ide-ide dalam menerapkan literasi digital dalam proses pembelajaran. Menurut Wardhani D, Sri & Nindyta

(4)

(2019) orang yang melek media dapat menggunakan media komunikasi untuk menyelesaikan masalah. Sehingga dapat diartikan bahwa untuk menghadapi tantangan di era digital seperti saat ini, manusia harus mampu melek dan menguasai teknologi.

Teknologi dan informasi merupakan kedua hal yang saling berkaitan dan sama pentingnya di era digital seperti saat ini. Unesco dalam Khasanah (2019) mengatakan bahwa sebagai masyarakat global dituntut untuk mampu mengadaptasi dengan kemajuan teknologi dan keterbaruan atau kekinian. Oleh sebab itu, pemerintah mencanangkan pentingnya literasi informasi (information literacy), adalah sebuah kemampuan untuk mencari, memahami, mengevaluasi secara kritis, serta mengelola informasi menjadi sebuah pengetahuan yang bermanfaat untuk pengembangan kehidupan pribadi dan sosialnya.

Dunia pendidikan saat ini, tantangan terbesar dalam penerapan literasi digital di sekolah berasal dari internal sekolah, di antaranya kemampuan pendidik selaku tenaga pendidik, di bidang literasi digital yang kurang memadai, belum ada kebijakan sekolah tentang program literasi digital, serta tidak ada program literasi digital di dalam proses pembelajaran, sehingga peserta didik tidak memiliki kemampuan dalam hal mencari, menelusuri, mengolah, dan mengevaluasi informasi secara efektif dan efisien. Rendahnya tingkat literasi informasi di kalangan peserta didik juga berdampak pada maraknya plagiarisme (penjiplakan) di lingkungan sekolah. Oleh sebab itu, pendidik harus memiliki keterampilan

(5)

literasi digital yang baik agar dapat mengajarkan keterampilan literasi digital kepada para peserta didik.

Literasi digital yang merupakan bagian dari perkembangan jaman di era revolusi industri 4.0 sehingga dalam proses penerapannya menggunakan teknologi dan informasi yang serba digital. Melalui penerapan literasi digital dalam proses pembelajaran, setiap individu baik pendidik maupun peserta didik harus terbuka terhadap adanya perubahan atas kemajuan teknologi tersebut. Menteri Ristekdikti Mohamad Nasir dikutip Rialita dalam Subekti (2018) mengungkapkan bahwa revolusi industri 4.0 meliputi adanya persiapan suatu sistem pembelajaran yang lebih inovatif dan sesuai dengan kurikulum yang ada serta perkembangan teknologi yang begitu pesat. Hal ini dapat diartikan bahwa literasi digital merupakan salah satu inovasi yang dapat diterapkan dalam dunia pendidikan di era revolusi industri 4.0. Penerapan literasi digital yang dilakukan di SD Negeri 2 Purbalingga Lor dilaksanakan dengan menggunakan beberapa aplikasi seperti, quizizz dan video conference. Hal tersebut juga didukung dengan fasilitas sekolah yang memadai seperti adanya lab komputer, LCD proyektor, laptop dan jaringan wifi. Sehingga hal tersebut dapat mendukung proses penerapan literasi digital berjalan dengan lancar.

(6)

2. Pembelajaran Kurikulum 2013

Peraturan Pemerintah nomor 32 tahun 2013, kurikulum adalah seperangkat rencana dan pengaturan mengenai tujuan, isi, dan bahan pelajaran serta cara yang digunakan sebagai pedoman penyelenggaraan kegiatan pembelajaran untuk mencapai tujuan pendidikan tertentu.

Kurikulum sebagai rambu-rambu dalam menjalankan sistem pendidikan.

Meskipun demikian, perubahan dan pengembangan kurikulum harus dilaksanakan secara sistematis dan terarah. Kurikulum berisi rencana, materi atau bahan ajar yang akan disampaikan kepada peserta didik.

Kurikulum tersebut harus dikembangkan lagi oleh pendidik sebagai pelaksana kurikulum itu sendiri. Karena inilah perlu diadakan perubahan, pengembangan dan pembiasaan kurikulum yang menata delapan elemen standar nasional berdasarkan Peraturan Pemerintah nomor 32 tahun 2013.

Perubahan kurikulum KTSP menjadi Kurikulum 2013 telah disiapkan oleh pemerintah. Berbagai upaya telah dilakukan oleh pemerintah sebelum kurikulum yang baru ini benar-benar diterapkan pada tahun ajaran 2013. Kegiatan uji publik dilakukan untuk memperoleh masukan dari berbagai lapisan masyarakat. Seminar dan pelatihan- pelatihan bagi pendidik dalam persiapan menghadapi Kurikulum 2013 ini juga telah dirancang sedemikian rupa. Hal-hal tersebut dilakukan oleh pemerintah tentunya bertujuan agar ketika Kurikulum 2013 ini dilaksanakan tidak memiliki kendala dan halangan yang berarti bagi para pendidik sebagai pelaksana dilapangan. Persiapan yang dilakukan pada

(7)

waktu yang lalu dalam menyongsong kurikulum 2013 tersebut diharapkan dapat menjadi bekal pagi tenaga kependidikan untuk melaksanakan dan menerapkan kurikulum 2013 dalam pembelajaran.

Kesiapan pendidik sangat penting karena dalam tujuan kurikulum 2013, diantaranya mendorong peserta didik mampu lebih baik dalam melakukan observasi, bertanya, bernalar, mengkomunikasikan, dan mempresentasikan, apa yang mereka peroleh setelah menerima materi pembelajaran. Kemampuan pendidik untuk menguasai pembelajaran kurikulum 2013 mendukung keberhasilan pembelajaran kurikulum 2013.

Sehingga kemampuan atau kompetensi pendidik harus disesuaikan dengan perkembangan kurikulum yang berlaku saat ini.

Kurikulum 2013 merupakan pembelajaran tematik dengan menggabungkan beberapa mata pelajaran dalam suatu tema. Kemdikbud dalam Wangid, MN dkk (2014) menjelaskan pembelajaran tematik- integratif merupakan pendekatan pembelajaran yang mengintegrasikan berbagai kompetensi dari berbagai mata pelajaran ke dalam berbagai tema. Pengintegrasian tersebut dilakukan dalam dua hal, yaitu integrasi sikap, keterampilan, dan pengetahuan dalam proses pembelajaran dan integrasi berbagai konsep dasar yang berkaitan. Tema ini menjadi alat pemersatu materi yang beragam dari berbagai mata pelajaran.

Pembelajaran tematik dimaknai sebagai pembelajaran yang dirancang dan dikemas berdasarkan tema-tema tertentu dan dalam pembahasannya, tema-tema ditinjau dari berbagai mata pelajaran.

(8)

Pembelajaran tematik pada kurikulum 2013 merupakan inovasi baru yang dapat menjadi daya tarik tersendiri dari kurikulum 2013. Kurikulum 2013 dirancang untuk mengembangkan rasa ingin tahu, kreativitas, kerjasama dengan kemampuan intelektual dan psikomotorik (Permendikbud, 2013) dalam Anshory (2018). Implementasi kurikulum 2013 saat ini sudah diterapkan pada setiap satuan pendidikan sehingga dalam proses pembelajaran sudah menerapkan tematik. Mulyasa (2013:

99) menyebutkan tema kurikulum 2013 untuk menghasilkan insan Indonesia yang produktif, kreatif, inovatif, afektif melalui penguatan sikap, ketrampilan, dan pengetahuan yang terintegrasi. Peserta didik dapat merasakan pengalaman belajar secara langsung, peserta didik diajak untuk aktif dalam pembelajaran, dan memiliki interaksi yang baik untuk hidup bermasyarakat.

Pemetaan kompetensi kurikulum 2013 pada jenjang pendidikan Sekolah Dasar merujuk pada pendapat Bruner dalam Yulianti (2016) yaitu berorientasi pada pengembangan kompetensi sikap, keterampilan, dan pengetahuan peserta didik. Hal ini membuat dalam penerapan kurikulum 2013 memiliki tujuan untuk mengembangkan ketiga aspek tersebut yang mencangkup aspek afektif, kognitif dan psikomotor. Tugas sebagai pendidik saat ini bukan hanya pengembangkan kemampuan peserta didik di aspek kognitif saja, tapi juga harus bisa mendidik dan mengembangkan kemampuan peserta didik di aspek afektif dan psikomotor.

(9)

Penerapan kurikulum baru membuat pendidik juga diharapkan mampu mengembangkan potensi peserta didik agar mereka sadar akan kemampuan atau potensi yang dimilikinya. Implementasi kurikulum 2013 menurut Suherman (2014), diawali dengan merancang desain program perencanaan pembelajaran berupa silabus dan rencana pelaksanaan pembelajaran yang merupakan penjabaran dari kompetensi inti dan kompetensi dasar yang sudah ditetapkan Badan Standar Nasional Pendidikan. Peran dan tanggung jawab seorang pendidik dalam mengembangkan silabus dan rancangan pelaksanaan pembelajaran, menuntut seorang pendidik untuk memiliki tingkat kreatifitas dan inovatif yang tinggi untuk dapat mengembangkan rencana pelaksanaan pembelajaran, strategi pembelajaran, metode pembelajaran dan media pembelajaran.

Diberlakukannya kurikulum yang baru pada tahun pelajaran 2013/2014. Menurut Wahyudi (2017) Implementasi Kurikulum 2013 pada jenjang sekolah dasar dilaksanakan secara bertahap, yaitu pada tahun pertama dimulai dari kelas I dan IV, pada tahun kedua meliputi Kelas I, II, IV, dan V, dan pada tahun ketiga meliputi kelas I, II, III, IV, V, VI.

Sekolah dasar yang melaksanakan Kurikulum 2013 diawali pada sekolah yang ditunjuk oleh pemerintah, kemudian berikutnya sekolah-sekolah Inti, dan selanjutnya pada seluruh sekolah dasar. Menurut Depdiknas dalam Rahayu (2016) kurikulum 2013 mengembangkan pengalaman belajar yang memberikan kesempatan luas bagi peserta didik untuk menguasai

(10)

kompetensi yang diperlukan bagi kehidupan di masa kini dan masa depan, dan pada waktu bersamaan tetap mengembangkan kemampuan mereka sebagai pewaris budaya bangsa dan orang yang peduli terhadap permasalahan masyarakat dan bangsa masa kini.

Dikatakan dalam hal ini sebagai bentuk implementasi kurikulum 2013 pemerintah sudah menyiapkan buku panduan sebagai acuan utama, buku pendidik, buku peserta didik serta silabus dan RPP yang disesuaikan dengan kondisi peserta didik. Kurikulum 2013 saat ini sudah diterapkan secara menyeluruh. Selain itu, kegiatan literasi digital juga sesuai dengan kurikulum 2013 yang saat ini sedang berlaku. Adanya inovasi dalam proses pembelajaran melalui literasi digital dapat menciptakan suasana pembelajaran yang menyenangkan dan lebih memotivasi peserta didik.

Dengan hal tersebut dapat membantu pendidik dalam pembentukan kompetensi dan karakter peserta didik. Penelitian ini menyederhanakan proses pembelajaran kurikulum 2013 pada tema 8 “Bumiku”.

3. E-Learning

Belajar merupakan suatu proses yang tidak ada hentinya. Hakekat belajar dikemukakan Waridjan dalam Rahayu (2016) bahwa belajar adalah permodifikasi tingkah laku melalui pengalaman. Belajar mencakup perubahan tingkah laku yang relatif permanen sebagai hasil penerapan kondisi-kondisi lingkungan. Dengan demikian, secara umum belajar dapat diartikan kegiatan yang menghasilkan perubahan tingkah laku, yang merupakan pencapaian suatu tujuan belajar melalui suatu proses kegiatan

(11)

yang disadari dan dapat diuji secara efektif dalam kurun waktu tertentu.

Selanjutnya, menurut Depdiknas dalam Rahayu (2016) perubahan seseorang dari tidak tahu menjadi tahu adalah merupakan hasil belajar, namun demikian yang terpenting sebenarnya dalam belajar adalah proses pembelajarnya karena dalam proses tersebut peserta didik akan mendapatkan pengalaman dan pengetahuan. Pembelajaran yang pada umumnya menggunakan metode-metode lama seperti metode ceramah, seringkali justru sudah tidak diminati oleh peserta didik. Pendidik perlu berfikir kreatif dan inovatif untuk menyajikan pembelajaran yang mampu memberikan pengalaman langsung pada peserta didik dan juga menyenangkan. Strategi pembelajaran yang tepat akan menentukan hasil pembelajaran yang lebih baik.

Strategi pembelajaran merupakan suatu cara atau metode yang dilakukan oleh pendidik terhadap anak didik dalam upaya terjadinya perubahan aspek kognitif, afektif, dan motorik secara berkesinambungan.

Azhar dalam Sobron (2019) mengatakan pembelajaran adalah segala sesuatu yang dapat membawa informasi dan pengetahuan dalam interaksi yang berlangsung antara pendidik dengan peserta didik. Sobron (2019) menjelaskan bahwa pembelajaran E-Learning memperluas komunitas pembelajaran. Memperluas di sini karena antara satu peserta didik dengan peserta didik lainnya memiliki akses komunikasi yang lebih baik dibanding diskusi tatap muka yang terbatas oleh ruang dan waktu. Diskusi tatap muka yang sudah baik pun masih memiliki kendala, masih ada

(12)

kecenderungan peserta didik yang kurang peduli terhadap perkataan yang dikatakan oleh rekannya.

Era digital memberikan inovasi baru dalam dunia pendidikan, khususnya dalam proses pembelajaran yaitu adanya E-learning.

Pembelajaran E-Learning menurut Sobron (2019) juga sangat efektif bagi peserta didik karena bisa terlatih dengan adanya umpan balik terkait menggabungkan kolaborasi kegiatan dengan belajar mandiri, dan personalisasi pembelajaran berdasarkan kebutuhan peserta didik yang menggunakan simulasi dan permainan. Pembelajaran berbasis E-Learning dibangun melalui beberapa prinsip yang berperan untuk menentukan keberhasilan proses pembelajaran. Hal ini membuat pembelajaran berbasis E-Learning menjadi efektif yang dasarnya bergantung dari kepentingan masing-masing. Menurut Rusman (2011) setidaknya harus ada prinsip utama dalam pembelajaran berbasis E- Learning di antaranya;

a. Interaksi

Interaksi berarti kapasitas komunikasi dengan orang lain yang tertarik pada topik yang sama atau menggunakan pembelajaran berbasis E-Learning. Dalam lingkungan belajar, interaksi berarti kapasistas berbicara baik antar peserta maupun antara peserta dengan instruktur. Interaksi membedakan antara pembelajaran berbasis Daring Learning dengan pembelajaran berbasis komputer (Computer-Based Instruction). Hal ini berarti bahwa mereka yang terlibat dalam pembelajaran berbasis E-Learning tidak berkomunikasi dengan mesin,

(13)

melainkan dengan orang lain (baik peserta maupun tutor) yang kemungkinan tidak berada pada lokasi dengan waktu yang sama.

Interaksi tidak hanya menyediakan hubungan antar manusia, tetapi menyediakan keterhubungan isi, karena setiap orang dapat membantu antara satu dengan yang lain untuk memahami isi materi dengan berkomunikasi. Hal tersebut menciptakan lapisan belajar terdalam yang tidak bisa diciptakan oleh pengembangan media.

b. Ketergunaan

Ketergunaan yang dimaksud di sini adalah bagaimana bisa pembelajaran yang berbasis E-Learning diaktualisasikan. Terdapat dua elemen penting dalam prinsip ketergunaan, yaitu konsistensi dan kesederhanaan. Intinya adalah bagaimana perkembangan pembelajaran berbasis E-Learning ini menciptakan lingkungan belajar yang konsisten dan sederhana, sehingga peserta didik tidak mengalami kesulitan baik dalam proses pembelajaran maupun navigasi konten (materi dan aktivitas belajar lain).

Jadi prinsip utama pembelajaran berbasis E-learning adalah adanya interaksi dan komunikasi antara peserta didik dengan pendidik dalam lingkungan belajar yang sama dan situs web yang sama. Lalu menciptakan lingkungan belajar yang konsisten dan sederhana sehingga peserta didik tidak mengalami kesulitan dalam proses pembelajaran.

Konsep pembelajaran berbasis E-learning digunakan untuk meningkatkan minat peserta didik dalam belajar. Hal tersebut dapat membuat peserta

(14)

didik lebih bersemangat dalam proses pembelajaran dengan adanya sistem pembelajaran berbasis E-learning.

Pembelajaran berbasis daring adalah pembelajaran dalam bentuk E-learning. Imania (2019) menjelaskan bahwa, E-learning merupakan cara baru dalam proses belajar mengajar dengan menggunakan media elektronik dan internet yang mendukung proses pembelajaran.

Berdasarkan hal tersebut, dapat diartikan bahwa pembelajaran berbasis E- learning memanfaatkan internet dan media elektronik dalam pelaksanaanya. Di era yang serba menggunakan teknologi dalam pendidikan dan sistem pembelajaran juga memanfaatkan penggunaan teknologi dan informasi. Era teknologi saat ini berkembang cukup pesat sehingga sangat mudah untuk mengakses berbagai macam informasi di dalam maupun luar mancanegara.

Dunia pendidikan juga tidak luput dari kemajuan teknologi tersebut, seperti adanya pembelajaran E-learning atau pembelajaran dalam jaringan. Kata e-learning terdiri dari dua kata, kata yang pertama e itu artinya electronic dan learning artinya “pembelajaran”. Jadi pembelajaran E-learning adalah pembelajaran yang menggunakan perangkat electronic sebagai media dalam pembelajarannya. Beberapa ahli menjelaskan pengertian tentang E-learning. Menurut Hartley dalam Yustanti (2019) E- learning merupakan jenis belajar mengajar yang memungkinkan tersampaikannya bahan ajar ke peserta didik dengan menggunakan media internet, atau media jaringan komputer lain. Hal ini senada dengan

(15)

pendapat yang diutarakan menurut Horton dalam Yustanti (2019) menjelaskan E-learning merupakan pembelajaran berbasis web yang bisa diakses dari internet. Berdasarkan beberapa pendapat di atas, dapat disimpulkan bahwa E-learning merupakan pembelajaran berbasis teknologi elektronik informasi yang digunakan untuk memudahkan peserta didik menerima informasi dan meningkatkan kemampuannya.

a. Karakteristik Pembelajaran E-learning

Pembelajaran E-learning memiliki beberapa karakteristik.

Menurut Nursalam dalam Yustanti (2019) E-learning memiliki beberapa karakteristik, yaitu:

1) Memanfaatkan jasa teknologi elektronik.

2) Memanfaatkan keunggulan komputer (digital media dan komputer networks)

3) Menggunakan bahan ajar yang bersifat mandiri (self learning materials)

4) Memanfaatkan jadwal pembelajaran, kurikulum, hasil kemajuan belajar, dan hal-hal yang berkaitan dengan administrasi pendidikan dapat dilihat dan diakses melalui komputer.

E-learning merupakan inovasi dalam pembelajaran yang dapat dimanfaatkan bukan hanya untuk media penyampaian materi saja, tapi juga untuk menggali potensi peserta didik. Melalui E-learning peserta didik tidak hanya sekedar mendengarkan penjelasan materi dari pendidik, tapi juga mampu mengamati, melakukan, mendemonstrasikan

(16)

materi tersebut dan lain sebagainya. Penjelasan materi akan lebih menarik dan inovatif sehingga peserta didik cenderung merasa lebih tertarik karena rasa ingin tahu peserta didik lebih tinggi dari sebelumnya. Banyak manfaat dari pembelajaran berbasis E-learning.

b. Manfaat Pembelajaran E-learning

Manfaat dari pembelajaran berbasis E-learning dapat membantu proses pembelajaran untuk menghasilkan hasil yang maksimal.

Rahmasari dan Rismiati dalam Yustanti (2019) mengatakan bahwa kegiatan pembelajaran E-learning memiliki beberapa manfaat yaitu, peserta didik dapat mengakses pengetahuan setiap saat tak terbatas waktu dan tempat, dapat menjalin komunikasi melalui internet sehingga banyak pengetahuan yang diperoleh, pembelajaran lebih mudah dan menyenangkan, pembelajaran lebih interaktif dan inovatif, serta dapat mendorong peserta didik untuk bereksplorasi. Sementara itu, Rohmah dalam Yustanti (2019) mengatakan beberapa manfaat lain dari kegiatan pembelajaran menggunakan E-learning yaitu, waktu pembelajaran lebih efektif dan efisien, mempermudah peserta didik memahami materi, dan dapat saling berbagi informasi.

Seorang pendidik harus mampu menangkap peluang untuk dapat menciptakan suasana pembelajaran yang inovatif, kreatif dan menyenangkan. Mulyasa dalam Yustanti (2019) mengatakan bahwa Pendidik yang profesional dalam setiap pembelajaran, perlu mendayagunakan sumber belajar seoptimal mungkin, hal ini sangatlah

(17)

penting, karena keefektifan pembelajaran ditentukan pula oleh kemauan dan kemampuan mendayagunakan sumber-sumber belajar. Sumber belajar sangat diperlukan untuk mencari informasi. Proses pencarian informasi saat ini dapat dengan mudah dilakukan melalui internet.

Semua aspek kehidupan yang berdampak positif maupun negatif dapat dengan mudah diakses melalui internet. Pendidik juga dituntut untuk dapat menguasai teknologi informasi agar dalam menjalankan pembelajaran berbasis E-learning dapat berjalan dengan baik. Selain itu agar pendidik secara tidak langsung dapat memantau informasi yang sedang ramai diperbincangkan dan memiliki peluang besar dapat diakses oleh peserta didik.

Aktivitas interaktif melalui Internet memungkinkan pendidik dan peserta didik berbagi ide dan mengakses informasi materi ajar dengan lingkungan yang lebih luas. Menurut Yang dalam Noor (2017) melalui web, peserta didik dapat berinteraksi dengan pendidiknya maupun peserta didik lainnya dengan lebih aktif dan efektif. E-learning memiliki manfaat bagi lembaga pendidikan untuk menarik lebih banyak minat belajar peserta didik dibanding metode pembelajaran konvensional. Pembelajaran berbasis E-learning lebih sesuai dengan perkembangan era digital sat ini. Salah satu ciri dari pembelajaran E- learning adalah pembelajaran yang mandiri. Peserta didik dituntut untuk mampu mengembangkan idenya sendiri dan mampu untuk

(18)

menyelesaikan permasalahan yang dihadapkan pada peserta didik tersebut.

Pembelajaran berbasis E-learning sudah menjadi bagian dari perkembangan era revolusi industri 4.0. Menurut Joenaidy (2019: 13) melalui inovasi pembelajaran, pendidik diharapkan mampu menyesuaikan diri dengan perkembangan teknologi informasi dan komunikasi. Teknologi dan informasi yang terus berkembang menciptakan suatu perubahan dalam kehidupan manusia termasuk dalam dunia pendidikan. Menurut Mardliyah (2018), Industri Revolusi 4.0 merupakan sebuah istilah yang muncul dari sebuah proyek yang diprakarsai oleh pemerintah Jerman ketika mempromosikan komputerisasi manufaktur.

Sistem pembelajaran di era revolusi industri 4.0 pendidik mengajarkan kepada peserta didik cara untuk memanfaatkan teknologi dengan baik. Pembelajaran era revolusi industri 4.0, menurut Joenaidy (2019) memiliki trend pembelajaran yang pada dasarnya mengajarkan kepada peserta didik untuk mandiri, berdikari, dan tidak bergantung pada orang lain. Melalui pembelajaran E-learning, proses pembelajaran memanfaatkan teknologi digital yang dapat membantu peserta didik untuk memahami materi dan dapat menggunakan teknologi dengan baik.

(19)

B. Kajian Penelitian yang Relevan

Penelitian yang di anggap relevan dengan penelitian penerapan literasi digital dalam pembelajaran kurikulum 2013 berbasis E-learning di era revolusi industri 4.0 di SD Negeri 2 Purbalingga Lor antara lain:

1. Penelitian oleh Uswatun Khasanah dan Herina (2019) dengan judul

“Membangun Karakter Peserta didik Melalui Literasi Digital Dalam Menghadapi Pendidikan Abad 21 (Revolusi Industri 4.0)”. Hasil penelitian tersebut menunjukan bahwa literasi digital sangat penting untuk diterapkan dalam proses pembelajaran karena dapat meningkatkan motivasi belajar peserta didik, hal tersebut juga didukung oleh adanya peningkatan prestasi peserta didik dengan menjuarai beberapa perlombaan. Lembaga pendidikan mulai mengembangkan materi dan metode pembelajaran berbasis literasi digital untuk menyongsong dan menyiapkan generasi di era revolusi industri 4.0. Hal tersebut bertujuan agar peserta didik dapat bersaing di era revolusi industri 4.0 dan dapat menguasai teknologi dengan baik.

2. Penelitian oleh Ike Yustanti dan Dian Novita (2019) dengan judul

“Pemanfaatan E-learning Bagi Para Pendidik di Era Digital 4.0”

menunjukan hasil bahwa penerapan E-learning dapat mendukung proses pembelajaran. Kemajuan teknologi dan informasi merupakan suatu hal yang tidak dapat ditolak karena hal tersebut merupakan suatu keniscayaan. Seorang pendidik juga harus memiliki kemampuan atau kompetensi lain sesuai dengan perkembangan jaman saat ini. Selain itu,

(20)

untuk dapat menciptakan pembelajaran yang aktif, kreatif dan menyenangkan. Peserta didik akan merasa lebih bersemangat dalam proses pembelajaran. Pembelajaran yang efektif dan menyenangkan akan melahirkan suasana yang baru di kelas. Selain itu, peserta didik juga disiapkan untuk menghadapi perkembangan teknologi yang semakin canggih. Era revolusi industri 4.0 juga menuntut pendidik untuk mampu mengoperasikan dan memanfaatkan teknologi dengan baik sehingga pendidik dapat menerapkannya dalam pembelajaran di lingkungan kelas.

3. Penelitian oleh Reno Fernandes (2019) dengan judul “Relevansi Kurikulum 2013 dengan Kebutuhan Peserta Didik di Era Revolusi 4.0”.

Menunjukan hasil bahwa, pendidikan yang saat ini menerapkan kurikulum baru yaitu kurikulum 2013 yang diterapkan secara menyeluruh di Indonesia pada tahun ajaran 2019/2020. Penerapan kurikulum 2013 dalam penbelajaran memberikan inovasi baru pada dunia pendidikan.

Permendikbud Nomor 36 Tahun 2013 dan Permendikbud Nomor 160 Tahun 2014 menjadi dasar penerapan kurikulum 2013 di Indonesia.

Kurikulum 2013 juga relevan dengan tantangan pendidikan di era revolusi industri 4.0 yang serba digital.

Ketiga penelitian tersebut dapat mendukung penelitian baru yang akan dilakukan oleh peneliti. Penelitian oleh Uswatun Khasanah dan Herina (2019) yang membahas tentang penerapan literasi digital di era revolusi industri 4.0 akan ikut mendukung terkait pentingnya penerapan literasi digital dalam proses pembelajaran. Kemudian penelitian dari Ike Yustanti dan Dian Novita

(21)

bagi pendidik di era digital 4.0 yang juga dapat dijadikan sebagai acuan untuk melihat proses pemanfaatan E-learning dalam pembelajaran yang dilakukan oleh pendidik di era digital 4.0. Kedua penelitian tersebut dapat saling dikaitkan untuk dapat mengetahui proses penerapan literasi digital dalam pembelajaran dengan berbasis E-learning di era revolusi industri 4.0.

Penelitian dari Reno Fernandes (2019) melihat keterkaitan antara kurikulum 2013 dengan kebutuhan peserta didik. Maka dapat ditemukan informasi tentang pembelajaran kurikulum 2013 dan kaitannya dengan kebutuhan peserta didik di era revolusi industri 4.0 seperti saat ini. Ketiga penelitian tersebut dapat mendukung penelitian yang akan dilakukan oleh peneliti tentang penerapan literasi digital dalam proses pembelajaran kurikulum 2013 berbasis E-learning.

C. Alur Pikir

Pembelajaran 2013 dengan menerapkan literasi digital melalui E-learning merupakan salah satu inovasi pendidikan dalam menghadapi era

revolusi industri 4.0 yang sedang berlangsung saat ini. Literasi digital sendiri merupakan salah satu bentuk atau cara yang diinginkan oleh pemerintah untuk diterapkan dalam satuan pendidikan agar pendidik dan peserta didik mampu bersaing dengan teknologi yang saat ini berkembang cukup pesat. Hal ini berdasarkan pada PERMENDIKBUD Nomor 23 Tahun 2015 tentang Penumbuhan Budi Pekerti, yang diperkuat dengan kegiatan literasi salah satunya melalui literasi digital. Selain itu, penerapan literasi digital dalam

(22)

pembelajaran merupakan salah satu strategi untuk menciptakan pembelajaran yang efektif, kreatif, dan menyenangkan.

Proses yang dilakukan peneliti yaitu mendeskripsikan penerapan literasi digital dalam pembelajaran kurikulum 2013 berbasis E-learning, peneliti membahas mengenai proses pembelajaran kurikulum 2013 yang menggunakan literasi digital di dalamnya dan bentuk literasi digital tersebut yaitu melalui E-learning. Hal ini merupakan jawaban dari tantangan dunia pendidikan di era revolusi industri 4.0 yang mengutamakan teknologi internet di dalamnya. Inovasi dalam pendidikan yang harus terus berkembang, membutuhkan ide-ide yang kreatif dari seorang pendidik untuk dapat menghadirkan inovasi baru dalam proses pembelajaran.

Penerapan literasi digital dalam pembelajaran 2013 berbasis E-learning merupakan salah satu inovasi yang diberikan oleh pendidik untuk dapat bersaing dengan kemajuan jaman dan perkembangan teknologi yang sudah memasuki era revolusi industri 4.0. Penerapan literasi digital yang berdasarkan hasil observasi dan wawancara awal di lapangan mengatakan bahwa, SD Negeri 2 Purbalingga Lor merupakan sekolah negeri di wilayah Purbalingga yang sudah menerapkan kegiatan literasi digital dengan baik selama 2 tahun.

Selain itu, penerapan literasi digital tersebut didukung oleh adanya Peraturan Menteri, adanya pendidik yang berkompeten di bidang tersebut dan fasilitas yang memadai.

Penerapan literasi digital tersebut diterapkan di kelas VI SD Negeri 2 Purbalingga Lor karena usia peserta didik kelas VI dirasa akan lebih mudah dalam memahami cara menggunakan dan memanfaatkan teknologi. Oleh

(23)

karena itu, SD Negeri 2 Purbalingga Lor menerapkan kegiatan literasi digital di kelas VI. Penelitian yang dilakukan oleh peneliti ini juga didukung oleh hasil penelitian terdahulu yang relevan dengan penelitian ini, yaitu mengenai penerapan literasi digital dalam proses pembelajaran. Berdasarkan hasil penelitian terdahulu, penerapan literasi digital memang sangat penting untuk diterapkan dalam proses pembelajaran. Kemampuan literasi digital yang harus dimiliki oleh peserta didik ini, karena tuntutan era atau jaman yang terus berkembang pesat begitu juga teknologi yang saat ini serba digital.

Hasil penelitian terdahulu yang mengatakan bahwa penerapan literasi digital penting untuk dilaksanakan pada setiap satuan pendidikan, mendorong peneliti melakukan penelitian untuk melihat proses penerapan literasi digital di SD Negeri 2 Purbalingga Lor. Penelitian ini dilakukan dengan tujuan untuk mengetahui proses, kendala, dan solusi yang ada dalam penerapan literasi digital dalam pembelajaran kurikulum 2013 berbasis E-learning tema 8

“Bumiku” kelas VI SD Negeri 2 Purbalingga Lor. Hal ini dapat dilihat pada gambar sebagai berikut:

(24)

Gambar 2.1 Alur Pikir

D. Pertanyaan Penelitian

Berdasarkan hasil observasi dan wawancara awal yang telah dilakukan, dapat diperoleh beberapa pertanyaan dalam penelitian ini yaitu:

1. Bagaimana kegiatan literasi digital berbasis e-learning diterapkan dalam proses pembelajaran kurikulum 2013 di kelas VI SD Negeri 2 Purbalingga Lor.

2. Kendala apa saja yang muncul pada saat penerapan literasi digital berbasis e-learning?

3. Solusi apa yang dilakukan untuk mengatasi kendala-kendala tersebut?

Penerapan Literasi Digital DalamPembelajaran Kurikulum 2013 Berbasis

E-learning

Literasi Digital

(PERMENDIKBUD Nomor 23 Tahun 2014 tentang Penanaman Budi Pekerti)

Kurikulum 2013

(Kurikulum baru yang sudah diterapkan sejak tahun ajaran 2013)

E-learning

(Salah satu inovasi dalam dunia pendidikan di era revolusi industri 4.0 yang serba digitalisasi)

Berdasarkan hasil observasi dan wawancara awal, peneliti tertarik untuk melihat proses yang meliputi

kendala dan solusi dari penerapan literasi digital dalam pembelajaran kurikulum 2013 berbasis E-learning

di kelas VI SD Negeri 2 Purbalingga Lor.

Metode penelitian yang digunakan yaitu kualitatif deskriptif.

Gambar

Gambar 2.1 Alur Pikir

Referensi

Dokumen terkait

Kurikulum 2006 (KTSP) secara konseptual sama dengan kurikulum 2013, yaitu berbasis kompetensi, dan secara umum telah mengarahkan siswa untuk mengembangkan literasi

Menumbuhkembangkan budi pekerti peserta didik melalui pembudayaan ekosistem literasi sekolah yang diwujudkan dalam Gerakan Literasi Sekolah agar mereka menjadi pembelajar

Penguatan literasi digital dapat dilakukan melalui model pengembangan kurikulum pendidikan SMA Islam yang memanfaatkan media digital dalam tujuan, materi, strategi maupun

Kurikulum 2006 (KTSP) secara konseptual sama dengan kurikulum 2013, yaitu berbasis kompetensi, dan secara umum telah mengarahkan siswa untuk mengembangkan literasi

IKIP Budi Utomo Dengan literasi digital, pembelajaran yang baik dan inovatif dapat diciptakan. Di masa ini, guru dituntut untuk mengembangkan kreativitas pembelajaran dengan

Tujuan dari Pengabdian Masyarakat berbasis Literasi Digital ini dilakukan untuk membantu menanamkan budaya literasi digital dan memberikan edukasi kepada para dewan guru serta para

Desain studi kasus dipakai peneliti karena penelitian Integrasi Nilai-nilai Toleransi dalam Penanaman Literasi Digital di Lingkungan Keluarga dalam Mewujudkan Keamanan Nasional ini

Hal ini mengacu pada angket yang memuat empat indikator literasi digital Nasrullah dkk, 2017 meliputi 1 Intensitas Penerapan dan Pemanfaatan Literasi Digital dalam Kegiatan Pembelajaran