PELAYANAN RESTORAN DALAM
MENCIPTAKAN KEPUASAN PELANGGAN
(Studi Pengendalian Mutu di Restoran D’Ayam Crispy Yogyakarta)
Liea Khusnul A1 dan Yolanda Ugie K. N2
1Email : [email protected]
2Email : [email protected]
ABSTRAC
Pengendalian kualitas adalah suatu proses yang ditujukan untuk mempertahankan standar kualitas produk yang dijanjikan oleh perusahaan kepada konsumen serta untuk membantu mempertahankan kinerja proses produksi agar selalu dalam batas- batas toleransi yang diijinkan. Setiap restoran mempunyai SOP untuk menjaga mutu pelayanan dan mutu produk guna untuk kepuasan dan kenyamanan pelanggan. Pengaruh kualitas pelayanan sangat penting dalam kemajuan usaha restoran, untuk menciptakan kepuasan pelanggan. Dalam hal ini restoran perlu menjaga kestabilan mutu pelayanan dan produk agar pelanggan semakin bertambah. D’Ayam Crispy merupakan salah satu restoran yang memproduksi olahan ayam goreng. D’Ayam Crispy perlu menjaga kestabilan mutu pelayanan dan produk serta memperdulikan kenyamanan pelanggan seperti merawat fasilitas umum yang disediakan.
Kata kunci: pengendalian mutu, kualitas pelayanan, kenyamanan pelanggan.
ABSTRAC
Quality control is a process aimed at maintaining the quality standards of products promised by the company to consumers and to help maintain the performance of the production process in order to always within the limits of tolerable allowance. Each restaurant has a SOP to maintain the quality of service and product quality in order to satisfy and comfort customers. The influence of quality of service is very important in the progress of restaurant business, to create customer satisfaction. In this case the restaurant needs to maintain the stability of service and product quality for customers to grow. D'Ayam Crispy is one of the restaurants that produce processed fried chicken. D'Ayam Crispy needs to maintain the stability of service and product quality as well as care about customer's comfort such as taking care of public facilities provided.
Keywords: quality control, service quality, customer convenience.
PENDAHULUAN
Semakin meningkatnya kebutuhan konsumen terhadap pelayanan jasa menyebabkan perusahaan dituntut memberikan
pelayanan yang terbaik. Berbagai upaya yang dilakukan oleh perusahaan demi memenuhi kebutuhan konsumen. Memenuhi kebutuhan konsumen menjadi salah satu prioritas dalam mempertahankan kualitas perusahaan. Meningkatkan kualitas pelayanan untuk memuaskan pelanggan merupakan salah satu hal yang menjadi tujuan bagi setiap perusahaan. Oleh karena itu tingkat kualitas sistem pelayanan industri khususnya jasa harus ditingkatkan. Salah satu cara yang dapat ditempuh adalah dengan berusaha untuk mengetahui dan memahami persepsi pelanggan terhadap sistem pelayanan yang diberikan. Dengan demikian pihak penyedia jasa dapat memperbaiki sistem pelayanannya dan berdasarkan pengetahuan tentang karakteristik pelanggan, maka dapat dirancang dan dikembangkan sistem pelayanan yang baik.
Demam ayam goreng bersaus mulai melanda Yogyakarta.
Beberapa bulan terakhir makin banyak tempat-tempat makan yang berinovasi mengembangkan menu ayam goreng tepung dengan berbagai macam olahan saus kekinian. Salah satunya tempat makan cepat saji yaitu D'Ayam Crispy menyajikan berbagai menu olahan dari ayam goreng tepung dengan beberapa pilihan saus.
Ada saus keju, BBQ, korea dan yang paling diminati pembeli adalah hot & spicy. Sekilas, saus-saus tersebut mungkin terinspirasi dari tempat makan cepat saji yang kita tahu. Namun D'Ayam Crispy mampu menyajikannya dengan harga yang lebih bersahabat.
Tidak terlepas dari keunggulannya, D’Ayam Crispy masih mempunyai berbagai macam permasalahan yaitu seperti kurangnya fasilitas penunjang dan pelayanan yang kurang maksimal. Sebagaimana banyaknya pengunjung yang datang terutama jam-jam makan siang sehingga perlu memberikan pelayanan ekstra untuk memenuhi kebutuhan konsumen.
Peningkatan kualitas merupakan salah satu strategi bisnis yang ditekankan pada pemenuhan keinginan konsumen. Di sisi lain, kinerja perusahaan dan kepuasan konsumen merupakan kesatuan yang sulit dipisahkan. Kinerja berpengaruh langsung terhadap kepuasan konsumen. Oleh karena itu, suatu bisnis diharapkan dapat meningkatkan kinerjanya, dimulai dengan mengetahui sejauh mana tingkat kepuasan yang diperoleh konsumen.
Untuk meminimalkan risiko yang disebabkan oleh kurangnya kurangnya fasilitas penunjang dan pelayanan yang kurang maksimal, perusahaan dapat menambah fasilitas-fasilitas penunjang yang dibutuhkan konsumen lalu mengadakan evaluasi terhadap kinerja pegawai agar dapat memberikan kualitas pelayanan yang maksimal, hal ini dilakukan agar perusahaan mendapat keuntungan yang lebih baik dan konsumen tidak merasakan kekecewaan.
KAJIAN LITERATUR Usaha Hospitality
Dari beberapa litaratur keilmuan maupun asal kosa katanya, diperoleh difinisi hospitality dalam berbagai pemahaman yang
memiliki sedikit perbedaan. Diantara berbagai pengertian yang ada adalah sebagai berikut :
1. Secara etimologi, kata hospitality berasal dari bahasa Proto- Italic (yang merupakan cikal bakal bahasa latin) “hospes”.
Kata “hospes” tersebut merupakan gabungan kata “hostis”
yang berarti orang asing, dan “postis” yang berarti tuan rumah.
2. Hospitality berasal dari bahasa Latin “hospitum” (atau kata sifatnya hospitalis), yang berasal dari hospes, yang artinya
“tamu” atau “tuan rumah”. Konsep ini juga dipengaruhi oleh kata Yunani “xenos”, yang menunjuk kepada orang asing yang menerima sambutan atau yang melakukan penyambutan terhadap orang lain (Hershberger, 1999).
Hospitality dalam pengertian nomor 1 dan 2 diatas dimaknai dalam dimensi subjek/ pelaku .
3. Hospitality berasal dari kata “hospes” yang berarti tamu.
Hospitalitas berarti sikap sebagai tuan rumah yang baik.
Sering diartikan sebagai keramah-tamahan orang yang suka menjamu, akrab dan dapat menciptakan suasana santai (Nouwen, 1998). Hospitality dalam pengertian ini dimaknai sebagai bentuk kata kerja.
4. Sedangkan dalam bahasa Inggris hospilality didifinisikan sebagai kata friendly yang artinya “ramah” yang murah hati atau dermawan dan memberikan hiburan kepada tamu atau orang baru. Kadang-kadang sering digunakan untuk memberikan perlakuan istimewa terhadap tamu yang tinggal dan menggunakan fasilitas. Adapun industry hospitality dapat diartikan sebagai bentuk perusahaan yang terlibat dalam penyediaan jasa untuk tamu (Concierge Oxford Dictionary).
5. Hospitality dalam Kamus Inggris-Indonesia, memiliki makna keramah-tamahan, kesukaan/kesediaan menerima tamu (Echols, 1976).
6. Hospitality merupakan interaksi antara tuan rumah dengan tamu pada saat yang bersamaan mengkonsumsi makanan dan minuman serta akomodasi (Webster, 2000).
7. Hospitality adalah sikap keramah-tamahan dalam artian merujuk pada hubungan antara guest/tamu dan host/tuan rumah/penyedia jasa dan juga merujuk pada aktivitas/kegiatan keramahtamahan yaitu : penerimaan tamu, dan pelayanan untuk para tamudengan kebebasan dan kenyamanan (Yudik B).
8. Menurut Mill (1990) :“The hospitality of an area is the general feeling of welcome that tourists receive while visiting the area. People do not want to go where they do not feel welcome.” Jika diartikan secara bebas adalah tempat dimana wisatawan dapat merasa diterima ketika mengunjungi tempat itu. Orang-orang tidak akan datang jika mereka merasa tidak diterima.
9. Hospitality memiliki arti keramah-tamahan, kesopanan, keakraban dan juga rasa saling menghormati. Jika dikaitkan dengan industry pariwisata, dapat diibaratkan bahwa hospitality merupakan roh, jiwa, semangat dari pariwisata.
Tanpa adanya hospitality dalam pariwisata, maka seluruh produk yang ditawarkan dalam pariwisata itu sendiri seperti benda mati yang tidak memiliki nilai untuk dijual (Pendit dalam Ambarwati, 2017)
Hospitality bukan hanya soal keramah-tamahan seperti dalam arti sempit bahasa (hospitable). Namun hospitality yang merupakan pengetahuan dan seni yang kompleks dalam menjual jasa, yaitu jasa dengan pelayanan yang penuh rasa hormat dan penuh rasa kemanusiaan sesuai kebutuhan jiwa manusia yang ingin dihormati dan dihargai sebagai manusia seutuhnya yang memiliki akal dan budi (Hermawan, Brahmanto, & Hamzah, 2018).
Bisnis hospitality bukan hanya tentang menjual kamar-kamar hotel kelas elit, ataupun menjual makanan-makanan enak untuk sekedar memenuhi kebutuhan perut. Akan tetapi bisnis hospitality adalah bisnis yang membutuhkan jiwa atau ruh dalam sendi-sendi operasionalnya. Hospitality adalah mengenai bagaimana menciptakan produk mati menjadi hidup, sehingga langsung dapat menyentuh perasaan pelanggan sebagai manusia yang juga memiliki jiwa (ruh) (Hermawan et al., 2018).
Usaha hospitality sebagai usaha jasa (pelayanan) memiliki karakter yang lebih spesifik dalam operasionalnya. Menurut beberapa ahli setidaknya hospitality memiliki 7 karakteristik khusus yang sedikit berbeda jika dibandingkan bentuk usaha jasa lain. Tujuh karakteristik khusus tersebut meliputi :
1. Intangibility
Intangibility merupakan segala hal yang dapat memberikan rasa kehangatan kepada tamu sebagai manusia, serta kesediaan untuk menyenangkan hati orang lain (Sulastiyono, 2008). Intangibility juga didefinisikan sebagai variabel produk yang tidak nyata, atau sesuatu yang susah diterjemahkan menggunakan panca indera (pengecap, indera melihat, pendengar, dan indera peraba), akan tetapi masih dapat dirasakan dan dialami oleh jiwa manusia melalui akal dan perasaan, yang menentukan kepuasan (Hermawan et al., 2018).
2. Simultaneity
Simultan berarti proses produksi dan konsumsi terjadi pada saat yang bersamaan. Pengertian lainya adalah dari Robert G.
Murdick dkk (1990) dalam Hermawan dkk (2018) menyatakan bahwa pelayanan dapat berbentuk barang dan jasa, pada umumnya dikonsumsi dan diproduksi secara bersamaan.
Dalam usaha jasa, pelanggan merupakan input. Jasa atau pelayanan yang disediakan oleh penyedia jasa tidak dapat dilaksanakan tanpa kehadiran pelanggan sebagai input pelayanan tersebut (Ariani, 2009).
Secara lebih tegas, produk hospitality hanya dapat diproduksi pada saat bersamaan dengan waktu konsumsi pelanggan,
“Proses melayani hanya akan terjadi jika sudah ada yang akan dilayani”, dalam hal ini waktu konsumen menikmati produk jasa juga berpartisipasi dalam proses pembuatan (Hermawan et al., 2018).
3. Heterogeneity
Yoeti (2004) mengatakan bahwa “Jasa tidak memiliki standar ukuran yang objektif.” Variable yang menentukan puas dan tidak puas dari masing-masing konsumen juga akan sangat beragam, sangat relatif, serta sangat subyektif, walaupun terhadap satu produk hospitality yang sama (Hermawan et al., 2018).
Zeithaml dan Bitner (1996) mengatakan bahwa dampak dari karakter produk hospitality yang heterogen menjadikan produk hospitality akan sangat tergantung pada kinerja masing masing staf dalam memberikan pelayanan.
4. Perisability
Perisable mengandung arti bahwa produk hospitality tidak dapat disimpan (Lovelock, 2011). Juga dapat berarti bahwa produk hospitality tersebut tidak bertahan lama (Hermawan et al., 2018).
5. Tangible
Tangible atau “komponen produk nyata” adalah segala sesuatu yang dapat dilihat, disentuh/ diraba, diukur dan dihitung (Sulastiyono, 2011).
Secara umum komponen produk nyata ini termasuk tempat, desain furniture, seragam karyawan, fasilitas-fasilitas, serta berbagai aspek nyata lain yang memperngaruhi kepuasan pelanggan.
6. Immovability
Karakteristik produk hospitality selanjutnya adalah immovable, yang memiliki arti tidak dapat dipindahkan (Hermawan et al., 2018). Artinya bahwa produk hospitality hanya dapat dinikmati atau dikonsumsi di tempat dimana produk hospitality itu dibuat.
7. Inseparability
Philip Kotler (dalam Yoeti, 2004) dan Lovelok (2011) memberi batasan service, sebagai suatu aktivitas yang memberikan manfaat yang ditawarkan oleh satu pihak kepada pihak lain dalam bentuk tidak nyata (intangible) dan tidak menimbulkan perpindahan kepemilikan (Inseparability). Dalam bisnis hospitality, pengalaman, kebanggaan dan naiknya nilai diri akibat manfaat produk hospitality, merupakan sesuatu yang dibeli (Lovelock, 2011).
Pelayanan Hospitality
Yoeti (2004) mendefinisikan jasa (service) sebagai suatu produk yang tidak nyata (intangible) dari hasil kegiatan timbal balik antara pemberi jasa (producer) dan penerima jasa (consumer)
melalui suatu atau beberapa aktifitas untuk memenuhi kebutuhan pelanggan.
Kotler & Makens (1999) memberi batasan tentang pelayanan/
service sebagai suatu aktivitas yang memberikan manfaat, yang ditawarkan oleh satu pihak kepada pihak lain dalam bentuk tidak nyata (intangible) dan tidak menimbulkan perpindahan kepemilikan
Zeithaml dan Bitner (1996) memberi batasan tentang pelayanan/ service sebagai berikut : “service is include all economic activities whose output is not a physical product or contraction is generally consumed at that time it is produced and provides added value in forms (such as convenience, amusement, confort or health”. Jika diartikan secara bebas, pelayanan memiliki makna sebagai bentuk aktifitas ekonomi yang hasilnya bukan merupakan produk dalam bentuk fisik, atau berupa kontruksi/
barang, yang biasa dikonsumsi pada saat yang bersamaan dengan waktu produksi sambil memberikan nilai tambah misalnya kenyamanan, hiburan, kesenangan, atau kesehatan.
Menurut teori beberapa ahli pelanggan menilai kualitas pelayanan hospitality melalui dimensi-dimensi pelayanan sebagai tolok ukurnya, yaitu:
1. Realibilitas (realibility), adalah kemampuan untuk memberikan secara tepat dan benar jenis pelayanan sesuai yang telah dijanjikan kepada pelanggan.
2. Responsif (Responsiveness), yaitu kesadaran atau keinginan untuk bertindak capat dalam membantu pelanggan dan memberikan pelayanan tepat waktu.
3. Kepastian/jaminan (Assurance), adalah pengetahuan dan kesopan santunan serta kepercayaan diri pegawai. Dimensi assurance memiliki ciri-ciri: kompetensi untuk memberikan pelayanan dan memiliki sifat respek kepada tamu.
4. Empati (Empathy), memberikan perhatian individu kepada tamu secara khusus. Dimensi empati memiliki ciri-ciri : kemauan untuk melakukan pendekatan, memberikan perlindungan dan usaha untuk mengerti keinginan, kebutuhan dan perasaan tamu.
5. Kemampuan akses (Access), kemampuan pendekatan dan kontak mata
6. Courtesy, kesopanan, rasa Hormat, pertimbangan dan keramahan personil kontak pelanggan
7. Communication, menjaga informasi dalam bahasa mereka dapat memahami
8. Keamanan, kebebasan dari risiko, bahaya atau diragukan
9. Memahami / mengetahui pelanggan membuat upaya untuk mengetahui kebutuhan pelanggan.
10. Nyata (Tangibles) yaitu sesuatu yang Nampak atau yang nyata yaitu: penampilan para pegawai yang rapi, fasilitas peralatan yang bersih dan higyene, peralatan fasilitas penunjang yang
berfungsi baik dan lain sebagainya (Parasuraman dkk., dalam Saleh & Ryan, 1991; dan Zeithaml & Bitner, 1996).
Pengendalian Mutu
Pengertian Mutu/kualitas mencakup segala keistimewaan atau keunggulan yang memberikan kepuasan total kepada konsumen, meliputi keunggulan dalam kualitas produk, harga, ketepatan waktu, pelayanan, keamanan dan pertimbangan moral.
Banyak pakar dalam organisasi yang mencoba mendifinisikan kualitas berdasarkan sudut pandang masing-masing, sebagai berikut :
1. Mutu merupakan suatu kondisi dinamis yang berhubungan dengan produk, jasa, manusia, proses dan lingkungan yang memenuhi atau melebihi harapan.
2. Difinisi konvensional dari kualitas biasanya menggambarkan karakteristik langsung dari suatu produk, seperti performansi, keandalan, mudah dalam penggunaan dan estetika. Sedangkan difinisi strategik menyatakan bahwa kualitas adalah segala sesuatu yang mampu memenuhi keinginan atau kebutuhan pelanggan (meeting the needs of customers)
3. Quality Vocabulary (ISO 8402) : kualitas didefinisikan sebagai totalitas dari karakteristik suatu produk yang menunjang kemampuannya untuk memuaskan kebutuhan yang dispesifikasikan atau ditetapkan. Kualitas sering diartikan sebagai kepuasan pelanggan atau konformansi terhadap kebutuhan atau persyaratan.
Meskipun tidak ada difinisi yang bisa diterima secara universal mengenai kualitas, namun dasar pengertiannya terdapat persamaan yaitu dalam unsurnya sebagai berikut :
1. Kualitas/mutu meliputi usaha memenuhi atau melebihi harapan pelanggan.
2. Kualitas/mutu mencakup produk, jasa, manusia, proses dan lingkungan.
3. Kualitas merupakan suatu kondisi yang selalu berubah (misalnya apa yang dianggap merupakan kualitas saat ini mungkin dianggap kurang berkualitas pada masa mendatang).
Pengertian Mutu lainya :
1. Mutu adalah faktor keputusan mendasar dari pelanggan.
2. Mutu adalah penentuan pelanggan, bukan ketetapaninsinyur, pasar atau ketetapan manajemen. Tapi berdasarkan atas pengalaman nyata pelanggan terhadap produk dan jasa pelayanan, mengukurnya, mengharapkannnya, dijanjikan atau tidak, sadar atau hanya dirasakan, operasional teknik atau subjektif sama sekali, dan selalu menggambarkan target yang bergerak dalam pasar kompetitif.
3. Mutu adalah gambaran total sifat dari suatu produk atau jasa pelayanan yang berhubungan dengan kemampuannya untuk memberikan kebutuhan kepuasaan (American Society For Quality Control).
Pengendalian yang baik disetiap bagian sangatlah diperlukan oleh setiap perusahaan untuk melaksanakan rencananya dalam melakukan proses produksi, sehingga apa yang dicapai tidak menyimpang dari yang telah direncanakan.
Sector produksi adalah salah satu bagian yang ada dalam perusahaan yang memerlukan adanya suatu pengendalain, yang mana pengendalian ini dilaksanakan untuk menjamin agar mutu produksi dapat sesuai dengan standar yang telah ditetapkan. Dan pelaksanaan pengendalian mutu tidak hanya dapat dilakukan pada salah satu bagian saja, tetapi pengendalian tersebut harus dilakukan pada semua bagian, baik pada bagian bahan baku, bagian bahan dalam proses produksi dan bagian barang jadi.Pengendalian mutu pada proses produksi membantu perusahaan mencegah dan mengatasi penyimpangan- penyimpangan yang akan terjadi atau yang telah terjadi.
Menurut Shigeru Mizuno ; “ pengendalian mutu adalah memperbaiki desain, standar dan prosedur kerja sedemikian rupa sehingga tidak akan ada produk yang cacat. Pengendalian mutu adalah pencegahan. Dalam arti ini , boleh dikatakan bahwa pengendalian mutu adalah seni melakukan sesuatu yang sudah jelas dan melakukanya dengan betul” ( 1994 : 17).
Pengendalian mutu mencakup keseluruhan kegiatan produksi, dari mulai perencanaan (plan), kemudian mengimplementasikan perencanaan itu menjadi kenyataan (do), dan meninjau kembali sejauhmana kesesuaian antara hasil dengan rencana semula (check). Selanjutnya harus dilakukan perbaikan yang perlu apabila kesesuaian antara hasil dengan rencana tudak tercapai (action). Keseluruhan langkah tersebut, P-D-C-A (Plan, Do, Check, Action) akan menjadi sebuah siklus pengendalian yang satu sama lain saling bergantung dan berkesinambungan.
Oleh sebab itu diperlukan penciptaan terhadap divisi pengendalian mutu dalam sebuah organisasi/perusahaan. Divisi ini bertugas menyebarkan tanggung jawab untuk menjaga mutu produk ke seluruh divisi dan ini harus melibatkan anggota perusahaan secara keseluruhan. Melibatkan semua orang dan setiap kegiatan dari manajemen perusahaan secara terpadu.
Pengendalian mutu tersebut adalah sebuah diagnostic.
Apabila terjadi sebuah produk cacat muncul, penyebabnya dicari dan dilakukan perbaikan. Akan tetapi kita tidak boleh hanya menangani penyembuhan penyakitnya saja. Justru hal yang terpenting adalah mencari dan menelusuri penyebab terjadinya permasalahan, sehingga dapat diterapkan prosedur kerja baru, yang menjamin persoalan yang sama tidak akan terulang.
Dalam industri tradisional seperti yang banyak berkembang di Indonesia system jaminan kualitas hanya berfokus pada aktivitas inspeksi untuk mencegah lolosnya produk-produk cacat ketangan konsumen dengan cara menyortir produk yang baik dari produk jelek. Pada umumnya system kualitas modern dibangun oleh industri-industri dari negara maju memiliki karakteristik:
1. Berorientasi Kepada Konsumen. Produk didesain sesuai dengan keinginan konsumen melalui riset pasar, sehingga memenuhi spesifikasi desain, serta purna jual yang baik.
2. Partisipasi aktif yang dipimpin oleh Manajemen Puncak.
Konsekuensi rendahnya motivasi pekerja terhadap kualitas karena kurang perhatian dari manajemen puncak.
3. Adanya pemahaman dari setiap orang terhadap Tanggung Jawab yang spesifik untuk Kualitas. Adanya komitmen bersama dari level bawah sampai level atas akan pengertian tentang kualitas.
4. Aktivitas yang Berorientasi Pada Tindakan pencegahan Kerusakan. Kualitas tidak hanya cukup dilakukan pada mendeteksi kerusakan , tetapi difokuskan pada tindakan pencegahan dengan cara melakukan aktivitas secara baik sesuai dengan instruksi pekerjaan, sesuatu dilakukan dengan cara do it right the first time.
5. Filosofi menganggap bahwa Kualitas Merupakan Jalan Hidup (Way of life)
Isu-isu tentang kualitas selalu didiskusikan dalam pertemuan manajemen, karyawan diberikan pelatihan pelatihan tentang konsep kualitas beserta methode-methodenya. Adanya kultur budaya perusahaan melaksanakan proses peningkatan kualitas secara terus menerus.
Dari uraian di atas dapatlah ditarik pengertian pengertian sebagai berikut:
1. Pengendalian mutu adalah merupakan proses manajemen yang di dalamnya terdapat unsure a. mengevaluasi kinerja nyata, b.
membandingkan kinerja nyata dengan tujuan, dan c.
mengambil tindakan terhadap perbedaan.
2. Tujuan Utama Pengendalian adalah meminimalkan kerusakan, dengan tindakan cepat untuk memulihkan status quo atau lebih baik lagi, mencegah kerusakan sebelum terjadi.
3. Konsep pengendalian adalah salah satu “pemilikan status quo” : menjaga proses terencana pada keadaan yang terencana sehingga tetap dapat memenuhi tujuan operasi.
Kesimpulanya, pengendalian mutu adalah metoda yang digunakan untuk meningkatkan performansi mutu secara terus menerus dan sebagai penjamin konformansi akan mutu pada setiap level operasi atau proses kerja yang harus mendapat komitmen dari seluruh jajaran dari pimpinan tertinggi sampai basic level dengan menggunakan sumber daya manusia dan property yang tersedia.
Prinsip Manajemen Mutu sebagaimana yang dikemukakan Masaake Imae ( 1971) yang ditulis dalam bukunya berjudul 10 QC Maxims yang kemudian juga menjadi acuan dalam standar ISO 9001. Instisari dari sepuluh prinsip itu dapat dijelaskan secara singkat sbb :
1. Terapkan PDCA dalam Setiap Tindakan
Pengendalian dan perbaikan mutu merupakan kegiatan yang berkelanjutan yang harus dijalankan secara sistematis dengan menerapkan pendekatan manajemen (PDCA) PLAN, DO, CHECK and ACTION ( Urutan Prioritas) dari setiap Karakteristik Setelah memahami ekspektasi pelanggan terhadap karakteristik mutu produk, kita dapat melanjutkan pertanyaan ketiga tentang bagaimana kepentingan relatif ( urutan prioritas ) dari setiap karakteristik itu. Untuk menjawab pertanyaan ini, kita dapat menggunakan suatu alat yang populer dewasa ini, yaitu : Penyebaran Fungsi Mutu ( Quality Function Deployment = QFD ). Dalam kenyataan , karakteristik mutu yang diinginkan oleh pelanggan, tingkat ekspektasi pelanggan dan kepentingan relatif dari setiap kreteria dapat saling bertentangan.
2. Kendalikan kegiatan sejak awal
Pengendalian mutu hendaknya dilakukan sejak awal atau sedini mungkin pada setiap proses, sebab keterlambatan pengendalian akan menjadi penerobosan yang tidak perlu yang sebenarnya dicegah.
3. Jangan menyalahkan orang lain
Sikap menyalahkan orang lain tidak akan menyelesaikan masalah. Sebaliknya akan menimbulkan masalah baru. Bila ditemukan masalah, jangan mencari siapa yang bersalah.
Tetapi pikirkanlah penyebab terjadinya masalah dan temukan langkah-langkah perbaikannya.
4. Bertindak berdasarkan prinsip prioritas
Prinsip prioritas adalah prinsip mengutamakan yang utama, atau mendahulukan yang penting dalam melakukan suatu tindakan. Sebelum bertindak, pertimbangkan tingkat kepentingan dari apa yang akan dilakukan. Bila tindakan itu terkait dengan pemecahan masalah, prioritas hendaknya diberikan pada masalah yang paling penting atau paling besar pengaruhnya dalam pencapaian tujuan. Biasanya dalam pemecahan masalah juga berlaku prinsip pareto atau prinsip 20:80, artinya dalam pemecahan suatu masalah, hendaknya prioritas diberikan pada 20% penyebab utamanya yang menimbulakn dampak perbaikan 80%.
4. Proses berikutnya adalah
Pelanggan Pelanggan adalah proses berikutnya yang menerima atau menggunakan jasa atau produk dari proses sebelumnya. Dalam rangkaian diagram diatas, A sampai L adalah pelanggan. Konsep hubungan pelanggan-pemasok ini bisa diaplikasikan secara internal maupun secara eksternal.Secara internal, setiap proses adalah pelanggan saat menerima hasil kerja dari unit lain. Secara eksternal semua mata rantai produk, mulai dari distributor, agen, pengecer sampai pembeli atau pemakai langsung suatu produk atau jasa adalah termasuk dalam pengertian hubungan pelanggan-pemasok. Setiap proses berikutnya
memiliki empat hal pokok yang sangat penting dan menjadi fokus pemikiran bagi proses sebelumnya.Empat hal pokok itu adalah kebutuhan, persyratan, harapan, dan persepsi.Kedua pihak hendaknya sebelumnya harus memikirkan apa yang dibutuhkan, diisyaratkan, diharapakan dan dipersepsikan oleh proses berikutnya. Upaya sistematis untuk mengidentifikasi dan memenuhi empat hal pokok itu dinamakan fokus pelanggan.
5. Setiap Tindakan Perbaikan Diikuti Pencegahan
Tindakan koneksi adalah tindakan awal untuk menghilangkan fenomena dari suatu kondisi yang tidak diinginkan. Kondisi yang tidak diinginkan adalah masalah. Misalnya terjadi penyimpangan berat produk. Setelah penyimpanagan dikoreksi, selanjutnya perlu dianalisa secara lebih teliti sampai ditemukan akar penyebab yang paling dalam. Bila akar penyebab telah dapat diidentifikasi, maka selanjutnya dipikirkan alternatif cara yang paling efektif untuk mencegah terulangnya masalah yang sama.Tindakan koreksi dan tindakan pencegahan idealnya dilakukan bersamaan terhadap suatu maslah.Contoh tindakan pencegahan pada contoh kasus di atas misalnya melakukan kalibrasi secara berkala terhadap mesin pengantongan dan menyediakan prosedur untuk pemeliharaan preventif.Apa yang dikatakan standar ISO 9001 tentang perbaikan? Perusahaan harus mengambil langkah-langkah untuk mengeliminasi penyebab terjadinya ketidak sesuaian agar masalah yang sama tidak terulang kembali.Tindakan yang diambil haruslah dengan dampak yang ditimbulkan. Apa yang dikatakan standar tentang pencegahan? Perusahaan harus memastikan langkah-langkah yang diambil untuk menghilangkan penyebab-penyebab ketidak sesuaian untuk pencegahan yang diambil haruslah sesuai dengan dampak potensi yang ditimbulkan. Fokus sistem manajemen mutu pada hakekatnya adalah mencegah terjadinya kegagalan pada seluruh tahapan mulai input,proses sampai outpru akhir dengan pendekatan sistematik holistik, sinergistik dan antisipatif.
6. Berbicara berdasarkan Data
Data adalah dasar untuk melakukan suatu tinadakan. Dalam penyelesaian masalah data menjadi landasan bertindak agar keputusan yang diambil tepat dan benar. Agar pemanfaatan data dapat tepat dan benar maka pendekatan statistik sangat dianjurkan dalam sistem manajemen mutu industri otomotif ISO / TS 16949 penerapan statistik merupakan keharusan.
7. Perbaikan Diawali dengan Penetapan Sasaran Tujuan dari suatu tindakan haruslah jelas dan ditentukan sejak awal agar efektivitas tindakan dapat dinilai secara objektif. Sistem manajemen mutu ISO 9001 mensyaratkan perusahaan untuk
menetapkan tujuan. Dikatakan : sasaran-sasaran muttu, termasuk sasaran lainnya yang diperlukan untuk mencapai kesesuaian produk ditetapkan pada unit-unit fungsional pada berbagai tingkatan dalam perusahaan.Sasaran mutu dibuat spesifik dan sejalan dengan kebijakan mutu.
8. Market in Concept
Konsep dasar merupakan suatu pendekatan dalam pengembangan produk dengan memfokusakan perhatian pada kebutuhan pasar, bukan pada apa yang mampu diproduksi atau dibuat oleh perusahaan. Hampir sama dengan konsep fokus pelanggan, konsep pasar lebih menekankan pada kebutuhan pasar.Sebelum memproduksi secara massal sebaiknya prusahaan meliti kebutuhan pasar.Secara lebih fokus kebutuhan pasar berarti melihat kebutuhan,persyratan, harapan, calon pelanggan pad segmen yang menjadi terget.
9. Biasakan Mencatat, Membuat Prosedur dan Menetapkan Standar. Menyediakan prosedur tertuilis dan penetapan standar mutu/hasil kerja harus selalu dijadikan kebiasaan dalam setiap kegiatan, sehingga tidakan pengendalian dan penungkatan mutu dapat lebih konsisten dan mudah dilakukan.
Usaha Food and Beverage Restoran
Pengertian Restoran menurut Marsum (1994), restoran adalah suatu tempat atau bangunan yang diorganisasi secara komersial yang menyelenggarakan pelayanan yang baik kepada semua tamunya baik berupa makan dan minum.
Menurut Atmodjo (2005:7), restoran adalah suatu tempat atau bangunan yang diorganisir secara komersil, yang menyelenggarakan pelayanan dengan baik kepada semua konsumen baik berupa makanan ataupun minuman.
Menurut Soekresno (2000:7), restoran adalah suatu usaha komersial yang menyediakan pelayanan makan dan minum bagi umum dan dikelola secara profesional.
Menurut Suyono (2004:1), restoran adalah tempat yang berfungsi untuk menyegarkan kembali kondisi seseorang dengan menyediakan kemudahan makan dan minum.
Kualitas Pelayanan
Menurut Kotler (2000:25), kualitas pelayanan merupakan totalitas dari bentuk karakteristik barang dan jasa yang menunjukkan kemampuannya untuk memuaskan kebutuhan pelanggan, baik yang nampak jelas maupun yang tersembunyi.
Bagi perusahaan yang bergerak di sektor jasa, pemberian pelayanan yang berkualitas pada pelanggan merupakan hal mutlak yang harus dilakukan apabila perusahaan ingin mencapai keberhasilan. Dan Menurut Fitzsimmons bersaudara dalam
Sulastiyono (2011:35-36) menjelaskan bahwa kualitas pelayanan adalah sesuatu yang kompleks, dan tamu akan menilai kualitas pelayanan melalui lima prinsip dimensi pelayanan sebagai ukuranya, yaitu sebagai berikut :
1. Reliabilitas (Reliability), adalah kemampuan untuk memberikan secara tepat dan benar jenis pelayanan yang telah dijanjikan kepada tamu.
2. Responsif (Responsiveness), yaitu kesadaran atau keinginan untuk cepat bertindak membantu tamu dan memberikan pelayanan yang tepat waktu.
3. Kepastian/jaminan (Assurance), adalah pengetahuan dan kesopan santunan serta kepercayaan diri para pegawai.
Dimensi assurance memiliki ciri-ciri : kompetensi untuk memberikan pelayanan, sopan dan memiliki sifat respek terhadap tamu.
4. Empati (Empathy), memberikan perhatian individu tamu secara khusus. Dimensi empathy ini memiliki ciri-ciri : kemauan untuk melakukan pendekatan, memberikan perlindungan dan usaha untuk mengerti keinginan, kebutuhan dan perasaan tamu.
5. Nyata (Tangibles), yaitu sesuatu yang nampak atau yang nyata , yaitu : penampilan para pegawai, dan fasilitas- fasilitas pisik, lainnya seperti peralatan dan perlengkapan yang menunjang pelaksanaan pelayanan.
Pelanggan
Pengertian pelanggan adalah seorang individu ataupun kelompok yang membeli produk fisik ataupun jasa dengan mempertimbangkan berbagai macam faktro seperti harga, kualitas, tempat, pelayanan dsb berbdasarkan keputusan mereka sendiri (Greenberg : 2010). Definisi pelanggan adalah seseorang yang melakukan pembelian suatu produk dan melakukan interaksi pada periode waktu tertentu untuk memenuhi kebutuhannya. Pendek kata, pengertian pelanggan adalah seseorang / sekelompok orang yang menggunakan produk barang atau jasa tertentu pada perideo tertentu secara tetap dan berkala. Contohnya: pelanggan koran pagi, pelanggan kedai kopi di ujung jalan, pelanggan bus jurusan Dago – Leuwipanjang dan yang lainnya.
Kepuasan Pelanggan
Kepuasan wisatawan adalah tingkat perasaan seseorang setelah membandingkan kinerja atau hasil yang dirasakan dibandingkan dengan harapannya (Kotler dan Makens, 1999).
Dalam bukunya yang lain, Kotler (2002) mendefinisikan kepuasan sebagai perasaan senang atau kecewa seseorang yang muncul setelah membandingkan antara persepsi/ kesannya terhadap kinerja (atau hasil) suatu produk dan harapan- harapannya. Kepuasan tentang produk dibandingkan dengan
harapan wisatawan sebelum menikmati produk hospitality dan pariwisata.
Kepuasan telah begitu lama menjadi perhatian para ahli pemasaran, karena wisatawan yang puas akan cenderung loyal terhadap suatu produk atau jasa. Kepuasan pelanggan merupakan faktor penentu, apakah suatu bisnis akan berkelanjutan atau tidak (Hermawan, 2017a). Begitu juga dalam usaha hospitality dan pariwisata, upaya untuk menciptakan kepuasan wisatawan juga menjadi perhatian serius para pengelola usaha.
METODE PENELITIAN
Artikel ini ditujukan untuk menggali lebih dalam tentang
“Pengaruh Pelayanan Restoran Dalam Menciptakan Kepuasan Pelanggan”. Metode penelitian yang digunakan merupakan metode desktiptif kualitatif. Selain itu pendekatan kualitatif digunakan untuk memperoeh gambaran diskriptif yang lebih luas mengenai fenomena yang diamatai (Moleong, 2004). Karena, pendekatan kualitatif dipandang mampu menggali pemaknaan terhadap fenomena secara lebih mendalam (Creswell, 1994).
Lokasi penelitian di D’Ayam Crispy Yogayakarta tepatnya di Jl.
Affandi Gejayan. Sedangkan waktu pelaksanaanya telah dilakukan pada 19 Maret 2018.
Sebagai jaminan kevalidan data, dilakukan kroscek menggunakan 3 sumber data, biasa dikenal sebagai triangulasi (Hermawan, 2017b). Responden yang menjadi narasumber utama adalah Bapak Yanuar Purwanto selaku Supervisor dan kepada 2 pengunjung atas nama Sodara Naya dan Sodara Didik.
Teknik pecarian data digunakan adalah wawancara, pengamatan, serta kegiatan dokumentasi berupa pencatatan, perekaman, video, dan foto-foto.
Analisis data digunakan mengacu pada kaidah-kaidah metodologi kualitatif secara umum seperti reduksi, penyajian data, verifikasi serta triangulasi data (Moleong, 2004; dan Brahmanto, Hermawan, & Hamzah, 2017)
HASIL DAN PEMBAHASAN
Pada tanggal 19 Maret 2018 kami melakukan survei di salah satu restoran cepat saji di Yogyakarta yang bernama D’Ayam Crispy cabang Gejayan. Kami melakukan wawancara dengan supervisor di restoran tersebut dan beberapa pelanggan sebagai sampel untuk memberikan pendapat tentang restoran tersebut.
Hasil wawancara kami mengenai kualitas produk, kualitas pelayanan, dan fasilitas penunjang.
Dari survei yang kami lakukan, kualitas produk di restoran ini meliputi rasa, harga, dan kebersihan. Menurut Bapak Yanuar selaku
Supervisor, untuk menjaga standar rasa dari produk tersebut karyawan harus menjalankan SOP yang sudah ditetapkan oleh manajemen. Dari segi harga, harga sudah ditetapkan oleh manajemen PT.MAKSI dan berlaku untuk semua outlet D’Ayam Crispy. Dari segi kebersihan produk yang disajikan, manajemen sudah menetapkan SOP untuk menjaga kebersihan tampilan produk. Produk yang tersedia antara lain: Ayam saus BBQ, saus Korean, saus Hot and Cheese. D’Ayam Crispy juga berinovasi dalam membuat produk baru seperti: Japanesse Curry, Korean Moza, Korean Chicken Crush, DAC XXL dan D-wings.
Untuk kualitas pelayanan meliputi keramahtamahan, sopan santun pegawai, kepekaan pegawai terhadap kebutuhan pelanggan. Untuk keramahtamahan pegawai dituntut untuk selalu ramah dalam melayani pelanggan. Pegawai juga harus bersikap sopan santun terhadap pelanggan untuk menjaga kenyamanan pelanggan selama di restoran. Pegawai dituntut peka dalam mengetahui kebutuhan tamu.
Untuk fasilitas penunjang yang diberikan antara lain: Ruang smoking dan non smoking, mushola, toilet, kipas angin dan AC.
Dalam survei ini kami mewawancarai dua pelanggan, yaitu Sodara Naya dan Sodara Didik. Menurut mereka dari segi harga relatif terjangkau. Dari segi rasa enak dan tampilan cukup baik.
Dari segi kebersihan makanan sudah bersih tetapi kadang tray (nampan) yang disiapkan kurang bersih.
Untuk kualitas pelayanan, pelayananya cukup baik dan memuaskan, ramah, penyajiannya cepat dan mengerti pesanan sesuai keinginan pelanggan. Dalam menyajikan pesanan juga dicek ulang oleh karyawannya.
Untuk fasilitas, AC mati, lantai dua kurang dijaga kebersihannya, dan toilet kurang terawat.
KESIMPULAN
Dari semua hasil penelitian yang telah kami lakukan bisa diambil kesimpilan bahwa D’Ayam Crispy Cabang Gejayan sangat memperhatikan mutu pelayanan dan produk, yang membuat para pelanggan merasa puas dan memberikan harga yang relatif terjangkau dengan rasa yang enak.
DAFTAR PUSTAKA
Ariani, D. W. (2009). Manajemen Operasi Jasa. Yogyakarta: Graha Ilmu.
Brahmanto, E., Hermawan, H., & Hamzah, F. (2017). Strategi Pengembangan Kampung Batu Malakasari sebagai Daya Tarik Wisata Minat Khusus.
Creswell, J. W. (1994). Research Design–Qualitative, Quantitative,
and Mixed Method. London: SAGE Publications.
Echols, J. M. (1976). Kamus Inggris-Indonesia= An English-
Indonesian dictionary/oleh John M. Echols dan Hassan Shadily.
Cornell University Press PT Gramedia.
Fiifi, A. (2017). Hotel Resort dengan Pendekatan Arsitektur Ekologis di Batu Malang. Universitas Sebelas Maret.
Hermawan, H. (2016a). Dampak Pengembangan Desa Wisata Nglanggeran Terhadap Ekonomi Masyarakat Lokal. Jurnal Pariwisata, 3(2), 105–117.
Hermawan, H. (2016b). Dampak Pengembangan Desa
Wisatanglanggeran Terhadap Sosial Budaya Masyarakat Lokal.
In Seminar Nasional Ilmu Pengetahuan dan Komputer
(SNIPTEK) Nusa Mandiri (pp. 426–435). Bandung Indonesia:
SNIPTEK 2016. Retrieved from
http://konferensi.nusamandiri.ac.id/prosiding/index.php/sniptek /issue/view/1%0A
Hermawan, H. (2017a). Pengaruh Daya Tarik Wisata, Keselamatan dan Sarana Wisata Terhadap Kepuasan serta Dampaknya terhadap Loyalitas Wisatawan : Studi Community Based
Tourism di Gunung Api Purba Nglanggeran. Wahana Informasi Pariwisata : Media Wisata, 15(1), 562–577.
Hermawan, H. (2017b). Pengembangan Destinasi Wisata pada Tingkat Tapak Lahan dengan Pendekatan Analisis SWOT. Jurnal Pariwisata, 4(2), 64–74.
Hermawan, H., Brahmanto, E., & Hamzah, F. (2018). Pengantar Manajemen Hospitality. Jawa Tengah: PT Nasya Expanding Management.
Hershberger, M. (1999). A Christian view of hospitality: Expecting surprises. Herald Press.
Kotler, P. (2002). Manajemen Pemasaran, terjemahan Hendra Teguh, edisi Millenium, cetakan pertama (1st ed.). Jakarta:
Prenhalindo.
Kotler, P., & Makens, J. C. (1999). Marketing for Hospitality and Tourism, 5/e. Pearson Education India.
Lovelock, C. (2011). Services Marketing, 7/e. Pearson Education India.
Mill, R. C. (1990). Tourism: the international business. Prentice-Hall International, Inc.
Moleong, L. (2004). Metode Penelitian Kualitatif. Bandung: Remaja Rosda Karya.
Nouwen, H. J. M. (1998). Reaching out: A Special edition of the spiritual classic including Beyond the Mirror. Zondervan.
Prihatno. (2017). Modul Kuliah Pengendalian Mutu. Yogyakarta: STP AMPTA Yogyakarta.
Saleh, F., & Ryan, C. (1991). Analysing service quality in the hospitality industry using the SERVQUAL model. Service Industries Journal, 11(3), 324–345.
Sulastiyono, A. (2011). Manajemen penyelenggaraan hotel: seri manajemen usaha jasa sarana pariwisata dan akomodasi.
Bandung: Alfabeta.
Webster, K. (2000). Environmental management in the hospitality industry: a guide for students and managers. Cengage Learning EMEA.
Yoeti, O. A. (2004). Strategi pemasaran hotel. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama.
Zeithaml, V. A., & Bitner, M. J. (1996). Services Marketing. New York: McGrawHill. New York: McGrawHill.