• Tidak ada hasil yang ditemukan

View of PELAKSANAAN PEMBERIAN HAK NARAPIDANA UNTUK MENDAPATKAN PEMBEBASAN BERSYARAT KEPADA NARAPIDANA PIDANA UMUM DI LEMBAGA PEMASYARAKATAN KELAS IIB ARGAMAKMUR

N/A
N/A
Nguyễn Gia Hào

Academic year: 2023

Membagikan "View of PELAKSANAAN PEMBERIAN HAK NARAPIDANA UNTUK MENDAPATKAN PEMBEBASAN BERSYARAT KEPADA NARAPIDANA PIDANA UMUM DI LEMBAGA PEMASYARAKATAN KELAS IIB ARGAMAKMUR"

Copied!
14
0
0

Teks penuh

(1)

P-ISSN: 2356-4164, E-ISSN: 2407-4276

Open Access at : https://ejournal.undiksha.ac.id/index.php/jkh

Program Studi Ilmu Hukum Fakultas Hukum dan Ilmu Sosial

Universitas Pendidikan Ganesha Singaraja

1375

PELAKSANAAN PEMBERIAN HAK NARAPIDANA UNTUK MENDAPATKAN PEMBEBASAN BERSYARAT KEPADA NARAPIDANA PIDANA UMUM DI LEMBAGA PEMASYARAKATAN KELAS IIB ARGAMAKMUR

Diandra Jasmine Saskia Munandar, Mitro Subroto Politeknik Ilmu Pemasyarakatan

E-mail: jasminediandra00@gmail.com, subrotomitro07@gmail.com Info Artikel Abstract

Masuk: 1 Desember 2022 Diterima: 15 Januari 2023 Terbit: 1 Februari 2023 Keywords:

Correctional Institution, Parole, Prisoner

Regarding the penitentiary system contained in Law No. 22 of 2022 concerning Corrections, a change from Law No. 12 of 1995 concerning Corrections explains that the Correctional System is an arrangement regarding directions and limits and methods for implementing the functions of Correctionalism in an integrated manner, for the correctional itself according to contents of Article 1 Paragraph 1 explains that Corrections are a subsystem of criminal justice that organizes law enforcement in the field of treatment of prisoners, children and inmates.

Convicts who have permanent legal force from court decisions will be placed in Correctional Institutions where the convict will carry out coaching, when the convict has been accepted administratively, he will switch status from convict to convict, with that he is entitled to obtain rights him as a convict. One of the rights that will be received by convicts is parole. Granting parole in practice, not all convicts can obtain it. There are requirements that must be owned by a convict and met by a convict so that in a procedural way his rights as a convict can be granted.

There are times when parole may not be granted for processing because it does not meet the specified administrative and substantive requirements. therefore, as a writer, I would like to examine the implementation of the granting of these rights in the Arga Makmur Class IIB Penitentiary. Based on this, the problems are formulated:

1) How is the implementation of the granting of rights for general criminal convicts to get parole in Class IIB Argamakmur Penitentiary?2) What are the obstacles that arise in the implementation of the granting of the rights of general criminal convicts to get parole in class IIB

(2)

1376 Argamakmur Penitentiary? This type of research uses empirical research by examining normative provisions and using non- doctrinal case studies. This research originates from field research, library research. The research was carried out at the Class IIB Argamakmur Penitentiary. The results of the research, both primary and secondary data were processed and analyzed qualitatively.

The implementation of the granting of convicts' rights to parole is carried out based on the RI Minister of Law and Human Rights No. 7 of 2022 concerning the Second Amendment to Regulation of the Minister of Law and Human Rights No. 3 of 2018 concerning Terms and Procedures for Granting Remissions, Assimilation, Leave to Visit Family, Parole, Leave before Release and Conditional Leave. Obstacles experienced in the implementation of convicts' rights to obtain parole are too difficult to reach a decision.

Abstrak Kata kunci:

Lembaga

Pemasyarakatan, Pembebasan

bersyarat, Narapidana

Corresponding Author :

Diandra Jasmine Saskia Munandar, e-mail :

jasminediandra00@gmail.

com

Mengenai sistem pemasyarakatan yang tertuang didalam Undang-Undang No 22 Tahun 2022 Tentang Pemasyarakatan perubahan dari Undang-Undang No 12 Tahun 1995 Tentang Pemasyarakatan menjelaskan bahwa Sistem Pemasyarakatan adalah suatu tatanan mengenai arah dan batas serta metode pelaksanaan fungsi Pemasyarakatan secara terpadu, untuk pemasyarakatan itu sendiri sesuai isi Pasal 1 Ayat 1 menjelaskan bahwa Pemasyarakatan adalah subsistem peradilan pidana yang mcnyelenggarakan penegakan hukum di bidang perlakuan terhadap tahanan, anak, dan warga binaan.

Terpidana yang telah memiliki kekuatan hukum tetap dari putusan pengadilan akan di tempatkan di Lembaga Pemasyarakatan tempat dimana terpidana tersebut akan melaksanakan pembinaan, ketika terpidana telah diterima secara administrative, dia akan beralih status dari terpidana menjadi narapidana, dengan itu dia sudah berhak untuk mendapatkan hak-hak nya sebagai narapidana. Salah satu hak yang akan diterima oleh narapidana yaitu pembebasan bersyarat, Pemberian pembebasan bersyarat dalam pelaksanaannya tidak semuanya narapidana dapat memperolehnya. Adanya persyaratan-persyaratan yang harus dimiliki oleh narapidana dan dipenuhi seorang narapidana agar dalam prosedural dapat diberikan hak- haknya sebagai seorang narapidana. Adakalnya pembebasan bersyarat dapat tidak diberikan untuk diproses dikarenakan tidak memenuhi persyarataan

(3)

1377 administratif maupun substantif yang ditentukan.

maka dari itu saya sebahai penulis ingin meneliti pelaksanaan pemberian hak tersebut di Lembaga Pemasyarakatan Kelas IIB Arga Makmur.

Berdasarkan hal tersebut dirumuskan permasalahan : 1) Bagaimanakah Pelaksanaan Pemberian Hak Narapidana pidana umum untuk mendapatkan Pembebasan Bersyarat di Lembaga Pemasyarakatan kelas IIB Argamakmur?. 2) Hambatan-hambatan apa saja yang timbul dalam Pelaksanaan Pemberian Hak Narapidana pidana umum untuk mendapatkan Pembebasan Bersyarat di Lembaga Pemasyarakatan kelas IIB Argamakmur?. Tipe Penelitian ini menggunakan Penelitian empiris dengan menelaah ketentuan normatif dan menggunakan studi kasus yang non doktrinial. Penelitian ini bersumber pada penelitian lapangan, penelitian kepustakaan.

Penelitian dilaksanakan di Lembaga Pemasyarakatan kelas IIB Argamakmur. Hasil penelitian, yang dilakukan baik data primer ataupun sekunder diproses dan dianalisis secara kualitatif. Pelaksanaan pemberian hak narapidana mendapatkan pembebasan bersyarat dilakukan berdasarkan Permenkumham RI No. 7 Tahun 2022 Tentang Perubahan Kedua Atas Peraturan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Nomo 3 Tahun 2018 Tentang Syarat dan Tata Cara Pemberian Remisi, Asimilasi, Cuti Mengunjuni Keluarga, Pembebasan Bersyarat, Cuti Menjelang Bebas dan Cuti Bersyarat. Hambatan yang dialami dalam pelaksanaan pemberian hak narapidana untuk mendapatkan pembebasan bersyarat terlalu susah untuk mencapai putusan.

@Copyright 2023.

PENDAHULUAN

Criminal justice system yang dikemukakan oleh Ramington dan Ohlin dapat diartikan sebagai pemakaian pendekatan sistem terhadap mekanisme administrasi peradilan pidana, dan peradilan pidana sebagai suatu sistem merupakan hasil interaksi antara peraturan perundang-undangan , praktik administrasi dan sikap atau tingkah laku sosial. Pengertian sistem itu sendiri mengandung implikasi suatu proses interaksi yang dipersiapkan secara rasional dan dengan cara efisien untuk memberikan hasil tertentu dengan segala keterbatasan-nya. Di Indonesia yang mendasari bekerjanya komponen sistem peradilan pidana di atas mengacu kepada Undang-Undang No. 8 Tahun 1981 atau KUHAP. Tugas dan wewenang masing-masing komponen (Kepolisian, Kejaksaan, Pengadilan dan Lembaga Pemasyarakatan,

(4)

1378 termasuk Advokat) dalam sistem peradilan pidana tersebut dimulai dari penyidikan hingga pelaksanaan hukuman (Sriwidodo, 2020). Sistem Peradilan Pidana tata sesuai isi dari KUHAP dibagi menjadi 3 (tiga) tahap yaitu tahap sebelum sidang pengadilan (pra adjudikasi), tahap sidang pengadilan (adjudikasi), dan tahap setelah pengadilan (post adjudikasi). Didalam penjelasannya mekanisme dari pelaksanaan Sistem Peradilan Pidana mensyaratkan adanya kerjasama antar sub sistem agar Sistem Peradilan Pidana dapat berjalan dengan lancer dan baik. Keseluruhan sub sistem dalam Sistem Peradilan Pidana mempunyai tugas dan tanggung jawab masing-masing akantetapi keempat sub sistem tersebut mempunyai tujuan yang sama dan mempunyai hubungan yang sangat erat. Apabila salah satu sub sistem ada yang tidak menjalankan tugas sebagaimana mestinya dapat mempengaruhi alur dan hasil pelaksanaan sistem tersebut secara keseluruhan.

Lembaga Pemasyarakatan itu sendiri sesuai dengan yang tercantum dalam Undang- Undang No 22 Tahun 2022 Tentang Pemasyakaratan menjelaskan bahwa Lembaga Pemasyarakatan adalah lembaga atau tempat yang menjalankan fungsi Pembinaan terhadap Narapidana. Narapidana sesuai aturan tersebut menyebutkan bahwa narapidana adalah terpidana yang sedang menjalani pidana penjara untuk waktu tertentu dan seumur hidup atau terpidana mati yang sedang menunggu pelaksanaan putusan, yang sedang menjalani pembinaan di lembaga pemasyarakatan.

Perkembangan lembaga pemasyarakatan di Indonesia secara umum telah berlangsung hampir empat dekade, dahulu dikenal sebagai penjara. Lembaga ini telah menjadi saksi pasang surutnya kehidupan di negeri ini dan menjadi cerminan kebijakan politik pemerintah pada setiap masa. Seiring dengan berkembangnya zaman, perubahan cara pandang terhadap perlakuan narapidana di Indonesia pada dasarnya merupakan suatu evaluasi kemanusiaan yang merupakan manifestasi dari nilai-nilai luhur Pancasila, sebagai dasar pandangan hidup bangsa yang mengakui hak-hak asasi manusia. Saharjo sebagai tokoh pembaharuan dalam dunia kepenjaraan di Indonesia, telah mengemukakan ide pemasyarakatan bagi terpidana, yaitu: 1) Tiap orang adalah makhluk kemasyarakatan; 2) Tidak ada orang yang hidup di luar masyarakat; 3) Narapidana hanya dijatuhi hukuman kehilangan kemerdekaan bergerak (Panjaitan & Simorangkir, 1995). Konsep pembaharuan pidana penjara dan pelaksanaanya di Indonesia berlandaskan atas asas kemanusiaan yang bersifat universal. Pembaharuan tersebut menumbuhkan pemikiran tentang metode baru guna mencegah kejahatan dan mengurangi tindak kejahatan. Sistem pemasyarakatan merupakan salah satu pilihan pembaharuan dalam pelaksanaan pidana penjara yang mengandung upaya baru pelaksanaan pidana penjara dan perlakuan cara baru terhadap narapidana yang berlandaskan asas kemanusiaan. Tujuan pemidanaan tidak terlepas dari dua hal, pertama mengapa pidana dijatuhkan kepada seseorang yang melanggar peraturan, dan kedua apa yang diharapkan dari memidana seseorang yang melanggar peraturan. Kenyataannya di bidang pemidanaan ini secara umum masih menganut tujuan untuk memperbaiki terpidana di dalam lembaga pemasyarakatan sehingga memberikan gambaran bahwa kejahatan tersebut hanya terhenti selama menjalani pidana di dalam lembaga pemasyarakatan dan setelah selasai menjalani pidana pelaku akan kembali melakukan perbuatan melanggar hukum dalam kehidupan masyarakat.

(5)

1379 Saharjo dalam pidatonya yang menerangkan sebuah revolusi tentang Pemasyarakatan pada saat beliau menerima gelar doktor honoris causa bidang ilmu hukum dari Universitas Indonesia yang bertempat di Istana Negara pada tanggal 5 Juli 1963, beliau pada intinya menyampaikan bahwa : “Tujuan dari hukuman penjara di samping menimbulkan rasa penderitaan pada para terpidana karena dihilangkan kemerdekaan bergerak. serta membimbing terpidana agar kembali bertobat dan menjadi pribadi yang berguna bagi masyarakat. Terpidana yang telah memiliki kekuatan hukum tetap akan ditempatkan di Lembaga Pemasyarakatan, peralihan status dari terpidana menjadi narapidana itu terjadi ketika administratifnya telah diselesaikan sesuai prosedur, hal ini lah yang menjadi awal untuk narapidana akan melaksanakan pembinaan di Lembaga Pemasyarakatan. Sesuai aturan tentang pemasyakaratan menerangkan bahwa Pembinaan adalah kegiatan yang diselenggarakan untuk meningkatkan kualitas kepribadian dan kemandirian Narapidana dan Anak Binaan. Dalam proses pembinaan inilah narapidana akan dibina untuk dipersiapkan kembali ketika mereka telah selesai menjalanan masa pidana nya agar bisa siap kembali dengan baik berkumpul dan bersosialisasi di tengah-tengah masyarakat. Selama menjalani pembinaan di Lembaga Pemasyarakatan, narapidana memiliki hak-hak dan kewajiban yang mereka dapatin dan wajib mereka lakukan selama menjalani masa pidananya. Ketentuan ini telah tercantum dengan jelas di dalam Undang-undang No 22 Tahun 2022 Tentang Pemasyarakatan. Salah satu hak yang akan mereka terima sesuai isi dari Pasal 10 yaitu menerima remisi, asimilasi, cuti mengunjungi atau dikunjungi keluarga, cuti bersyarat, cuti menjelang bebas, pembebasan bersyarat dan hak lain sesuai dengan peraturan perundang- undangan. Focus pembahasan terkait pembebasan bersyarat menjelaskan sesuai dengan aturan Peraturan Menteri Hukum Dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia Nomor 7 Tahun 2022 Tentang Perubahan Kedua Atas Peraturan Menteri Hukum Dan Hak Asasi Manusia Nomor 3 Tahun 2018 Tentang Syarat Dan Tata Cara Pemberian Remisi, Asimilasi, Cuti Mengunjungi Keluarga, Pembebasan Bersyarat, Cuti Menjelang Bebas, Dan Cuti Bersyarat menyatakan bahwa Pembebasan Bersyarat adalah program pembinaan untuk mengintegrasikan Narapidana dan Anak ke dalam kehidupan masyarakat setelah memenuhi persyaratan yang telah ditentukan.

Untuk mendapatkan pembebasan bersyarat harus memenuhi beberapa syarat yaitu telah menjalani 2/3 (dua per tiga) masa pidananya, dengan ketentuan 2/3 (dua per tiga) masa pidana tersebut tidak kurang dari 9 (sembilan) bulan. Seharusnya narapidan bisa mendatkan remisi, dan sebagiannya bisa memperoleh pembebasan bersyarat. Namun sayangnya Lembaga Pemasyarakatan tidak membuat data atau register tentang anak pidana yang mendapatkan remisi, pembebasan bersyarat, ataupun cuti (Busra, 2020). Dalam pelaksanaan pembebasan bersyarat masih ada yang belum berhasil, karena dalam tahapan yang telah dijalankan serta ditetapkan warga binaan tersebut melakukan pelanggaran terhadap syarat-syarat yang telah ia terima. Kejahatan yang dimaksud memiliki arti yang cukup luas. Ketika warga binaan diberikan pembebasan bersyarat dan melakukan pelanggaran terhadap syarat yang telah ditentukan, berbuatan tersebut dapat disebut sebagai kejahatan atau dalam

(6)

1380 pelaksanaanya sering disebut dengan pelanggaran. Menurut peraturan yang berlaku jika terdapat narapidana melakukan pelanggaran tersebut, maka petugas yang berwenang dapat mengambil sementara pembebasan bersyarat, atau bahkan menarik kembali izin pembebasan bersyarat, dan narapidana dikembalikan lagi ke Lembaga Permasyarakatan untuk mejalani masa pidanannya. Jika dalam pelaksanaannya melakukan tindak pidana lagi maka yang bersangkutan akan mendapat vonis pidana yang baru ditambah dengan sisa pidana pembebasan bersyarat tersebut. Cara yang paling baik untuk mengintegrasikan narapidana ke dalam lingkungan atau kehidupan masyarakat adalah dengan pembebasan bersyarat dengan catatan telah terpenuhunya persyaratan yang telah ditetapkan. Dari sebagian pihak yang beranggapan melalui pembebasan bersyarat sebagai bentuk pemaaf dari suatu tindak pidana, yang bertujuan untuk memperpendek hukuman dengan tujuan mempercepat waktu pembebasan bahkan sebagian masyarakat memiliki anggapan bahwa pembebasan bersyarat merupakan suatu tindakan atau perbuatan untuk memberi kenyamanan atau menyenangkan kepada pelaku kejahatan.

Pada dasarnya tujuan dari pembebasan bersyarat bukanlah untuk memberi maaf atau menyenangkan pelaku kejahatan (narapidana) tetapi sebagai metode yang kompleks dan bertujuan untuk membebaskan narapidana dari rasa bersalah dan dapat memulai hidup yang baru di masyarakat. Adapun rumusan masalah dari penelitian ini: 1) Bagaimanakah Pelaksanaan Pemberian Hak Narapidana pidana umum untuk mendapatkan Pembebasan Bersyarat di Lembaga Pemasyarakatan Kelas IIB Argamakmur? 2) Hambatan-hambatan apa saja yang timbul dalam Pelaksanaan Pemberian Hak Narapidana mendapatkan Pembebasan Bersyarat di Lembaga Pemasyarakatan Kelas IIB Argamakmur?. Penelitian ini bertujuan sebagai berikut : 1) Untuk memahami pelaksanaan Pemberian Hak Narapidana mendapatkan Pembebasan Bersyarat di Lembaga Pemasyarakatan Kelas IIB Argamakmur. 2)Untuk memahami hambatan yang timbul dalam Pelaksanaan Pemberian Hak Narapidana di Lembaga Pemasyarakatan Kelas IIB Argamakmur.

METODE PENELITIAN Jenis Penelitian

Berdasarkan permasalahan yang diteliti dalam penulisan ini. Jenis penelitian yang penulis gunakan dalam penulisan ini menggunakan penelitian hukum empiris. Penelitian hukum empiris mengkaji hukum yang dikonsepkan sebagai priaku nyata (actual behavior), sebagai gejala sosial yang sifatnya tidak tertulis, yang dialami setiap orang dalam kehidupan bermasyarakat.

Oleh karena itu, penelitian hukum empiris disebut juga penelitian hukum sosiologis.

Penelitian hukum empiris merupakan salah satu jenis penelitian hukum yang menganalisis dan mengkaji bekerjanya hukum dalam masyarakat (Dr.Muhaimin, 2020). Alat yang digunakan sebagai pengumpul data menggunakan studi

(7)

1381 dokumen dan literature yang diperoleh dari lapangan yang berkaitan dengan pelaksanaan pembebasan bersyarat di Lembaga Pemasyarakatan Kelas IIB Argamakmur. Analisis data menggunakan kualitatif normatif tanpa menggunakan angka- angka maupun rumusan statis. Analisis kualitatif menghasilkan data deskriptif, melakukan reduksi atau pengolahan data, menghasilkan sajian data dan seterusnya diambil kesimpulan. Pendekatan masalah yang digunakan didalam penelitian ini ialah menggunakan pendekatan sosiologis. Pendekatan sosiologi hukum merupakan pendekatan yang menganalisis tentang bagaimana reaksi dan interaksi yang terjadi ketika sistem norma itu bekerja di dalam masyarakat (Dr.Muhaimin, 2020), yang diteliti di Lembaga Pemasyarakatan Kelas IIB Argamakmur.

Teknik Pengumpulan Data

Dalam penelitian ini Teknik pengumpulan data yang digunakan ialah dengan cara mengumpulkan data dengan Teknik sebagai berikut :

1. Wawancara

Wawancara atau interview adalah bentuk komunikasi verbal jadi semacam percakapan yang bertujuan memperoleh informasi atau dapat diartikan suatu teknik pengumpulan data yang dilakukan dengan tanya jawab antara peneliti dengan obyek yang diteliti (Abdussamad, 2021). Dalam metode ini kreatifitas pewawancara sangat diperlukan karena dapat dikatakan bahwa hasil interview yang diteliti banyak bergantung pada kemampuan penyelidik untuk mencari jawaban, mencatat dan menafsirkan setiap jawaban. Peneliti melakukan wawancara kepada informan yang dinilai memeliki kriteria kepentingan dan dianggap mempunyai wewenang dalam pelaksanaan pemberian hak narapidana untuk mendapatkan program pembebasan bersyarat di Lembaga Pemasyarakatan Kelas IIB Argamakmur. Informan dalam wawancara ini dilakukan kepas kepala seksi bimbingan napi/anak didik dan bimbingan kerja, kepala sub seksi registrasi dan bimbingan kemasyarakatan serta 2 orang pegawai di subseksi registrasi dan bimbingan kemasyarakatan Lembaga Pemasyarakatan Kelas IIB Argamakmur.

2. Observasi

Teknik pengumpulan data Observasi adalah teknik pengumpulan data yang dilakukan secara sistematis dan disengaja melalui pengamatan dan pencatatan terhadap gejala yang diselidiki (Abdussamad, 2021). Observasi dilakukan bertujuan untuk mendapatkan serta memperoleh data-data faktual dan akurat berkenaan dengan aktivitas pelaksanaan pemberian hak narapidana untuk mendapatkan pembebasan bersyarat.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Menurut Undang-Undang No 22 Tahun 2022, Narapidana adalah terpidana yang sedang menjalani pidana penjara untuk waktu tertentu dan seumur hidup atau terpidana mati yang sedang menunggu pelaksanaan putusan, yang sedang menjalani pembinaan di lembaga pemasyarakatan. Pendapat dari Wilson mengatakan bahwa narapidana adalah makhluk yang bermasalah yang membelah diri dari masyarakat

(8)

1382 untuk berlatih berbangsa dengan baik, narapidana makhluk hidup biasa layaknya manusia lainnya Cuma karena mengikari norma hukum yang berlaku sehingga tertahan dijatuhkan penjara oleh hakim untuk melewati hukumannya (Saputra, Widyantara, & Karma, 2019). Berdasarkan Pasal 15 ayat (1) Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) yang menyatakan bahwa Jika terpidana telah menjalani dua pertiga dari lamanya pidana penjara yang dijatuhkan kepadanya, yang sekurang- kurangnya harus sembilan bulan, maka ia dapat dikenakan pelepasan bersyarat. Jika terpidana harus menjalani beberapa pidana berturut-turut, pidana itu dianggap sebagai satu Pidana.

1. Pelaksanaan Pemberian Hak Pembebasan Bersyarat Bagi Narapidana Pidana Umum di Lapas Kelas IIB Argamakmur

Hak narapidana yaitu berhak mendapatkan layanan integrasi, salah satunya pemberian pembebasan bersyarat telah disebutkan dalam Undang Undang Nomor 22 Tahun 2022 Tentang Pemasyarakatan. Pembebasan bersyarat yakni lepasnya terpidana setelah melalui sekurang-kurangnya dua dari pertiga hukuman dengan ketetapan dua pertiga itu tidak kurang dari 9 (sembilan) bulan. Setiap warga negara khususnya Indonesia hendaklah perlu dilindungi hak-hak, tidak untuk kecuali seseorang yang menanggung masa penahanan hukuman yang disebut Sama narapidana. Dalam penulisan penelitian ini pelaksanaan pemberian pembebasan bersyarat berfokus kepada narapidana pidana umum yang ada di Lembaga Pemasyarakatan Kelas IIB Argamakmur.

berdasarkan Pasal 10 Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2022 :

(1) Selain hak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9, Narapidana yang telah memenuhi persyaratan tertentu tanpa terkecuali juga berhak atas :

a. Remisi;

b. Asimilasi;

c. Cuti mengunjungi atau dikunjungi Keluarga;

d. Cuti bersyarat;

e. Cuti menjelang bebas;

f. Pembebasan bersyarat; dan

g. Hak lain sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

(2) Persyaratan tertentu sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi:

a. berkelakuan baik;

b. aktif mengikuti program Pembinaan; dan c. telah menunjukkan penurunan tingkat risiko.

(3) Selain memenuhi persyaratan tertentu sebagaimana dimaksud pada ayat (2), bagi Narapidana yang akan diberikan cuti menjelang bebas atau pembebasan bersyarat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf e dan huruf f juga harus telah menjalani masa pidana paling singkat 2/3 (dua pertiga) dengan ketentuan 2/3 (dua pertiga) masa pidana tersebut paling sedikit 9 (sembilan) bulan

(9)

1383 Yang dimaksud dengan Tanpa terkecuali adalah berlaku sama bagi Narapidana untuk mendapatkan haknya dan tidak mendasarkan pada tindak pidana yang telah dilakukan, kecuali dicabut berdasarkan putusan pengadilan. Sesuai dengan ketentuan aturan Peraturan Menteri Hukum Dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia Nomor 7 Tahun 2022 Tentang Perubahan Kedua Atas Peraturan Menteri Hukum Dan Hak Asasi Manusia Nomor 3 Tahun 2018 Tentang Syarat Dan Tata Cara Pemberian Remisi, Asimilasi, Cuti Mengunjungi Keluarga, Pembebasan Bersyarat, Cuti Menjelang Bebas, Dan Cuti Bersyarat. Dalam aturan ini sudah sangat jelas dicantumkan apasaja yang menjadi syarat dan ketentuan dalam pemberian Hak Pembebasan Bersyarat. Berikut syarat yang harus dilengkapi oleh narapidana yang mau mengusulkan program integrasi pembebasan bersyarat sesuai dengan aturan terbaru sebagai berikut :

Pasal 83

(1) Syarat pemberian Pembebasan Bersyarat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 82 dibuktikan dengan kelengkapan dokumen:

a. salinan kutipan putusan hakim dan berita acara pelaksanaan putusan pengadilan;

b. laporan perkembangan pembinaan sesuai dengan sistem penilaian pembinaan Narapidana yang ditandatangani oleh Kepala Lapas;

c. laporan penelitian kemasyarakatan yang dibuat oleh Pembimbing Kemasyarakatan yang diketahui oleh Kepala Bapas;

d. surat pemberitahuan ke kejaksaan negeri tentang rencana pengusulan pemberian Pembebasan Bersyarat terhadap Narapidana pemasyarakatan yang bersangkutan;

e. salinan register F dari Kepala Lapas;

f. salinan daftar perubahan dari Kepala Lapas;

g. surat pernyataan dari Narapidana tidak akan melakukan perbuatan melanggar hukum; dan

h. surat jaminan kesanggupan dari pihak Keluarga, wali, Lembaga Sosial, instansi pemerintah, instansi swasta, atau yayasan yang diketahui oleh lurah, kepala desa, atau nama lain yang menyatakan bahwa:

1. Narapidana tidak akan melarikan diri dan/atau tidak melakukan perbuatan melanggar hukum; dan

2. membantu dalam membimbing dan mengawasi Narapidana selama mengikuti program Pembebasan Bersyarat.

(2) Dalam hal surat pemberitahuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf d tidak mendapatkan balasan dari Kejaksaan Negeri paling lama 12 (dua belas) Hari terhitung sejak tanggal surat pemberitahuan dikirim, Pembebasan Bersyarat tetap diberikan.

(3) Bagi Narapidana warga negara asing selain memenuhi syarat sebagaimana dimaksud pada ayat

(1) juga harus melengkapi dokumen:

a. surat jaminan tidak melarikan diri dan akan menaati persyaratan yang telah ditentukan dari:

(10)

1384 1. kedutaan besar/konsuler; dan

2. Keluarga, orang, atau korporasi yang bertanggung jawab atas keberadaan dan kegiatan Narapidana, selama berada di wilayah Indonesia;

b. surat keterangan dari Direktur Jenderal Imigrasi atau pejabat imigrasi yang ditunjuk yang menyatakan bahwa yang bersangkutan dibebaskan dari kewajiban memiliki izin tinggal; dan

c. surat keterangan tidak terdaftar dalam red notice dan jaringan kejahatan transnasional terorganisasi lainnya dari Sekretariat National Central Bureau-Interpol Indonesia.

(4) Surat keterangan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) huruf b diajukan oleh Direktur Jenderal kepada Direktur Jenderal Imigrasi.

(5) Direktur Jenderal Imigrasi menyampaikan surat keterangan sebagaimana dimaksud pada ayat (4) paling lama 12 (dua belas) Hari terhitung sejak tanggal permohonan diterima.

Kemudian berdasarkan Keputusan Direktur Jenderal Pemasyarakatan Nomor PAS26.OT.02.02 Tahun 2020 Tanggal 18 September 2020 tentang Petunjuk Teknis Pemberian Asimilasi, Cuti Mengunjungi Keluarga, Pembebasan Bersyarat, Cuti Menjelang Bebas, Cuti Bersyarat dan Perhitungan Masa Menjalani Pidana Narapidana dan Anak :

I. Persyaratan Substantif Usulan Pembebasan Bersyarat :

a. telah menjalani masa pidana paling singkat 2/3 (dua per tiga), dengan ketentuan 2/3 (dua per tiga) masa pidana tersebut paling sedikit 9 (sembilan) bulan.

b. berkelakuan baik selama menjalani masa pidana paling singkat 9 (sembilan) bulan terakhir dihitung sebelum tanggal 2/3 (dua per tiga) masa pidana.

c. apabila penahanan terputus maka berkelakuan baik dalam kurun waktu 9 (sembilan) bulan terakhir dihitung sejak mulai ditahan kembali didalam Lapas/LPKA/Rutan.

d. telah mengikuti program pembinaan dengan baik, tekun, dan bersemangat.

e. masyarakat dapat menerima program kegiatan pembinaan Narapidana II. Persyaratan Dokumen Usulan Pembebasan Bersyarat :

a. fotokopi kutipan putusan hakim dan berita acara pelaksanaan putusan pengadilan.

b. laporan perkembangan pembinaan yang ditandatangani oleh Kepala Lapas.

c. laporan penelitian kemasyarakatan yang dibuat oleh Pembimbing Kemasyarakatan yang diketahui oleh Kepala Bapas.

d. surat pemberitahuan ke Kejaksaan Negeri tentang rencana pemberian Pembebasan Bersyarat terhadap narapidana yang bersangkutan.

(11)

1385 e. dalam hal surat pemberitahuan ke Kejaksaan Negeri tidak

mendapatkan balasan paling lama 12 (dua belas) hari terhitung sejak surat pemberitahuan dikirim, pembebasan bersyarat tetap diberikan.

f. salinan register F dari Kepala Lapas.

g. salinan daftar perubahan dari Kepala Lapas.

h. surat pernyataan dari Narapidana tidak akan melakukan perbuatan melanggar hukum.

i. surat jaminan kesanggupan dari pihak keluarga, wali, lembaga sosial, instansi pemerintah, instansi swasta, atau yayasan yang diketahui oleh lurah atau kepala desa atau nama lain.

j. khusus Narapidana Warga Negara Asing, surat jaminan tidak melarikan diri dan akan menaati persyaratan yang telah ditentukan dari:

1. kedutaan besar/konsulat negara; dan

2. keluarga, orang atau korporasi yang bertanggung jawab atas keberadaan dan kegiatan Narapidana, selama berada di wilayah Indonesia.

k. khusus Narapidana Warga Negara Asing juga harus melampirkan surat keterangan dari Direktur Jenderal Imigrasi atau Pejabat Imigrasi yang ditunjuk yang menyatakan bahwa yang bersangkutan dibebaskan dari kewajiban memiliki izin tinggal (surat dimintakan oleh Direktorat Jenderal Pemasyarakatan).

l. khusus Narapidana Warga Negara Asing, surat keterangan tidak terdaftar dalam red notice dan jaringan kejahatan transnasional terorganisasi lainnya dari Sekretariat NCB-Interpol Indonesia).

m. salinan surat keterangan Pelaku Utama/bukan pelaku utama dari kejaksaan bagi Narapidana yang melakukan tindak pidana money laundering, trafficking, illegal logging dan illegal fishing.

n. dalam hal surat permintaan keterangan bukan pelaku utama ke Kejaksaan Negeri tidak mendapatkan balasan paling lama 12 (dua belas) hari terhitung sejak surat pemberitahuan dikirim, maka Kepala Lapas melampirkan bukti surat permintaan keterangan bukan pelaku utama.

Aturan lain menjelaskan pembebasan bersyarat yaitu berdasarkan Petunjuk Pelaksanaan Pemenuhan Hak Bersyarat Terhadap Narapidana sesuai dengan Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2022 tentang Pemasyarakatan Nomor PAS- 20.OT.02.02 TAHUN 2022 : Pemberian Pembebasan Bersyarat :

a. Pemberian pembebasan bersyarat dilaksanakan sesuai Pasal 10 Undang- Undang Nomor 22 Tahun 2022;

b. Syarat tertentu mendapatkan pembebasan bersyarat diberikan sesuai Pasal 82 Permenkumham Nomor 3 Tahun 2018;

c. Kelengkapan dokumen syarat tertentu pemberian pembebasan bersyarat bagi narapidana diatur sesuai Pasal 83 Permenkumham Nomor 7 Tahun 2022;

(12)

1386 d. Bagi narapidana tindak pidana terorisme warga negara indonesia tetap

dipersyaratkan mengikuti program deradikalisasi dan menyatakan ikrar setia kepada NKRI sesuai Pasal 84 huruf c Permenkumham Nomor 7 Tahun 2022;

e. Bagi narapidana tindak pidana terorisme warga negara asing tetap dipersyaratkan mengikuti program deradikalisasi dan menyatakan tidak akan mengulangi perbuatan tindak pidana terorisme sesuai Pasal 84 huruf c Permenkumham Nomor 7 Tahun 2022;

f. Bagi narapidana tindak pidana terorisme selain dilengkapi dokumen sebagaimana dimaksud Pasal 83 Permenkumham Nomor 7 Tahun 2022 juga harus dilengkapi surat keterangan telah mengikuti program deredikalisasi dan pernyataan ikrar setia kepada NKRI bagi warga negara indonesia atau surat pernyataan tidak akan mengulangi perbuatan tindak pidana terorisme bagi warga negara asing;

g. Bagi narapidana tindak pidana korupsi tidak dipersyaratkan untuk membayar lunas denda dan/atau uang pengganti sebagaimana Pasal 88 ayat (2) Permenkumham Nomor 3 Tahun 2018 karena bertentangan dengan Pasal 10 Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2022;

h. Syarat pemberian pembebasan bersyarat berupa kewajiban menjalani asimilasi paling sedikit 1/2 (satu per dua) dari sisa masa pidana sebagaimana diatur Pasal 84 huruf b, Pasal 85 huruf b, dan Pasal 86 huruf b Permenkumham 7 Tahun 2022 dinyatakan tidak berlaku karena bertentangan dengan Pasal 10 ayat (3) UndangUndang Nomor 22 Tahun 2022;

i. Tata cara dan pelaksanaan pembebasan bersyarat dilaksanakan sesuai Permenkumham Nomor 3 Tahun 2018 sebagaimana telah diubah terakhir dengan Permenkumham Nomor 7 Tahun 2022.

Penjelasan diatas terkait syarat dan prosedur pengusulan pembebasan bersyarat sesuai aturan yang berlaku saat ini, pelaksanaan program pembebasan bersyarat untuk narapidana pidana umum di Lembaga Pemasyarakatan Kelas IIB Argamakmur

2. Hambatan dalam Pelaksanaan Pemberian Hak Narapidana mendapatkan Pembebasan Bersyarat di Lembaga Pemasyarakatan Kelas IIB Argamakmur

Dalam pelaksanaan pemberian program pembebasan bersyarat kepada narapidana pidana umum di Lembaga Pemasyarakatan Kelas IIB Argamakmur terdapat beberapa kendala yang menjadi hambatan dalam pemberian program, kendalanya sebagai berikut :

a. Penanggung jawab narapidana bukan dari keluarga yang membuat tim bapas akan kesulitan untuk menyesetujui proses pengusulan

b. Tahanan yang memperoleh pembebasan bersyarat masih mempunyai perkara lain diluar

c. Proses pengusulan ke direktorat jenderal pemasyarakatan yang cukup memakan waktu

d. Tahanan itu sendiri sering melakukan

(13)

1387 pelanggaran yang menyebabkan banyak catatan di buku register F

e. Terlambat melengkapi syarat substantive dan administrative f. Hambatan dari pihak keluarga dan masyarakat yang belum bisa menerima mantan narapidana karena merasa nama baik teremar dan malu.

PENUTUP Kesimpulan

Dari hasil penelitian yang dilakukan oleh penulis mengenai pelaksanaan pemberian hak narapidana untuk mendapatkan pembebasan bersyarat di Lembaga Pemasyarakatan Kelas IIB Argamakmur. penulis menyimpulkan bahwa:

1. Pelaksanaan pemberian pembebasan bersyarat sejauh ini dianggap telah berhasil karena yang ditetapkan oleh peraturan menteri hukum dan ham Nomor 7 Tahun 2022 tentang Perubahan Kedua Atas Peraturan Menteri Hukum Dan Hak Asasi Manusia Nomor 3 Tahun 2018 Tentang Syarat Dan Tata Cara Pemberian Remisi, Asimilasi, Cuti Mengunjungi Keluarga, Pembebasan Bersyarat, Cuti Menjelang Bebas, Dan Cuti Bersyarat, dapat dijalankan dengan baik oleh unit pelaksana teknis pemasyarakatan.

2. Dalam pelaksanaan pemberian pembebasan bersyarat ternyata masih menemui beberapa hambatan dan kendala baik yang sifatnya internal maupun eksternal diantaranya adalah:

a. Prosedur pengusulan pembebasan bersyarat masih terbilang rumit dan dinilai dapat memakan waktu cukup lama sehingga untuk mendapatkan suatu keputusan pembebasan bersyarat baik diterima maupun ditolak masih sangat lama.

b. Tidak adanya penjamin dari narapidana yang mengajukan pembebasan bersyarat sehingga suatu proses pengajuan pembebasan bersyarat tidak dapat dilaksanakan.

c. Masih adanya narapidana yang terbukti melanggar hukuman disiplin di tempat ia melaksanakan pembinaan di unit pelaksana teknis pemasyarakatan sehingga banyak mendapat catatan di buku register F dan membuat gagal mendapatkan pengusulan program, pembebasan bersyarat.

d. Masih adanya label negatif dari masyarakat sehingga narapidana yang mendapatkan pembebasan bersyarat sulit mendapatkan tempat di masyarakat.

Saran

Setelah melakukan penelitian terhadap pelaksanaan pemberian program pembebasan bersyarat kepada narapidana, penulis mencoba memberikan saran kepada pemangku kebijakan di Lembaga Pemasyarakatan Kelas IIB Argamakmur guna menjadi saran peningkatan pelaksanaan pemberian program pembebasan bersyarat, yaitu :

(14)

1388 1. Perlunya adanya sikap profesional dari petugas

pemasyarakatan agar dapat meningkatkan kualitas dan pelayanan dalam melaksanakan proses pembinaan serta pemberian hak narapidana.

2. Perlu adanya sosialisasi hingga tingkat masyarakat mengenai narapidana yang telah mendapatkan pembinaan telah berubah menjadi lebih baik dan siap untuk hidup kembali di tengah masyarakat sehingga masyarakat tidak perlu mengkhawatirkan hal-hal yang tidak diperlukan.

3. Mempercepat proses administrasi agar tidak terlalu lama dalam menunggu hasil dari pengajuan pembebasan bersyarat karena sudah dilakukan secara online atau berbasis aplikasi SDP.

Adanya koordinasi antar instansi-instansi sangat penting agar terjadi hubungan yang koorperatif serta harmonis sehingga dapat mempermudah proses birokrasi administrasi dan terciptanya kecepatan dalam proses pemberian pembebasan bersyarat baik dari kepolisian maupun dari masyarakat tempat narapidana akan menjalani pembebasan bersyarat.

DAFTAR PUSTAKA

Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP)

Undang-Undang No 22 Tahun 2022 Tentang Pemasyarakatan

Permenkumham RI No. 7 Tahun 2022 Tentang Perubahan Kedua Atas Peraturan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Nomo 3 Tahun 2018 Tentang Syarat dan Tata Cara Pemberian Remisi, Asimilasi, Cuti Mengunjuni Keluarga, Pembebasan Bersyarat, Cuti Menjelang Bebas dan Cuti Bersyarat

Keputusan Direktur Jenderal Pemasyarakatan Nomor PAS26.OT.02.02 Tahun 2020 Tanggal 18 September 2020 tentang Petunjuk Teknis Pemberian Asimilasi, Cuti Mengunjungi Keluarga, Pembebasan Bersyarat, Cuti Menjelang Bebas, Cuti Bersyarat dan Perhitungan Masa Menjalani Pidana Narapidana dan Anak

Petunjuk Pelaksanaan Pemenuhan Hak Bersyarat Terhadap Narapidana sesuai dengan Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2022 tentang Pemasyarakatan Nomor PAS- 20.OT.02.02 TAHUN 2022.

Referensi

Dokumen terkait

Dalam Undang-undang Republik Indonesia Nomor 12 Tahun 1995 tentang Pemasyarakatan menyebutkan bahwa salah satu hak-hak dari narapidana adalah mendapatkan pelayanan

Untuk menganalisis kendala yang dihadapi dalam mengimplementasikan pelaksanaan hak kesehatan narapidana lanjut usia (studi kasus di lembaga pemasyarakatan perempuan kelas IIB