• Tidak ada hasil yang ditemukan

TERHADAP PEMBELAJARAN BAHASA INGGRIS UNTUK ANAK (An Analysis of Teachers’ Belief in Teaching English to Young Learners)

N/A
N/A
Nguyễn Gia Hào

Academic year: 2023

Membagikan "TERHADAP PEMBELAJARAN BAHASA INGGRIS UNTUK ANAK (An Analysis of Teachers’ Belief in Teaching English to Young Learners) "

Copied!
71
0
0

Teks penuh

(1)

LAPORAN

PENELITIAN DASAR KEILMUAN (PDK)

ANALISIS KEYAKINAN GURU

TERHADAP PEMBELAJARAN BAHASA INGGRIS UNTUK ANAK (An Analysis of Teachers’ Belief in Teaching English to Young Learners)

Tim Pengusul

Nita Kaniadewi, M.Pd. (0325028003)

Nomor Surat Kontrak Penelitian: 146/F.03.07/2021 Nilai Kontrak: Rp. 8.000.000,-

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN BAHASA INGGRIS FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH PROF. DR. HAMKA

TAHUN 2021

(2)

LEMBAR PENGESAHAN

PENELITIAN DASAR KEILMUAN (PDK)

Judul Penelitian

Analisis Keyakinan Guru terhadap Pembelajaran Bahasa Inggris untuk Anak (An Analysis of Teachers’ Belief in Teaching English to Young Learners)

Ketua Peneliti : Nita Kaniadewi, M.Pd.

Link Profil simakip : http://simakip.uhamka.ac.id/pengguna/show/831 Contoh link: http://simakip.uhamka.ac.id/pengguna/show/978

Fakultas/Program Studi: Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan/Pendidikan Bahasa Inggris Anggota Peneliti :-

Link Profil simakip :-

Nama Mahasiswa : Setik Nur Hayati NIM: 1701055068 Eka Damayanti NIM: 1701055092 Waktu Penelitian : 6 Bulan

Pililhan Fokus Riset UHAMKA

Fokus Penelitian UHAMKA:Sosial Humaniora Luaran Penelitian

Luaran Wajib : Jurnal Nasional Sinta 3/4 Status minimal : Submitted

Luaran Tambahan : HKI Status minimal : Draft

Mengetahui,

Ketua Program Studi Peneliti

Silih Warni, Ph.D. Nita Kaniadewi, M.Pd.

NIDN. 0302128002 NIDN.0325028003

Menyetujui,

Dekan Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Ketua Lemlitbang UHAMKA

Dr. Desvian Bandarsyah, M.Pd. Prof. Dr. Suswandari, M.Pd

NIDN.0317126903 NIDN. 0020116601

(3)

SURAT KONTRAK PENELITIAN

(4)
(5)

ABSTRAK

Penelitian ini bertujuan untuk mengungkap keyakinan guru terhadap pembelajaran bahasa Inggris di jenjang Sekolah Dasar (SD), terutama yang berkaitan dengan perlu/tidaknya pengajaran Bahasa Inggris di SD, kapan waktu yang tepat untuk mulai mengajarkan bahasa Inggris di SD, dan tentang kemungkinan penggunaan monolingual full-English di dalam kelas.

Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode kualitatif. Untuk memperoleh data yang akan mendukung, peneliti mewawancarai 40 orang guru bahasa Inggris yang mengajar di jenjang SD di wilayah Jabodetabek dengan menggunakan instrumen berupa wawancara tidak terstruktur yang meliputi beberapa butir pertanyaan. Dari hasil penelitian ini ditemukan bahwa secara umum para responden merasakan perlunya pembelajaran Bahasa Inggris dimulai dari kelas 1 SD. Sebagian besar responden meyakini bahwa semakin dini siswa dikenalkan dengan bahasa Inggris, maka hasilnya akan semakin baik mengingat siswa usia kelas 1 SD masih berada di dalam rentang periode emas. Namun, agar tidak memberatkan siswa, maka pembelajaran Bahasa Inggris di level ini harus disesuaikan dengan kemampuan siswa serta karakteristik siswa usia kelas 1 SD. Selain itu, sebagian besar responden juga meyakini bahwa penerapan monolingual full-English di dalam kelas untuk jenjang SD masih sangat mungkin dilakukan. Agar penerapan monolingual ini dapat berhasil maka diupayakan agar pembelajaran di kelas dapat menyerupai proses pemerolehan bahasa ibu. Selanjutnya, guru juga harus memperhatikan input kebahasaan yang ia berikan kepada siswa dan mengupayakan agar input tersebut dapat memenuhi formulasi i+1. Terakhir, suasana belajar yang menyenangkan, bebas dari rasa takut/tertekan dan penuh kasih sayang, persis seperti ketika seorang ibu berbicara pada anaknya, menjadi salah satu kunci keberhasilan penerapan monolingual full-English ini.

Meskipun penelitian ini mengungkap cukup banyak hal terkait keyakinan guru terhadap pembelajaran bahasa Inggris di jenjang SD, namun demikian masih ada beberapa hal yang perlu ditingkatkan, yaitu jangkauan responden dan kajian lebih jauh tentang apa yang melandasi keyakinan guru tersebut, serta bagaimana praktik pembelajaran yang menurut guru paling sesuai dengan keyakinan-keyakinannya tadi dan bagaimana penerapannya di kelas.

Kata Kunci: bahasa Inggris untuk Sekolah Dasar, usia dan pemerolehan bahasa, monolingualisme, periode emas

(6)

DAFTAR ISI

HALAMAN PENGESAHAN ... i

SURAT KONTRAK PENELITIAN ... ii

ABSTRAK ... iv

DAFTAR ISI ... v

DAFTAR TABEL ... viii

DAFTAR GAMBAR ... viii

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah ... 1

B. Rumusan Masalah ... 2

C. Tujuan Penelitian ... 2

D. Urgensi dan Manfaat Penelitian ... 2

BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. State of Art (Studi Relevan) ... 4

B. Definisi Konseptual ... 5

1. Keyakinan Guru ... 5

2. Pembelajaran Bahasa Inggris dan Usia Anak ... 5

3. Penggunaan Bahasa Target sebagai Bahasa Pengantar di Kelas ... 7

C. Roadmap Penelitian... 9

BAB III METODOLOGI PENELITIAN A. Metode Penelitian ... 10

B. Lokasi dan Waktu Penelitian ... 10

C. Partisipan Penelitian ... 10

D. Instrumen Penelitian dan Teknik Pengumpulan Data ... 11

E. Prosedur Analisis Data ... 11

F. Prosedur Penelitian ... 11

(7)

BAB IV

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

A. Hasil dan Pembahasan tentang Perlu/tidaknya Pembelajaran Bahasa

Inggris di Jenjang Sekolah Dasar beserta Alasannya ... 13 B. Hasil dan Pembahasan tentang pada Kelas Berapa Sebaiknya Bahasa

Inggris Mulai Diajarkan di Jenjang Sekolah Dasar dan Apa Alasannya ... 20 C. Hasil dan Pembahasan tentang Mungkin atau Tidaknya Penggunaan

Monolingual untuk Jenjang Sekolah Dasar serta Alasannya ... 25 BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

Kesimpulan ... 31 Saran ... 31 BAB VI

LUARAN YANG DICAPAI ... 33 BAB VII

RENCANA TINDAK LANJUT DAN PROYEK HILIRISASI ... 36 DAFTAR PUSTAKA... 37 LAMPIRAN-LAMPIRAN

-Lampiran 1: Data Responden ... 40 -Lampiran 2: Rekapitulasi Jawaban Responden ... 42 -Lampiran 3: Artikel Jurnal ...

-Lampiran 4: Draft HKI ...

(8)

DAFTAR TABEL

1. Tabel 3.1 : Demografi Partisipan...11

DAFTAR GAMBAR

1. Gambar 2.1 : Roadmap Penelitian ...9 2. Gambar 3.1 : Diagram Alir Penelitian ...12

(9)

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

Salah satu isu yang selalu menarik sepanjang sejarah pembelajaran bahasa Inggris sebagai bahasa asing adalah tentang pembelajaran bahasa Inggris pada anak (English to young learners). Berbagai formulasi dan teori terlahir dalam upaya untuk meningkatkan kualitas dan hasil pembelajaran di kelas. Beberapa pertanyaan yang kerap menjadi perhatian adalah seputar perlu/tidaknya bahasa Inggris diajarkan kepada anak; jika perlu, maka kapan idealnya anak mulai mempelajari bahasa Inggris; dan bagaimana cara mengajarkannya agar mendapatkan hasil yang optimal, termasuk di dalamnya pembahasan tentang perlu/tidaknya penggunaan monolingual (full-English) di dalam kelas. Beberapa ahli mengatakan bahwa penggunaan full- English di dalam kelas adalah suatu hal yang sangat diperlukan untuk mendukung proses pemerolehan bahasa asing yang sejatinya menyerupai pemerolehan bahasa ibu (Ellis, 1986 di dalam Wang, 2018). Namun ada pula hasil penelitian yang mengungkap hal sebaliknya, yaitu penggunaan monolingual di dalam kelas tidak diperlukan, apalagi mengingat yang menjadi siswa adalah anak usia Sekolah Dasar (SD). Cook (2008) misalnya berasumsi bahwa proses pemerolehan bahasa ibu dan bahasa asing tidak bisa disamakan karena pada proses pemerolehan bahasa ibu, anak belum menguasai bahasa apapun, sehingga belum ada interfensi dari bahasa lain tersebut. Adapun pada proses pemerolehan bahasa asing, anak biasanya sudah menguasai bahasa ibunya dan bahasa ibu inilah yang dianggap mampu menjadi pijakan dan bantuan sehingga anak dapat menguasai bahasa asing tersebut secara lebih mudah. Melihat satu sisi ini saja, sudah terpampang peluang perbedaan cara guru mengajar di kelas. Sebagian guru bisa jadi akan menggunakan monolingual, dan sebagian lainnya akan bilingual (memadukan bahasa Inggris dan bahasa ibu). Selain perkara monolingual atau bilingual, kapan usia yang tepat untuk mulai mengajarkan anak bahasa Inggris juga kerap menjadi perhatian. Beberapa sekolah dasar ada yang memulainya dari jenjang kelas 1, namun ada pula yang menunda di kelas 4. Namun, jika merujuk dari pandangan para ahli, Lenneberg (1967 dalam Contesse, 2009) sangat kuat menggaungkan bahwa saat yang paling tepat untuk mulai mengajarkan bahasa asing pada anak adalah sebelum akil baligh. Teori ini dikenal luas sebagai The Critical Period Hypothesis. Dengan demikian, di atas kertas, tentu memulai mengajarkan bahasa Inggris sejak kelas 1 adalah lebih baik.

Dua contoh di atas adalah segelintir dari berbagai perbedaan praktik pembelajaran bahasa Inggris di jenjang SD. Oleh karena itulah penelitian ini bermaksud untuk menggali lebih

(10)

dalam keyakinan guru terhadap praktik pembelajaran bahasa Inggris untuk anak (siswa SD) dengan harapan dapat melakukan pemetaan dan perbaikan serta peningkatan kualitas pembelajaran bahasa Inggris di masa mendatang. Secara lebih khusus, peneliti merumuskan pertanyaan dalam penelitian ini: (1) bagaimanakah keyakinan guru terkait perlu/tidaknya Bahasa Inggris diajarkan di jenjang Sekolah Dasar?; (2) bagaimanakah keyakinan guru tentang mulai kelas berapa sebaiknya bahasa Inggris diajarkan di jenjang Sekolah Dasar?; (3) bagaimanakah keyakinan guru tentang mungkin/tidaknya penggunaan pendekatan monolingual (full-English) di jenjang Sekolah Dasar?

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah yang ditemukan dan dipaparkan pada bagian sebelumnya, peneliti merumuskan 3 pertanyaan dalam penelitian ini sebagai berikut: (1) bagaimanakah keyakinan guru terkait perlu/tidaknya Bahasa Inggris diajarkan di jenjang Sekolah Dasar?; (2) bagaimanakah keyakinan guru tentang mulai kelas berapa sebaiknya bahasa Inggris diajarkan di jenjang Sekolah Dasar?; (3) bagaimanakah keyakinan guru tentang mungkin/tidaknya penggunaan pendekatan monolingual (full-English) di jenjang Sekolah Dasar?

C. Tujuan Penelitian

Tujuan dilakukannya penelitian ini adalah untuk mengungkap keyakinan guru terhadap pembelajaran bahasa Inggris di jenjang Sekolah Dasar, terutama yang berkaitan dengan perlu/tidaknya bahasa Inggris diajarkan di jenjang Sekolah Dasar, mulai kelas berapa sebaiknya bahasa Inggris diajarkan di jenjang Sekolah Dasar, dan mungkin/tidaknya penggunaan pendekatan monolingual (full-English) di jenjang Sekolah Dasar? Hasil dari penelitian ini diharapkan memberikan gambaran sehingga dapat dilakukan pemetaan dan perbaikan serta peningkatan kualitas pembelajaran bahasa Inggris di masa mendatang, khususnya di jenjang Sekolah Dasar.

D. Urgensi Penelitian

Urgensi dilakukannya penelitian ini adalah sebagai langkah lanjutan untuk mengetahui dan memetakan berbagai praktik pembelajaran bahasa Inggris di tingkat SD dan apa yang mendasari praktik pembelajaran tersebut. Setelah mengetahui dan memetakan, dapat ditentukan langkah apa yang kemudian dapat diambil sebagai tindak lanjut penelitian. Apabila

(11)

keyakinan dan praktik pengajaran guru-guru sudah sesuai dengan referensi yang ada, maka dimungkinan dilakukan upaya-upaya pengembangan agar hasil pembelajaran menjadi lebih baik lagi dari yang sudah baik. Namun, apabila ditemukan bahwa keyakinan dan praktik pengajaran guru-guru belum sesuai dengan referensi yang ada, maka dimungkinan dilakukan upaya-upaya perbaikan, misalnya melalui kegiatan pengabdian masyarakat, agar hasil pembelajaran dapat sesuai dengan harapan.

(12)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. State of the Art (Studi Relevan)

Dalam pembahasan mengenai keyakinan guru-guru Bahasa Inggris untuk anak, hasil penelitian-penelitian terdahulu mengungkapkan keyakinan yang berbeda-beda antarguru.

Seperti yang telah disampaikan oleh Caner et. al (2010) dalam hasil penelitiannya, guru-guru cenderung berkeyakinan bahwa pengajaran bahasa Inggris yang paling ideal adalah dengan memperhatikan sejauh mana kemampuan siswa dan apa yang menjadi ketertarikan siswa sehingga guru dapat merancang kegiatan yang sesuai. Demikian pula dalam penelitian yang dilakukan Hawanti (2014), guru meyakini bahwa tidak adanya silabus resmi dari pemerintah mengenai pengajaran bahasa Inggris untuk anak menimbulkan masalah yang cukup serius bagi pengimplementasian kegiatan belajar-mengajar di dalam kelas. Pembuatan silabus dan praktik teknik pengajaran di dalam kelas sepenuhnya diserahkan kepada guru serta mengandalkan kemampuan dan keyakinan guru. Yang menjadi masalah adalah, kemampuan dan keyakinan guru belum secara optimal terbentuk. Untuk menghadapi permasalahan tersebut, guru menggunakan buku-buku pelajaran tanpa memperhatikan teknik-teknik yang dapat menarik anak yang seharusnya diterapkan guru. Selanjutnya, Damar et. al (2013), dalam penelitiannya menemukan bahwa guru-guru meyakini pembelajaran bahasa Inggris harus diberikan kepada anak sedini mungkin, sejak tahun pertama sekolah dasar, atau bahkan pada pra-sekolah. Guru- guru juga meyakini bahwa dalam mengajarkan bahasa Inggris pada anak, mereka harus menggunakan teknik-teknik yang menyenangkan dan berkaitan dengan aktivitas fisik anak untuk melatih kecerdasan kognitif, afektif, dan motorik anak. Adapun dalam kaitannya dengan penggunaan bahasa target secara monolingual (full-English) di dalam kelas, Ellis dalam Wang (2018) mengungkapkan bahwa keberhasilan pemerolehan bahasa kedua/bahasa target sangat dipengaruhi dengan ada/tidaknya interfensi bahasa lain. Oleh karena itu, jika ingin sukses maka guru harus menggunakan pendekatan full-English di dalam kelas yang tidak boleh diinterfensi dengan bahasa lain seperti bahasa ibu siswa. Kendatipun penelitian-penelitian di atas cukup memberikan gambaran tentang pembelajaran Bahasa Inggris untuk anak, namun belum ada penelitian yang secara khusus mengkaji keseluruhan tentang keyakinan guru terhadap perlu/tidaknya Bahasa Inggris diajarkan di level Sekolah Dasar. Jika perlu, maka mulai kelas berapa sebaiknya Bahasa Inggris diajarkan di level Sekolah Dasar dan mungkin/tidaknya penggunaan full-English sebagai bahasa target di level Sekolah Dasar. Oleh karena itulah,

(13)

penelitian ini dilakukan dalam upaya untuk menjawab permasalahan-permasalahan tersbut di atas.

B. Definisi Konseptual 1. Keyakinan Guru

Menurut Freeman and Johnson (1998), dikutip dalam Bedir (2010), pembentukan kemampuan pedagogik pada guru tidak secara mentah didapatkan hanya dari pembelajaran ketika mereka mengikuti program pendidikan keguruan. Sejatinya, kemampuan tersebut merupakan hasil kontribusi dari pengalaman pengalaman terdahulu, nilai-nilai, dan keyakinan yang dipegang oleh guru. Hal-hal tersebut yang dipercaya menjadi landasan guru dalam melakukan kegiatan belajar mengajar di dalam kelas. Fives and Gill (2015) juga telah merangkum beberapa poin tentang keyakinan guru menurut beberapa ahli. Dalam tulisannya disebutkan bahwa, seperti yang dikatakan Freeman and Johnson (1998), keyakinan guru cenderung menjadi pendorong mereka dalam menentukan kegiatan belajar mengajar. Berikutnya, keyakinan yang mereka pegang mengenai seluruh proses pembelajaran; baik itu materi pelajaran dan peserta didik, merupakan penentu guru atas setiap tindakan yang akan dilakukan di dalam proses pembelajaran. Guru cenderung mempertimbangkan sesuatu berdasarkan nilai-nilai yang tertanam dan keyakinan-keyakinan mengenai pembelajaran.

Kagan (1992), yang dikutip dalam (Farrell & Particia, 2005), menyatakan bahwa keyakinan yang dipegang oleh seorang guru cenderung bersifat kokoh dan tidak mudah goyah. Selanjutnya, Johnson (1994) di dalam Farrel dan Patricia (2005) juga menyebutkan bahwa dalam proses belajar mengajar, keyakinan guru berpengaruh terhadap cara guru menyampaikan materi kepada peserta didik. Maka dari itu, sangat penting untuk mendalami apa yang diyakini oleh guru-guru, supaya dapat meningkatkan kinerja mereka dalam dunia pendidikan, terutama dalam pembelajaran Bahasa Inggris untuk anak.

2. Pembelajaran Bahasa Inggris dan Usia Anak

Keyakinan guru adalah isu yang sangat penting untuk ditelusuri demi memahami tindakan guru dalam praktik pengajaran. Hal ini secara khusus melibatkan keyakinan guru tentang praktik pengajaran bahasa Inggris untuk anak. Apakah para guru meyakini bahwa mengajarkan bahasa Inggris untuk anak merupakan sesuatu yang diperlukan? Sebelum mencari tahu jawaban para guru akan pertanyaan tersebut, ada

(14)

beberapa alasan umum mengapa pengajaran Bahasa Inggris untuk anak merupakan hal penting yang harus dilaksanakan.

Menurut Garton et. al (2011), salah satu alasan mengapa anak-anak perlu diajarkan bahasa Inggris adalah karena banyaknya anggapan bahwa usia dini merupakan usia paling ideal bagi seseorang untuk menyerap ilmu, dalam konteks ini yaitu ilmu bahasa. Damar et. al (2013) juga menyebutkan adanya beberapa keuntungan apabila mengajarkan bahasa Inggris di usia dini; anak-anak dapat dengan mudah mengembangkan kemampuan bahasa asing dengan mengandalkan proses pemerolehan alami. Di samping itu, anak-anak juga merupakan “peniru ulung”, sehingga dapat dengan maksimal memperoleh kemampuan bahasa Inggris. Kemudian, anak-anak cenderung tidak memiliki kecemasan seperti halnya pelajar dewasa. Dengan demikian, asumsi bahwa “semakin dini semakin baik” menguatkan keyakinan mengenai perlunya mengajar bahasa Inggris untuk anak-anak karena mereka dapat belajar lebih baik dan dapat memperoleh hasil pembelajaran yang lebih memuaskan. Selain itu, Garton et. al (2011) juga memaparkan perlunya mengajarkan bahasa Inggris untuk anak disebabkan oleh tingginya permintaan dari berbagai sisi termasuk orang tua, untuk mengajarkan bahasa Inggris pada anak-anak mereka, mengingat adanya globalisasi ekonomi yang menuntut setiap individu untuk memiliki kemampuan berbahasa Inggris. Permintaan tersebut juga mengarah pada tekanan pada pemerintah dari kekuatan ekonomi internasional untuk memastikan setiap sumber daya manusia yang mampu bersaing dan salah satunya dengan mampu berbahasa Inggris. Di samping itu, pada kenyataannya, peserta didik sekolah menengah memiliki kemampuan berbahasa Inggris yang cenderung rendah. Karenanya, pengajaran bahasa Inggris di sekolah menengah dianggap kurang efektif. Hal ini disebabkan minimnya dasar-dasar pengetahuan yang seharusnya sudah dimiliki peserta didik sejak awal, namun masih belum dikuasai bahkan ketika mereka sudah duduk di sekolah menengah. Oleh karena itu, memaksimalkan pengajaran Bahasa Inggris sejak dari usia dini diyakini sangat perlu untuk diimplementasikan sebab diharapkan dapat mempersiapkan peserta didik untuk melanjutkan pembelajaran di sekolah menengah (Zein, 2015).

Berkaitan dengan masalah yang telah disebutkan sebelumnya, sudah jelas bahwa penyebab utama masalah rendahnya kemampuan bahasa Inggris peserta didik sekolah menengah adalah karena tidak adanya basis yang kuat di tingkat dasar. Maka dari itu, salah satu solusi yang memungkinkan untuk memperbaiki situasi tersebut

(15)

Kendati demikian, berdasarkan ketetapan yang sudah diatur oleh pemerintah, pengajaran Bahasa Inggris dapat diberikan kepada siswa sebagai muatan lokal dan dapat dimulai dari kelas 4 dan seterusnya dengan syarat terdapatnya guru-guru yang berkualitas serta dapat menjamin ketersediaan fasilitas untuk mengakomodasi kegiatan belajar-mengajar yang efektif (Zein, 2016). Adapun di negara-negara lain pada abad ke-21, kebijakan pembelajaran bahasa asing untuk anak cukup beragam. Menurut Tinsley dan Comfort (2012) di dalam, di beberapa negara seperti Finlandia, Crotia, Prancis, Norwegia, Swedia, dan Singapura pengajaran Bahasa Inggris sudah diperkenalkan sejak usia 6 tahun sebagai mata pelajaran wajib. Sedangkan pada negara- negara lainnya seperti Bulgaria, Cina, Yunani, Korea, dan Taiwan mengenalkan bahasa Inggris mulai pada usia 8 tahun. Sementara itu, di negara-negara Slovenia, Denmark, Hongaria, Argentina, dan Lithuania pada sekitar usia sembilan tahun (Damar, et al.

2013).

3. Penggunaan Bahasa Target sebagai Bahasa Pengantar di Kelas

Perihal penggunaan bahasa Inggris di dalam kegiatan belajar-mengajar, Cook (2008) menyatakan bahwa memaksimalkan penggunaan bahasa Inggris di dalam kelas merupakan hal yang penting untuk dilakukan oleh setiap guru. Hal ini berarti, guru- guru sepatutnya menerapkan pembelajaran secara full-English di dalam kelas dan meminimalisir penggunaan bahasa Indonesia kepada anak-anak. Cook juga menyampaikan bahwa sepanjang tahun 1990, di banyak negara-negara seperti Jepang, dalam pembelajaran bahasa asing, mereka cenderung hanya menggunakan bahasa target dan melarang penggunaan bahasa ibu dalam proses pembelajaran di dalam kelas.

Pentingnya mempertimbangkan untuk menggunakan full English di dalam kelas tentunya bukan tanpa alasan yang sahih. Faktanya, penerapan penggunaan full English di dalam kelas bahasa didukung oleh banyak peneliti-peneliti di seperempat abad terakhir. Dengan menerapkan penggunaan full-English di dalam kelas, anak-anak dapat memperoleh input yang optimal, mengingat kegiatan pembelajaran bahasa di dalam kelas kemungkinan merupakan satu-satunya sumber input yang paling efektif bagi sebagian murid. Terlebih lagi, guru yang menerapkan full-English di dalam kelas secara optimal dengan memperhatikan seberapa banyak porsi yang diberikan beserta kualitasnya, termasuk ketepatan pelafalan dan intonasi, dapat memungkinkan anak belajar behasa target secara alami (Bateman, 2008).

Fillmore (1985), menemukan bahwa kegiatan pembelajaran dapat dikatakan berhasil terlaksana apabila penggunaan full English sudah dapat terlaksana secara

(16)

efektif di dalam kelas. Menanggapi hal tersebut, Fillmore juga telah melakukan penelitian tentang penggunaan full English di 40 sekolah dasar, dengan objek penelitian siswa yang memiliki kemampuan bahasa Inggris yang minim. Dalam menerapkan full English di dalam kelas, Fillmore juga mengungkapkan bahwa guru sebaiknya membuat peraturan tentang pemisahaan waktu-waktu tertentu dalam penggunaan bahasa target dan bahasa ibu. Guru juga harus memperhatikan sejauh mana kemampuan yang dimiliki anak, untuk dapat memilah kata dan kalimat yang akan dipaparkan, dengan melakukan pengulangan-pengulangan ketika mengucapkan bahasa target. Melakukan pengulangan saat menggunakan bahasa target penting untuk dilakukan dalam memastikan bahwa anak memahami secara tepat, serta dengan struktur kalimat yang baik dan benar (Bateman, 2008).

Meskipun demikian, pada praktiknya, banyak guru-guru yang tidak menerapkan penggunaan bahasa target secara maksimal di dalam kelas. Menurut penelitian yang dilakukan Duff dan Polio (1990) tentang penggunaan bahasa target dan bahasa ibu dalam pembelajaran bahasa asing di dalam kelas untuk anak, banyak guru-guru yang menolak menggunakan full-English dan masih menggunakan bahasa ibu, disebabkan oleh rendahnya kemampuan bahasa Inggris anak. Guru-guru tersebut menggunakan bahasa ibu untuk mengajarkan tata bahasa, untuk mengatur kondisi kelas, dan untuk memperkenalkan kata-kata baru dalam bahasa Inggris kepada anak (Bateman, 2008).

Sebuah penelitian juga dilakukan oleh Franklin (1990) tentang penggunaan bahasa target dan bahasa ibu di dalam kegiatan pembelajaran bahasa asing. Dalam survey yang dilakukannya, ditemukan bahwa sebanyak 201 guru menolak menggunakan bahasa target karena alasan yang sama dengan hasil penelitian yang dilakukan Duff dan Polio;

rendahnya kemampuan bahasa asing anak, serta rendahnya kepercayaan diri guru untuk hanya menerapkan bahasa target di dalam kelas (Bateman, 2008). Menanggapi hal tersebut, bagaimanapun juga, guru harus mengingat bahwa cara anak-anak belajar berbeda dengan orang dewasa. Anak-anak cenderung belum memahami bahwa mereka perlu mempelajari bahasa asing, yang menyebabkan tidak adanya pula motivasi anak untuk mampu menggunakan bahasa asing tersebut. Oleh karena itu, peran guru sangatlah penting untuk tetap mengusahakan penerapan full-bahasa target dengan berbagai macam cara. Guru harus menjadi kreatif dalam menyampaikan materi dan menerapkan berbagai kegiatan yang menarik perhatian anak, serta mendorong anak untuk menggunakan bahasa target. Salah satu contohnya dalam penelitian yang

(17)

untuk dapat berperan dan bermain dalam kegiatan dan permainan tersebut, anak mau tidak mau harus bertanya dengan menggunakan bahasa target. Dengan begitu, anak akan termotivasi untuk memperoduksi bahasa target tanpa merasa tertekan, selama situasi dalam kegiatan dan permainan tersebut menyenangkan dan anak menikmati.

C. Roadmap Penelitian

Penelitian ini merupakan penelitian lanjutan yang dilakukan peneliti sejak tahun 2018 di mana saat itu peneliti melakukan eksperimen menerapkan pendekatan monolingual (full- English) kepada siswa kelas V Sekolah Dasar. Jika pada penelitian tersebut peneliti mengambil subjek penelitian siswa, maka pada penelitian kali ini yang menjadi subjeknya adalah guru dengan tujuan untuk mengkonfirmasi dan memperkuat hasil penelitian sebelumnya. Harapan peneliti, hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai dasar dalam melakukan riset terapan dan pengembangan di tahun-tahun berikutnya.

Gambar 2.1 Roadmap Penelitian

(18)

BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

A. Metode Penelitian

Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode kualitatif. Peneliti berkeyakinan bahwa metode kualitatif sangat cocok diimplementasikan untuk menggali lebih dalam mengenai keyakinan guru-guru tentang pengajaran Bahasa Inggris untuk anak. Metode kualitatif sangat berguna untuk mencari makna dari data yang diperoleh dari hasil penelitian, khususnya hasil kuesioner terbuka. Seperti yang diungkapkan oleh Marshall dan Rossman (2006) atau Creswell (2007) bahwa penelitian kualitatif mengkaji dan memahami memahami fenomena dengan format deskripsi penuh tentang apa yang dialami oleh subyek penelitian. Moleong (2017) menyebut penelitian dengan metode kualitatif dapat mengungkap hal-hal seperti perilaku, persepsi, motivasi, tindakan, dan lain-lain, secara holistik, dalam konteks alami khusus. Oleh karena itu, metode kualitatif sangat cocok untuk diterapkan dalam penelitian analisis keyakinan guru terhadap pembelajaran Bahasa Inggris pada anak.

B. Lokasi dan Waktu Penelitian

Penelitian dilakukan di dalam lingkup Sekolah Dasar yang berada di wilayah sekitar Jakarta, Depok, Tangerang, dan Bekasi. Adapun waktunya adalah selama 5 bulan mulai dari April hingga September 2021.

C. Partisipan Penelitian

Partisipan dalam penelitian ini adalah 40 orang guru bahasa Inggris yang mengajar di jenjang Sekolah Dasar di wilayah Jabodetabek. Responden memiliki pengalaman mengajar yang beragam, mulai dari 2 tahun hingga 17 tahun dngan jenjang pendidikan terakhir D3 hingga S2. Berikut ini adalah demografinya.

(19)

Tabel 3.1 Demografi Partisipan

Demografi Kategori Frekuensi Total

Gender Laki-laki 9

Perempuan 31 40

Lokasi Sekolah

DKI Jakarta 27

40

Depok 3

Tangerang 1

Bekasi 8

Lain-lain (Ternate) 1 Lama Mengajar

1-5 tahun 21

6-10 tahun 6 40

>10 tahun 8 Tanpa keterangan 5 Pendidikan

D3 2

40

S1 37

S2 1

D. Instrumen Penelitian dan Teknik Pengumpulan Data

Untuk memperoleh data yang akan mendukung hasil penelitian ini, peneliti menggunakan instrumen berupa wawancara tidak terstruktur yang meliputi tiga butir pertanyaan yang membahas keyakinan guru tentang perlu/tidaknya pengajaran Bahasa Inggris di Sekloah Dasar, keyakinan guru tentang kapan waktu yang tepat untuk mulai mengajarkan bahasa Inggris di Sekolah Dasar, dan keyakinan guru tentang kemungkinan penggunaan full-English di dalam kelas. Untuk menjamin validitas data, maka peneliti menggunakan triangulasi data yaitu observasi dan dokumentasi.

E. Prosedur Analisis Data

Prosedur analisis data yang peneliti lakukan adalah sebagai berikut. Data yang diperoleh melalui wawancara akan disimpan melalui alat perekam suara ataupun catatan tertulis. Setelah itu, data ditranskrip dan diolah dengan melakukan coding dan mengelompokkan kode-kode yang sudah ditemukan ke dalam tema-tema sesuai dengan hasil data yang telah diperoleh. Terakhir, penulis akan menganalisis, menginterpretasi, dan mendiskusikan hasil temuan.

F. Prosedur Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan selama 6 bulan dengan melalui 8 tahapan kegiatan.

Berikut ini adalah tahapannya:

(20)

Gambar 3.1. Diagram Alir Penelitian

(21)

BAB IV

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

Pada bagian ini akan diketengahkan hasil penelitian dan pemabahasan berdasarkan masing-masing rumusan masalah.

A. Hasil dan Pembahasan tentang Perlu/tidaknya Pembelajaran Bahasa Inggris di Jenjang Sekolah Dasar beserta Alasannya

Pertanyaan wawancara yang pertama menjawab rumusan masalah yang pertama, yaitu diperlukan/tidak diperlukannya pembelajaran Bahasa Inggris di jenjang Sekolah Dasar berdasarkan keyakinan guru. Dari 40 orang guru Bahasa Inggris di jenjang Sekolah Dasar yang ditanyai, terdapat 2 jawaban besar yang berbeda, yaitu perlu dan perlu namun dengan syarat.

Yang menjawab perlu namun dengan syarat berjumlah 5 orang guru dan selebihnya (35 orang) menjawab perlu tanpa syarat. Kelima orang yang menjawab bahwa pembelajaran Bahasa Inggris di jenjang Sekolah Dasar adalah diperlukan namun dengan syarat tampaknya dipengaruhi oleh kelas dan tujuan pembelajaran itu sendiri di jenjang Sekolah Dasar tersebut, sebagaimana kutipan berikut:

Kalau untuk pembelajaran di Sekolah Dasar, Miss Resti tidak merekomendasikan.

Tetapi belajar untuk berkomunikasi sangat setuju (komunikasi = Yes, Learning = No).

(responden #4)

Dibutuhkan kalau hanya untuk taraf mengenal kalau untuk kelas 1 dan kelas 2 tuh ga bisa kalau harus bener-bener bicara Bahasa Inggris. (responden #6)

Diperlukan, tapi tidak dalam mempelajari structure atau grammar. Untuk anak SD mungkin hanya pengenalan saja seperti daily vocabulary. Karena bahasa asing itu penting di era ini. (responden #10)

Menurut Miss Elvira, pembelajaran Bahasa Inggris pada jenjang Sekolah Dasar dapat dikatakan penting dan tidak penting. Miss Elvira berpendapat bahwa untuk jenjang siswa kelas 1-3 SD, siswa masih harus beradaptasi dengan lingkungan sekitar, terlebih dengan adanya kurikulum K-13 yang dirasa sangat berat bagi siswa Sekolah Dasar.

Dengan begitu, seharusnya siswa tidak ditekankan untuk mempelajari Bahasa Inggris.

Sedangkan untuk siswa kelas 4-6 dirasa harus mendapatkan pembelajaran Bahasa Inggris, karena untuk jenjang SMP pasti akan mendapatkan pembelajaran Bahasa Inggris. (responden #38)

Dari beberapa jawaban di atas, terlihat bahwa responden tidak menyetujui pembelajaran Bahasa Inggris di jenjang SD jika tujuannya adalah untuk pembelajaran yang lebih banyak

(22)

bersifat teoretis seperti menghafal rumus-rumus tata bahasa, menghafal berbagai proses pembentukan kata, dst. Namun jika tujuannya adalah untuk melatih keterampilan berkomunikasi atau pengenalan kosa kata sederhana yang digunakan sehari-hjari, maka boleh- boleh saja. Selain itu, Bahasa Inggris juga sebaiknya tidak diajarkan di kelas 1-3 yang siswanya masih beradaptasi dengan lingkungan sekitar dan Kurikulum 2013 yang mungkin saja sudah memberatkan siswa. Namun demikian, Bahasa Inggris tetap harus diajarkan di kelas 4-6 sebagai persiapan mengikuti mata pelajaran ini di jenjang yang lebih tinggi, yaitu Sekolah Menengah Pertama.

Selain beberapa responden di atas, 35 responden lainnya menyatakan bahwa pembelajaran Bahasa Inggris sudah diperlukan mulai di jenjang Sekolah Dasar tanpa adanya catatan/syarat tertentu. Adapun alasan mengapa Bahasa Inggris diperlukan dapat dikelompokkan ke dalam empat hal berdasarkan hasil temuan penelitian ini, yaitu: (1) karena pembelajaran Bahasa Inggris di SD adalah dasar untuk pembelajaran di jenjang pendidikan yang lebih tinggi; (2) karena pembelajaran Bahasa Inggris adalah bekal kehidupan siswa di masa mendatang ketika mereka dewasa; (3) karena zaman sekarang ini adalah era globalisasi dan zaman modern sehigga Bahasa Inggris sangat diperlukan; dan (4) karena siswa SD masih tergolong dalam usia golden age sehingga pembelajaran Bahasa Inggris akan lebih mudah diserap jika dikenalkan sejak jenjang SD.

Alasan pertama mengapa pembelajaran Bahasa Inggris sudah diperlukan mulai di jenjang Sekolah Dasar adalah sebagai dasar untuk pembelajaran di jenjang pendidikan yang lebih tinggi. Sebanyak 14 responden menyatakan hal yang sama. Diantaranya ada yang merujuk pada pengalaman pribadinya sebagaimana kutipan berikut.

Karena dalam kita mendidik anak itu kan harus dari tingkat dasar, justru Bahasa Inggris di SD itu penting. Dulu saya mengalami sendiri, mendapatkan pelajaran Bahasa Inggris saat saya kelas 5 atau 6 SD dan saat masuk SMP ada pelajaran Bahasa Inggris tetapi antara paham dan tidak. Apalagi yang SD nya tidak ada Bahasa Inggris, pasti anak saat di SMP nanti mengikutinya susah seperti itu. (responden #1)

Beberapa responden juga menyatakan dengan jelas bahwa siswa yang sudah mendapatkan pembelajaran Bahasa Inggris sejak jenjang Sekolah Dasar akan lebih mudah memahami materi-materi Bahasa Inggris di jenjang SMP dan SMA karena mereka telah mendapatkan dasar-dasar Bahasa Inggris di Sekolah Dasar. Selain itu, pembelajaran di jenjang SD tersebut juga berfungsi sebagai pengenalan sehingga ketika mereka memasuki jenjang SMP, mereka sudah lebih familiar dengan berbagai kosakata dan materi mata pelajaran Bahasa

(23)

Inggris. Sebaliknya, siswa yang baru mengenal Bahasa Inggris di jenjang SMP cenderung kaget dan mengalami kesulitan, sebagaimana dalam beberapa kutipan berikut:

Sangat diperlukan, karena SD merupakan jenjang yang paling dasar dalam proses pembelajaran, jadi kalau Bahasa inggiris tidak ada di mata pelajaran SD, murid tidak tau apa saja dasar-dasar pelajaran Bahasa Inggrisnya dari yang termudah. Dan SD merupakan tempat pegenalan yang baik bagi saya untuk pelajaran Bahasa Inggris, kalau tidak ada pelajaran Bahasa Inggris dari dasarnya saja, mereka nanti akan kesusahan dijenjang pendidikan yang lebih tinggi. (responden #2)

Kalau menurut saya justru pelajaran Bahasa Inggris itu sangat diperlukan, apalagi di zaman sekarang. Bahasa Inggris sangat dibutuhkan. Dan juga agar nanti di SMP tidak terlalu belajar dari nol. (responden #3)

Itu sangat perlu karena buat bekal dia nantinya. Di SD sudah belajar dasarnya Bahasa Inggris, pasti SMP/SMA insyallah pasti bisa, bakal ngerti. (responden #18)

Diperlukan sekali, karena Bahasa Inggris itu diajarkan dari dasar, supaya ketika siswa masuk ke jenjang SMP atau SMA tidak kesulitan karena dasar-dasarnya sudah diajarkan di SD. (responden #20)

Menurut saya, ini sangat diperlukan ya. Karena kan dasarnya ada di SD kalo kita tiba- tiba di SMP nanti dia kaget. Juga ditambah banyak anak-anak yang bisa belajar Bahasa Inggris di luar sekolah, contohnya seperti les ya. Kalau seperti itu kan tidak semua bisa les Bahasa Inggris, tapi kalau di SD mereka masih bisa ya mengikutinya.

(responden #30)

Kalau menurut saya perlu, karena saya juga mengajar les kelas 7 (SMP kelas 1) dari anak-anak yang tidak pernah belajar Bahasa Inggris di SD-nya. Untuk mengajar Bahasa Inggris mulai dari SMP lebih susah dan enakan dari SD minimal dari kelas 4 SD (responden #40)

Selain beberapa responden di atas, ada pula responden yang menyatakan bahwa pembelajaran Bahasa Inggris di SD menjadi penting karena sudah dikombinasikan dengan mata pelajaran PLBJ (Pengenalan Lingkungan dan Budaya Jakarta), khususnya di sekolah- sekolah dasar di Jakarta. Ini berarti bahwa, dengan dikombinasikannya mata pelajaran Bahasa Inggris dengan PLBJ, maka secara tidak langsung akan mengurangi porsi materi Bahasa Inggris itu sendiri yang pada akhirnya akan menambah berat beban materi pembelajaran Bahasa Inggris di jenjang yang lebih tinggi. Bisa saja materi yang seharusnya dikenalkan di jenjang SD, namun karena keterbatasan waktu karena harus dikombinasikan dengan mata pelajaran PLBJ, maka materi tersebut baru bisa dikenalkan di jenjang SMP, sebagaimana kutipan berikut:

(24)

Bahasa Inggris itu memang penting diajarkan dari SD dan yang diajarkan itu masih level yang basic, karena kalau sudah langsung di tahap SMP dan SMA baru diajarkan dasar maka akan ketinggalan jauh sekali materinya karena sangat banyak. Karena Bahasa Inggris sekarang tidak full Bahasa Inggris lagi, di Jakarta Bahasa Inggris di subtansi dengan PLBJ jadi di combine, Bahasa Inggris nya tetap tetapi materinya seputar tentang Jakarta jadi ada batasannya. (responden #16)

Selain itu, seorang responden menyampaikan juga pengalamannya menjadi guru Bahasa Inggris di jenjang SD dan SMA. Berdasarkan pengalamannya pada saat mengawas, siswa yang ketika SD belum dikenalkan dengan Bahasa Inggris, seperti siswa di sekolah- sekolah dasar negri, cenderung memiliki perbendaharaan kosakata yang sangat terbatas yang menyulitkan mereka dalam menguasai materi-materi tertentu seperti jenis-jenis teks, sebagaimana kutipan berikut:

Penting ini dasarnya nanti bisa disesuaikan dengan seberapa jauh harus belajar.

Jangan sampai justru nanti di SMP malah gak tau apa-apa. Justru nanti mereka akan lompat karena mereka kenal text dialog dan mereka kenal jenis-jenis text dan itu lebih sulit kalau anak-anak vocabulary-nya gak ada. Sama kayak SD sekarang yang negri, mereka justru tidak ada Bahasa Inggris-nya. Kayak waktu itu pas aku ngawas mereka itu benar-benar tidak tau apa-apa. Apa fungsinya bank yaitu menyimpan, lalu museum itukan udah basic vocab kan? Justru mereka butuh itu. Jadi harusnya Bahasa Inggris itu tidak ditiadakan. Jadi itu bisa dikaitkan. Kurikuilum yang diperlukan untuk batas SD saja. Jadi nanti di SMP mereka sudah siap mengenal berbagai macam jenis teks.

(responden #9)

Adapun alasan berikutnya mengapa Bahasa Inggris diperlukan sejak jenjang Sekolah Dasar, menurut beberapa responden, adalah sebagai bekal kehidupan siswa di masa mendatang di mana dunia industri, dunia usaha, dunia kerja menuntut SDM yang memiliki komptenensi Bahasa Inggris yang baik. Jika sudah dikenalkan sejak SD, maka siswa akan lebih terbiasa menggunakan Bahasa Inggris dan lebih siap untuk beradaptasi memenuhi tuntutan dunia profesional, sebagaimana beberapa kutipan berikut:

Menurut saya penting, jika mereka (EYL) fasih menggunakan Bahasa Inggris atau sering mendengar kata-kata dalam Bahasa Inggris, mereka akan terbiasa. Jadi untuk dewasa nanti akan bisa mengikuti ataupun terbiasa dengan Bahasa Inggris.

(responden #31)

Sangat perlu, karena nanti di bidang industri banyak menggunakan Bahasa Inggris jadi menurut saya, sangat perlu. (responden #32)

(25)

It is necessary because if they do not have English skills from an early age, then they do not have basic English and that will make it difficult for the child in the future.

(responden #35)

Sangat diperlukan, karena anak dituntut untuk bisa fasih dalam berbahasa Inggris di kemudian hari. Jadi menurut saya bahasa inggris harus diajarkan sejak dini.

(responden #37)

Alasan berikutnya mengapa Bahasa Inggris perlu dikenalkan sejak SD adalah karena zaman sekarang ini merupakan era globalisasi dan zaman modern sehigga Bahasa Inggris sangat diperlukan, sebagaimana beberapa kutipan berikut:

Karena sekarang zaman globalisasi, anak-anak SD sekarang sudah kenal Bahasa Inggris. Jadi, pelajaran Bahasa Inggris harus dikenalkan sejak SD. (responden #5)

Karena anak SD perlu diajarkan bahasa asing yaitu bahasa dunia atau bahasa internasional, bukan hanya Bahasa Indonesia saja. (responden #17)

According to Ms. Dian, English is very important in this globalization era. Therefore, English must be taught as early as possible so that students become familiar with English. (responden #36)

Karena di era modern ini kita apa-apa menggunakan Bahasa Inggris kalau tidak dari earlier kita susah, ya kapan lagi? Terus ya Bahasa Inggris udah sering banget kita gunain, zaman sekarang kalau tidak bisa Bahasa Inggris kan susah. (responden #7)

Menurut saya sangat di perlukan, dikarenakan untuk membangun pondasi pengetahuan anak anak dalam keterampilan berbicara Bahasa Inggris karena di setiap sela kehidupannya sudah menggunakan Bahasa Inggris. (responden #21)

Sangat diperlukan, mereka harus mempelajari itu sejak dini, karena jaman sekarang itu perkembang sangatlah maju maka murid – murid haruslah mengerjar perkembang tersebut agar tidak tertinggal. (responden #12)

Kutipan dari beberapa responden di atas menyuratkan bahwa saat ini dunia telah memasuki era globalisasi di mana pergaulan dunia sudah tidak lagi dihalangi oleh batas negara.

Dan pergaulan dunia tersebut dimungkinkan dengan adanya bahasa internasional yang memudahkan komunikasi antarbangsa. Bahasa internasional itu adalah Bahasa Inggris. Selain itu, sebagai bahasa internasional, Bahasa Inggris juga banyak digunakan di berbagai sendi kehidupan seperti untuk perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, untuk dunia hiburan seperti di kanal YouTube, media sosial, dst., di perangkat-perangkat elektronik, seperti di telepon seluler, laptop, tablet, dst., dan di berbagai sendi kehidupan lainnya. Hal-hal tersebut

(26)

berbasis Bahasa Inggris. Oleh karena itu, menurut responden, jika tidak dikenalkan dari jenjang SD, maka siswa akan tertinggal dan sulit beradaptasi dengan era globalisasi ini.

Selain beberapa responden di atas, ada seorang responden yang jawabannya cukup menarik. Dari jawabannya, diketahui bahwa mata pelajaran Bahasa Inggris sempat dihapus dari kurikulum Sekolah Dasar pada saat pemberlakuan Kurikulum 2013. Padahal di kurikulum sebelumnya, yaitu Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan/KTSP, mata pelajaran ini masih diadakan. Berikut ini kutipannya:

Perlu, dikarenakan Bahasa Inggris adalah bahasa internasional. KTSP kurikulum yang sudah disusun dengan baik, kemudian datang K-13 menghapus Bahasa Inggris.

Lalu ada instruksi dari gubernur/lembaga pendidikan yang mengharuskan di jenjang Sekolah Dasar belajar Bahasa Inggris yang menyebabkan terjadinya “missing link”

dalam materi pembelajaran. (responden #28)

Selain responden di atas, ada seorang responden lagi yang juga memberikan informasi yang sama bahwa mata pelajaran Bahasa Inggris di SD telah ditiadakan, sebagaimana kutipan di bawah ini:

. . . Sama kayak SD sekarang yang negri, mereka justru tidak ada Bahasa Inggris-nya.

Kayak waktu itu pas aku ngawas mereka itu benar-benar tidak tau apa-apa. Apa fungsinya bank yaitu menyimpan, lalu museum itukan udah basic vocab kan? Justru mereka butuh itu. Jadi harusnya Bahasa Inggris itu tidak ditiadakan. Jadi itu bisa dikaitkan. Kurikuilum yang diperlukan untuk batas SD saja. Jadi nanti di SMP mereka sudah siap mengenal berbagai macam jenis teks. (responden #9)

Jika melihat landasan hukumnya, maka dapat ditemui di Surat Keputusan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nomor 060/U/1993 tanggal 25 Februari 1993 tentang dimungkinkannya program Bahasa Inggris diperkenalkan lebih dini di Sekolah Dasar sebagai matapelajaran muatan lokal. Pemerintah menganjurkan bahwa matapelajaran ini dapat dimulai di jenjang kelas 4 SD (Suyanto, 2010). Dari sini terlihat bahwa Bahasa Inggris diperkenalkan di jenjang SD sebagai matapelajaran muatan lokal dan bukan muatan wajiib.

Penyelenggarannya pun disesuaikan dengan kesiapan lokal/daerah masing-masing sekolah berada. Jika sekolahnya memang siap, maka matapelajaran ini bisa saja dikenalkan mulai dari kelas 1 SD, bukan lagi dari kelas 4. Dan sebaliknya, jika sekolah tidak siap, misalnya karena keterbatasan SDM dan lain-lain, maka bisa saja matapelajaran ini tidak dimasukkan ke dalam intrakurikulum, melainkan dijadikan kegiatan ekstrakurikuler sehingga tidak muncul di dalam kurikulum. Hal ini berarti bahwa sebenarnya matapelajaran Bahasa Inggris bukan dihilangkan atau ditiadakan dari kurikulum, tetapi memang sedari awal merupakan muatan lokal, bukan muatan wajib sehingga sangat wajar jika tidak selalu muncul di dalam kurikulum sekolah dasar.

(27)

Terkait dengan jawaban responden yang mengatakan bahwa matapelajaran Bahasa Inggris ditiadakan, maka mungkin saja responden kurang memiliki pengetahuan yang cukup tentang dasar hukum penyelenggaraan matapelajaran ini di Sekolah Dasar sehingga memiliki anggapan yang kurang tepat.

Selain alasan-alasan yang telah dikemukakan di atas, beberapa responden lainnya menyatakan alasan lain mengapa pembelajaran Bahasa Inggris diperlukan mulai dari jenjang Sekolah Dasar yaitu karena siswa SD masih tergolong ke dalam usia golden age sehingga pembelajaran apapun, termasuk Bahasa Inggris, akan lebih mudah diserap. Berikut beberapa kutipannya:

Sangat perlu, karena di usia tersebut pikiran siwa-siswi masih fresh dan di usia itu bisa dibilang golden age. Jadi, mereka dengan mudah menyerap ilmu yang diberikan oleh guru. (responden #14)

Diperlukan, karena usia anak SD ini adalah usia yang mudah untuk menangkap ilmu atau materi, jadi Bahasa Inggris perlu diajarkan di Sekolah Dasar. (responden #27)

Menurut saya sangat di perlukan sekali, karena Bahasa Inggris atau bahasa asing lain lebih baik di ajarkan sejak dini. (responden #19)

Golden age atau periode emas itu sendiri merupakan bagian dari perkembangan psikologis manusia. Usia pada periode ini diyakini terbaik dalam hal penyerapan informasi.

Beberapa pakar menyebutkan sedikit perbedaan tentang rentang waktu masa golden age, yaitu 0-2 tahun, 0-3 tahun, 0-5 tahun, atau 0-8 tahun. Secara garis besar semuanya sepakat bahwa awal-awal kehidupan manusia adalah masa-masa emasnya. Pada masa ini kemampuan otak untuk menyerap informasi sangat tinggi, apapun informasi yang diberikan akan berdampak kuat bagi anak pada masa-masa kemudian (Prasetiawan, 2019). Dengan alasan inilah, maka sangat wajar jika beberapa responden mengaitkannya dengan pembelajaran Bahasa Inggris.

Semakin dini Bahasa Inggris dikenalkan kepada siswa, maka semakin baik mengingat siswa kelas 1 SD masih berada dalam rentang usia golden age. Selain beberapa jawaban di atas tentang golden age, ada pula seorang responden yang mengaitkannya dengan pemerolehan bahasa ibu, sebagaimana kutipan di bawah ini:

“Yes, of course. The brain of younger children will be evolved depand on environment.

Learning English from early time it will be better, same like our mother tongue.”

(responden #24)

(28)

Responden ini menyatakan bahwa mempelajari Bahasa Inggris di usia dini akan memberikan hasil yang lebih baik, sama seperti pemerolehan bahasa ibu yang juga terjadi di awal kehidupan manusia.

Setelah menelaah berbagai jawaban responden di atas, maka dapat ditarik benang merah bahwa secara umum para responden merasakan perlunya pembelajaran Bahasa Inggris dimulai dari jenjang Sekolah Dasar. Beberapa hal yang menjadi alasan adalah karena pembelajaran Bahasa Inggris di Sekolah Dasar merupakan dasar, pengenalan, dan persiapan bagi siswa untuk menerima materi Bahasa Inggris di jenjang yang lebih tinggi. Selain itu, Bahasa Inggris merupakan bahasa internasional yang kerap digunakan dalam pergaulan dunia sehingga akan sangat membantu siswa kelak di dunia profesional. Dan terakhir, adalah karena siswa Sekolah Dasar, terutama kelas 1-3 SD masih berada dalam rentang usia golden age di mana kemampuan otak untuk menyerap informasi sangat baik sehingga mengenalkan Bahasa Inggris sedini mungkin diyakini akan memberikan hasil yang juga lebih baik. Jawaban- jawaban responden ini sesuai dengan apa yang telah dikemukakan oleh para peneliti sebelumnya (Zein, 2015; Garton et.al, 2011; Damar et.al, 2013; Sadtono, 2007). Selain itu, menurut responden, agar tidak memberatkan siswa, maka pembelajaran Bahasa Inggris di Sekolah Dasar ini harus lebih banyak diisi dengan pengenalan kosakata dan percakapan sehari- hari yang sederhana serta menghindari pembelajaran yang lebih banyak bersifat teoretis seperti menghafal rumus-rumus tata bahasa atau menghafal rumus-rumus pembentukan kata.

B. Hasil dan Pembahasan tentang pada Kelas Berapa Sebaiknya Bahasa Inggris Mulai Diajarkan di Jenjang Sekolah Dasar dan Apa Alasannya

Pertanyaan wawancara yang kedua menjawab rumusan masalah yang kedua, yaitu pada kelas berapa sebaiknya Bahasa Inggris mulai diajarkan di jenjang Sekolah Dasar dan apa alasannya. Sebagian besar responden mengatakan sebaiknya matapelajaran Bahasa Inggris di jenjang Sekolah Dasar diajarkan mulai dari kelas 1 atau bahkan jenjang yang lebih rendah, sebagaimana beberapa kutipan berikut ini:

Sebaiknya dari kelas 1 SD, karena disitu adalah tempat untuk pengenalan Bahasa Inggris dari dasarnya. (responden #2)

Kalau menurut saya sebaiknya dari kelas 1 SD, dimulai pengenalan dari yang mudah dulu seperti warna-warna dan angka, juga kosa kata yang mudah dalam Bahasa Inggris yang biasa digunakan sehari-hari. (responden #3)

(29)

In the first grade, it is very necessary to learn basic things in English such as vocabulary so that students can understand and remember English material unconsciously. (responden #35)

Untuk perkenalan sebaiknya dilakukan sedari kelas 1. (responden #37)

Dari kelas 1, malah TK juga ada yang bilingual. Sedini mungkin, anak usia dini biasanya gampang diajarkan karena cepat tangkap. (responden #17)

The good one is start from begining, like play group or kindergarten or maybe came first at their home. (responden #24)

Tidak perlu SD, seharusnya dari kita kecil seperti umur 2-3 tahun kita bisa memberikan pelajaran Bahasa Inggris, atau dalam jenjang SD dari kelas 1, bahkan di SD ini ada beberapa anak yang sudah tertarik dan bisa Bahasa Inggris dan sudah antusias dalam pelajaran Bahasa Inggris. (responden #31)

Dari jawaban-jawaban di atas diketahui bahwa menurut beberapa responden pembelajaran Bahasa Inggris bahkan sudah bisa dimulai di jenjang pendidikan yang lebih rendah dari Sekolah Dasar, yaitu di jenjang Kelompok Bermain dan Taman Kanak-kanak. Bahkan, sejak sebelum memasuki pendidikan formal pun, anak sudah bisa dikenalkan dengan Bahasa Inggris oleh keluarganya di rumah.

Selain itu, beberapa responden lainnya juga menyampaikan beberapa syarat untuk pembelajaran Bahasa Inggris di kelas 1. Berikut ini beberapa kutipannya.

Untuk speaking and listening bisa dimulai dari kelas 1, tapi sangat menentang keras jika diajarkan writing. (responden #4)

Kalau menurut saya, anak SD sekarang menulis Bahasa Inggris belum bisa, menulis bahasa ibu juga belum bisa, itu kelas 1. Saya bingung, kelas 1 menyalin saja mereka belum bisa. Menulis kata “ibu” saja belum bisa. Jadi saya mengajar kelas 1 hanya kata per kata saja, misalnya “book” saja. Saya mengajar anak kelas 1 lebih ke listening-nya dulu, jadi mereka tau pengucapannya dulu tanpa tau cara nulisnya. Jadi intinya saya mengajar kelas 1 dan kelas 2, lebih ke vocabulary dulu. Baru kalau kelas 3, sudah mulai membaca dengan benar. Jadi intinya, pelajaran Bahasa Inggris perlu diajarkan sejak kelas 1. (responden #5)

Jenjangnya dari kelas satu sampai kelas enam semuanya butuh tapi dalam bentuknya percakapan, jadi mereka bisa langsung nangkep bentuknya dalam bentuk video. Jadi ada audionya dan ada visualnya. Jadi kalau hanya baca-baca, anaknya kurang mending langsung dipraktekkan saja. (responden #8)

Kelas 1. Tapi tidak diajarkan kalimat-kalimat yang susah atau rumit, ajarkan kalimat yang sederhana dan gampang dicerna oleh peserta didik. (responden #11)

Sebenarnya sih dari kelas 1 sudah boleh tetapi materinya tidak terlalu berat, materinya seperti kosa kata dan untuk kelas 1,2,3. Jika bisa test tidak ada, jika adapun mungkin

(30)

hanya test speaking saja. Karena jika ada test writing agak susah, ucapan dengan tulisan itu berbeda. (responden #13)

Jika memungkin dari kelas 1, contoh apabila dikelas 1 hanya di perintahkan untuk mendengar biarkan mereka mendengar semua kata atau kalimat Bahasa English.

(responden #14)

Jika disimpulkan, kutipan-kutipan tersebut secara jelas menyuratkan bahwa pada dasarnya sebagian besar responden setuju pembelajaran Bahasa Inggris di SD dimulai sejak kelas 1. Hal ini sesuai dengan penelitian-penelitian sebelumnya bahwa guru-guru meyakini pembelajaran bahasa Inggris harus diberikan kepada anak sedini mungkin, sejak tahun pertama sekolah dasar, atau bahkan pada pra-sekolah (Damar et.al, 2013; Garton et.al, 2011). Namun demikian, ada beberapa hal yang harus diperhatikan dalam pembelajaran Bahasa Inggris untuk siswa kelas 1, yaitu: (1) menitikberatkan pada pembelajaran keterampilan menyimak dan berbicara saja; (2) pembelajaran keterampilan membaca dan menulis ditunda hingga kelas yang lebih tinggi mengingat masih banyak siswa kelas 1 SD yang belum mampu membaca dan menulis bahkan dalam Bahasa Indonesia sekalipun; (3) materi yang diajarkan tidak terlalu berat, cukup pengenalan kosakata dan percakapan sehari-hari yang sederhana; (4) materi disajikan dalam bentuk video atau menggunakan teknik mempraktikkan langsung; dan (5) penguasaan materi tidak perlu diujikan, jika terpaksa harus diujikan maka dilakukan lewat tes lisan saja, tidak perlu tes tertulis. Hal ini sesuai dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Caner et.al (2010) yang mengungkap bahwa guru-guru cenderung berkeyakinan pengajaran bahasa Inggris yang paling ideal adalah dengan memperhatikan sejauh mana kemampuan siswa dan apa yang menjadi ketertarikan siswa sehingga guru dapat merancang kegiatan yang sesuai.

Namun demikian, ada pula beberapa responden yang menyatakan hal yang berbeda di mana pembelajaran Bahasa Inggris sebaiknya tidak dimulai di kelas 1 atau bahkan di TK, sebagaimana beberapa kutipan ini:

Diajarkan di kelas tingkat tinggi ya, 4, 5, 6. Karena kalau untuk kelas 1, 2, 3 lebih baik dikenalkan calistung dulu ya, dimantapkan pengenalan-pengenalan konsepnya. Jadi nanti ke Bahasa Inggrisnya gampang gitu. (responden #25)

Menurut miss Elvira pembelajaran Bahasa Inggris bisa didapatkan mulai dari siswa kelas 3 semester 2 untuk tahap pengenalan. Lalu kelas 4 sudah mulai masuk untuk public speaking, listening, writing, reading. Karena cara berfikir siswa kelas 4 sudah kritis, dan disini siswa sudah mulai aktif untuk bertanya, rasa ingin tahunya sudah tinggi. (responden #38)

Kalau dari kelas 1 banyak yang kontra, jadi kayaknya dari kelas 4 pun sudah cukup.

Kalau dari kelas 1 katanya beban belajarnya terlalu banyak, jadi dari kelas 4 sudah

(31)

cukup. Sepertinya saat mereka sudah siap belajar dan membaca baru dikasih Bahasa Inggris. (responden #40)

Dari jawaban-jawaban tersebut dapat dilihat bahwa beberapa responden tidak menyarankan pembelajaran Bahasa Inggris dimulai di kelas 1 SD atau jenjang yang lebih rendah. Menurut mereka, Bahasa Inggris sebaiknya mulai diajarkan di kelas yang lebih tinggi, seperti kelas 3 atau 4. Hal ini disebabkan karena pembelajaran di kelas yang lebih rendah, seperti kelas 1 dan 2, diutamakan untuk pemantapan konsep membaca, menulis, dan berhitung terutama dalam bahasa ibu. Selain itu, berhubung secara psikologis siswa kelas 1 belum terlalu siap untuk belajar secara sadar, maka adanya pembelajaran Bahasa Inggris dikahawatirkan akan menambah beban belajar mereka. Lewat responden #40 juga diketahui bahwa telah terjadi pro dan kontra di tengah masyarakat terhadap pengadaan matapelajaran bahasa Inggris di kelas 1 SD karena, seperti yang telah disampaikan, dikahawatirkan akan menambah beban belajar siswa. Sebenarnya, hal ini tidak perlu terjadi selama guru dapat menciptakan suasana pembelajaran Bahasa Inggris yang menyenangkan dan tentunya sesuai dengan karakteristik siswa usia kelas 1 SD. Selain itu, mengingat Bahasa Inggris adalah muatan lokal, maka tidak ada tuntutan capaian pembelajaran yang bersifat nasional seperti pada matapelajaran muatan wajib. Guru dapat lebih fleksibel dalam merancang kurikulumnya sendiri sedemikian rupa sehingga lebih realistis dan dapat dicapai dengan mudah oleh siswa. Pembelajaran Bahasa Inggris pun, dengan demikian, dapat dilakukan secara lebih menyenangkan dan tidak akan menjadi beban bagi siswa. Namun yang perlu diperhatikan adalah tidak semua guru memiliki kemampuan untuk mengembangkan kurikulum dan bahan ajarnya sendiri. Dan hal ini menimbulkan masalah yang cukup serius bagi pengimplementasian kegiatan belajar-mengajar di dalam kelas. Sementara itu, pemerintah pun tidak menyediakan kurikulum dan silabus yang resmi dan berlaku nasional mengingat Bahasa Inggris adalah matapelajaran muatan lokal (Hawanti, 2014). Di satu sisi, guru seharusnya merasa diuntungkan dengan status matapelajaran Bahasa Inggris sebagai muatan lokal dan tidak ada silabus resmi yang berlaku nasional karena hal ini berarti guru dapat lebih leluasa dan fleksibel merancang kurikulumnya sendiri yang lebih sesuai dengan kemampuan siswa. Namun di sisi lain, hal ini menjadi bumerang mengingat ternyata tidak semua guru memiliki kemampuan mengembangkan kurikulum. Dengan demikian, keberadaan guru yang berkalitas yang salah satu indikatornya adalah mampu mengembangkan kurikulumnya sendiri menjadi suatu keharusan. Hal ini sejalan dengan hasil penelitian sebelumnya bahwa guru-guru yang berkualitas menjadi salah satu syarat utama penyelenggaraan pembelajaran Bahasa Inggris di jenjang Sekolah Dasar (Zein,

(32)

2016).

Selain dari jawaban-jawaban di atas, ada pula satu jawaban yang cukup menarik, yaitu:

Kalau saya pribadi concern dari kelas rendah, kelas 1-3. Cuma beberapa teman mungkin karena dari lingkungan tidak mendukung, jadi mengajar kelas tinggi saja.

Seperti di lingkungan sini, di Dukuh ada beberapa sekolah yang kelas 1 sampai 3-nya itu gak ada Bahasa Inggris. Karena ya susah mengontrol anak, mereka gak tau. Jadi mereka lebih aman mengajar di kelas 4 sampai 6. Karena memang di kelas 4 sampai 6 ada beberapa yang sudah pakai tenses walaupun sederhana jadi mungkin mereka mintanya yang kelas lebih tinggi. (responden #23)

Dari jawaban ini terungkap bahwa terdapat beberapa sekolah di wilayah DKI Jakarta yang menyelenggarakan pembelajaran Bahasa Inggris mulai dari kelas 4, dan bukan dari kelas 1. Hal ini lumrah saja mengingat, sekali lagi, matapelajaran bahasa Inggris di Indonesia merupakan muatan lokal, bukan muatan wajib. Penyelenggaraannya disesuaikan dengan kesiapan masing-masing lokal, termasuk kesiapan masing-masing sekolah (Suyanto, 2010).

Sekolah yang disebutkan oleh responden #23 yang berlokasi di Kampung Dukuh, Jakarta Timur bisa saja memang tidak siap untuk menyelenggarakan matapelajaran Bahasa Inggris dari kelas 1 sehingga dimulai dari kelas 4.

Pembahasan berikutnya adalah tentang alasan mengapa pembelajaran Bahasa Ingris di Sekolah Dasar sebaiknya dimulai dari kelas tertentu. Responden-responden yang mengatakan sebaiknya dimulai dari kelas 1 dan bukan di kelas yang lebih tinggi, misalnya kelas 3 atau 4 beralasan bahwa usia siswa kelas 1 masih termasuk ke dalam masa golden age di mana siswa biasanya akan lebih cepat menangkap pelajaran. Hal ini sejalan dengan pendapat para ahli bahwa periode emas, yang berada di rentang usia 0-8 tahun, merupakan usia di mana kemampuan otak untuk menyerap informasi masih sangat tinggi (Prasetiawan, 2019). Hal ini juga didukung oleh Teori Periode Kritis (the Critical Period Hypotheses) yang meyakini bahwa usia yang paling baik untuk pemerolehan bahasa, termasuk bahasa asing, adalah sebelum akil baligh. Dengan demikian memulai pembelajaran bahasa Inggris di kelas 1 adalah lebih baik (Lenneberg, 1967 dalam Contesse, 2009). Adapun rata-rata usia siswa kelas 4 adalah 9 atau 10 tahun dan sudah tidak berada dalam periode emas lagi. Berikut ini adalah beberapa kutipannya.

Kelas satu. Alasannya kelas satu itu masa-masanya golden age untuk umur 8 tahun.

Mereka itu bisa menangkap bahasa kita secara cepat, kenapa kita harus mengajarkan bahasa kepada anak, yaitu karena mereka lagi masa-masanya golden age. (responden

#7)

Lebih baik sejak kelas 1 sudah diajarkan, sebab yang sudah dijelaskan tadi bahwa usia anak SD sangatlah mudah menyerap ilmu, dan Bahasa Inggris yang diajarkan dari

(33)

dasarnya terlebih dahulu saja misalnya, belajar nama-nama hewan dan angka.

(responden #27)

Dari kelas 1, malah TK juga ada yang bilingual. Sedini mungkin. Anak usia dini biasanya gampang diajarkan karena cepat tangkap. (responden #17)

Selain alasan golden age, alasan lain mengapa Bahasa Inggris sebaiknya diajarkan dari kelas 1, menurut beberapa responden, adalah karena siswa akan lebih memahami materi-materi Bahasa Inggris dan hal ini akan sangat membantu mereka di kelas/jenjang selanjutnya. Mereka akan lebih siap, tidak kaget, dan yang jelas mempunyai bekal berupa dasar-dasar Bahasa Inggris yang lebih banyak. Berikut ini adalah beberapa kutipannya.

Kalau menurut saya bagusnya dari awal atau dari kelas 1 SD, walaupun hanya belajar seperti berlatih alphabet atau mengenal number. Karena mereka akan lebih mengenal Bahasa Inggris lebih lama lagi, apalagi dari tingkat atau kelas 1 sampai kelas 6 tingkatan belajar Bahasa Inggrisnya berbeda-beda, supaya saat mereka masuk SMP tidak kaget dan akan lebih paham lagi tentang pelajaran Bahasa Inggris. (responden

#1)

Di awal kelas 1 SD, mereka harus sudah terbiasa supaya tidak heran ketika di kelas selanjutnya ada pelajaran Bahasa Inggris. (responden #33)

Sejak kelas 1 SD, Bahasa Inggris harus sudah mulai diajarkan supaya mengetahui sedikit pembelajaran Bahasa Inggris ketika naik kelas nanti. (responden #34)

Dari kelas 1. Di kelas 1 peserta didik diperkenalkan kosa kata Bahasa Inggris agar di tingkat selanjutnya peserta didik sudah tahu dan paham apa yang dikatakan guru.

(responden #10)

Jawaban para responden ini sesuai dengan penelitian sebelumnya yang mengatakan bahwa pengajaran bahasa Inggris di sekolah menengah dianggap kurang efektif dikarenakan minimnya dasar-dasar pengetahuan yang seharusnya sudah dimiliki peserta didik sejak awal namun masih belum dikuasai bahkan ketika mereka sudah duduk di sekolah menengah. Oleh karena itu, memaksimalkan pengajaran Bahasa Inggris sejak dari usia dini diyakini sangat perlu untuk diimplementasikan sebab diharapkan dapat mempersiapkan siswa untuk melanjutkan pembelajaran di sekolah menengah (Zein, 2015).

C. Hasil dan Pembahasan tentang Mungkin atau Tidaknya Penggunaan Monolingual untuk Jenjang Sekolah Dasar serta Alasannya

Monolingual adalah penggunaan bahasa Inggris sepenuhnya (full-English) tanpa diselingi dengan bahasa ibu di dalam kelas. Menjawab rumusan masalah yang ketiga yaitu

(34)

tentang mungkin atau tidaknya penggunaan monolingual untuk jenjang Sekolah Dasar, maka jawaban para responden dapat dikelompokkan menjadi dua, yaitu kelompok yang menjawab tidak/belum memungkinkan dan kelompok yang menjawab memungkinkan namun dengan syarat tertentu. Kelompok yang menjawab tidak/belum memungkinkan antara lain:

Menurut saya tidak memungkinkan, karena akan menjadi kurang efektif. Di kelas saya banyak murid yang suka bingung kalau diajarin menggunakan full English, dan nanti tujuan materinya tidak akan masuk ke mereka. (responden #2)

Tidak memungkinkan, kalau di kelas saya. Tapi saya mencoba menginstruksikan hal- hal dasar (sederhana) di dalam kelas menggunakan Bahasa Inggris seperti “sit down”,

“stand up”, “close the door”. Namun dalam pembelajaran Bahasa Inggrisnya, tidak menggunakan full-English. (responden #5)

Kalau untuk full-English mungkin tidak ya, untuk SD karena banyak di antara mereka belum banyak yang mengerti. Jadi, lebih baik di mix saja. (responden #30)

Penggunaan full-English sebaiknya tidak diterapkan di kelas karena dikhawatirkan pembelajaran akan kurang menyenangkan ketika memakai itu, dan harus memakai Bahasa Indonesia juga ketika mengajar. (responden #34)

Jawaban-jawaban di atas hanya beberapa contoh saja dari 16 orang responden yang menjawab penggunaan monolingual full-English di dalam kelas tidak/belum memungkinkan untuk diterapkan. Adapun alasan-alasannya jika dirangkum adalah sebagai berikut: (1) siswa masih banyak yang bingung; (2) siswa belum terbiasa monolingual full-English; (3) siswa masih banyak yang belum mengerti bahasa Inggris sepenuhnya sehingga cenderung diam saja, tidak merespon guru, atau terlihat bosan; (4) pembelajaran menjadi kurang efektif; (5) membuka peluang terjadinya miskomunikasi; (6) faktor lingkungan siswa, misalnya di rumah, tidak terbiasa menggunakan bahasa Inggris; (7) tujuan pembelajaran menjadi tidak tercapai;

(8) dikhawatirkan pembelajaran akan menjadi kurang menyenangkan; (9) siswa berasal dari kelompok sosial ekonomi lemah; (10) pembelajaran dikombinasikan dengan matapelajaran Pendidikan Lingkungan dan Budaya Jakarta (PLBJ) yang tidak semua substansi materinya dapat dialihbahasakan ke dalam Bahasa Inggris; dan (11) hanya bisa untuk penerapan bahasa kelas saja (classroom language).

Selain 16 orang responden yang menjawab penggunaan monolingual full-English di dalam kelas tidak/belum memungkinkan, sebanyak 24 orang responden lainnya menjawab monolingual full-English mungkin-mungkin saja diterapkan di dalam kelas untuk jenjang Sekolah Dasar namun dengan beberapa hal yang harus diperhatikan. Hal pertama yang harus diperhatikan adalah penerapan monolingual full-English hanya dapat dilakukan di kelas yang

(35)

diterapkan karena siswa belum mampu memahami dan mengerti bahasa Inggris sepenuhnya (responden #1, #18, #22, #26, #33). Hal kedua yang juga harus diperhatikan adalah penerapan monolingual full-English dipengaruhi oleh jenis sekolah. Sekolah swasta bonafide, misalnya sekolah-sekolah internasional yang menggunakan kurikulum Cambridge atau British, tentu tidak akan menemukan kesulitan untuk menerapkan monolingual full-English di dalam kelas karena siswanya rata-rata berasal dari lingkungan yang sudah terbiasa berbahasa Inggris.

Namun untuk sekolah negeri, terutama yang reguler di mana siswanya berasal dari lingkungan yang cukup heterogen dan tidak selalu memperhatikan pendidikan termasuk bahasa Inggris, maka akan sulit untuk menerapkan monolingual full-English (responden #6, #23).

Hal ketiga yang harus diperhatikan menurut responden adalah penerapan full-English di jenjang Sekolah Dasar sebaiknya dilakukan dengan cara mengkombinasikan bahasa Inggris dengan bahasa ibu (bilingual). Dengan cara bilingual ini, guru tetap menggunakan bahasa Inggris namun disertai dengan terjemahan ke dalam bahasa ibu setiap kali guru selesai berbicara atau setiap kali siswa tidak memahami ucapan guru. Hal ini dilakukan karena menurut responden, kemampuan siswa, terutama siswa di sekolah-sekolah yang reguler, sangat beragam. Mereka berasal dari latar belakang sosial ekonomi yang bervariasi. Tidak semua siswa hidup di tengah keluarga dan masyarakat yang memiliki kesadaran yang tinggi terhadap pendidikan. Ada beberapa siswa yang tinggal di pinggiran rel kereta api dan ada pula yang tinggal di komplek perumahan yang bagus. Hal ini membuat guru kesulitan menerapkan full- English sehingga tetap harus menterjemahkan ucapan bahasa Inggrisnya ke dalam bahasa ibu.

Jika guru tidak menyampaikan terjemahannya, maka dikhawatirkan siswa tidak akan memahami maksud guru (responden #8, #12, #15, #17, #19, #20, #24, #28, #29, #32, #39).

Selain itu, hal keempat yang harus diperhatikan adalah penerapan monolingual full-English harus disertai dengan teknik Total Physical Response (TPR) dan gestur untuk membantu siswa memahami maksud guru. Melalui TPR, guru dapat mendemonstrasikan beberapa kata, biasanya kata kerja, lewat perbuatan sehingga siswa dapat menangkap arti kata tersebut dengan mudah. Begitu pula dengan gestur, di mana segala ucapan guru langsung diikuti dengan peragaan sehingga siswa dapat lebih mudah memahami maksud dan pesan guru (responden #4,

#14). Hal terakhir yang juga harus diperhatikan menurut responden adalah keberhasilan penerapan monolingual full-English di jenjang Sekolah Dasar ditentukan pula oleh dukungan dari manajemen sekolah. Manajemen sekolah bisa saja membuat program-program yang mendukung monolingualisme ini dengan cara mengadakan English Day, di mana pada hari- hari tertentu seluruh warga sekolah, termasuk guru, siswa, karyawan, dll. wajib berkomunikasi dalam bahasa Inggris. Program lainnya dapat pula dalam bentuk penyeleksian bahasa, di mana

Gambar

Gambar 2.1 Roadmap Penelitian
Tabel 3.1 Demografi Partisipan
Gambar 3.1. Diagram Alir Penelitian

Referensi

Dokumen terkait

Kelebihan Metode Card Sort Adapun kelebihan metode card sort adalah sebagai berikut: 1 Mudah dilaksanakan 2 Dapat diikuti oleh siswa yang jumlahnya banyak, 3 Mudah menyiapkannya,