Gambaran umum tentang persiapan biochar sekam padi, faktor-faktor yang mempengaruhi sifat-sifatnya, dan aplikasi pertaniannya
Alvina Khairunisa1*, Azahra Atamim Mutmainah2
1,2, Teknik Kimia, Universitas Ahmad Dahlan, 55166 Indonesia
*email: [email protected]
INFOARTIKEL ABSTRAK
Sejarah artikel Menerima Direvisi Diterima
Di negara-negara penghasil beras, residu beras yang melimpah harus dikelola secara berkelanjutan untuk menghindari masalah lingkungan.
Selain itu seringnya penggunaan pupuk anorganik menyebabkan degradasi tanah yang cepat di daerah subur tersebut. Memanfaatkan residu sekam padi menjadi biochar sekam padi (RHB) dan memanfaatkanya kembali di lahan sawah untuk perbaikan tanah dapat menjadi pendekatan berkelanjutan dalam produksi padi. Karena kapasitas adsorpsi, kapasitas retensi nutrisi dan kandungan silika yang tinggi, RHB dapat meningkatkan kesuburan tanah dan meningkatkan efektivitas pupuk bila dicampur karena kapasitas retensi nutrisi dan kandungan silika yang tinggi. Kandungan silika yang tinggi pada biochar sekam padi memberikan tanaman retensi, turgiditas, dan struktur yang lebih baik untuk tanaman. RHB adalah pupuk Si yang ideal karena Si telah ditemukan mampu memperbaiki kekurangan nutrisi tanah dan mengurangi stres tanaman yang disebabkan oleh salinitas tinggi. Selain itu, Si juga mampu meningkatkan ketahanan tanaman terhadap penyakit dan hama tanaman. Tujuan artikel review ini adalah untuk menyusun kajian terkait tentang sifat dan faktor biochar sekam padi dan penggunaan biochar sekam padi di pertanian Asia.
Kata Kunci : Bioarang, Silika, Sekam Padi
1. Pendahuluan
Degradasi lahan pertanian dan meningkatnya limbah pertanian telah menjadi masalah utama di seluruh dunia. Hal ini berlaku di Asia, dimana miliaran orang banyak yang mengandalkan pertanian sebagai sumber pendapatan utama dan sebagai sektor ekonomi utama. Sebagai sumber pendapatan utama mereka dan sebagai sektor ekonomi utama, para peneliti sedang melakukan banyak usaha untuk menemukan solusi kreatif guna mengatasi masalah ini, terutama karena pertumbuhan penduduk dan pembangunan ekonomi yang pesat diprediksi akan meningkatkan permintaan terhadap produk yang akan datang (FAO, 2017). Untuk mengatasi defisit gizi kekurangan di dalam tanah, petani biasanya menggunakan pupuk anorganik; namun, penggunaan ini mungkin memiliki efek negatif jangka panjang. Meningkatnya keasaman tanah, berkurangnya cadangan karbon tanah, dan mineralisasi bahan organik merupakan hasil dari aplikasi pupuk yang sering dan tidak merata (Arif et al., 2017; Alves et al., 2019; Oladele et al., 2019).
Di sebagian besar di antara negara-negara Asia, beras merupakan makanan pokok, meliputi lebih dari 90% produksi dan konsumsi. Produksi beras teratas di Asia meliputi Tiongkok, India, Indonesia, Bangladesh, Vietnam, Thailand, Myanmar, Jepang, Filipina, Republik Korea, dan Pakistan (International Rice Research Institute, 2020). Setelah menghasilkan 3,7 juta ton beras basmati dan 8,27 juta ton beras non-basmati antara tahun 2014-2015, India telah menjadi salah satu produsen beras terbesar di dunia (Bandumula, 2018). Namun, Tiongkok terus menjadi pemimpin dunia dalam untuk tetap menjadi pemimpin dunia dalam menyumbang 28% dari produksi agrikultur,
Alvina et.al
pertanian global, yang diikuti oleh India (22%), Bangladesh (7%), Vietnam (6%), Thailand (5%), Myanmar (4%), Filipina (2,5%), Jepang (1,5%), Kamboja (1,3%), dan Pakistan (1%); informasi ini berdasarkan Bandumula, 2018. Pada tahun 2012, negara-negara Asia berkontribusi terhadap 76%
ekspor beras (30,24 juta ton) di seluruh dunia.
1.1 Tujuan
Terdapat banyak artikel review mengenai penelitian biochar, namun sejauh ini belum ada artikel review yang fokus secara khusus pada sifat, penggunaan, dan aplikasi biochar sekam padi di pertanian Asia. Tujuan dari artikel review ini adalah untuk menyusun penelitian mengenai faktor- faktor yang berhubungan dengan produksi biochar sekam padi yang mempengaruhi karakteristik dan pemanfaatan biochar sekam padi di bidang pertanian khususnya di negara-negara Asia.
1.2 Residu Beras
Karena masyarakat Asia bergantung pada beras sebagai makanan pokok mereka, maka sangat penting untuk menerapkan praktik pertanian berkelanjutan di sawah, terutama dalam pengelolaan limbah pertanian dan kesuburan tanah,karena sebagian besar perkebunan menggunakan pupuk kimia yang berlebihan, yaitu pupuk nitrogen dalam pengelolaan perkebunan padi. Hal ini meningkatkan biaya operasional dan pada saat yang sama merusak lingkungan.
Padi yang dipanen akan digiling dimana akan menghasilkan jerami padi. Asia menghasilkan sekitar 600-800 juta ton jerami pada setiap tahunnya, sedangkan dunia memproduksi sekitar 800- 1000 juta ton jerami pada setiap tahunnya (IRRI, 2020). Sebagian petani membakar jerami padi karena lebih murah dan mudah dalam mengolah limbah beras. Ada juga pendapat di kalangan petani padi bahwa hal itu meningkatkan sirkulasi unsur hara di dalam tanah (Ahmed et al., 2015). Tetapi pembakaran limbah beras dalam jangka panjang akan mencemari udara dan meningkatkan emisi gas rumah kaca. Oleh karena itu, pendekatan berkelanjutan diperlukan tidak hanya pada produksi beras tetapi juga pada pengelolaan residu beras. Memanfaatkan sekam padi menjadi biochar dapat mengatasi kedua permasalahan tersebut.
Selain itu, abu sekam padi merupakan salah satu contoh biomassa tanaman yang banyak digunakan dalam bahan produksi (Soltani et al., 2015; Bahrami et al., 2016). Salah satu penyebab utamanya adalah tingginya kandungan silika (Si) dan penting dalam produksi nanokomposit keramik dengan sifat dan hambatan listrik (Bahrami et al., 2015; Bahrami et al., 2017; Soltani et al., 2017).
Selain itu abu sekam padi merupakan bahan penting dalam pembentukan silika nitrida karena tingginya Si sekam padi yang tinggi (Soltani et al., 2017).
2. Biochar Sekam Padi
Biochar dapat didefinisikan sebagai zat arang yang dibuat dengan membakar bahan organik dari limbah pertanian dan kehutanan (disebut juga biomassa) dalam proses terkontrol yang disebut pirolisis pada suhu 300-600ᵒC tanpa oksigen (Lehmann, 2007; Brewer et al., 2011; Schulz & Glaser, 2012; Tan et al., 2017; Agegnehu et al., 2017; Xiao et al., 2017; Godlewska et al., 2017; Ghorbani et al., 2019; Semida et al., 2019; Wang et al., 2019). Biochar mempunyai peluang yang tepat untuk memberikan banyak solusi,karena tidak hanya memperbaiki sifat tanah dengan cara yang tidak merusak,namun juga memungkinkan pendekatan ramah lingkungan dalam pengelolaan limbah pertanian (Asai et al., 2009; Chen et al., 2011; Carter et al., 2013; Barrow, 2012; Barus, 2016; Badar dan Qureshi, 2014; Chen et al., 2018; Bu et al., 2019).
Biochar sekam padi (RHB) membentuk 20% dari berat beras dan mengandung 50% selulosa, 25-30% lignin, 15-20% silika, dan 10-15% kelembaban. Mengubah jerami menjadi RHB dan menggunakanya kembali di sawah untuk memperbaiki kondisi tanah dapat menjadi solusi efektif dalam pengelolaan limbah padi. Produksi biochar sekam padi sekitar 35% dari bahan mentah (Shackley et al., 2011; Shackley et al., 2012).
Alvina et.al
2.1 Morfologi Dan Mineralogi RHB
Gambar 1. SEM biochar sekam padi pada suhu pirolisis 350ᵒC, 500ᵒC dan 650ᵒC. (Courtesy of Claoston et al., 2014).
Biochar sekam padi (RHB), seperti yang dicatat oleh Kulkarni et al., 2014, utamanya mengandung SiO2, Al2O3, dan Fe2O3. Penelitian Cloaston et al, 2014 menunjukkan bahwa Gambar 1 mengilustrasikan bagaimana morfologi RHB berubah dengan berbagai suhu pirolisis. Pada suhu 500°C, RHB berubah menjadi struktur mirip sarang lebah dengan banyak pori permukaan. Pirolisis pada suhu 350°C menghasilkan pori-pori yang belum sepenuhnya berkembang, sementara pada suhu 650°C, pola reguler RHB terganggu.
Karakteristik fisik RHB relatif konsisten di semua metode produksi: umumnya abu-abu, tekstur tidak teratur, ukuran kurang dari 45 mm, tanpa aroma, berat jenis 2,3, dan memiliki penampilan sangat halus (Kulkarni et al., 2014). Selain meningkatkan retensi nutrisi dalam tanah, RHB juga terbukti meningkatkan retensi nutrisi dalam kompos. Theeba et al., 2016 menemukan bahwa penambahan RHB ke dalam kompos dari pupuk ayam dapat meningkatkan kandungan nutrisinya dengan memperlambat proses dekomposisi, sehingga nutrisi dalam pupuk ayam tetap terjaga lebih lama.
2.2 Area Permukaan BET Dari RHB
Area spesifik Brunauer, Emmert dan Teller (BET) Tujuanya adalah untuk menggambarkan adsorpsi fisik molekul gas pada permukaan padat dan berfungsi sebagai teknik untuk mengukur luas permukaan material tertentu. Sementara itu luas permukaan BET RHB umumnya meningkat seiring dengan peningkatan suhu pirolisis antara 400-500°C (Claoston et al. 2014; Jia et al., 2018). Mathurasa dan Damrongsiri (2018) menemukan bahwa RHB pirolisis lambat meningkatkan luas spesifiknya dan menurunkan muatan permukaan RHB. Dalam Shen (2018), luas permukaan spesifik RHB meningkat dengan KOH ditambah suhu. Pada penelitian ini luas permukaan BET biochar adalah 32,70 m2 g-1 pada suhu 350°C.Namun luas permukaan BET meningkat menjadi 230,91 m2 g-1 pada suhu pirolisis 500°C. Tetapi, Sari et al. (2014) mencatat luas permukaan BET yang lebih rendah yaitu 23,33 m2 g-1 untuk pirolisis RHB pada suhu 500°C. Kondisi ini mungkin disebabkan oleh perbedaan waktu yang digunakan dalam produksi RHB.
2.3 Kapasitas Penampungan Air
Kehadiran kelembaban dalam tanah berperan krusial dalam meningkatkan pertumbuhan optimal tanaman. Menurut penelitian Abukari (2019), penggunaan RHB dalam tanah meningkatkan kemampuan menahan airnya. Abukari merekomendasikan bahwa aplikasi 4 t/ha RHB sudah cukup untuk meningkatkan kapasitas menahan air tanah di Savannah. Kandungan tinggi pori mikro dan
Alvina et.al
meso dalam RHB memungkinkannya untuk menyimpan sejumlah besar air dengan bantuan gaya kapiler yang efisien (Abukari, 2019).
Selain itu, RHB juga meningkatkan porositas tanah dan fungsionalitas permukaannya, yang secara langsung meningkatkan kemampuan retensi air. Hal ini disebabkan oleh struktur internal berpori biochar, yang memperluas luas permukaan tanah dan meningkatkan infiltrasi air. Keefektifan retensi air ini bervariasi tergantung jenis tanah; misalnya, penelitian Abukari (2019) menunjukkan peningkatan kapasitas menahan air ketika RHB diterapkan pada tanah Savannah Ochrosol. Hasil penelitian lain oleh Duong et al. (2017) juga mencatat peningkatan efisiensi dalam kapasitas menahan air tanah ketika RHB digunakan pada tanah basalt dan abu-abu. Paiman dan Effendy (2020) menemukan hasil positif dengan memasukkan RHB ke dalam tanah yang tergenang air untuk budidaya padi dalam polybag, yang menghasilkan peningkatan berat biomassa padi kering. Oleh karena itu, RHB memberikan manfaat utama pada tanah yang kasar dan memiliki kesuburan rendah dengan memperbaiki interaksi antara tanah dan air (Singh et al., 2018; Oladele, 2019; Ahmadi et al., 2020).
2.4 Stabilitas Karbon Dan Nitrogen RHB
Zhang et al. (2017) menyelidiki kandungan karbon (C) dalam RHB berdasarkan suhu pirolisis. Hasil penelitian menunjukkan bahwa kandungan karbon meningkat seiring dengan naiknya suhu, dari 34,91% ± 0,06 pada 200°C hingga 43,95% ± 0,64 pada 800°C. Selain itu, kandungan nitrogen juga mengalami peningkatan yang konsisten, dari 0,28% ± 0,01 pada 200°C menjadi 0,55%
± 0,05 pada 800°C. Di sisi lain, kandungan hidrogen dan oksigen menurun seiring dengan meningkatnya suhu. Crombie et al. (2013) yang menguji RHB pada suhu 350, 450, 550, dan 650°C juga menemukan bahwa kandungan karbon dan nitrogen meningkat seiring dengan kenaikan suhu gasifikasi. Namun, persentase nitrogen berkurang saat RHB dipanaskan di atas 450°C. Sebaliknya, Claoston et al. (2014) menemukan bahwa berat kandungan karbon dan nitrogen dalam RHB secara bertahap menurun dari 47,99% menjadi 42,95% untuk karbon dan dari 0,73% menjadi 0,53% untuk nitrogen saat suhu pirolisis meningkat dari 350°C menjadi 650°C. Meskipun demikian, penurunan berat tersebut tidak terlalu signifikan. Rasio O/C dan H/C menurun dengan meningkatnya suhu pirolisis RHB (Crombie et al., 2013; Claoston et al., 2014; Zhang et al., 2017; Jia et al., 2018).tabe Kebanyakan biochar menunjukkan kandungan nitrogen yang rendah karena hilangnya amonia atau oksida selama proses karbonisasi.
2.5 Kapasitas Pertukaran Kation RHB
Penggunaan RHB sebesar 1% dan 3% pada tanah berpasir lempung memperlihatkan peningkatan signifikan pada kapasitas tukar kation sebesar 20–30%, dan peningkatan 9–13% pada tanah liat yang diamandemen dengan RHB (Ghorbani et al., 2019). Peningkatan kapasitas tukar kation ini mengurangi pencucian nitrat, terutama pada tanah liat hingga berpasir lempung, karena teksturnya (Ghorbani et al., 2019). Hal ini menunjukkan bahwa penambahan RHB meningkatkan retensi nutrisi dalam tanah melalui peningkatan kapasitas tukar kation. Islabᾶo et al. (2016) menemukan bahwa penambahan RHB dengan laju 40 dan 80 Mg ha-1 cukup untuk memperbaiki sifat fisik tanah, dimana kepadatan massa tanah menurun secara signifikan sementara total porositas, makroporositas, dan kapasitas air yang tersedia meningkat. Deniel et al. (2018) menemukan bahwa penambahan RHB meningkatkan jumlah anakan dan bahan kering akar padi dibandingkan dengan perlakuan tanpa biochar. Namun, efisiensi N teramati dalam campuran RHB sebesar 20 Mg ha-1.
Kekeringan merupakan masalah utama dalam produksi pertanian karena menghambat pertumbuhan tanaman, tetapi penggunaan RHB pada tanah untuk menanam jagung dalam kondisi kekeringan menunjukkan bahwa RHB dapat mengatasi efek kekeringan dengan meningkatkan hasil jagung, terutama ketika diterapkan dengan 20 t/ha RHB (Shashi et al., 2018). Gamage et al. (2016) melakukan studi tentang efek penambahan berbagai tingkat biochar pada tanah berpasir dan berpasir lempung di Sri Lanka dan menemukan bahwa RHB menurunkan keasaman tanah, meningkatkan kapasitas tukar kation tanah, dan retensi air.
Alvina et.al
3. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Sifat RHB 3.1 Pengaruh Suhu Pada Hasil RHB
Tabel 1. Studi terpilih tentang hasil biochar sekam padi yang dibuat pada laju suhu berbeda.
Yield Jia et al., 2018 Claoston et al., 2014 Zhang et al., 2017 Nwajiaku et al., 2018
Time 3 h 2 h Not mentioned Not mentioned
200 95.89
300 37.52 46.67 55
350 50.67
400 28.75 33.07 44
450
500 27.6 34.63 29.34 36
550
600 24.85 27.84 35
650 29.02
700 23.32 27.1 35
750
800 26.3
Efektivitas RHB sebagai amandemen tanah sangat dipengaruhi oleh suhu pirolisis (Prakash et al., 2007; Zhang et al., 2017; Barman et al., 2019). Selain itu, Zhang et al. (2015) menemukan bahwa hasil RHB menurun ketika suhu melebihi 400°C, karena lebih banyak zat padat berubah menjadi biogas dan bio-oil.
Penurunan berat RHB juga terjadi akibat pemecahan termal selulosa, hemiselulosa, dan lignin dalam sekam padi (Zhang et al., 2015; Zhang et al., 2017). Tabel 1 menunjukkan hasil RHB yang dihasilkan pada berbagai suhu yang diteliti oleh Jia et al. (2018), Claoston et al. (2014), Zhang et al. (2017), dan Nwajiaku et al. (2018).
3.2 Pengaruh Laju Pemanasan Pada Hasil RHB
Peningkatan pemanasan akhir juga mempengaruhi hasil RHB, sebagaimana dilaporkan oleh Jia et al, 2018 yang menemukan bahwa hasil RHB berada pada kisaran 37,52 wt% pada suhu 350ᵒC dan menurun secara berkala. Ketika hasil pemanasan akhir meningkat secara bertahap hingga mencapai suhu 700ᵒC, dengan hasil RHB akhir sebesar 23,32 wt%. Pemanasan akhir juga mempengaruhi hasil RHB. Semua ini berdasarkan hasil RHB seperti yang dijelaskan oleh Claoston et al, 2014; Zhang et al, 2017; dan Nwajiaku et al, 2018.
3.3 Pengaruh Waktu Tinggal Pada Hasil RHB
Durasi pirolisis dapat bervariasi tergantung pada tujuan penelitian dan jangka waktu. Biochar sekam padi pirolisis memiliki kemampuan bertahan hingga enam puluh. Penelitian yang dilakukan oleh Jia et al, 2018 dan Claostonal, 2014 mengungkapkan bahwa pirolisis sekam padi terjadi dengan waktu tinggal yang bervariasi. Periode penelitian yang lebih panjang digunakan oleh Jia et al, 2018 yang menghasilkan hasil RHB lebih tinggi dibandingkan dengan hasil penelitian Claoston et al, 2014 yang menggunakan waktu tinggal dua jam untuk pirolisis selama produksi biochar sekam padi.
3.4 Pengaruh Aplikasi RHB Terhadap pH Tanah
Ketika suhu pirolisis meningkat antara 300-700ᵒC, pH RHB meningkat dari 5,31 menjadi 9,42 (Phuong et al., 2015). Dilakukan sebuah analisis yang dilakukan oleh Varela et al., 2013 dan ditemukan bahwa pH sekam padi lebih tinggi dari RHB (8,02%). Selain itu, pH air meningkat secara bertahap ketika jumlah RHB yang diterapkan meningkat (Dissanayake et Kapan., 2018; Ghorbani dan Amirahmadi , 2018 ).
Alvina et.al
Menurut untuk Mansoet al, 2019 sekam padi yang suhunya minimal 700ᵒC merupakan material pengganti yang cocok untuk konsentrasi aluminium (Al) di daerah Hapludox. Penambahan tanah asam akan meningkatkan kandungan Ca, Mg , K, dan Na dalam tanah (Manso et al., 2019;
Shetty dan Prakash, 2020). Pemanfaatan RHB pada tanah juga dapat memperbaiki kualitas tanah pupuk dengan cara menaikkan pH tanah ( Masulili et al., 2010; Nurhidayati dan Mariati, 2014).
3.5 Pengaruh RHB Silika Terhadap Pertumbuhan Tanaman
Silika merupakan mineral non-logam yang dapat mengatasi defisit nutrisi yang terjadi dalam tanah (Klotzbücher et al., 2018; Javaid et al., 2019). Menurut Carrasco-Gil et al, 2018, tanaman yang kaya akan silika cenderung tumbuh lebih berhasil di lahan dengan kandungan Fe yang lebih tinggi.
Hal ini disebabkan disebabkan oleh kemampuan tanaman dalam mengekstrak Fe dari daun akar.
Selain itu, metode serupa dapat meningkatkan distribusi Mn dan Cu di sekitar akar (Carrasco-Gil et al., 2018). Selain itu, silika berbahaya bagi tanaman yang mengalami kekeringan (Al-aghabary et al., 2005; Shen et al., 2010; Asmar et al., 2013; Kang et al., 2016; Lavinsky et al., 2016; Zhang Zheng et al., 2018). Menurut Javaid et al., 2019, hal ini disebabkan oleh silika yang menghambat penyerapan natrium sekaligus meningkatkan penyerapan nutrisi sehingga memungkinkan pertumbuhan fisiologis yang tepat. Hal ini sangat bermanfaat di daerah kering dimana tanaman sering mengalami kekeringan parah (Helaly et al., 2017). Menurut untuk Gupta et al., 2016, terdapat sekitar 1% kandungan silika dalam sekam padi, namun Theeba et al., 2016 menemukan sekitar 5% kandungan silika dalam sekam padi.
Efek silika dalam menggantikan atau memperbaiki nutrisi tertentu hanya mungkin jika tanaman mengalami stres karena kekurangan nutrisi. Ini termasuk tanaman yang tumbuh buruk karena ditanam di tanah dengan salinitas tinggi (Bosnic et al., 2018). Berdasarkan penelitian yang dilakukan untuk membandingkan efektivitas berbagai tanaman silika pada berbagai jenis lahan, disimpulkan bahwa RHB merupakan jenis tanaman silika yang paling menguntungkan dan efisien (Sandhya dan Prakash , 2017). Di sisi lain, kalsium silikat (CaSiO3-1cor2% Si ) lebih efektif di dalam tanah asam, asam tanah diatom (DE 63,7% SiO2) lebih efektif di tanah alkalin. Hanya RHB yang memberikan hasil konsisten di tanah asam, alkalin, dan netral (Sandhya dan Prakash, 2017).
Kandungan silika dalam RHB dapat meningkatkan fotosintesis, meningkatkan ketahanan terhadap RHB, mengurangi stress abiotik, dan meningkatkan pertumbuhan tanaman. Selain itu silika dapat meningkatkan jumlah nutrisi yang tertahan dalam tanah dan bahan organik, serta mengurangi erosi tanah dan meningkatkan volume udara, meningkatkan saturasi tanah (Kumar et al., 2013; Badar dan Qureshi, 2014; Dong et al., 2014; Yoo et al., 2014).
Selain meningkatkan status gizi, silika juga dapat meningkatkan ketahanan tanaman terhadap penyakit dan hama (Elsherbiny & Taher, 2018 ; Datnoff dan Rodrigues, 2005). Menurut Korndofer et al., 1999, aplikasi silika pada empat jenis tanah savana di Brasil yang ditanami padi dapat meningkatkan total gabah dan secara nyata menurunkan perubahan warna daun akibat infestasi jamur. Penyakit yang ditekan oleh nutrisi silika pada padi termasuk hawar daun, bercak coklat, hawar selubung, perubahan warna gabah, dan busuk batang (Rodrigues dan Datnoff, 2005; Meena et al., 2014; Rebitanim et al., 2015; Wang et al., 2017; Wang et al., 2019).
Han et al. (2018) merekomendasikan penggunaan silika di sawah sebagai metode pengendalian hama dan penyakit. RHB yang kaya akan silika dapat dimanfaatkan dalam pengelolaan sawah. Contohnya, Jeer et al. (2018) menemukan bahwa RHB mengurangi kerusakan batang kuning pada tanaman padi. Selain itu, penambahan silika dalam pupuk meningkatkan dan mempertahankan aktivitas fotosintesis pada padi. Tanaman padi dengan kepadatan tinggi juga memerlukan silika untuk memperkuat strukturnya, karena aplikasi silika diketahui mengurangi rebah dan meningkatkan kekuatan mekanis jaringan tanaman serta kelurusan daun batang padi. Rebahan, yaitu patahnya tanaman sebelum panen, merupakan masalah besar yang menyebabkan kerugian ekonomi jutaan karena mempengaruhi kuantitas dan kualitas hasil panen. Namun, masalah ini dapat diatasi dengan mencampurkan silika dalam pupuk (Lee et al., 1990; Liang et al., 1994; Miyake et al., 1993).
Alvina et.al
Karena fisiologis tanaman setelah diawetkan dari silika, diyakini bahwa beberapa tanaman mengalami penurunan kemampuannya untuk menahan racun tanaman berat. Hal ini disebabkan disebabkan oleh alga yang memudahkan pembusukan cangkang dan lignifikasi di permukaan tanah, mirip dengan itu yang diamati pada Oryza sativa ketika dibudidayakan di tanah dengan kadar Fe rendah (Mehrabanjoubani et al., 2019). Silika juga ditemukan mengurangi toksisitas kadmium dan kromium pada tanaman (Ali et al., 2013; Babu dan Prakash, 2017; Rady et al., 2019).
Karena padi merupakan akumulator silika, setiap bagiannya maka dari padi diharapkan diharapkan dapat menyediakan silika dalam jumlah tinggi. Untuk menyediakan silika dalam jumlah tinggi, tanaman padi tinggi membutuhkan silika untuk memperkuat strukturnya. Selain Selain itu, silika dalam pupuk dapat meningkatkan efisiensi fotosintesis padi pada hasil akhir. Secara khususnya, silika memiliki ketersediaan untuk menjadikan RHB sebagai amandemen tanah yang sangat diinginkan. Karena silika dapat meningkatkan pertumbuhan biji, mendorong perkembangan akar, membangun ketahanan terhadap hama dan penyakit, meningkatkan efisiensi penyerapan nutrisi, mengurangi toksisitas logam berat (Savant et al., 1994; Savant & Sawant, 1996; Sistani et al., 1997; Kuai et al., 2017; Maillard et al., 2018; Schaller et al., 2020).
Selain itu, silika dapat membantu mengurangi stress pada kulit (Santi et al., 2018; Mauad et al., 2016; Shi et al., 2016). Hemiselulosa dinding sel dari silika memainkan peran penting dalam mengurangi kekurangan air pada tanaman (Ma dan Yamaji, 2015; Coskun et al., 2016). Selain itu, silika membantu stomata mengatur penyerapan dan kehilangan air pada tanaman (Agarie et al., 1998;
Ahmed et al., 2011).
4. Penerapan RHB
4.1 Pengaruh Tingkat Aplikasi RHB Terhadap Produktivitas Tanaman
Studi telah menunjukkan bahwa penerapan RHB memiliki potensi untuk meningkatkan keseimbangan hara tanah, meningkatkan hasil pertanian, memperbaiki retensi air, mendukung penyerapan karbon, meningkatkan kapasitas tukar kation, mengurangi pencucian nitrogen, dan dapat mengurangi toksisitas pada tanah yang terkontaminasi (Islami et al., 2011; Feng et al., 2012; Shaheen et al., 2015; Srivastava & Ngullie, 2009; Powlson et al., 2011; Kizito et al., 2015; Wu et al., 2017;
Dejene & Tilahun, 2019). RHB dapat berperan sebagai substitusi untuk bahan penambahan kapur tanah berkat pH-nya yang tinggi. Peningkatan pH tanah ini dapat memperbaiki kapasitas tukar kation (CEC) dan mengurangi ketersediaan aluminium dan besi larut, terutama pada tanah yang bersifat asam (Masulili et al., 2010). Selain itu, kandungan silika yang tinggi dalam RHB memberikan manfaat tambahan bagi tanaman.
Penggunaan RHB bervariasi tergantung pada jenis tanaman, jenis tanah, dan suhu pirolisis RHB. Studi oleh Huang et al. (2019) menunjukkan bahwa penerapan RHB secara berkelanjutan pada pertanian padi meningkatkan hasil gabah sebesar 4 hingga 10% setelah 4 hingga 6 musim tanam aplikasi. Abrishamkesh et al. (2015) menunjukkan bahwa aplikasi RHB pada berbagai tingkat tidak memiliki perbedaan signifikan untuk biomassa di atas dan di bawah tanah dari kacang lentil meskipun RHB mengurangi kerapatan tanah. Aplikasi RHB pada tingkat 3,0–4,0 kg/m³ juga meningkatkan ukuran batang dan panjang daun kangkung (Varela et al., 2013). Penerapan bio-pupuk terkomersialisasi yang dicampur dengan 10 t/ha RHB, seperti yang ditunjukkan oleh Singh et al.
(2018), meningkatkan panjang malai, jumlah anakan, hasil gabah, dan jerami padi. Selain itu, penerapan RHB pada tingkat 5 t/ha juga meningkatkan biomassa di atas tanah dari padi sawah dataran rendah di Indonesia, terutama hasil gabah hingga 6,47 t/ha (Hadiawati et al., 2019). Hasil penelitian juga menunjukkan bahwa untuk meningkatkan pertumbuhan tanaman, direkomendasikan untuk mengaplikasikan biochar sebanyak 2 hingga 8 t/ha (Sandhya & Prakash, 2018; Sandhya &
Prakash, 2019).
Studi lain mengindikasikan bahwa hasil tanaman meningkat ketika biochar diproduksi pada suhu pirolisis yang lebih tinggi. Contohnya, Huang et al. (2019) menemukan bahwa ukuran malai padi meningkat setelah penerapan biochar selama 4 hingga 5 musim. Sedangkan Mahmoud et al.
Alvina et.al
(2011) menemukan bahwa penggunaan biochar dengan pupuk NPK untuk menanam gandum dapat mengurangi kandungan kadmium (Cd). Fru et al. (2017) membandingkan berbagai jenis biochar untuk pertumbuhan Talinum triangulare, menemukan bahwa biochar dari tandan kosong kelapa sawit memiliki efek terbaik pada pertumbuhan. Biochar juga meningkatkan efektivitas pupuk P, terutama pada tanah asam (Filho et al., 2019), dan meningkatkan jumlah anakan dan massa kering akar padi (Deniel et al., 2018). Oladele et al. (2019) menemukan bahwa pencampuran biochar dengan pupuk N meningkatkan hasil gabah padi di tanah liat berpasir (Alfisols) dan tanah liat (Ultisols), dengan efek yang lebih sedikit pada pencucian nutrisi di Alfisols.
Menurut penelitian Oladele et al. (2019), penggunaan sekam padi bersama dengan pupuk nitrogen meningkatkan produktivitas tanaman padi sawah yang ditanam di tanah Alfisols dan Ultisols, yang keduanya merupakan tanah berpasir berlempung. Meskipun demikian, tingkat pencucian nutrisi lebih rendah terjadi di Ultisols karena kandungan lempungnya yang lebih tinggi dibandingkan dengan Alfisols. Ultisols, yang cenderung mengalami degradasi, umumnya memiliki kapasitas pertukaran kation yang lebih rendah daripada Alfisols. Meskipun tanah berlempung berpasir memiliki tingkat pencucian yang lebih tinggi dibandingkan dengan tanah berlempung, pencampuran sekam padi dan pupuk nitrogen tetap berhasil meningkatkan pH tanah (Oladele et al., 2019; Kennedy & Burlingame, 2003).
Di sisi lain, penelitian oleh Sarong dan Orge (2015) menunjukkan bahwa penambahan 30–
40 g kg-1 sekam padi ke tanah asam di Filipina meningkatkan pertumbuhan kangkung dan kacang tanah. Ghorbani et al. (2019) mengemukakan bahwa penambahan sekam padi juga meningkatkan pH tanah berpasir lempung dan tanah liat, karena pH sekam padi yang tinggi sekitar 9,18, yang disebabkan oleh kandungan abu sekam padi yang mengandung karbonat alkali, logam alkali bumi, dan anion organik. Studi oleh Manickam et al. (2015) menunjukkan bahwa dalam uji pot, tanah asam sulfat dan tanah berpasir yang diberi perlakuan sekam padi mengalami peningkatan pH yang signifikan, yang berdampak positif pada biomassa tanaman seperti jagung dan padi. Percobaan pot mereka menunjukkan bahwa pemberian 2% dan 5% sekam padi menghasilkan peningkatan biomassa yang signifikan untuk tanaman tersebut. Sebagai tambahan, Koyama dan Hayashi (2017) menemukan bahwa sekam padi juga berfungsi sebagai sumber silikon yang bermanfaat sebagai pupuk silikon.
4.2 Potensi Penyerapan Karbon RHB
Pertanian memiliki peran penting dalam menjamin keamanan pangan, namun peningkatan hasil tidak boleh mengesampingkan kekhawatiran terhadap keberlanjutan lingkungan. Barrow et al.
(2012) mengemukakan bahwa dalam empat dekade terakhir, Revolusi Hijau berhasil mengurangi kelaparan bagi jutaan orang, meskipun dengan mengorbankan degradasi lingkungan yang penting.
Dampak ini terutama terlihat dalam produksi padi di Asia, di mana emisi metana dari sawah padi merupakan ancaman lingkungan yang signifikan. Penelitian menunjukkan bahwa sawah padi berkontribusi sekitar 20% dari total emisi metana yang berasal dari aktivitas manusia (Qiu, 2009).
Metana, sebagai gas rumah kaca yang sangat poten, memiliki kapasitas untuk menangkap radiasi dengan tingkat 25 kali lebih tinggi daripada CO2 dan dapat bertahan dalam atmosfer selama sekitar sembilan tahun (Hartmann et al., 2013). Gas ini utamanya diproduksi saat terjadi banjir di ladang padi, yang memfasilitasi dekomposisi bahan organik oleh mikroba di dalam air. Karena itu, penting bagi petani padi untuk mengadopsi praktik yang meningkatkan penyerapan karbon di sawah padi.
Biochar dari sekam padi (RHB) memiliki kemungkinan untuk menyerap karbon, bergantung pada suhu proses pirolisisnya. Penting untuk menyiapkan biochar dari sekam padi (RHB) pada suhu pirolisis yang optimal guna meningkatkan efisiensi penyerapan karbon (Shackley et al., 2011; Pratiwi et al., 2016; Tesfamichael et al., 2018). Penggunaan suhu pirolisis yang lebih tinggi dapat meningkatkan stabilitas karbon dalam RHB. Meskipun demikian, dampak biochar sekam padi sebagai amandemen tanah bisa berbeda-beda tergantung pada kondisi spesifik.
Kemampuan RHB dalam menyerap karbon juga sangat dipengaruhi oleh jenis tanah. Sebagai contoh, Koyama et al. (2015) menemukan bahwa penggunaan RHB pada tanah andisols
Alvina et.al
meningkatkan penyerapan karbon, tanpa adanya emisi gas rumah kaca tambahan setelah aplikasi.
Namun, studi yang membandingkan RHB dengan jenis biochar lain masih jarang dilakukan. Selain itu, perbedaan temuan mengenai efektivitas penyerapan karbon biochar disebabkan oleh berbagai faktor seperti jenis tanah, kondisi lingkungan, lama aplikasi biochar, dan variabel lainnya (Spokas &
Reicosky, 2009; Zimmerman et al., 2011). Masih terdapat ketidakpastian dalam menentukan suhu pirolisis yang optimal untuk produksi biochar, karena faktor ini langsung mempengaruhi kesuburan tanah, pertumbuhan tanaman, dan potensi penyerapan karbon.
Secara singkat, kemampuan biochar sebagai alat penyerap karbon sangat dipengaruhi oleh jenis biochar, suhu dan durasi proses pirolisis. Namun, RHB menunjukkan potensi yang menjanjikan dalam menyerap karbon dibandingkan dengan cara langsung menggunakan sekam padi di ladang padi (Koyama et al., 2015; Koyama et al., 2016; Koyama dan Hayashi, 2017; Mohan et al., 2018).
4.3 Pengaruh RHB Terhadap Serapan Logam Berat Dan Polutan Organik
Biochar memiliki karakteristik yang dapat meningkatkan kemampuan tanaman dalam menyerap logam berat. Banyak studi tentang pertumbuhan tanaman fitoremediasi untuk menyerap logam berat di tanah terkontaminasi menunjukkan bahwa penggunaan RHB meningkatkan kemampuan tanaman dalam menyerap logam berat (Zheng et al., 2013; Ndor et al., 2016; Tariq et al., 2016; Derakshan & Jung, 2019; Kiran & Prasad, 2019; Bashir et al., 2019; Wang et al., 2020).
Ini disebabkan oleh fakta bahwa biochar memiliki daya tarik yang lebih tinggi terhadap logam berat dan bahkan telah digunakan untuk memurnikan air terkontaminasi serta mengikat kontaminan tanah.
Biochar tidak menghilangkan logam berat tetapi menghentikan pencucian dan perpindahan kontaminan ini ke daerah lain. Oleh karena itu, jika ada amandemen tanah yang berpotensi berisiko, seperti penggunaan lumpur limbah, disarankan untuk mengaplikasikan RHB di tempat tersebut.
Selain itu, disarankan untuk menambahkan RHB saat melakukan komposisi bahan-bahan yang mengandung logam berat tinggi (Semple et al., 2013). Berkat kemampuan adsorpsinya yang baik, RHB juga efektif digunakan untuk menghilangkan polutan organik dari air. Sebagai contoh, RHB merupakan sumber bahan adsorpsi yang efektif untuk menghilangkan zat seperti glifosat dan asam amino metil fosfonat dari air (Garba et al., 2019).
RHB yang diproduksi pada suhu pirolisis 500°C meningkatkan efektivitas dalam menghilangkan logam berat dan mengurangi penyerapan logam berat oleh tanaman padi, sekaligus meningkatkan hasil biomassa padi (Zheng et al., 2012). Penelitian Zheng et al. (2013) menunjukkan bahwa pembuatan RHB pada suhu 500°C selama 4 jam mengurangi ketersediaan Cd, Pb, dan Zn dalam tanah yang ditanami gandum. Ogundiran et al. (2015) menemukan bahwa penggunaan RHB efektif dalam mengurangi ketersediaan Pb bagi organisme hidup. Selain itu, Kim et al. (2015) mencatat bahwa biochar dari sekam padi yang dipanaskan pada suhu 500°C mengurangi ketersediaan logam dalam tanah bagi tanaman. Studi lain juga menunjukkan bahwa jenis biochar yang diproduksi pada suhu pirolisis 350°C ke atas mampu mengurangi penyerapan logam berat atau unsur jejak oleh tanaman (Rizwan et al., 2015).
5. Kesimpulan
Ketika permintaan beras semakin meningkat, dampak lingkungan pun semakin buruk. RHB berpotensi meningkatkan serapan nutrisi tanaman sekaligus memberikan ketahanan terhadap hama sehingga menjadi pintu gerbang pencapaian berkelanjutan pertanian khususnya di lahan sawah. RHB dapat digunakan untuk meningkatkan kesuburan tanah. Selain itu RHB adalah material berpori karbon dengan gugus multifungsi yang berpotensi meningkatkan retensi nutrisi sehingga meningkatkan efisiensi pupuk.
RHB merupakan pupuk Si yang ideal, karena terbukti efektif pada berbagai jenis tanah tidak seperti pupuk Si lainya. Telah terbukti Si mampu memperbaiki kekurangan nutrisi tanah dan mengurangi stres tanaman yang disebabkan oleh salinitas tinggi. Selain itu, Si dapat meningkatkan ketahanan tanaman terhadap penyakit dan hama tanaman. Oleh karena itu, RHB harus digunakan
Alvina et.al
untuk memperbaiki kualitas tanah pada tanaman yang mengalami stres atau rentan terhadap hama dan penyakit. Sawah juga berkontribusi terhadap perubahan iklim, menyumbang sekitar 20% dari emisi metana terkait manusia. RHB memiliki kemampuan mengikat karbon, tergantung pada suhu pirolisis. Oleh karena itu, RHB dapat digunakan sebagai upaya untuk mengurangi dampak lingkungan yang disebabkan oleh sawah. Selain itu, ini juga merupakan pendekatan ramah lingkungan dalam penanganan limbah produksi beras.
Potensi RHB dalam memadukan aspek-aspek tersebut dapat menjadi landasan dalam mewujudkan pertanian berkelanjutan khususnya produksi padi. Mengubah residu padi menjadi biochar penting untuk mencapai keberlanjutan pertanian sekaligus memastikan perlindungan lingkungan, yaitu dengan mengimbangi dampak perubahan iklim. Singkatnya, RHB memiliki beberapa keunggulan utama dibandingkan dengan jenis biochar lainnya. RHB memiliki kapasitas adsorpsi yang tinggi, retensi nutrisi yang lebih tinggi dan kandungan silika yang tinggi. Kandungan silika yang tinggi dalam RHB memastikan retensi nutrisi, turgiditas, dan struktur yang lebih baik untuk tanaman. Hal ini menjadikan RHB sebagai amandemen tanah yang ideal, yang dapat meningkatkan kesuburan tanah dengan meningkatkan efektivitas aplikasi pupuk lainnya.