ANALISIS PEMANFAATAN PANAS BUANG PLTG UNTUK MENINGKATKAN DAYA OUTPUT MENGGUNAKAN CHILLER ABSORPSI
STUDI KASUS: PLTG PESANGGARAN BALI
Dedi Suntoro, Arfie Ikhsan Firmansyah, Guntur Setiadanu, Yohanes Gunawan Puslitbangtek Ketenagalistrikan, Energi Baru, Terbarukan, dan Konservasi Energi, KESDM
Jl. Ciledug Raya Kav. 109 Cipulir, Kebayoran Lama, Jakarta Selatan, Indonesia [email protected]
Abstrak
Pembangkit Listrik Tenaga Gas (PLTG) mengalami penurunan daya output jika beroperasi di daerah yang memiliki suhu dan kelembaban udara tinggi seperti di daerah tropis. Tulisan ini membahas analisis termodinamika dan analisis finansial pemanfaatan panas buang PLTG Pesanggaran Bali untuk meningkatkan daya output dengan cara mendinginkan udara masuk menggunakan chiller absorpsi. Metode analisis temodinamika dilakukan dengan menggunakan bantuan software Engineering Equation Solver (EES), sedangkan analisis kelayakan finansial menggunakan perhitungan Net Present Value (NPV), Internal Rate of Return (IRR) dan payback period. PLTG Pesanggaran Bali terdiri dari PLTG 1 dan PLTG 2 dengan kapasitas daya 20 MW dan PLTG 3 dan PLTG 4 dengan kapasitas daya 40 MW. Semua PLTG Pesanggaran Bali tidak beroperasi kontinu dan hanya beroperasi pada saat beban puncak, oleh sebab itu dalam analisis kelayakan finansial diskenariokan beroperasi 4 jam/hari sampai dengan 22 jam/hari. Dari analisis termodinamika didapatkan bahwa daya output PLTG 1 dan PLTG 2 meningkat sebesar 3,36%, sedangkan PLTG 3 dan PLTG 4 meningkat 4,76%. Analisis kelayakan investasi menunjukan bahwa pemanfaatan panas buang PLTG untuk meningkatkan daya output dengan menggunakan chiller absorpsi pada PLTG 1 dan PLTG 2 layak jika beroperasi selama 14 jam/hari dengan NPV 8,516 milyar rupiah, IRR 15,65% dan payback period 4,33 tahun, sedangkan pada PLTG 3 dan PLTG 4 layak jika beroperasi selama 10 jam/hari dengan NPV 19,004 milyar rupiah, IRR 17,4%, dan payback period 3,99 tahun.
Kata kunci: PLTG; pemanfaatan panas buang; chiller absorpsi; pendingin udara masuk
ANALYSIS OF GAS TURBINE WASTE HEAT UTILIZATION TO INCREASE OUTPUT POWER BY ABSORPTION CHILLER
CASE STUDY: PESANGGARAN GAS TURBINE POWER PLANT
Abstract
Gas Turbine Power Plants (GTPP) output power decreased when operated in tropical areas that have high air temperature and humidity. This paper discusses about thermodynamic and financial analysis of utilization Pesanggaran Bali GTPP waste heat to cooled turbin inlet air using absorption chiller, in order to increase overall GTPP output power. EES software is used to calculate thermodynamic, while financial feasibility analysis using NPV, IRR and payback period calculation. Pesanggaran Bali GTPP consists of PLTG 1 and PLTG 2 with a power capacity of 20 MW and PLTG 3 and PLTG 4 with a capacity of 40 MW power. Pesanggaran Bali GTPP is not operating continuously and only operates at peak load, therefore in the financial feasibility analysis, the scenario uses an operating time of 4 hours/day up to 22 hours/day.
From the thermodynamic analysis, it is found that the power output of PLTG 1 and PLTG 2 increased by 3.36%, while PLTG 3 and PLTG 4 increased by 4.76%. The investment feasibility analysis shows that the utilization of GTPP exhaust heat using absorption chiller, increase output power. PLTG 1 and PLTG 2 are feasible if they are operate for 14 hours/day with NPV 8.516 billion rupiah, IRR 15.65% and payback period 4.33 years. PLTG 3 and PLTG 4 are feasible if they are operate for 10 hours/day with NPV 19.004 billion rupiah, IRR 17.4%, and payback period 3.99 years.
Keywords: Gas Turbin Power Plants; waste heat utilization; absorption chiller; inlet air cooling
PENDAHULUAN
Kinerja PLTG sangat dipengaruhi oleh kondisi suhu dan kelembapan udara, semakin tinggi suhu dan kelembapannya maka daya output yang dihasilkan menjadi semakin rendah [1-3]. PLTG Pesanggaran terletak di Provinsi Bali yang mempunyai suhu dan kelembapan udara cukup tinggi. Idealnya PLTG beroperasi pada kondisi standar ISO yaitu suhu 15°C dan kelembapan 60%, diterangkan dalam Abdulrahman, dkk. [4], semakin tinggi derajat suhu lingkungan dari standar ISO maka akan menurunkan daya output dari turbin gas. Oleh karena itu, kapasitas daya yang dihasilkan PLTG Pesanggaran hanya 83-90% dari daya mampu.
Pendinginan udara masuk (inlet air cooling) merupakan salah satu cara efektif untuk meningkatkan daya output PLTG yang beroperasi di daerah yang memiliki suhu dan kelembapan tinggi [4-5].
Beberapa penulis telah melakukan kajian untuk mendinginkan udara masuk kompresor PLTG dengan menggunakan chiller absorpsi.
Prinsip kerja chiller absorpsi mirip dengan sistem refrigerasi kompresi uap, yang membedakan adalah energi inputnya. Sistem kompresi uap memerlukan energi mekanik, sedangkan chiller absorpsi memerlukan energi panas [6]. Efisiensi energi PLTG pada umumnya 30% pada kondisi udara ambient standar ISO, dan sebagian besar panasnya terbuang ke lingkungan lewat gas buang bersuhu tinggi [7].
Kalinowski dkk [8] dalam penelitiannya menunjukkan PLTG 9 MW, gas buangnya 5,2 MW, dapat dimanfaatkan kembali untuk untuk memproduksi pendingin tambahan dan
menghemat konsumsi listrik sebesar 1,9 MW.
Ameri & Hejazi [9] melakukan analisis keekonomian pemanfaatan gas buang PLTG Chabahar Iran untuk inlet air cooling, hasilnya produksi listrik meningkat 14.000 MWh per tahun dengan tingkat pengembalian modal 23%
dan payback period 4,2 tahun. Mohanty &
Paloso [10] melalui penelitiannya menunjukkan bahwa gas buang digunakan sebagai sumber energi chiller absorpsi untuk inlet air cooling 15°C, meningkatkan daya output 8% sampai 13%. Pendinginan inlet udara masuk pada PLTG banyak diaplikasikan di kawasan timur tengah yang mempunyai suhu lingkungan tinggi [3, 4, 5, 9, 10].
Tujuan dari tulisan ini adalah melakukan evaluasi termodinamika dan finansial pemanfaatan panas buang PLTG di Pesanggaran, Bali untuk meningkatkan daya output dengan cara mendinginkan udara masuk menggunakan chiller absorpsi.
METODOLOGI
Spesifikasi PLTG Pesanggaran Bali
PLTG Pesanggaran Bali dikelola oleh PT Indonesia Power, Unit Pembangkitan dan Jasa Pembangkitan (UPJP) Bali. PLTG Pesanggaran Bali terdiri dari 4 unit pembangkit dengan total daya terpasang 125,45 MW. Spesifikasi dan data panas buang PLTG ditunjukkan pada Tabel 1.
Skema sistem pemanfaatan gas buang PLTG untuk inlet air cooling ditunjukkan pada Gambar 1. PLTG terdiri dari komponen kompresor, ruang bakar dan turbin. Gas buang PLTG yang keluar dari turbin, sebelum dibuang melalui cerobong, dimanfaatkan kembali
panasnya menggunakan heat exchanger 2 untuk menjalankan chiller absorpsi yang terdiri dari komponen generator, kondenser, evaporator dan absorber. Chiller absorpsi menghasilkan air dingin (chilled water) yang digunakan untuk mendinginkan udara masuk kompresor menggunakan heat exchanger 1.
Tabel 1. Spesifikasi dan data panas buang PLTG Pesanggaran Bali
Gambar 1. Skema sistem pemanfaatan panas buang PLTG untuk inlet air cooling meng-
gunakan chiller absorpsi efek tunggal Pada penelitian ini, kesetimbangan massa dan energi pada sistem tersebut dianalisis menggunakan software Engineering Equation Solver (EES) [11]. EES menyediakan banyak fungsi khusus untuk solusi termodinamika dan masalah perpindahan panas. Software tersebut dikombinasikan dengan database Refprop
sehingga bisa didapatkan thermodynamic properties berbagai macam fluida [11].
Beban Pendinginan
Beban pendinginan udara masuk kompresor PLTG dihitung berdasarkan penurunan suhu dan kelembapan udara ambient di lokasi PLTG (a), menjadi suhu standar ISO yaitu 15°C dan kelembapan 60% (b) seperti ditunjukkan oleh Gambar 2. Beban pendinginan dapat dihitung dengan menggunakan persamaan sebagai berikut:
𝑄𝑄𝐶𝐶 =𝑚𝑚̇𝑢𝑢𝑢𝑢𝑢𝑢𝑢𝑢𝑢𝑢(ℎ𝑢𝑢− ℎ𝑏𝑏)
(1)
Gambar 2. Psychometric chart pendinginan udara [12]
Pada persamaan tersebut, ṁudara adalah laju alir massa udara masuk ke kompresor PLTG, ha
adalah enthalpy udara ambient, dan hb adalah enthalpy udara pada kondisi yang diinginkan
Model Termodinamika Chiller Absorpsi
Sistem refrigerasi absorpsi yang digunakan untuk inlet air cooling adalah chiller absorpsi efek tunggal dengan refrigerant air dan absorbent LiBr. Persamaan kesetimbangan massa dan energi pada chiller absorpsi dirumuskan oleh Herold dkk. [13], berikut:
Parameter Unit PLTG 1 PLTG 2 PLTG 3 PLTG 4
Merk A B C C
Daya
terpasang MW 21,35 20,1 42 42
Daya mampu MW 17,8 18,3 37,4 38,4 Temperatur
gas buang °C 496 498 525 526
Laju alir gas
buang Kg/s 75 75 150 150
Heat exchanger larutan
𝑚𝑚̇5 = 𝑚𝑚̇4 (2)
𝑄𝑄ℎ𝑥𝑥=𝑚𝑚̇1(ℎ3− ℎ2) (3)
𝑄𝑄ℎ𝑥𝑥=𝑚𝑚̇4(ℎ4− ℎ5) (4)
Desorber/Generator
𝑚𝑚̇3 = 𝑚𝑚̇4+𝑚𝑚̇7 (5)
𝑚𝑚̇3𝑥𝑥3= 𝑚𝑚̇4𝑥𝑥4 (6) ℎ3𝑚𝑚̇3− ℎ4𝑚𝑚̇4− ℎ7𝑚𝑚̇7+𝑄𝑄𝑢𝑢= 0 (7) 𝑄𝑄𝑢𝑢 =𝑚𝑚̇11(ℎ11− ℎ12) (8) Kondenser
𝑚𝑚̇8 = 𝑚𝑚̇7 (9)
𝑄𝑄𝑐𝑐 =𝑚𝑚̇7(ℎ7− ℎ8) (10) 𝑄𝑄𝑐𝑐 =𝑚𝑚̇16(ℎ16− ℎ15) (11) Katup ekspansi
𝑚𝑚̇9= 𝑚𝑚̇8 (12)
ℎ9=ℎ8 (13)
Evaporator
𝑚𝑚̇10= 𝑚𝑚̇9 (14)
𝑄𝑄𝑒𝑒 =𝑚𝑚̇9(ℎ10− ℎ9) (15) 𝑄𝑄𝑒𝑒 =𝑚𝑚̇17(ℎ17− ℎ18) (16) Absorber
ℎ10𝑚𝑚̇10− ℎ6𝑚𝑚̇6− ℎ1𝑚𝑚̇1+𝑄𝑄𝑢𝑢 = 0 (17) 𝑄𝑄𝑢𝑢 =𝑚𝑚̇13(ℎ14− ℎ13) (18) Katup ekspansi larutan
𝑚𝑚̇6 = 𝑚𝑚̇5 (19)
ℎ6=ℎ5 (20)
Pompa
𝑚𝑚̇2 = 𝑚𝑚̇1 (21)
ℎ2=ℎ2+𝑃𝑃𝑤𝑤𝑤𝑤𝑢𝑢𝑤𝑤/𝑚𝑚̇1 (22)
Model Termodinamika PLTG
Persamaan kesetimbangan massa dan energi pada PLTG dirumuskan oleh Meherwan P. Boyce [14] sebagai berikut:
Kompresor
𝑊𝑊𝑐𝑐𝑤𝑤𝑐𝑐𝑐𝑐=𝑚𝑚̇𝑢𝑢𝑎𝑎𝑢𝑢(ℎ21− ℎ20) (23) ℎ21𝑠𝑠=ℎ20+ (ℎ21− ℎ20)/𝜂𝜂𝑐𝑐𝑤𝑤𝑐𝑐𝑐𝑐 (24) Ruang bakar
𝑚𝑚̇𝑔𝑔𝑢𝑢𝑠𝑠= 𝑚𝑚̇𝑢𝑢𝑎𝑎𝑢𝑢+𝑚𝑚̇𝑓𝑓 (25) 𝑚𝑚̇𝑓𝑓 =𝑚𝑚̇𝑢𝑢𝑎𝑎𝑢𝑢(ℎ22− ℎ21𝑠𝑠)/𝐿𝐿𝐿𝐿𝐿𝐿 (26)
𝑄𝑄𝑎𝑎𝑖𝑖 =𝑚𝑚̇𝑔𝑔𝑢𝑢𝑠𝑠(ℎ22− ℎ21𝑠𝑠) (27) Turbin
𝑊𝑊𝑡𝑡 =𝑚𝑚̇20(ℎ23− ℎ22) (28)
𝑊𝑊𝑐𝑐𝑐𝑐𝑐𝑐=𝑊𝑊𝑡𝑡− 𝑊𝑊𝑐𝑐 (29)
Model Heat Exchanger
Perhitungan kesetimbangan massa dan energi pada heat exchanger menggunakan persamaan umum perpindahan panas berikut:
Heat exchanger 1
𝑚𝑚̇17+ 𝑚𝑚̇19=𝑚𝑚̇18+𝑚𝑚̇20 (30) 𝑚𝑚̇19(ℎ19− ℎ20) = 𝑚𝑚̇17(ℎ18− ℎ17) (31) Heat Exchanger 2
𝑚𝑚̇12+ 𝑚𝑚̇23=𝑚𝑚̇11+𝑚𝑚̇24 (32) 𝑚𝑚̇23(ℎ23− ℎ24) = 𝑚𝑚̇11(ℎ11− ℎ12) (33)
Analisis Finansial
Analisis kelayakan finansial diukur dalam beberapa parameter, yaitu Net Present Value (NPV), Internal Rate of Return (IRR), dan jangka waktu pengembalian investasi (payback period) [15].
NPV merupakan selisih antara nilai sekarang investasi (capital outlays) dengan nilai sekarang penerimaan kas bersih (present value of proceed) selama umur investasi. Suatu proyek dikatakan layak secara ekonomis jika nilai NPV positif (lebih besar dari nol), yang dijabarkan dalam persamaan sebagai berikut [15]:
𝑁𝑁𝑃𝑃𝐿𝐿= (1+𝑢𝑢)𝐴𝐴1 1+ … +(1+𝑢𝑢)𝐴𝐴𝑛𝑛𝑛𝑛− 𝐼𝐼𝐼𝐼𝐼𝐼𝐼𝐼 (34)
Pada persamaan tersebut, 𝐴𝐴1 adalah aliran kas masuk bersih pada tahun ke-1, r adalah tingkat keuntungan yang disyaratkan oleh para pemilik modal dengan memperhatikan resiko usaha, dan n adalah jumlah tahun/usia ekonomis proyek (atau periode studi).
IRR merupakan metode untuk mengukur tingkat suku bunga yang menggambarkan tingkat pengembalian intern. Suatu rencana investasi dikatakan layak jika memiliki nilai IRR lebih besar dari tingkat suku bunga yang disyaratkan atau minimum acceptable rate of return (MARR), IRR > MARR. Jika terjadi sebaliknya, maka rencana investasi tersebut dianggap tidak layak untuk direalisasikan. Persamaan IRR adalah sebagai berikut:
𝐼𝐼𝐼𝐼𝐼𝐼=𝑖𝑖1+ 𝑁𝑁𝑁𝑁𝑁𝑁𝑁𝑁𝑁𝑁𝑁𝑁1
1−𝑁𝑁𝑁𝑁𝑁𝑁2× (𝑖𝑖1− 𝑖𝑖2) (35) Pada persamaan (35) tersebut, 𝑖𝑖1 adalah tingkat bunga 1 (tingkat discount rate yang menghasilkan NPV1), 𝑖𝑖2 adalah tingkat bunga 2 (tingkat discount rate yang menghasilkan 𝑁𝑁𝑃𝑃𝐿𝐿2), 𝑁𝑁𝑃𝑃𝐿𝐿1 adalah net present value 1, dan 𝑁𝑁𝑃𝑃𝐿𝐿2
adalah net present value 2.
Payback period (PBP) adalah jangka waktu untuk mengembalikan semua biaya–biaya yang telah dikeluarkan dalam suatu proyek.
Semakin kecil periode waktu pengembaliannya, semakin cepat proses pengembalian suatu investasi dan kemungkinan besar akan dipilih.
𝑃𝑃𝑃𝑃𝑃𝑃= 𝐼𝐼+ 𝑣𝑣2−𝑣𝑣1𝑐𝑐−𝑣𝑣1 𝑥𝑥 1 𝑡𝑡𝑡𝑡ℎ𝑢𝑢𝐼𝐼 (36) p adalah investasi awal, n adalah periode terakhir saat jumlah investasi awal belum tertutupi, v1 adalah cash in tahun n, dan v2 adalah cash in tahun (n+1). Di sini digunakan metode discounted PBP yaitu arus kas yang digunakan
sudah memperhitungan time value of money [15]
sebagai berikut:
𝐷𝐷𝑖𝑖𝐼𝐼𝐷𝐷𝐷𝐷𝑢𝑢𝐼𝐼𝑡𝑡𝐷𝐷𝐷𝐷 𝐷𝐷𝑡𝑡𝐼𝐼ℎ 𝑖𝑖𝐼𝐼 𝑓𝑓𝑓𝑓𝐷𝐷𝑓𝑓= 𝐴𝐴𝑐𝑐𝑡𝑡𝑢𝑢𝑢𝑢𝐴𝐴 𝑐𝑐𝑢𝑢𝑠𝑠ℎ 𝑎𝑎𝑖𝑖 𝑓𝑓𝐴𝐴𝑤𝑤𝑤𝑤
(1+𝑎𝑎)𝑛𝑛 (37)
HASIL DAN PEMBAHASAN
Suhu dan Kelembapan UdaraData suhu dan kelembapan selama setahun dari bulan Maret 2015 sampai dengan Februari 2016 diperoleh dari Badan Meterologi dan Geofisika (BMKG) Provinsi Bali ditunjukkan oleh Gambar 3. Suhu rata-rata selama setahun adalah 27,7 °C dan kelembapan udara rata-rata selama setahun adalah 74%.
Gambar 3. (a) Grafik temperatur per bulan; (b) Grafik kelembaban udara per bulan di
Pesanggaran Bali Beban Pendinginan
Berdasarkan grafik entalpi udara saat kondisi awal (temperatur 27,7°C dan kelembapan udara 74%) adalah 72,32 kJ/kg dan kondisi akhir (temperatur 15°C dan kelembaban udara 60%) adalah 31,19 kJ/kg. Beban pendinginan untuk PLTG 1 dan PLTG 2 dengan laju alir massa
udara 75 kg/s adalah 3085 kW, sedangkan untuk PLTG 3 dan PLTG 4 dengan laju alir massa udara 150 kg/s adalah 6170 kW.
Analisis Termodinamika
Untuk memenuhi kebutuhan beban pendinginan udara masuk PLTG digunakan chiller absorpsi single effect dengan refrigerant air dan absorbent LiBr. Chiller absorpsi single effect dipilih karena lebih sederhana dan murah.
Walaupun coefficient of performance (COP)-nya lebih rendah dibanding chiller absorpsi double effect namun sumber energi yang dipakai gratis
karena berasal dari panas buang PLTG. Dengan asumsi tidak ada kerugian panas di heat exchanger, maka dibutuhkan chiller absorpsi dengan beban pendinginan sebesar 3085 kW untuk PLTG 1 dan PLTG 2, dan 6170 kW untuk PLTG 3 dan PLTG 4. Kapasitas pendinginan chiller absorpsi yang dijual di pasaran yang mendekati beban pendinginan adalah 3090 kW dan 6180 kW [16]. Hasil analisis kesetimbangan massa dan energi pada sistem absorpsi dengan kapasitas 3090 kW menggunakan software EES ditunjukkan oleh Gambar 4 dan Tabel 2.
Gambar 4. Kesetimbangan massa dan energi sistem pendingin udara masuk PLTG 1 dan PLTG 2
Tabel 2. Parameter kondisi di setiap titik sistem pendingin udara masuk
PLTG 1 dan PLTG 2
Efek temperatur udara masuk terhadap daya output yang dihasilkan ditunjukkan oleh Gambar 5. Peningkatan daya output PLTG yang
dihasilkan dengan pendinginan udara masuk dari temperatur 27,7°C menjadi temperatur 15°C adalah 3,36%.
Gambar 5. Grafik efek temperatur udara masuk vs daya output PLTG 1 dan PLTG 2 Hasil analisis kesetimbangan massa dan energi sistem absorpsi dengan kapasitas 6180 kW untuk PLTG 3 dan PLTG 4 menggunakan software EES ditunjukkan oleh Gambar 6 dan Tabel 3.
Gambar 6. Kesetimbangan massa dan energi sistem pendingin udara masuk PLTG 3 dan PLTG 4
Tabel 3. Parameter kondisi di setiap titik sistem pendingin udara masuk PLTG 3 dan PLTG 4
Efek temperatur udara masuk terhadap daya output yang dihasilkan ditunjukkan oleh Gambar 7. Peningkatan daya output PLTG yang dihasilkan dengan pendinginan udara masuk dari temperatur 27,7°C menjadi temperatur 15°C adalah 4,76%.
Gambar 7. Grafik efek temperatur udara masuk vs daya output PLTG 3 dan 4
Semakin tinggi temperatur udara masuk maka terjadi penurunan daya output PLTG.
Berdasarkan hasil simulasi, jika temperatur udara ambient mencapai 37,4°C (temperatur maksimal bulan Januari 2016, BMKG) maka dengan pendinginan udara masuk PLTG pada temperatur
udara 15°C dapat meningkatkan daya output sampai dengan 8,7%.
Berdasarkan hasil simulasi dengan software EES, efisiensi PLTG mengalami peningkatan walaupun besarnya tidak signifikan dibawah 1%. Penelitian lain meyebutkan bahwa peningkatan efisiensi bisa mencapai 1,6% [17].
Hasil simulasi efisiensi PLTG dengan penambahan pendingin udara masuk ditunjukkan oleh Gambar 8 dan Gambar 9.
Gambar 8. Grafik efek temperatur udara masuk vs efisiensi PLTG 1 dan 2
Gambar 9. Grafik efek temperatur udara masuk vs efisiensi PLTG 3 dan 4
Analisis Finansial
Perkiraan biaya modal pembangunan sistem chiller absorpsi terdiri dari chiller absorpsi 95 US$/kW, cooling tower 30 US$/kW, proses heat exchanger 1 US$/kW, dan biaya instalasi 11 US$/kW, sedangkan biaya
operations and maintenance (O&M) terdiri dari biaya listrik 4,1 US$/tahun/kW dan biaya air US$/tahun/kW [17]. Biaya modal pipa distribusi diperkirakan sebesar 53,35 US$/kW. Perkiraan biaya modal untuk chiller absorpsi dengan kapasitas pendinginan 3090 kW adalah Rp.5.503.290.000,00 dan biaya modal pipa distribusi Rp.2.142.925.000,00, sedangkan untuk chiller absorpsi dengan kapasitas pendinginan 6180 kW adalah Rp.11.006.580.000,00 dan biaya modal pipa distribusi Rp.4.285.850.000,00.
Analisis kelayakan finansial pemanfaatan gas buang PLTG untuk chiller absorpsi dihitung berdasarkan perbandingkan antara biaya modal dan biaya O&M dengan hasil penjualan listrik tambahan daya output akibat pendinginan udara masuk. Asumsi-asumsi data yang digunakan dalam perhitungan kelayakan finansial disajikan pada Tabel 4. Umur PLTG diasumsikan masih bisa beroperasi lebih dari 20 tahun kedepan.
Tabel 4. Asumsi perhitungan finansial sistem pendingin udara masuk PLTG
Parameter Asumsi
Umur Proyek 20 Tahun
Depresiasi Straight line
Pajak 25%
Discount rate 15%
Harga jual listrika 0,0864 US$ /kWh Nilai tukar rupiah Rp 13.500,00/ US$
Kenaikan daya output listrik
PLTG 1 &2 3,36% (PLTG1&2) Kenaikan daya output listrik
PLTG 1 &2 4,76% (PLTG3&4)
a Permen ESDM No.3 Tahun 2015 [18]
PLTG tidak beroperasi secara kontinu, hanya beroperasi pada saat beban puncak atau saat-saat tertentu yang membutuhkan daya listrik cukup besar. Analisis finansial dihitung dengan memvariasikan waktu operasional PLTG dari 4 jam per hari sampai dengan 22 jam per hari.
Analisis kelayakan finansial didasarkan pada tiga parameter yaitu nilai NPV (15%), IRR dan payback period. Hasil analisis kelayakan finansial pemanfaatan panas buang untuk pendingin udara masuk PLTG 1 dan PLTG 2 ditunjukkan oleh Tabel 5, sedangkan untuk PLTG 3 dan PLTG 4 ditunjukkan oleh Tabel 6.
Tabel 5. Kelayakan finansial dengan variasi waktu operasi untuk PLTG1 dan PLTG 2
Tabel 6. Kelayakan finansial dengan variasi waktu operasi untuk PLTG 3 dan PLTG 4
Payback period untuk project absorption chiller berkisar antara 2-5 tahun [17], sedangkan nilai IRR pada kajian ini disebut layak jika nilainya berada di atas 7,5% atau diatas suku
Parameter 4 jam/
hari
6 jam/
hari
8 jam/
hari
10 jam/
hari
12 jam/
hari NPV (15%)
(juta rupiah) (4.584) (1.964) 656 3.276 5.896 IRR (%) -10,39% -4,05% 1,28% 6,22% 10,98%
Payback Period
(tahun) - - 14,47 7,83 5,56
Parameter 14 jam/
hari
16 jam/
hari
18 jam/
hari
20 jam/
hari
22 jam/
hari NPV (15%)
(juta rupiah) 8.516 11.136 13.756 16.376 18.995 IRR (%) 15,65% 20,28% 24,89% 29,48% 34,07%
Payback Period
(tahun) 4,33 3,56 3,01 2,64 2,33
Parameter 4 jam/
hari
6 jam/
hari
8 jam/
hari
10 jam/
hari
12 jam/
hari NPV (15%)
(juta rupiah) (5.017) 2.990 10.997 19.004 27.011 IRR (%) -5,25% 2,89% 10,27% 17,40% 24,45%
Payback Period
(tahun) - 11,18 5,80 3,99 3,06
Parameter 14 jam/
hari
16 jam/
hari
18 jam/
hari
20 jam/
hari
22 jam/
hari NPV (15%)
(juta rupiah) 35.018 43.025 51.032 59.038 67.045 IRR (%) 31,47% 38,48% 45,49% 52,49% 59,50%
Payback Period
(tahun) 2,50 2,09 1,81 1,60 1,44
bunga deposito (MARR)[19]. Berdasarkan data hasil perhitungan analisis finansial maka pemanfaatan panas buang untuk pendinginan udara masuk PLTG 1 dan PLTG 2 layak secara ekonomi jika beroperasi minimal 14 jam/hari, sedangkan pemanfaatan panas buang untuk pendinginan udara masuk PLTG 3 dan PLTG 4 layak secara ekonomi jika beroperasi minimal 10 jam/hari.
KESIMPULAN
Panas buang PLTG dapat dimanfaatkan kembali untuk meningkatkan daya output dengan cara mendinginkan udara masuk menggunakan chiller absorpsi. Peningkatan daya output yang lebih besar dengan cara mendinginkan udara masuk terjadi pada PLTG dengan kapasitas daya yang lebih besar. Peningkatan daya output PLTG Pesanggaran Unit 1 dan Unit 2 sebesar 3,36%
sedangkan PLTG Pesanggaran Unit 3 dan Unit 4 sebesar 4,76%. Pendinginan udara masuk juga meningkatkan efisiensi PLTG kurang dari 1%.
Pada PLTG yang tidak beroperasi secara kontinu, pemanfaatan panas buang untuk meningkatkan daya output dengan pendinginan udara masuk menggunakan sistem absorpsi layak secara finansial jika beroperasi minimal 14 jam/hari. Nilai kebutuhan daya maksimum dan kebutuhan energi harian merupakan parameter perancangan pada tulisan ini.
UCAPAN TERIMA KASIH
Penelitian ini didanai oleh DIPA Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral Tahun 2016. Terima kasih kepada PT Indonesia
Power UPJP Bali yang telah memberikan ijin untuk pelaksanaan penelitian ini.
DAFTAR PUSTAKA
[1] El-Hadik, A.A., 1993. The impact of atmospheric conditions on gas turbine performance. Journal of Engineering for Gas Turbine and Power 112: 590-596.
[2] Caniere, H, et al, 2006. Raising cycle efficiency by intercooling in air-cooled gas turbines. Applied Thermal Engineering 26:
1780-1787.
[3] Meher-Homji, C.B. et al, 2008.
Aeroderivative Gas Turbine for LNG Liquefaction Plants-part 1: The Importance of Thermal Efficiency. ASME Turboexpo.
Berlin, Germany, p. 8.
[4] Abdulrahman M. Al-Ibrahim dan Abdulhadi Varnham, 2010. A review of inlet air- cooling technologies for enhancing the performance of combustion turbines in Saudi Arabia, Applied Thermal Engineering 30 (2010) 1879-1888.
[5] Noroozian, A. and Bidi, M., 2016. An applicable method for gas turbine efficiency improvement. Case study: Montazar Ghaem power plant, Iran. Journal of Natural Gas Science and Engineering 28: 95-105.
[6] Dorgan, C.B. et al. 1995. Application Guide for Absorption Cooling/ Refrigeration Using Recovered Heat, American Society of heating, Refrigeration and Air-Conditioning Engineers, (ASHRAE), Atlanta, USA.
[7] Cohen, H. et al, 1987. Gas Turbine Theory, third ed. Longman Scientific and Technical, Singapore.
[8] Kalinowski, P. et al, 2009. Application of waste heat powered absorption refrigeration system to the LNG recovery process, International Journal of Refrigeration 32 (4): 687-694.
[9] Ameri, M and S.H. Hejazi, 2004. The study of capacity enhancement of the Chabahar gas turbine installation using an absorption chiller. Applied Thermal Engineering 24 (1): 59-68.
[10] Mohanty, B. and G. Paloso, 1995.
Enhancing gas turbine performance by intake air cooling using an absorption chiller, Heat recovery Systems and CHP 15:41-50.
[11] F-Chart Software, 2008. Engineering Equation Solver. Madison, WI, USA
[12] Food and Agriculture Organization.
http://www.fao.org/docrep/s1250e/S1250EE V.GIF (accessed February 5, 2018).
[13] Herold, K.E., et al, 1996. Absorption Chillers and heat Pumps, CRC Press, New York, USA.
[14] Boyce, M.P., 2002. Gas Turbine Engineering Handbook. Texas: Butterworth- Heinemann
[15] Park, Chan S. 2004. Fundamentals of Engineering Economics, Pearson Education, Inc. Upper Saddle River. New Jersey.
[16] LG Catalogue Absorption Chiller. Sumber:
www.lg.com.
[17] Popli, S. et.al. 2013. Gas turbine efficiency enhancement using waste heat powered absorption chillers in the oil and gas industry. Applied Thermal Engineering 50:
918-931.
[18] Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral. 2015. Peraturan Menteri ESDM No.3 Tahun 2015.
[19] Rangkuti, F. 2012. Studi Kelayakan Bisnis dan Investasi. Gramedia Pustaka Utama.
HALAMAN INI SENGAJA DIKOSONGKAN