• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pembeli atau pengguna barang/jasa (pemerintah) adalah pihak yang membutuhkan barang/jasa

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2023

Membagikan "Pembeli atau pengguna barang/jasa (pemerintah) adalah pihak yang membutuhkan barang/jasa"

Copied!
22
0
0

Teks penuh

(1)

37 BAB III

HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Hakekat Kontrak Pengadaan Barang dan Jasa Pemerintah

Pengadaan barang/jasa bagi keperluan pemerintah pada hakekatnya adalah upaya pihak pengguna untuk mendapatkan atau mewujudkan barang/jasa yang diinginkan dengan menggunakan metode atau proses tertentu untuk dicapai kesepakatan harga, waktu, dan kesepakatan lainnya. Agar hakekat atau esensi pengadaan barang/ jasa bagi keperluan pemerintah tersebut dapat dilaksanakan sebaik-baiknya, maka kedua belah pihak yaitu pihak pengguna dan pihak penyedia barang/jasa haruslah selalu berpedoman kepada filosofi pengadaan barang/jasa bagi keperluan pemerintah, tunduk kepada etika dan norma pengadaan barang/jasa yang berlaku, mengikuti prinsip-prinsip, metode dan proses pengadaan barang/jasa bagi keperluan pemerintah yang baku. Filosofi pengadaan barang/jasa bagi keperluan pemerintah adalah upaya untuk mendapatkan barang/jasa yang diinginkan yang dilakukan atas dasar pemikiran yang logis dan sistematis (the systemof thought), mengikuti norma dan etika yang berlaku, berdasarkan metode dan proses pengadaan yang berlaku.34

Dua kehendak atau keinginan yang bertentangan tersebut akan sulit dipertemukan kalau tidak ada saling pengertian dan kemauan untuk mencapai kesepakatan. Untuk itu perlu adanya etika dan norma yang disepakati dan

34 Budihardjo Hardjowiyono & Hayie Muhammad, Prinsip-Prinsip Pengadaan barang/Jasa pemerintah, Cetakan Kedua, Jakarta, Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara, 2007, hlm. 3.

(2)

38 dipatuhi bersama. Etika dalam pengadaan barang/ jasa bagi keperluan pemerintah adalah perilaku yang baik dari semua pihak yang terlibat dalam proses pengadaan barang/jasa.35

B. Kedudukan Hukum Para Pihak Dalam Kontrak Pengadaan Barang dan Jasa Pemerintah

Pengadaan barang/jasa bagi keperluan pemerintah melibatkan dua pihak, yaitu pihak pembeli atau pengguna barang (pemerintah) dan pihak penjual atau penyedia barang/jasa. Pembeli atau pengguna barang/jasa (pemerintah) adalah pihak yang membutuhkan barang/jasa. Dalam pelaksanaan pengadaan barang/jasa bagi keperluan pemerintah, pihak pengguna adalah pihak yang meminta kepada penyedia barang/jasa untuk memasok atau membuat barang atau melaksanakan pekerjaan tertentu. Untuk membantu pengguna barang/jasa dalam melaksanakan pengadaan dapat dibentuk Panitia Pengadaan.

Lingkup tugas panitia dapat melaksanakan seluruh proses pengadaan, mulai dari penyusunan dokumen pengadaan, penyeleksi dan memilih para calon penyedia barang/jasa, meminta penawaran dan mengevaluasi penawaran, mengusulkan calon penyedia barang/ jasa dan membantu pengguna dalam menyiapkan dokumen kontrak.

Kontrak pengadaan barang/ jasa bagi keperluan pemerintah merupakan kontrak komersial yang melibatkan pemerintah sebagai kontraktan masuk dalam kategori perbuatan hukum privat. Hubungan hukum yang

35 Maria Farida Indrati, Ilmu Perundang-Undangan; Dasar-Dasar Pembentukannya, Jakarta, Kanisius, 1998, hlm. 56.

(3)

39 terbentuk merupakan hubungan hukum dalam lapangan hukum perdata.

Sekalipun di dalam jenis kontrak ini terdapat pemerintah yang merupakan badan hukum publik, tapi watak hubungan hukumnya dalah murni hukum perdata.

Keabsahan kontrak yang dibentuk diukur juga melalui pasal 1320 KUHPerdata sebagai aturan umum yang menentukan keabsahan bagi semua jenis kontrak. Penyedia barang/jasa adalah pihak yang melaksanakan pemasokan atau mewujudkan barang atau melaksanakan pekerjaan atau melaksanakan layanan jasa berdasarkan kontrak pekerjaan yang telah disepakati dengan pihak pengguna barang/jasa. Penyedia barang jasa dapat merupakan badan usaha atau orang perseorangan. Sebelum membahas tentang kedudukan hukum para pihak yang dalam kontrak pengadaan barang/jasa bagi keperluan pemerintah, akan dijelaskan terlebih dahulu bahwa dalam penelitian ini yang akan dibahas adalah kontrak pengadaan barang/jasa dalam bentuk imbalan khususnya lumpsum.

Kontrak pengadaan barang/jasa berdasarkan cara pembayaran merupakan kontrak yang dibuat berdasarkan atas imbalan atau biaya yang dikeluarkan untuk pelaksanaan pengadaan barang/jasa. Hal ini disebabkan karena pengadaan berdasarkan bentuk lump sum, hanya mencantumkan harga atau nilai kontrak secara keseluruhan, jadi dalam kontrak tidak dicantumkan harga satuan untuk setiap unsur pekerjaan dengan spesifikasi tertentu. Hal ini akan mempermudah para pihak pada waktu penawaran harga.

(4)

40 Disamping berdasarkan bentuk imbalan, pengadaan barang/jasa pada umumnya waktu atau lamanya pengadaan barang/jasa adalah tahun tunggal.

Tahun tunggal adalah pelaksanaan pekerjaan yang mengikat dana anggaran untuk masa satu tahun anggaran. Dalam konteks perancangan kontrak (contract drafting), istilah kontrak ditujukan pada kontrak yang dibuat secara tertulis.

Kontrak pada dasarnya dibuat oleh para pihak untuk menjamin kelancaran bisnis sekaligus menghindari terjadinya kerugian bagi para pihak.

Oleh karena itu prinsip dasar dalam perancangan kontrak adalah memastikan keabsahannya. Isi kontrak adalah hak dan kewajiban bagi para pihak yang bersifat mengikat. Tetapi ini hanya berlaku apabila kontrak yang dibuat dan ditandatangani mempunyai kekuatan hukum yang sah. Dalam konteks inilah perlu dipahami bahwa kontrak adalah proses pelaksanaan kontrak bergantung pada keabsahan dalam pembentukannya. Dalam hal itu pemahaman bahwa perancangan kontrak juga merupakan proses yang sangat penting. Pembuatan kontrak yang gegabah tanpa memperhatikan prinsip hukum, norma hukum dan metode dalam perancangan dapat berakibat fatal. Ini membuka peluang transaksi bisnis tidak berlangsung sesuai dengan rencana karena kontrak yang telah disepakati mengandung cacat hukum atau karena klausul yang mengatur hak dan kewajiban tidak lengkap, kabur atau melanggar ketentuan perundang- undangan.36

36 Yohanes Sogar Simamora, Praktek Kontrak Pengadaan Barang dan Jasa Pemerintah, Yogyakarta, UII Press, 2012, hlm. 280.

(5)

41 Rancangan Kontrak tersebut sekurang-kurangnya memuat ketentuan seperti yang diatur dalam Lampiran II Perpres Nomor 16 Tahun 2018 Tentang Pengadaan Barang/ Jasa Pemerintah, dibahas bersama oleh Pihak Pertama dan Pihak Kedua. Dalam tahap ini Pihak Kedua diberikan kesempatan untuk mempelajari dan mamahami isi kontrak tersebut. Apabila isi kontrak ternyata belum sesuai atau merugikan Pihak kedua, maka Pihak Kedua berhak untuk menanyakan atau mengutarakan keberatan terhadap isi kontrak . Pada kesempatan ini para pihak akan bernegosiasi. Negosiasi adalah memberi dan menerima antara pihak pemerintah dan rekanan. Dalam negosiasi ini akan dibicarakan mengenai isi kontrak, dilakukan tawar menawar hal-hal yang akan disepakati oleh para pihak dan apabila sudah dicapai kata sepakat maka kontrak akan dibuat.

Negosiasi ini merupakan suatu seni untuk mencapai suatu kesepakatan antara para pihak, karena dengan melakukan negosiasi maka para pihak berkesempatan untuk bertukar informasi demi kebaikan para pihak itu sendiri. Hal ini sejalan dengan apa yag dikatakan oleh Ginny Pearson Barnes, Ed.D yang menyatakan :

negotiation is give –and-take between people or between people and organizations. To negotiate means to bargain, to make arrangements, to settle with someone. It’s the art of reaching agreement through an effective exchange of information.37

Dalam pembahasan ini Pihak Kedua tidak pernah mempermasalahkan ketentuan sanksi bagi Pihak Pertama, apabila Pihak

37 Ginny Person Barns dalam Yohanes Sogar Simamora, Praktek Kontrak Pengadaan Barang dan Jasa Pemerintah, Yogyakarta, UII Press, 2012, hlm. 113.

(6)

42 Pertama tidak dapat memenuhi kewajibannya tepat waktu dalam hal pembayaran harga barang/jasa yang diadakan oleh Pihak Kedua. Sedangkan mengenai ketentuan sanksi berupa denda apabila Pihak Kedua tidak dapat menyediakan barang/jasa sesuai dengan ketentuan kontrak. Setelah seluruh materi dalam rancangan kontrak disetujui oleh kedua belah pihak, dilanjutkan dengan penandatanganan kontrak.

Negara merupakan suatu organisasi (dimana organisasi pemerintah termasuk di dalamnya) yang sangat besar dan sangat pelik susunannya yang dibentuk menurut hukum publik. Lembaga-lembaga hukum publik diantaranya adalah lembaga-lembaga tertinggi dan tinggi negara, departemen, badan-badan non departemen, provinsi, kabupaten/kotamadya dan lain sebagainya.

Walaupun pemerintah merupakan badan hukum publik, tetapi tidak menutup kemungkinan juga melakukan perbuatan yang merupakan bagian dari hukum perdata, salah satunya adalah mengadakan kontrak pengadaan barang/jasa, dan telah diketahui bahwa kontrak termasuk ranah dari hukum perdata.

C. Penerapan Asas Proporsionalitas Dalam Kontrak Pengadaan Barang dan Jasa Pemerintah

Agus Yudha Hernoko menyampaikan bahwa adagium atau ungkapan

“setiap langkah bisnis adalah langkah hukum” merupakan landasan utama yang harus diperhatikan para pihak dalam berinteraksi di dunia bisnis, dimana kontrak merupakan simpul utama yang mebghubungkan kepentingan para

(7)

43 pihak. Hubungan bisnis yang terjalin diantara para pihak pada umumnya karena mereka bertujuan saling bertukar kepentingan. J. Van Kan dan J. H.

Beekhuis menyatakan bahwa semua janji-janji antara para pihak senantiasa terkait dengan kepentingan-kepentingan terutama harta benda.38

Asas yang mengatakan bahwa suatu perjanjian mengakibatkan suatu kewajiban hukum dan para pihak terikat untuk melaksanakan kesepakatan kontraktual serta suatu kesepakatan harus dipenuhi, dianggap sudah seharusnya begitu dan tidak pernah dipertanyakan kembali. Sebab kehidupan masyarakat hanya bisa berjalan dengan baik jika seseorang dapat mempercayai perkataan orang lain.

Ketentuan Pasal 1338 Ayat 1 KUH Perdata memberikan suatu pengertian bahwa setiap orang dan sesame orang lain dapat bertindak seolah- olah pembuat undang-undang dengan menggunakan perjanjian. Karena itu, perjanjian dianggap sebagai salah satu sumber hukum disamping undang- undang. Hal ini berarti bahwa selaku pembuat undang-undang di dalam lingkup hukum keperdataan /privat, yang mengatur perilaku antara sesama orang tersebut. Penjelasan tentang asas-asas pokok dalam hukum perjanjian pada umumnya tidak mencantumkan asas keseimbangan sebagai salah satu asas pokok dalam hukum kontrak.

Menurut Herlien Budiono39, asas keseimbangan dalam hukum kontrak merupakan asas yang mandiri di samping tiga asas pokok lainnya,

38 Agus Yudah Hernoko, Pidato Pengukuhan Guru Besar Ilmu Hukum Kontrak, Fakultas Hukum Universitas Airlangga Surabaya, 1 Mei 2010.

39 Herlien Budiono, Asas Keseimbangan Bagi Hukum Perjanjian di Indonesia, PT. Citra Aditya Bakti, Bandung, 2006, hlm. 358.

(8)

44 yaitu konsensualisme, kekuatan mengikat (verbindende kracht) dan kebebasan berkontrak (contracts urijheis).

Asas keseimbangan atau asas proporsionalitas dalam pelaksanaan kontrak seharusnya tercermin dalam setiap tahapan kontrak, sejak tahap persiapan, pelaksanaan, penutupan, tuntutan ganti rugi dalam hal salah satu pihak wanprestasi, termasuk di dalam tanggung gugat akibat yang ditimbulkan dari kontrak tersebut.40 Dalam tahapan pembentukan kontrak, asas proporsionalitas berfungsi untuk menjamin kesetaraan hak serta kebebasan dalam menetukan isi kontrak. Dengan demikian menurut berbagai sumber, bahwasanyan unsur-unsur yang harus dipenuhi dalam penerapan asas proporsionalitas pada tahap pembentukan kontrak ini ialah :

a. Adanya kesetaraan hak;

b. Adanya kebebasan;

c. Menentukan isi kontrak.

Tercapainya unsur kesetaraan hak dan kebebasan tersebut di atas sejalan dengan apa yang terdapat dalam Pasal 1320 KUH Perdata, yang menyebutkan bahwa “untuk sahnya suatu perjanjian diperlukan 4 (empat) syarat :

a. Sepakat mereka yang mengikatkan dirinya;

b. Kecakapan untuk membuat suatu perikatan;

c. Suatu hal tertentu;

d. Suatu sebab yang halal.

40 H. Purwosusilo, Aspek Hukum Pengadaan Barang dan Jasa, Kencana, Jakarta, 2014, hlm. 42.

(9)

45 Pada tahap pembentukan suatu kontrak, hal yang sangat krusial, yang akan menentukan apakah kontrak tersebut dapat dilaksanakan (sah atau tidak sah, batal atau dapat dibatalkan) serta mempunyai kekuatan mengikat bagi para pihak adalah dengan melihat apakah syarat sah dalam suatu kontrak sebagaimana diisyaratkan oleh Buku III KUH Perdata terpenuhi, yang secara garis besar digolongkan sebagai berikut :

a. Syarat sahnya kontrak diatur dalam Pasal 1320 KUH Perdata;

b. Syarat sahnya kontrak yang diatur diluar Pasal 1320 KUH Perdata (vide Pasal 1335, Pasal 1339 dan Pasal 1347)

Secara sederhana kontrak dapat digambarkan sebagai sutau perjanjian antara dua atau lebih pihak yang mempunyai nilai komersial tertentu. Sebagaimana layaknya suatu perjanjian, dalam sebuah kontrak para pihak yang mengikatkan diri adalah subjek hukum.41 Para pihak yang ada dalam kontrak adalah subjek hukum perdata, maka kedudukan pemerintah yang tidak biasanya dipersepsikan sebagai subjek hukum perdata tetapi subjek hukum public dapat menjadi salah satu pihak dalam kontrak pengadaan barang dan jasa pemerintah.

Dalam prinsip kontrak komersial International UNIDROIT, terdapat prinsip larangan bernegosiasi dengan itikad buruk, sehingga dapat disimpulkan bahwa tanggungjawab hukum telah lahir sejak proses negosiasi.

Prinsip hukum tentang negosiasi yaitu : a. Kebebasan Negosiasi;

41 R. Subekti, Ibid, hlm. 3.

(10)

46 b. Tanggung jawab atas negosiasi dengan itikad buruk;

c. Tanggung jawab atas pembatalan negosiasi dengan itikad buruk.

Dalam prinsip ini dapat diketahui bahwa para pihak tidak hanya bebas untuk memutuskan kapan dan dengan siap melakukan negosiasi, namun juga bebas menentukan kapan, bagaimana dan untuk berapa lama proses negosiasi dilakukan. Berdasarkan prinsip tersebut maka negosiasi tidak boleh dilakukan dengan itikad buruk dan menyimpang dari prinsip fair dealing.

Dalam perspektif hukum publik, negara adalah organisasi jabatan.

Diantara jabatan-jabatan kenegaraan ini terdapat jabatan pemerintahan, yang menjadi objek hukum administrasi negara. Menurut P. Nicolai, ada beberapa ciri yang terdapat pada jabatan atau organ pemerintahan, yaitu :42

a. Organ pemerintahan menjalankan wewenang atas nama dan tanggungjawab sendiri, yang dalam pengertian modern diletakan sebagai pertanggungjawaban politik dan kepegawaian atau tanggungjawab pemerintah sendiri di depan hakim. Organ pemerintah adalah pemikul kewajiban tanggungjawab;

b. Pelaksanaan wewenang dalam rangka menjaga dan mempertahankan norma hukum administrasi, organ pemerintahan dapat bertindak sebagai pihak tergugat dalam proses peradilan, yaitu dalam hal ada keberatan, banding atau perlawan;

c. Disamping sebagai pihak tergugat, organ pemerintahan juga dapat tampil menjadi pihak yang tidak puas, artinya sebagai penggugat;

42 Philipus M. Hadjon, Pengantar Hukum Administrasi Indonesia, Gadjah Mada University Press, Yogyakarta, 2002, hlm. 150.

(11)

47 d. Pada prinsipnya organ pemerintahan tidak memiliki harta kekayaan sendiri. Organ pemerintahan merupakan bagian (alat) dari badan hukum menurut hukum privat dengan harta kekayaannya. Jabatan Bupati atau Walikota adalah organ-organ dari badan umum “Kabupaten”. Berdasarkan aturan hukum badan umum inilah yang dapat memiliki harta kekayaan, bukan organ pemerintahannya.

Kontrak adalah wadah yang mempertemukan kepentingan satu pihak dengan pihak lainnya dengan suatu penuntutan dalam sebuah bentuk pertukaran kepentingan yang adil. Sehingga, analisis tentang asas proporsionalitas dalam kontrak dimulai dari aspek filosofis keadilan berkontrak dianggap sangat tepat.

Posisi pemerintah dengan mitranya dalam kontrak pengadaan barang dan jasa pemerintah menurut mekanisme yang diatur oleh Perpres Nomor 16 Tahun 2018 tentang Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah tidak berada dalam kedudukan yang sama. Pemerintah selaku pembuat kontrak pengadaan mempunyai kedudukan yang lebih tinggi. Penyedia barang/jasa atau kontraktor dihadapkan pada situasi take it or leave it. Manakala kontrak itu diterima maka syarat dan kondisi dalam kontrak berlaku dan mengikat, sekalipun isinya berat sebelah. Kontrak yang demikian lazim dikategorikan pada kontrak adhesi. Artinya memang kontrak dilakukan atas persetujuan kedua belah pihak tetapi kenyataannya pemerintah bisa mengeluarkan aturan sepihak yang dapat merugikan pihak penyedia yang secara nyata melawan

(12)

48 hukum.43 Padahal Ketentuan dalam pasal 1313 KUH Perdata dapat disimpulkan bahwa perjanjian mengikat para pihak dan kesepakatan yang tercapai dari pernyataan kehendak para pihak yang menentukan sehingga terbentuknya perjanjian.

Pada dewasa ini kecenderungan makin memperlihatkan bahwa banyak perjanjian di dalam transaksi bisnis, yang terjadi bukan melalui proses negosiasi yang seimbang diantara para pihak, akan tetapi perjanjian itu dibuat oleh salah satu pihak dengan cara menyiapkan syarat-syarat baku pada suatu formulir perjanjian yang sudak dicetak kemudian disodorkan kepada pihak lain yang sudah disetujui, dengan hamper tidak memberikan kebebasan sama sekali kepada pihak lain untuk melakukan negosiasi atas syarat-syarat yang disodorkan itu.44 Perjanjian seperti ini dinamakan perjanjian baku atau perjanjian standar. Perjanjian baku ini adalah perjanjian yang menjadi tolak ukur yang dipakai sebagai patokan atau pedoman bagi setiap konsumen yang mengadakan hubungan hukum dengan penguasa.45

Selanjutnya jika melihat dari ketentuan yang mengatur hubungan kontraktual antara pemerintah sebagai pengguna jasa dan pihak swasta sebagai penyedia barang/jasa, pemerintah tidak dapat memposisikan dirinya lebih tinggi dari penyedia barang/jasa, meskipun merupakan lembaga yang melakukan tindakan-tindakan yang bersifat mengatur. Hal ini dkarenakan

43 H. Purwosusilo, Op Cit, hlm. 34-35.

44 Munir Fuady, Pengantar Hukum Bisnis (Menata Bisnis Modern di Era Global),, Citra Aditya, Jakarta, 2002, hlm. 22.

45Abdul Kadir Muhammad, Hukum Perikatan Cet-III), Citra Aditya Bakti, Bandung, 2010, hlm. 78.

(13)

49 dalam hukum perjanjian, para pihak mempunyai kedudukan yang sama, sebagaimana tercermin dalam Pasal 1338 KUH Perdata.

Sebagai subjek hukum perdata pemerintah dapat mengikatkan dirinya dengan pihak ketiga dalam hal ini penyedia barang/jasa. Hak dan kewajiban dari masing-masing pihak, sampai kepada prosedur pelaksanaannya harus diatur secara jelas dan dituangkan dalam bentuk kontrak. Jenis kontrak yang melibatkan pemerintah sebagai salah satu pihak pada dasarnya dapat dibedakan menjadi dua jenis yakni : kontrak komersial (commercial contract) dan kontrak kebijaksanaan (beleidsoverenkomst). Kontrak komersial dapat dibedakan menjadi dua jenis yakni kontrak pengadaan barang/jasa dan kontrak non pengadaan. Keterlibatan pemerintah dalam kontrak sebagai upaya melaksanakan pelayanan publik dalam bentuk pembangunan infrastruktur tergolong dalam kontrak komersial, karena pembangunan infrastruktur merupakan bagian dari kontrak pengadaan barang/jasa.46

Fungsi Pemerintah dalam pengadaan barang/jasa pemerintah yang memiliki fungsi ganda (double rule). Kontraktualisasi oleh pemerintah dilakukan dalam kapasitasnya sebagai subjek hukum privat (civil actor) dan dimungkinkan karena adanya prinsip kebebasan berkontrak. Kedua, perananan pemerintah ini dapat dibedakan, tetapi sulit dipisahkan satu dengan yang lain hal yang mana menyebabkan garis batas antara daya kerja hukum privat dan hukum publik sulit ditentukan karena terdapat kekaburan (blurring).

Kedudukan pemerintah yang istimewa dalam hubungan kontraktual itu

46 Ibid, hlm. 93.

(14)

50 terdapat baik pada fase pembentukan, fase pelaksanaan maupun fase penegakkan.47

Dalam beberapa produk perundang-undangan di Indonesia kandungan asas proporsionalitas telah diadoptir sebagai pedoman dalam menyusun kontrak-kontrak komersial tertentu. Penerimaan asas proporsionalitas dalam produk perundangan menunjukan bahwa asas ini telah menjadi bagian yang penting dalam suatu proses bisnis. Asas proporsionalitas sebagai istilah teknis yuridis telah digunakan dalam beberapa peraturan perundang-undangan di Indonesia, antara lain :48

a. Undang-Undang Nomor 18 Tahun 1999 tentang Jasa Konstruksi

Dalam Ketentuan Pasal 22 Ayat (2) dinyatakan bahwa kontrak kerja konstruksi sekurang-kurangnya harus mencakup substansi-substansi yang mencerminkan asas proporsionalitas, sebagai berikut :

1. Rumusan pekerjaan, yang memuat uraian yang jelas dan terperinci tentang lingkup kerja, nilai pekerjaan, dan batasan waktu pelaksanaannya;

2. Masa pertanggungan dan/atau pemeliharaan yang menjadi tanggung- jawab penyedia jasa;

3. Tenaga ahli, yang memuat ketentuan tentang jumlah, klasifikasi dan kualifikasi tenaga ahli untuk melaksanakan pekerjaan konstruksi;

4. Hak dan kewajiban, yang memuat hak pengguna jasa untuk memperoleh hasil pekerjaan konstruksi serta kewajibannya untuk

47 Yohanes Sogar Simamora, Op Cit, hlm. 68.

48 Agus Yudha Hernoko, Op Cit. hlm. 214 – 217.

(15)

51 memenuhi ketentuan yang diperjanjikan serta hak penyedia jasa untuk memperoleh informasi dan imbalan jasa serta kewajibannya melaksanakan pekerjaan konstruksi;

5. Cara pembayarannya, yang memuat ketentuan tentang kewajiban pengguna jasa dalam melakukan pembayaran hasil pekerjaan konstruksi;

6. Cidera janji, yang memuat ketentuan tentang tanggung-jawab dalam hal salah satu pihak tidak melaksanakan kewajiban sebagaimana diperjanjikan;

7. Penyelesaian perselisihan, yang memuat ketentuan tentang tata cara penyelesaian perselisihan akibat ketidaksepakatan.

b. Undang-undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara

Proporsionalitas dalam undang-undang ini disebutkan sebagai bagian dari asas hukum di bidang pengelolaan keuangan Negara. Penjabaran atau penjelasan konkrit tentang arti proporsionalitas dalam undang-undang ini tidak ditemukan, baik dalam batang tubuh maupun penjelasan. Mengacu kepada peraturan perundang-undangan yang berkaitan dengan aspek pengelolaan keuangan Negara, maka makna proporsionalitas menjadi sangat luas karena berkaitan dengan seluruh aspek pengelolaan keuangan Negara baik pusat maupun daerah. undang-undang ini sama sekali tidak membicarakan asas proporsionalitas dalam kaitannya dengan kontrak.49

49 H. Purwosusilo, Op Cit, hlm. 108-109.

(16)

52 c. Peraturan Presiden Nomor 16 Tahun 2018 tentang Pengadaan Barang/Jasa

Pemerintah

Dalam Pasal 69 ayat (4) Peraturan Presiden Nomor 16 Tahun 2018 disebutkan :

“Pengembalian uang muka diperhitungkan secara proporsionalitas pada setiap tahapan pembayaran”

Kemudian dalam Pasal 99 Ayat (4) disebutkan :

“Nilai jaminan uang muka secara bertahap dapat dikurangi secara proporsionalitas sesuai dengan pencapaian prestasi pekerjaan”.

Peraturan Presiden tersebut tidak memberikan penjelasan tentang maksud dari proporsionalitas di atas. Penjelasan kedua Pasal tersebut menyebutkan sudah jelas. Sesuai dengan keberadaannya sebagai aturan hukum tentang pengadaan barang/jasa pemerintah, makna kata proporsionalitas dalam kedua Pasal tersebut jelas berkaitan dengan kontrak.

Berdasarkan batasan arti proporsionalitas dalam kedua peraturan perundang-undangan di atas dapat disimpulkan, istilah proporsionalitas secara teknik digunakan sebagai suatu istilah baku, namun dalam penggunaannya memberikan makna kata proporsionalitas sesuai dengan masing-masing substansi yang terkandung dalam peraturan perundang-undangan tersebut.

Perpres Nomor 16 Tahun 2018 tentang Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah bertujuan untuk melindungi kepentingan umum melalui kontrak, namun kontrak pengadaan barang/jasa tersebut tetap saja bersifat komersial.

Artinya kedua belah pihak baik pemerintah maupun penyedia barang/jasa berorientasi pada manfaat dibuatnya kontrak. Bagi penyedia barang/jasa

(17)

53 selaku mitra, jelas bahwa yang menjadi tujuan adalah memperoleh keuntungan. Sedangkan tujuan pemerintah adalah tersedianya barang/jasa secara efektif, efisien dan bermanfaat sesuai dengan perencanaan.50

Jasa konstruksi mempunyai peranan penting dan strategis dalam pencapaian berbagai sasaran guna menunjang terwujudnya tujuan pembangunan nasional, dimana pembangunan nasional bertujuan untuk mewujudkan masyarakat adil dan makmur yang merata material dan spiritual berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar NRI Tahun 1945. Untuk itu, dirasakan perlu pengaturan secara rinci dan jelas mengenai jasa konstruksi, yang kemudian dituangkan di dalam Undang-Undang Nomor 18 Tahun 1999 tentang Jasa Konstruksi.

Jasa Konstruksi adalah layanan jasa konsultasi perencanaan pekerjaan konstruksi, layanan jasa pelaksanaan pekerjaan konstruksi, dan layanan jasa konsultasi pengawasan pekerjaan konstruksi terdiri dari pengguna jasa dan penyedia jasa. Pengguna jasa dan penyedia jasa dapat merupakan orang perseorangan atau badan usaha baik yang berbentuk badan hukum maupun yang bukan berbentuk badan hukum. Penyedia jasa konstruksi yang merupakan perseorangan hanya dapat melaksanakan pekerjaan konstruksi yang berisiko kecil, yang berteknologi sederhana, dan yang berbiaya kecil.

Sedangkan pekerjaan konstruksi yang berisiko besar dan/atau yang berteknologi tinggi dan/atau yang berbiaya besar hanya dapat dilakukan oleh

50 H. Purwosusilo, Op Cit, hlm. 36.

(18)

54 badan usaha yang berbentuk perseroan terbatas atau abdan usaha asing yang dipersamakan.

Penyedia jasa konstruksi yang berbentuk badan usaha harus : a) Memenuhi ketentuan perizinan usaha di bidang jasa konstruksi

b) Memiliki sertifikat, klasifikasi, dan kualifikasi perusahaan jas konstruksi.

Standar Klasifikasi dan kualifikasi keahlian kerja adalah pengakuan tingkat keahlian kerja setiap badan usaha baik nasional maupun asing yang bekerja di bidang usaha jasa konstruksi. Pengakuan tersebut diperoleh melalui ujian yang dilakukan oleh badan/lembaga yang bertugas untuk melaksanakan tugas-tugas tersebut. Proses untuk mendapatkan pengakuan tersebut dilakukan melalui kegiatan registrasi, yang meliputi klasifikasi, kualifikasi, dan sertifikasi. Dengan demikian, hanya badan usah yang memiliki sertifikasi tersebut yang diizinkan untuk bekerja di bidang usaha jasa konstruksi.

Berkenaan dengan izin usaha jas konstruksi, telah diatur lebih lanjut dalam Pasal 14 Peraturan pemerintah Nomor 28 Tahun 2000 tentang Usaha dan Peran Masyarakat Jasa Konstruksi juncto Peraturan Pemerintah Nomor 4 Tahun 2010 tentang Perubahan atas PP Nomor 28 Tahun 2000 dan Keputusan Menteri Permukiman dan Prasarana Wilayah Nomor 369/KPT/M/2001 tentang Pedoman Pemberian Izin Usaha Jasa Konstruksi Nasional. Pengikatan dalam hubungan kerja jasa konstruksi dilakukan berdasarkan prinsip persaingan yang sehat melalui pemilihan penyedia jasa dengan cara pelelangan umum atau terbatas, dan dalam keadaan tertentu, penetapan penyedia jasa dapat dilakukan dengan cara pemilihan langsung atau

(19)

55 penunjukan langsung. Pemilihan penyedia jasa harus mempertimbangkan kesesuaian bidang, keseimbangan antara kemampuan dan beban kerja, serta kinerja penyedia jasa.

Badan-badan usaha yang dimiliki oleh satu atau kelompok orang yang sama atau berada pada kepengurusan yang sama tidak boleh mengikuti pelelangan untuk satu pekerjaan konstruksi secara bersamaan. Berkenaan dengan tata cara pemilihan jasa ini, telah diatur lebih lanjut dalam Peraturan Pemerintah Nomor 29 Tahun 2000 tentang Penyelenggaraan Jasa Konstruksi juncto Peraturan pemerintah Nomor 59 Tahun 2010 tentang Perubahan atas PP Nomor 29 Tahun 2000 tentang Penyelenggaraan jasa Konstruksi.

Pengaturan hubungan kerja konstruksi antara pengguna jasa dan penyedia jasa harus dituangkan dalam kontrak kerja konstruksi. Suatu kontrak kerja konstruksi dibuat dalam Bahasa Indonesia dan dalam hal kontrak kerja konstruksi dengan pihak asing, maka dibuat dalam bahasa Indonesia dan bahasa Inggris.

Suatu kontrak kerja konstruksi sekurang-kurangnya harus mencakup uraian mengenai :

a) Para Pihak;

b) Rumusan Pekerjaan;

c) Masa pertanggungan dan/atau pemeliharaan;

d) Tenaga ahli;

e) Tata cara pembayaran;

f) Cidera janji;

(20)

56 g) Penyelesaian perselisihan;

h) Pemutusan kontrak kerja konstruksi;

i) Keadaan memaksa (force majeure);

j) Kegagalan bangunan;

k) Perlindungan pekerja;

l) Aspek lingkungan.

Sehubungan dengan kontrak kerja konstruksi untuk pekerjaan perencanaan, harus memuat ketentuan tentang ha katas kekayaan intelektual.

Uraian mengenai rumusan pekerjaan meliputi lingkup kerja, nilai pekerjaan, dan batasan waktu pelaksanaan. Rincian lingkup kerja ini meliputi :

a) Volume pekerjaan, yakni besaran pekerjaan yang harus dilaksanakan;

b) Persyaratan administrasi, yakni prosedur yang harus dipenuhi oleh para pihak dalam mengadakan interaksi;

c) Persyaratan teknik, yakni ketentuan keteknikan yang wajib dipenuhi oleh penyedian jasa;

d) Pertanggungan atau jaminan yang merupakan bentuk perlindungan antara lain untuk pelaksanaan pekerjaan, penerimaan uang muka, kecelakaan bagi tenaga kerja dan masyarakat;

e) Laporan hasil pekerjaan konstruksi, yakni hasil kemajuan pekerjaan yang dituangkan dalam bentuk dokumen tertulis.

Sedangkan nilai pekerjaan yakni mencakup jumlah besaran biaya yang akan diterima oleh penyedia jasa untuk pelaksanaan keseluruhan lingkup pekerjaan. Batasan waktu pelaksanaan adalah jangka waktu untuk

(21)

57 menyelesaikan keseluruhan lingkup pekerjaan termasuk masa pemeliharaan.

Masyarakat juga memiliki peran dalam suatu penyelenggaraan pekerjaan jasa konstruksi, diantaranya untuk :

a) Melakukan pengawasan untuk mewujudkan tertib pelaksanaan jasa konstruksi;

b) Memperoleh penggantian yang layak atas kerugian yang dialami secara langsung sebagai akibat penyelenggaraan konstruksi;

c) Menjaga ketertiban dan memenuhi ketentuan yang berlaku di bidang pelaksanaan jas konstruksi;

d) Turut mencegah terjadinya pekerjaan konstruksi yang membahayakan kepentingan umum.

Masyarakat jasa konstruksi merupakan bagain dari masyarakat yang mempunyai kepentingan dan/atau kegiatan yang berhubungan dengan usaha dan pekerjaan jasa konstruksi. Masyarakat jas konstruksi ini diselnggarakan melalui suatu forum jas konstruksi yang dilakukan oleh suatu lembaga yang independen dan mandiri. Forum ini bersifat mandiri dan memiliki serta menjunjung tinggi kode etik profesi. Peran masyarakat jasa konstruksi ini diatur lebih lanjut dalam Peraturan Pemerintah Nomor 4 Tahun 2010.

Pemerintah juga memiliki peran dalam penyelenggaraan suatu jas konstruksi, yaitu melakukan pembinaan jasa konstruksi dalam bentuk pengaturan, pemberdayaan, dan pengawasan. Pengaturan yang dimaksud dilakukan dengan menerbitkan peraturan perundang-undangan dan standar- standar teknis. Sedangkan pemberdayaan dilakukan terhadap usaha jasa

(22)

58 konstruksi dan masyarakat untuk menumbuhkembangkan kesadaran akan hak, kewajiban, dan perannya dalam pelaksanaan jas konstruksi. Selanjutnya mengenai pengawasan, dilakukan terhadap penyelenggaraan pekerjaan konstruksi untuk menjamin terwujudnya ketertiban jasa konstruksi sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

Referensi

Dokumen terkait

didasarkan kompetensi yang sesuai dengan keahlian dan ketrampilan tertentu di bidang kedokteran.17 Pada Mukadimah Kode Etik Kedokteran Indonesia yang tertuang dalam Keputusan Menteri

derden beding suatu perjanjian yang dibuat oleh pihak untuk kepentingan pihak ke tiga Hubungan Hukum Dagang Dan Hukum Perdata Pengertian Hukum dagang adalah hukum yg mengatur masalah