See discussions, stats, and author profiles for this publication at: https://www.researchgate.net/publication/346495971
PEMBUATAN BRIKET KOKAS DARI BATU BARA LIGNITE DENGAN BINDER RECOVERED OIL DAN ADDITIVE DAMDEX
Article in Teknika Jurnal Sains dan Teknologi · June 2011
DOI: 10.36055/tjst.v8i1.6704
CITATIONS
0
READS
1,128
2 authors, including:
Erlina Yustanti UNTIRTA
41PUBLICATIONS 100CITATIONS SEE PROFILE
PEMBUATAN BRIKET KOKAS DARI BATU BARA LIGNITE DENGAN BINDER RECOVERED OIL
DAN ADDITIVE DAMDEX
Erlina Yustanti*
Iskandar Muda**
*Jurusan Teknik Metalurgi FT.Untirta
**Div Mj Energi & Sumber Daya, PT.Krakatau Steel (Persero), Tbk
*e-mail:[email protected]
**e-mail:[email protected]
ABSTRAK
Cadangan batu bara Indonesia dewasa ini berjumlah sekitar 18,7 miliar ton yang terdiri dari batu bara berkualitas rendah, yaitu lignite (49%) yang berjumlah paling banyak. Melimpahnya batu bara di Indonesia adalah merupakan modal utama untuk dapat dimanfaatkan dalam pembuatan briket kokas.
Untuk meningkatkan kualitas briket kokas perlu dilakukan coal blending. Binder dari recovered oil dengan komposisi 5, 10, 15, 20 dan 25% ditambah additive damdex sebanyak 8%. Dengan menggunakan temperatur rekarbonisasi 800, 850, 900, 950 dan 10000C selama 4 jam. Penelitian ini bertujuan untuk membuat briket kokas yang memiliki karbon tetap, nilai kalori, dan nilai kuat tekan yang tinggi sehingga dapat digunakan pada industri pembuatan besi baja menggunakan teknologi blast furnace. Hasil penelitian menunjukan bahwa batu bara yang nilai karbon tetap awalnya 40,05% setelah dikarbonisasi meningkat menjadi 80,39%. Kemudian setelah dicampurkan dengan recovery oil ditambah additive damdex, direkarbonisasi nilai karbon tetap naik menjadi 85,66-91,22%. Nilai kalori briket kokas yang dihasilkan sebesar 6633,75-7311,2 kal/gram. Nilai kuat tekan yang dihasilkan sebesar 62,78-71,09 Kg/cm2.Pembuatan briket kokas berhasil dilakukan, dengan parameter optimum proses pada temperatur 10000C, binder 10%, dengan nilai kadar karbon 89,36%, kalori 7105,4 kal/gram, dan kuat tekan 71,09 Kg/cm2.
Kata kunci:briket kokas, binder, coal blending, recovered oil, karbonisasi.
ABSTRACT
Indonesian coal reserves currently total about 18,7 billion tons of low-quality coal, namely lignite (49%), amounting to at most. The abundance of coal in Indonesia is a major capital to be used in the manufacture of coke briquettes. To improve the quality briquette blending coking coal needs to be done. Binder of the recovered oil with a composition of 5, 10, 15, 20 and 25% plus additive damdex as much as 8%. By using temperature rekarbonisasi 800, 850, 900, 950 and 1000 0C for 4 hours. This study aims to make coke briquettes which have fixed carbon, calorific value and high compressive strength values that can be used in the manufacture of steel using blast furnace technology. The result showed that the value of coal fixed carbon 40.05% after carbonised initially increased to 80.39%. Then, after mixed with oil recovery additive plus damdex, direkarbonisasi fixed carbon value rose to 85.66 to 91.22%. Calorific value of coke briquettes produced at 6633.75 to 7311.2 cal / gram. The resulting compressive strength value of 62.78 to 71.09 Kg/cm2.Pembuatan coke briquettes is successful, the optimum process parameters on the temperature of 1000 0C, binder 10%, with a value of 89.36% carbon content,
calories 7105.4 cal / g, and compressive strength of 71.09 kg/cm2.
Key words: coke briquettes, binders, coal blending, recovered oil, carbonization.
1.Pendahuluan
Batu bara merupakan bahan organik yang berasal dari tumbuh-tumbuhan mati, dan terbentuk melalui proses yang sangat kompleks, yang membutuhkan waktu yang sangat lama, hingga ratusan juta tahun, serta dipengaruhi oleh beberapa faktor fisika, kimia dan geologi. Unsur-unsur utamanya terdiri dari karbon, hidrogen dan oksigen.
Indonesia memiliki jumlah sumber daya batu bara yang sangat besar, sekitar 93,4 miliar ton. Sumber daya adalah belum dilakukan ekplorasi detail, yaitu masih dalam tahap hipotetik, tereka dan terunjuk. Lokasi sumber batu bara terpusat di Pulau Kalimantan
(53%) dan Pulau Sumatera (47%), sementara sisanya terletak di Pulau Jawa, Sulawesi, dan Papua. Cadangan batu bara Indonesia sendiri saat ini berjumlah sekitar 18,7 miliar ton yang terdiri dari batu bara berkualitas rendah, yaitu lignite (49%), dan sub- bituminous (26%), dan batu bara berkualitas tinggi yaitu bituminous (24%) dan antrachite (1%). Batu bara berkualitas rendah ditandai dengan kandungan air yang tinggi dan karbon tetap yang rendah. Sementara itu, batu bara berkualitas tinggi memiliki kandungan air yang rendah dan karbon tetap yang tinggi, dan umumnya dijual ke pasar ekspor internasional. [Iskandar, 2006]. Batubara berdasarkan penggunaannya dapat juga dibagi atas dua kelompok yaitu coking coal dan non coking coal. Untuk batubara yang berada di Indonesia kebanyakan adalah jenis non coking coal.
Untuk membuat besi kasar (pig iron) dengan blast furnace pada saat ini digunakan reduktor kokas. Kokas ini terbuat dari batubara jenis coking coal. Disamping sebagai reduktor fungsi utama lainnya dari kokas di dalam blast furnace (tanur tinggi) adalah untuk mendapatkan permeabilitas, yaitu dengan menjaga pada waktu tertentu kokas belum habis terbakar dan terakhir harus tetap mendukung material di atasnya.
Dengan demikian kokas mempunyai kekuatan tekan yang tinggi di atas 300 Kg/cm2. Untuk menggunakan blast furnace dengan kapasitas besar satu juta ton ke atas, memang diperlukan kokas dengan kekuatan tinggi. Namun untuk blast furnace yang kecil dengan kapasitas 100 000 ton/tahun tidak diperlukan kekuatan yang tinggi, sehingga dicoba dengan menggunakan briket kokas. atas dasar itulah penelitian ini dilakukan. Batubara yang digunakan dalam pembuatan briket kokas adalah jenis non coking coal, dengan demikian perlu penambahan pengikat (binder) pada batubara ini agar dapat mempunyai kekeuatan yang relatif tinggi.
Pada saat ini PT. Krakatau Steel sedang melalukan penelitian pemanfaatan limbah hasil rolling yang begitu banyak terdapat di Pabrik Pencanaian Baja Lembaran Dingin. Recovery (daur ulang) rolling oil bekas ini menghasilkan recovered oil dengan kadar logam (Fe) tinggi, berwarna gelap, bilangan peroksida tinggi, dan fraksi tak tersabunkan yang tinggi. Karakter recovered oil tersebut secara tidak langsung menurunkan kinerja kerja pelumasan pada proses pengerolan dingin plat baja.
[Nasution, 1996]. Selain itu recovered oil yang termasuk hidrokarbon dapat meningkatkan nilai karbon tetap (fixed carbon) dan bahan tambahan damdex yang dapat meningkatkan mampu kuat tekan pada briket kokas.
Tujuan penelitian adalah untuk mengetahui pengaruh temperatur rekarbonisasi dan komposisi bahan pengikat recovered oil dan penambahan additive damdex terhadap nilai karbon tetap, nilai kalori optimum untuk mengetahui mampu pembakaran dari briket kokas dan kemampuan kuat tekan pada briket kokas untuk mengetahui kekuatan pecah briket kokas akibat dari tekanan pada blast furnace
Untuk meningkatkan kualitas batubara perlu dilakukan proses pemanasan awal (karbonisasi) dengan campuran bahan pengikat (binder) yang kemudian akan dibentuk briket, yang disebut dengan coal blending. Sehingga penggunaan briket kokas tersebut lebih mudah dimanfaatkan. Beberapa bahan pengikat yang dapat digunakan untuk pembuatan kokas antara lain aspal, tepung kanji dan lempung tanah liat. Bahan pengikat yang digunakan dalam penelitian ini berasal dari recovered oil proses rolling. Dari penelitian yang sudah pernah dilakukan dilaporkan bahwa recovered oil menghasilkan hidrokarbon dan terbebas dari kandungan air [Nasution, 1996]. Disamping itu juga digunakan bahan tambahan (additive) yaitu produk damdex yang berfungsi sebagai pengeras. Kokas yang dihasilkan dapat digunakan untuk pembuatan kokas metalurgi pada industri pembuatan besi baja, terutama yang menggunakan teknologi blast furnace, yang menggunakan kokas sebagai bahan bakar dan reduktor. Temperatur pemanasan kembali (rekarbonisasi) yang digunakan divariasikan mulai dari 800, 850, 900, 950 sampai dengan 1000 0C selama 4 jam. Dilakukan variasi komposisi bahan pengikat
recovered oil mulai dari 5, 10, 15, 20 sampai dengan 25%. Bahan tambahan damdex digunakan sebanyak 8% pada setiap sampel uji.
2.Fundamental.
Batu bara adalah campuran kompleks zat-zat yang berasal dari fosil tumbuh-tumbuhan, yang telah mengalami proses perubahan kimia dan fisika di dalam bumi selama bertahun-tahun. Selulosa dari tumbuhan tersebut mengalami penguraian oleh bakteri di bawah kondisi anaerobic, berair, perubahan tekanan dan temperatur yang tinggi akibat aksi-aksi geologis. Selama proses penguraian, hidrogen dan oksigen secara bertahap akan lepas. Sehingga makin tua batu bara, kandungan hidrogen dan oksigen semakin kecil, atau adanya magma panas yang mendekat akan menyebabkan kadar air, volatile matter dapat menguap. Hal ini memberikan dampak positif bahwa kandungan karbon dan nilai kalorinya semakin meningkat. Urutan jenis batu bara berdasarkan peringkat nilai kalori yang tertinggi sampai yang terendah dengan urutan sebagai berikut:anthracite (7500 kkal/kg), bituminous (6000-7500 kal/kg), sub bituminous (5000-6000 kkal/kg), lignite (4000-5000 kkal/kg). Batu bara peat dan lignite jarang digunakan dalam industri metalurgi. Umumnya digunakan untuk bahan bakar pembangkit tenaga listrik dan industri gas. Anthracite jarang didapat dan harganya mahal. Umumnya digunakan sebagai carburizing dan deoxydizing agent. Bituminous coal jenis coking coal adalah jenis yang paling penting, karena merupakan bahan baku utama pembuatan kokas metalurgi (Metallurgical Coke). Secara garis besar batu bara terdiri dari komponen-komponen sebagai berikut: [Koestoer, 1997]
Air (moisture), yang terdiri dari air yang terdapat di dalam batu bara (inherent moisture) serta air yang terdapat pada permukaannya (adherent moisture). Moisture batu bara adalah air yang menguap dari batu bara apabila dipanaskan sampai 105-110
0C.
Batu bara murni (pure coal), yaitu zat-zat organik yang merupakan jaringan karbon dan hidrogen (hidrokarbon) serta sejumlah kecil nitrogen, sulfur dan oksigen yang terikat secara organik.
Bahan-bahan mineral (mineral matter), yang terdiri dari zat-zat anorganik yang akan menjadi abu bila batu bara dibakar, seperti lempung, batu pasir, dan zat-zat lain seperti sulfur oksida serta karbondioksida.
Tergantung pada kegunaan data yang dibutuhkan, analisa kimia batu bara dapat diklasifikasikan sebagai berikut [Utomo, 2006]:Analisa Ultimat (Ultimate Analysis) adalah analisa kimia yang menentukan jumlah langsung kandungan unsur-unsur seperti karbon, hidrogen, oksigen, nitrogen, sulfur, dalam batu bara dengan kondisi dasar kering (dry basis). Analisa Proksimat (Proximate Analysis) meliputi analisa penentuan jumlah kandungan kadar air (moisture), abu (Ash), zat terbang atau zat yang mudah menguap (volatile matter/VM), hilang pijar (HP) dan karbon tetap (fixed carbon).
Kandungan dinyatakan dalam % berat. Nilai analisa proksimat adalah nilai pendekatan, hasilnya tergantung pada prosedur analisa yang digunakan. Hasil analisa akan bervariasi, tergantung pada temperatur dan lama waktu pemanasan, kondisi atmosfer dan jenis crucible yang digunakan. Nilai % karbon tetap dan abu, merupakan nilai hipotesis, karena tidak langsung ditentukan dalam pengujian tetapi hasil perhitungan.
Proses pembakaran batu bara pada temperatur tertentu terjadi beberapa perubahan fisik pada komponen batu bara. Kadar air akan menguap. Mineral akan terbakar meninggalkan residu yang disebut dengan abu, dan menguapkan sedikit zat terbang
yang kemudian terukur sebagai bagian kecil dari zat terbang. Zat organik (organic matter) akan meninggalkan residu karbon yang disebut dengan karbon tetap, serta gas hidrokarbon ringan yang menguap sebagai zat terbang. Zat organik adalah satu-satunya komponen batu bara yang menghasilkan kalori pada proses pembakaran. Semakin besar nilai karbon tetap ditambah zat terbang semakin besar juga nilai kalorinya, dapat dilihat pada Gambar 1. Atau jika mengkorelasikan nilai kalori dengan kadar air ditambah abu maka akan diperoleh hubungan linier dengan correlation coefficient mendekati nilai satu namun arahnya berlawanan. Semakin besar nilai kandungan kadar air ditambah abu maka semakin kecil nilai kalorinya, dapat dilihat pada Gambar 2. [Yakub, 1996]
Gambar 1. Hubungan Karbon Tetap+Zat Terbang dengan Nilai Kalori [Yakub, 1996]
Gambar 2. Hubungan Kadar Air+Abu denganNilai Kalori [Yakub, 1996]
Kandungan lainnya yang diukur sebagai parameter batu bara adalah kadar sulfur dan nilai kalori. Sulfur terkandung dalam batu bara ada tiga bentuk, yaitu pyretic sulphur, sulphate sulphur dan organic sulphur. Pengujian yang mengukur keseluruhan sulfur yang terkandung dalam batu bara disebut dengan total sulfur. Dalam penelitian ini dilakukan analisa total sulfur. Organic sulphur terkandung dalam komponen organic matter dan tidak dapat dipisahkan dari batu bara. Pyretic sulphur dan sulphate sulphur terkandung dalam komponen mineral. Umumnya sulphate sulphur dalam batu bara jumlahnya kecil (<0,02%). Jika hasil analisa sulphate sulphur cukup besar dapat disimpulkan bahwa contoh batu bara tersebut telah teroksidasi.
Analisa proksimat untuk berbagai jenis batu bara diberikan dalam Tabel 1. Batu bara Indonesia dapat bersaing dengan batu bara India dan Afrika Selatan, karena walaupun kadar air dan zat terbang tinggi tetapi abunya rendah. Nilai karbon tetap batu bara Indonesia lebih tinggi dari pada India dan mendekati Afrika Selatan.
Tabel 1. Analisa Proximate Untuk Berbagai Batu Bara Parameter Batu bara
India, %
Batu bara Indonesia, %
Batu bara Afrika Selatan, %
Kadar air 5,98 9,43 8,5
Abu 38,63 13,99 17
Zat Terbang 20,70 29,79 23,28
Karbon Tetap 34,69 46,79 51,22
Kadar Air + Abu (%)
Nilai Kalori(Kal/g ) Nilai Kalori (Kal/g)
Karbon Tetap + Zat Terbang (%)
Pada Tabel 2. lignite merupakan jenis batu bara yang mengandung unsur karbon dan nilai kalori sangat kecil, kebalikannya kadar air, zat terbang, dan abu sangat tinggi.
Namun di Indonesia, jenis batu bara lignite yang paling banyak terdapat di alam.
Tabel 2.Komposisi Kimia Rata-rata Bermacam-macam Batu Bara [Gilchrist, 1977]
Jenis
Ultimate Analysis
(%) Proximate Analysis (%)
C H O Moistur
e
Volatile Matter Ash
Peat 60 6 34 20 70/60 1/10
Lignitee 70 8 22 15 50/40 8/12
Sub
Bitominous
75/
82 6/5 20/12 10 40/30 5/10
Bitominous 82/
90 6/4-5 12/3 2 35/20 5
Semi Antrhacite
91/
95 4 4 1 10 5
Antrhacite 94 3 2 1 8 3
Bahan Pengikat (Binder) Untuk Briket Kokas
Kokas alam terbuat dari batubara jenis coking coal, batubara ini bila dipanaskan akan menjadi kokas dengan kekuatan tekan yang tinggi. Batubara di Indonesia kebanyakan jenis non coking coal, sehingga untuk membuat briket kokas diperlukan bahan pengikat. Briket kokas adalah hasil produk pembriketan (briquetting) partikel- partikel padatan batu bara dicampurkan bahan pengikat, melalui proses pencetakan pada tekanan tertentu dan dikarbonisasi atau tanpa karbonisasi. Bahan pengikat yang digunakan pada penelitian ini adalah recovered oil. Recovered oil ini diperoleh dari hasil roling oil nabati yang sudah di recovery (daur ulang) di Pabrik Pencanaian Baja Lembaran Dingin PT. Krakatau Steel. Recovered oil mengandung hidrokarbon, senyawa aldehid, asam organik rantai pendek dan senyawa polimer. Kadar unsur besi, mangan, magnesium, krom, seng, dan kalsium terkandung dalam recovered oil, terutama unsur besi dalam jumlah besar. Unsur ini berasal dari plat baja yang terkikis selama proses pengerolan dingin [Nasution,1996]. Selain menggunakan bahan pengikat, digunakan juga bahan tambahan damdex. Damdex digunakan sebagai bahan tambahan untuk meningkatkan aspek mekanik seperti nilai kuat tekan briket kokas.
Penggunaan Batu Bara dan Kokas Untuk Blast Furnace
Blast furnace merupakan tungku dengan rangka baja yang tingginya dapat mencapai 30 meter. Lapisan tungku menggunakan bahan refraktori yang tahan pada temperatur mendekati 20000C. Tungku akan dipergunakan secara kontinyu selama 4-10 tahun tanpa berhenti kecuali pada saat dilakukan pemeliharaan rutin. Blast furnace digunakan untuk membuat cairan logam besi dengan cara melebur bahan mentah berupa besi oksida dalam bentuk pellet, kokas, batu gamping dengan tiupan udara panas yang temperaturnya mencapai 1000 0C. Persyaratan mutu batu bara untuk pembuatan kokas sangat berbeda dengan persyaratan mutu batu bara untuk bahan bakar. Batu bara yang digunakan untuk pembuatan kokas hanyalah batu bara pada kelas tertentu, terutama harus coking coal, dengan batasan mutu yang sangat ketat. Sedangkan persyaratan mutu batu bara untuk bahan bakar sangat sederhana, cukup memiliki nilai kalori yang cukup besar sesuai dengan sistem pembakaran yang dipergunakan, Kokas merupakan bahan mentah terpenting dalam blast furnace, karena berhubungan dengan kerja blast furnace dan mutu cairan logam besi yang dihasilkan. Kokas bermutu tinggi harus mampu
memperlancar penurunan beban yang ada di blast furnace, memiliki jumlah pengotor sekecil mungkin, energinya tinggi, memiliki daya reduksi metal tinggi dan memiliki permeabilitas optimum.Penggunaan kokas bermutu tinggi pada blast furnace dapat meningkatkan produktivitas, menurunkan biaya produksi dan menurunkan tingkat pemakaian kokas. Pada Tabel 3. diuraikan standar kokas untuk blast furnace.
Tabel 3. Sifat Kimia Standar Kokas Untuk Bast Furnace [Tsai, 1981]
Sifat kimia Moisture (%, adb)
Volatile matter (%, adb) Fixed carbon (%, adb) Ash (%, adb)
Sulfur (%, adb)
Nilai kalori (kkal/kg, adb)
< 5%
< 2%
85–90%
9–10%
< 1,2%
6800–7169 Karbonisasi
Karbonisasi adalah proses pembakaran batu bara tanpa adanya aliran oksigen.
Proses ini dapat dilakukan pada temperatur rendah (<7000C), temperatur sedang (700- 9000C) maupun pada temperatur tinggi (>900 0C). Tujuan pemanasan pada temperatur berbeda ialah mendapatkan beragam produk yang disebabkan oleh perbedaan perubahan fisik selama proses pemanasan batu bara tertentu berlangsung. Pada penelitian ini dilakukan proses karbonisasi pada temperatur 9000C [Yakub, 1999]
Proses karbonisasi batu bara sangat kompleks, tahapan prosesnya sebagai berikut:
[Utomo, 2006]
1. Proses penguraian awal (primary breakdown) batu bara pada temperatur di bawah 700 0C. Batu bara berdekomposisi menjadi produk-produk antara lain air, oksida, karbon, hidrogen, dan senyawa-senyawa yang mengandung nitrogen.
2. Proses reaksi termik antara produk-produk yang dihasilkan pada tahap peruraian di atas, ketika produk-produk tersebut melewati lapisan kokas panas, terjadi proses sintesa dan degradasi. Pada temperatur di atas 700 0C terbentuk gas hidrogen, hidrokarbon aromatik dan methane dalam jumlah besar. Disamping itu, terjadi dekomposisi senyawa-senyawa kompleks yang mengandung nitrogen, menjadi amonia, HCN, pyridine, dan nitrogen.
3. Terjadi pelepasan hidrogen dari residue, sehingga terbentuk kokas (residue) yang keras.
4. Semakin sulit mendapatkan coking coal dengan kualitas yang baik, dilakukanlah usaha untuk dapat menggunakan coking coal yang kualitasnya lebih rendah, atau penggunaan non coking coal seperti pada penelitian ini.
3.Metodologi Penelitian
Gambar 3. Diagram Alir Penelitian Peralatan yang Digunakan:
Muffle furnace, electronic moisture balance, carbon sulfur determinator, disk mill, jaw crusher, rod mill, vibrating screen, mesin press, isoperibol bomb calorimeter AC-350, cawan porselin, exicator, timbangan, penjepit, mangkuk keramik (crucible), sarung tangan, mangkuk pengaduk, ayakan, wadah pemanasan briket kokas, cetakan briket kokas
Bahan yang Digunakan:
Bahan baku utama batu bara jenis lignite dari PT. Batu bara Duaribu Abadi yang berasal dari daerah Kalimantan, bahan pengikat recovered oil hasil proses rolling di Pabrik Pencanaian Baja Lembaran Dingin, PT. Krakatau Steel, cairan kimia damdex sebagai bahan tambahan.
Prosedur Percobaan
Bahan baku material batu bara yang dipakai dalam penelitian ini yaitu jenis lignite. Sebelum batu bara terlebih dahulu dianalisa proksimat untuk mengetahui kadar air, sulfur, zat terbang, hilang pijar (HP). Dan untuk mengetahui nilai karbon tetap dan abu diperoleh dari hasil perhitungan. Langkah-langkah pelaksanaan dan perhitungan
Menentukan Hilang Pijar (HP)
1. Cawan kosong ditimbang hingga konstan, misal A gram.
2. Cawan dan sampel (± 1 gram) ditimbang, misal B gram.
3. Dipijarkan dalam furnace pada temperatur 1000 0C selama 24 jam atau sampai berat konstan.
4. Didinginkan dalam exicator, kemudian ditimbang, misal C gram.
% 100
%
A B
C HP B
Menentukan Zat Terbang (VM)
1. Cawan kosong ditimbang hingga konstan, misal A gram.
2. Cawan dan sampel (± 3 gram) ditimbang, misal B gram.
3. Dipijarkan dalam furnace pada temperatur 10000C selama 8 menit.
4. Didinginkan dalam exicator, kemudian ditimbang, misal C gram.
% 100
%
A B
C VM B
Penentuan Kadar Air (H20)
Kadar H2O ditentukan dengan alat yaitu Elektronic Moisture Balance, dengan temperatur 1100C selama 4 jam.
Penentuan Kadar Sulfur
Kadar sulfur ditentukan dengan alat yaitu Carbon Sulfur Determinator.
Penentuan Kadar Karbon Tetap
Kadar karbon tetap ditentukan secara perhitungan berikut:
%Karbon Tetap = %Hilang Pijar - %Zat Terbang
Penentuan Kadar Abu
Kadar abu ditentukan secara perhitungan berikut:
%Abu = 100% - %HP
Selanjutnya batu bara tersebut dihancurkan dengan menggunakan alat Jaw Crusher. Kemudian dilakukan penggilingan dengan menggunakan alat Rod Mill. Hasil penggilingan dipisahkan menggunakan alat mesin Vibrating Screen dengan urutan ayakan 20, 30, dan 40#. Hasil ayakan ukuran +40 mesh langsung digunakan untuk proses selanjutnya yaitu karbonisasi, tetapi untuk ukuran diatas 40 mesh kembali dilakukan penggilingan. Pengolahan bahan baku ini dilakukan dengan tujuan untuk membuat partikel bakan baku bisa lebih kecil dan homogen, sehingga akan lebih mudah dalam pencampuran. Dalam penyimpanan ukuran 40 mesh tidak mudah ikut tertiup angin.
Semua batu bara yang akan digunakan dilakukan proses pemanasan awal (karbonisasi) pada temperatur 900 0C selama 4 jam. Sebagai perbandingan batu bara sebelum dengan sesudah karbonisasi awal, guna mengetahui nilai karbon yang terkandung meningkat atau tidak maka dilakukan analisa proksimat kembali. Batu bara mulai dicampurkan dengan bahan pengikat recovered oil yang sudah dianalisa, dan ditambahkan bahan tambahan damdex. Pencampuran bahan pengikat dilakukan bervariasi, yaitu 5, 10, 15, 20 dan 25% dengan penambahan damdex pada masing- masing sampel sebanyak 8%. Batu bara, recovered oil dan damdex ditimbang sesuai dengan komposisi dan diaduk merata.
Setelah itu sampel diproses briquetting. Proses ini menggunakan mesin Press dengan tekanan 150 kg/cm2. Bentuk briket adalah tabung penuh dengan ukuran 57,5 cm. Briket direkarbonisasi dengan variasi temperatur yaitu 800, 850, 900, 950 dan 1000
0C selama 4 jam menggunakan alat Muflle Furnace.
Hasil dari rekarbonisasi dilakukan beberapa pengujian, diantaranya yaitu pengujian mekanik (kuat tekan), pengujian komposisi kimia (proximate analysis), dan
F F
a b c
Briket kokas
pengujian nilai kalori. Pengujian kuat tekan dilakukan untuk mengetahui nilai kekuatan tekan tertinggi dari briket kokas. Pengujian kuat tekan mengunakan metode Brazilian Test yang dapat dilihat pada Gambar 4. Pengujian ini dilakukan dengan menggunakan alat uji tekan. Pada tahap a, pelat atas bergerak turun sampai menyentuh briket kokas.
Gambar 4. Skema Uji Tekan Briket Kokas [Freitas, 2006]
Pada tahap a, pelat atas bergerak turun sampai menyentuh briket kokas. Pada tahap b, alat uji mulai memberikan beban. Nilai beban yang diberikan secara kontinyu meningkat sampai briket kokas mengalami pecah seperti yang ditunjukkan tahap c.
Nilai beban yang tercatat pada saat briket kokas hancur adalah nilai kuat tekan briket kokas.Pengujian analisa proksimat dilakukan untuk mengetahui kadar karbon tetap yang terkandung dalam briket kokas. Pengujian komposisi kimia melalui analisa proksimat dilakukan sama pada proses sebelumnya. Analisa nilai kalori dilakukan untuk mengetahui nilai kalori optimum yang terdapat pada briket kokas. Untuk pemeriksaan nilai kalori menggunakan alat Isoperibol Bomb Calorimeter AC-350 yang mengacu pada ASTM D5865. Sedangkan bahan yang digunakan adalah briket kokas batu bara yang telah dihaluskan dengan ukuran partikel 200 mesh. Langkah-langkah analisa nilai kalori sebagai berikut:
4.Hasil Penelitian dan Pembahasan.
Material utama penyusun batu bara, yang merupakan faktor penentu kualitas batu bara adalah karbon tetap. Namun di dalam setiap batu bara juga terkandung komponen lain seperti HP (Hilang Pijar), kadar air (Moisture), sulfur, abu (Ash), dan material-material lain yang akan hilang apabila dibakar seperti zat terbang (Volatile Matter). Bahan baku batu bara yang digunakan dibandingkan komposisinya dengan batu bara setelah proses karbonisasi awal terjadi perubahan. Komposisi HP, air, zat terbang, sulfur terjadi penurunan setelah proses karbonisasi. Jumlah nilai tersebut berbanding terbalik pada abu dan karbon tetap yang meningkat setelah proses karbonisasi. Nilai karbon tetap yang awalnya 40,05% setelah diproses karbonisasi meningkat menjadi 80,39%. Proses karbonisasi yang dilakukan dapat dikatakan berhasil, karena dapat meningkatkan nilai karbon tetap serta mengurangi kadar air dan zat terbang. Hal ini dilakukan karena untuk menjadi kokas nilai karbon tetap harus tinggi, minimum 70%. Pada Tabel 4. ini diperlihatkan data hasil rata-rata analisa HP, air, zat terbang, karbon tetap, abu dan sulfur pada batu bara jenis lignite.
Tabel 4. Karakteristik Batu Bara Komposisi Kimia
(%)
Batu Bara Lignite
Sebelum Karbonisasi Setelah Karbonisasi 900oC HP
Kadar Air Zat Terbang Karbon Tetap
98,69 6,82 50,24 40,05
84,03 0,97 1,60 80,39
Abu Sulfur
1,30 1,56
15,96 1,05
Variasi temperatur rekarbonisasi dan banyaknya komposisi bahan pengikat recovered oil yang digunaka berpengaruh pada komposisi dari briket kokas. Nilai HP dan karbon tetap meningkat dibandingkan pada batu bara setelah proses karbonisasi.
Tinggi temperatur rekarbonisasi dan penambahan komposisi bahan pengikat recovered oilberbanding terbalik dengan nilai HP dan karbon tetap, berarti bahwa “semakin tinggi temperatur pemanasan dan penambahan bahan pengikat recovered oil yang digunakan maka nilai HP dan karbon tetap semakin rendah”. Nilai HP berkisar antara 88,65- 94,88%, dan nilai karbon tetap berkisar antara 84,29-91,22%.
Untuk nilai zat terbang meningkat setelah proses rekarbonisasi, tetapi nilai zat terbang bervariasi pada setiap temperatur rekarbonisasi yang digunakan dan penambahan bahan pengikat recovered oil. Nilai zat terbang berkisar antara 2,16-2,67%.
Hal ini juga terjadi pada sulfur, tetapi nilainya lebih rendah dibandingkan pada batu bara setelah proses karbonisasi. Nilai sulfur berkisar antara 0,65-0,93%. Sedangkan nilai kadar air dan abu lebih rendah dibandingkan pada batu bara setelah proses karbonisasi.
Hasil rata-rata analisa proksimat untuk briket kokas terdapat pada Tabel 5. Pada Tabel 5 menunjukkan data hasil analisa pengaruh temperatur rekarbonisasi dan komposisi bahan pengikat recovered oil terhadap HP, air, zat terbang, karbon tetap, abu dan sulfur.
Tabel 5. Pengaruh Temperatur Rekarbonisasi dan Komposisi Recovered Oil terhadap Komposisi Kimia Briket Kokas
Temperatur
0C
Recovered Oil %
HP
%
Kadar Air
%
Zat Terbang
%
Karbon Tetap
%
Abu
%
Sulfur
%
800
5 10 15 20 25
94,88 93,79 92,77 91,73 90,47
0,57 0,68 0,75 0,85 0,94
2,43 2,46 2,45 2,38 2,34
91,22 89,88 88,75 87,61 86,24
5,11 6,20 7,22 8,26 9,52
0,65 0,76 0,80 0,88 0,93
850
5 10 15 20 25
94,75 93,61 92,31 91,14 90,21
0,54 0,66 0,69 0,83 0,88
2,16 2,39 2,52 2,49 2,66
91,17 89,66 88,23 87,00 85,87
5,24 6,38 7,68 8,85 9,78
0,87 0,89 0,86 0,82 0,78
900
5 10 15 20 25
94,59 93,39 91,93 90,65 89,84
0,47 0,59 0,67 0,76 0,84
2,32 2,48 2,41 2,41 2,67
91,04 89,54 88,05 86,77 85,66
5,40 6,60 8,06 9,34 10,15
0,75 0,77 0,79 0,69 0,65
950
5 10 15 20 25
94,37 93,27 91,49 89,87 89,21
0,49 0,53 0,66 0,70 0,75
2,64 2,60 2,42 2,48 2,34
90,49 89,37 87,63 85,86 84,29
5,62 6,72 8,50 9,12 10,78
0,73 0,75 0,77 0,82 0,81
1000
5 10 15 20 25
94,14 93,22 91,22 89,39 88,65
0,45 0,49 0,58 0,66 0,73
2,56 2,60 2,37 2,46 2,49
90,39 89,36 87,45 85,49 84,73
5,85 6,77 8,77 10,60 11,34
0,73 0,75 0,80 0,76 0,69
Pengaruh Temperatur Rekarbonisasi Terhadap Nilai Karbon Tetap Briket Kokas.
Untuk melihat pengaruh temperatur terhadap nilai karbon tetap di dalam briket kokas tertera pada Gambar 5, yang merupakan grafik nilai rata-rata karbon tetap terhadap pengaruh temperatur. Seperti yang ditunjukan pada gambar tersebut, proses rekarbonisasi dimulai dari 800 sampai dengan 1000 0C selama 4 jam. Pada Gambar 5.
terbaca bahwa kokas yang direkarbonisasi pada temperatur 800 0C mengandung nilai karbon tetap tertinggi. Lalu nilai karbon tetap turun perlahan-lahan bersamaan dengan semakin tinggi temperatur rekarbonisasi, hingga mencapai temperatur 1000 0C yang mengandung nilai karbon tetap terendah. Hasil percobaan menunjukkan bahwa peningkatan temperatur rekarbonisasi cenderung menurunkan kandungan karbon tetap yang terkandung dalam briket kokas. Diduga pada temperatur lebih tinggi, lebih banyak karbon tetap yang terbakar dan membentuk CO atau CO2, sehingga pada saat dibuka gas-gas tersebut bercampur dengan atmosfir, sehingga batu bara yang ditinggalkan lebih kecil kadar karbon tetapnya. Hal ini menunjukkan bahwa, kandungan nilai karbon tetap dipengaruhi oleh temperatur rekarbonisasi yang akan digunakan dalam pembuatan briket kokas.
Nilai karbon tetap yang dihasilkan dapat dikatakan cukup baik (85,66-91,22%), karena nilai karbon tetapnya mendekati hasil penelitian sebelumnya. Dengan proses yang sama, pembuatan briket kokas dengan menggunakan bahan pengikat aspal sebanyak 15% menghasilkan nilai karbon tetap 88,65 sampai dengan 96,42% [Suganal, 2003].
Gambar 5. Pengaruh Temperatur Rekarbonisasi Terhadap Karbon Tetap Pengaruh Komposisi Recovered Oil terhadap Nilai Karbon Tetap Briket Kokas.
Gambar 6. menunjukkan pengaruh penambahan komposisi bahan pengikat recovered oil terhadap karbon tetap briket kokas, yang berupa grafik rata-rata nilai karbon tetap. Pada saat batu bara dikarbonisasi pada temperatur 900 0C selama 4 jam nilai kadar karbon tetap sebesar 80,39%, kemudian direkarbonisasi setelah dilakukan pencampuran dengan bahan pengikat recovered oil dan bahan tambah damdex. Hasil percobaan menunjukkan bahwa nilai karbon tetap lebih besar setelah rekarbonisasi dibandingkan dengan karbonisasi. Dengan hasil pengukuran briket kokas mengandung karbon tetap (84,29-91,22%), membuktikan bahwa bahan pengikat recovered oil mampu meningkatkan nilai karbon tetap. Hal ini terjadi karena bahan pengikat recovered oil yang tergolong hidrokarbon. Berdasarkan Gambar 6. penambahan bahan pengikat recovered oil dan bahan tambahan damdex menurunkan nilai karbon tetap briket kokas. Turunnya kandungan karbon tetap disebabkan karena bahan tambahan damdex yang digunakan mengandung kadar air sehingga dapat menyebabkan turunnya nilai karbon tetap pada briket kokas.
84 85 86 87 88 89 90 91 92
750 800 850 900 950 1000 1050
5%
10%
15%
20%
25%
Temperatur Rekarbonisasi(0C) Karbon Tetap (%)
Gambar 6. Pengaruh Penambahan Recovered Oil terhadap Karbon Tetap
Bila diperhatikan pada Gambar 6, kandungan karbon tetap pada bahan pengikat recovered oil sebanyak 10%, dari variasi temperatur yang digunakan hasil nilai karbon tetap hampir mendekati. Hal ini menunjukkan bahwa nilai karbon tetap yang hampir mendekati stabil setiap temperatur berada pada bahan pengikat 10%. Bila dibandingkan pada penelitian terdahulu, bahan pengikat aspal komposisi 15% yang terkandung dalam briket kokas sebagai komposisi optimum. Dengan begitu bahan pengikat recovered oil lebih sedikit penggunaanya untuk membuat briket kokas dari pada aspal.
Pengujian Nilai Kalori
Tabel 6. menunjukkan data hasil analisa nilai rata-rata kalori untuk batu bara jenis lignite, antara sebelum dan sesudah karbonisasi. Hasilnya menunjukkan bahwa batu bara setelah proses karbonisasi nilai kalorinya meningkat. Proses ini dapat dikatakan berhasil, karena batu bara yang diinginkan memiliki nilai kalori yang tinggi (6800–7169 kkal/kg).
Tabel 6. Analisa Nilai Kalori Batu Bara Lignite
Bahan Baku Nilai Kalori
Kal/gram Batu Bara Lignite
Batu bara lignite setelah karbonisasi
5576,35 7581,85 Tabel 7.PengaruhTemperatur Rekarbonisasi &Komposisi RecoveredOil
terhadap Nilai Kalor Briket Kokas Komposisi
Recovered Oil (% berat)
Nilai Kalori (Kal/gram)
800oC 850oC 900oC 950oC 1000oC 5
10 15 20 25
7311,2 7257,7 7074,05 6842,75 6633,75
7274,35 7161,9 7050,45 6893,75 6713,55
7263,9 7216,6 7050,55
6839 6774,75
7263,9 7216,6 7050,55
6839 6774,75
7205,35 7105,4 7006,65
6786,8 6671,15
Pada Tabel 7. ini dapat dilihat bahwa semakin besar temperatur rekarbonisasi dan komposisi recovered oil, maka nilai kalori cenderung menurun. Hasil analisa nilai kalori yang diperoleh antara 6671,15 sampai dengan 7311,2 kal/gram.
84 85 86 87 88 89 90 91 92
0 5 10 15 20 25 30
KomposisiRecovered Oil(%) Karbon Tetap(%)
800 850 900 950 1000
Pengaruh Temperatur Rekarbonisasi terhadap Nilai Kalori Briket Kokas
Nilai kalori yang ditunjukkan pada Gambar 7. merupakan nilai rata-rata dari nilai kalori briket kokas dengan temperatur 800, 850, 900, 950 dan 1000 0C selama 4 jam. Dilihat dari grafik tersebut nilai kalori yang tertinggi berada pada temperatur 800
0C. Dan nilai kalori terendah berada pada temperatur 1000 0C. Hal ini terjadi karena briket kokas yang dipanaskan akan mengeluarkan kalori yang terkandung di dalamnya.
Semakin tinggi temperatur rekarbonisasi, maka nilai kalori yang habis terbakar semakin banyak.
Gambar 9. Pengaruh Temperatur Rekarbonisasi terhadap Nilai Kalori Pengaruh Komposisi Recovered Oil terhadap Nilai Kalori Briket Kokas.
Nilai kalori yang ditunjukan pada Gambar 8 merupakan nilai rata-rata kalori briket kokas dengan komposisi bahan pengikat recovered oil sebanyak 5, 10, 15, 20 dan 25%. Penambahan komposisi bahan pengikat recovered oil menghasilkan kecenderungan penurunan nilai kalori briket kokas. Dilihat dari Gambar 8 nilai kalori yang tertinggi berada pada komposisi 5%. Nilai kalori terendah berada pada komposisi 25%.
Gambar 8. Pengaruh Komposisi Recovered Oil terhadap Nilai Kalori Berdasarkan Gambar 8. penambahan komposisi bahan pengikat recovered oil bila semakin banyak maka nilai kalori akan turun. Hal ini diduga terjadi karena adanya campuran dari bahan tambahan damdex yang dapat menurunkan nilai kalori. Selain itu ada beberapa hal yang dapat mempengaruhi proses pembakaran, yaitu kandungan nitrogen, sulfur, abu, zat terbang dan ukuran partikel. [Yakub,1996]
6500 6600 6700 6800 6900 7000 7100 7200 7300 7400 7500
0 5 10 15 20 25 30
KomposisiRecovered Oil(%) Nilai Kalori (Kal/gram)
800 R2= 0,965 850 R2= 0,987 900 R2= 0,959 950 R2= 0,916 1000 R2= 0,977
5
%10%
15%
20%
25%
6500 6600 6700 6800 6900 7000 7100 7200 7300 7400
750 800 850 900 950 1000 1050
Temperatur Rekarbonisasi (0C) Nilai Kalori (Kal/gram)
Pengujian Sifat Mekanik (Kuat Tekan)
Hasil pengujian nilai rata-rata kuat tekan briket kokas terdapat pada Tabel 8.
Temperatur rekarbonisasi yang paling tinggi menghasilkan kuat tekan yang paling besar. Akan tetapi pada recovered oil komposisi 5% ke 10% menghasilkan peningkatan kuat tekan, kemudian cenderung turun dari komposisi 10% hingga 25%. Dari hasil pengujian nilai rata-rata kuat tekan briket kokas berkisar antara 62,78 sampai dengan 71,09 Kg/cm2.
Tabel 8. Pengaruh Temperatur Rekarbonisasi & Komposisi Recovered Oil pada Kuat Tekan Briket Kokas
Komposisi Recovered Oil
(% berat)
Kuat Tekan (Kg/cm2)
800oC 850oC 900oC 950oC 1000oC 5
10 15 20 25
63,82 65,29 64,69 63,73 62,78
64,43 66,85 66,59 64,69 63,30
65,29 67,28 67,02 66,33 63,73
65,81 70,66 68,67 67,20 63,99
67,28 71,09 69,19 67,63 64,69 Pengaruh Temperatur Rekarbonisasi Terhadap Kuat Tekan Briket Kokas.
Gambar 9. ini terbaca bahwa penggunaan temperatur rekarbonisasi yang berbeda akan mempengaruhi kemampuan kuat tekan briket kokas. Bila temperatur rekarbonisasi yang digunakan semakin tinggi, maka kemampuan nilai kuat tekan briket kokas akan semakin tinggi. Berdasarkan hasil dari Gambar 9, kemampuan kuat tekan briket kokas yang tertinggi terdapat pada temperatur 1000 0C. Kemampuan kuat tekan briket kokas yang terendah terdapat pada temperatur 8000C.
Gambar 9. Pengaruh Temperatur Rekarbonisasi terhadap Kuat Tekan
Hal ini disebabkan karena bahan tambahan damdex yang mampu bertahan sampai temperatur 1300 0C. Juga didukung karena mempunyai sifat sebagai perekat.
Hal ini yang mendorong untuk dilakukan kombinasi penggunaan bahan tambahan damdex dan bahan pengikat recovered oil untuk menganalisa berbagai kemungkinan yang ditimbulkan.
Pengaruh Komposisi Recovered Oil terhadap Kuat Tekan Briket Kokas
Pada Gambar 10. ini menunjukkan penambahan komposisi bahan pengikat recovered oil, menghasilkan kecenderungan kenaikan dan penurunan nilai kuat tekan briket kokas tergantung pada komposisi yang digunakan. Pada komposisi bahan pengikat recovered oil 5% menuju 10%, kemampuan kuat tekan briket kokas naik.
Setelah berada pada komposisi bahan pengikat recovered oil 10%, kemampuan kuat
5%
10%
15%
20%
25%
62 63 64 65 66 67 68 69 70 71 72
750 800 850 900 950 1000 1050
Temperatur Rekarbonisasi(0C) Kuat Tekan (Kg/cm2)
tekan briket kokas cenderung menurun hingga pada komposisi 25%. Hal ini disebabkan karena penambahan bahan pengikat recovered oil yang berlebihan, akan menurunan mampu kuat tekan pada briket kokas. Nilai kuat tekan yang tinggi juga dapat disebabkan dari tekanan pada saat pembriketan.
Gambar 10. Pengaruh Komposisi Recovered Oil terhadap Kuat Tekan
Dari Gambar 10 didapatkan bahwa kemampuan kuat tekan optimum berada pada bahan pengikat recovered oil komposisi 10% mencapai 71,09 Kg/cm2. Bila dibandingkan dengan penelitian sebelumnya, maka terlihat bahwa penelitian ini mampu melebihi nilai kuat tekan pada penelitian sebelumnya. Dengan proses yang sama dengan menggunaan bahan pengikat yang berbeda yaitu aspal, hasil penelitian nilai kuat tekan sebesar 46,19 Kg/cm2 (Suganal, 2003). Hal ini terjadi karena bahan tambahan damdex yang ditambahkan mampu meningkatkan kuat tekan pada briket kokas. Tekanan yang digunakan pada pencetakan briket juga mampu meningkatkan nilai kuat tekan. Selain itu damdex memiliki sifat semakin kena sinar UV matahari dan hujan semakin kokoh dan kuat, serta mampu melapisi sekaligus meresap yang dapat meningkatkan daya rekat.
5.Simpulan
Bahan baku batu bara jenis lignite dengan komposisi karbon tetap awalnya 40,05%, setelah dilakukan karbonisasi meningkat menjadi 80,39%. Kemudian setelah dicampurkan dengan bahan pengikat recovery oil dan ditambahkan additive damdex, nilai karbon tetap naik menjadi 85,66-91,22%. Kenaikan nilai karbon tetap di dalam briket kokas karena bahan pengikat recovered oil yang digunakan mengandung unsur hidrokarbon.
Nilai kalori juga dipengaruhi oleh temperatur yang digunakan dan komposisi recovery oil yang ditambahkan. Semakin besar temperatur rekarbonisasi dan recovery oil yang digunakan, nilai kalori hasil pengukuran cenderung menurun.
Nilai kalori briket kokas yang dihasilkan berkisar antara 6633,75-7311,2 kal/gram.
Nilai kuat tekan dipengaruhi oleh temperatur rekarbonisasi. Dari hasil pengujian nilai kuat tekan briket kokas berkisar antara 62,78-71,09 Kg/cm2. Nilai kuat tekan yang di dapat karena adanya zat tambahan damdex dan tekanan briket yang digunakan pada saat pencetakan. Nilai kuat tekan briket kokas yang paling baik berada pada temperatur 1000 0C dengan komposisi binder 10%, yaitu sebesar 71,09 Kg/cm2. Dengan nilai kadar karbon 89,36% dan nilai kalori 7105,4 kal/gram.
Saran
Disarankan untuk dilakukan uji coba penggunaan briket kokas ini di dalam mini blast furnace kapasitas 100 000 ton/tahun, dengan memasukkan kedalam mini blast furnace
62 63 64 65 66 67 68 69 70 71 72
0 5 10 15 20 25 30
Kuat Tekan (Kg/cm2)
800 850 900 950 1000
KomposisiRecovered Oil(%)
secara bertahap 20 %, 40 %, 60 %, 80 % apabila tidak ada kendala terhadap parameter bisa digunakan 100 % briket kokas.
6.Daftar Pustaka.
Freitas, S.H., 2006, “Mechanical Evaluation For The Quality Control of Biomass Pellets and Briquettes”, (on line) available atwww.rwth-aachem.de/kobra Iskandar, I., 2006, “Batu Bara dan Kelistrikan”, (on line)http://www.pelangi.or.id/
JD. Gilchrist, 1977, Fuels, Furnaces and Refractories, Departement of Metallurgy and Material, The University of New Castel-Upon-Tyne England.
Koestoer, R.A., dkk., 1997, “Studi Tentang Batu Bara Indonesia”, Teknik Mesin Fakultas Teknik Universitas Indonesia, edisi ke 2, ISSN 979-8427-04-1, hal.
VII-8
Nasution, L.I., dkk, 1996, “Daur UlangRolling Oil Bekas Studi Kasus Proses Stripping di PT Krakatau Steel”, Kerjasama PT Krakatau Steel dengan Lembaga Penelitian Institut Pertanian Bogor, Bogor
Suganal, dkk, 2003, “Pengembangan Produk Briket Kokas Dari Batubara”
Suyadi, D., 1995, “Upaya Peningkatan Mutu Karbonisasi Pada Pabrik Briket Batubara Bukit Asam, Tanjung Enim Sumatera Selatan”, Prosiding Hasil-hasil Penelitian Puslitbang Geoteknologi, LIPI, hal. 678
Tsai, S.C., 1981, “Fundamentals of Coal Benefication and Utilization”, Elsevier Scientific Publishing Company, Amsterdam-Oxford-New York
Utomo, W., 2006, “Dapur dan Bahan Bakar”, hal. 4-13, Cilegon
Yakub, A., 1996, “ Pengambilan, Preparasi dan Pengujian Contoh Batu Bara”, ATC Course Materials
Wikipedia, 2007, “Batu Bara”, (on line),http://id.wikipedia.org/ /Batu_bara 7.Ucapan Terima Kasih
Penulis mengucapkan banyak terima kasih kepada Vina Hilydha, ST., atas bantuan melakukan analisis dan pengambilan data, Laboratorium Kimia & Laboratorium Mekanik PT. Krakatau Steel (Persero) Tbk bertempat di Kawasan Industri Cilegon, Workshoop I PT. Krakatau Wajatama, Laboratorium Batu Bara PT. Indonesia Power UBP Suralaya, dan Laboratorium Metalurgi Universitas Sultan Ageng Tirtayasa Cilegon, atas segala fasilitas yang disediakan, tanpa itu semua penelitian ini tidak mungkin dapat diselesaikan dengan baik.
8.Biografi
Erlina Yustanti, Dra., M.Si, lahir di Ponorogo pada tanggal 26 bulan Maret tahun 1968, penulis menyelesaikan gelar sarjana di Jurusan Kimia Institut Teknologi Bandung pada tahun 1992, dan telah menyelesaikan program magister di program studi Material Science Universitas Indonesia Jakarta pada tahun 2004 dengan yudisium Cum laude, riwayat pekerjaan, setelah menyelesaikan studi sarjana penulis bekerja pada industri metal coating Bekasi (1993-1995), sejak tahun 1995 sampai saat ini penulis bekerja sebagai Staf pengajar Jurusan Teknik Metalurgi FT Untirta, Kepala Laboratorium Kimia Dasar, Fisik dan Analitik (1996-2007), Pembantu Dekan Bidang Administrasi Umum dan Keuangan FT.Untirta (2008-2011). Riwayat penelitian sebagai Peneliti Dosen Muda Dikti 3 tahun berturut turut dengan judul: Ekstraksi Magnesium Oxide dari Mineral Dolomit secara Leaching dengan Asam Klorida (2006), Studi Banding Ekstraksi Magnesium Oxide dari Mineral Dolomit Secara Leaching dengan Asam Klorida dan Karbonisasi (2007), Pengaruh Distribusi Ukuran Partikel dan Temperatur Pembakaran Terhadap Sifat Fisik dan Mekanik Refraktori Kastabel (2008).
18 Dr. Iskandar Muda, Ir., M Eng (honours), Lahir di Curup Pada tanggal 25 Nopember 1960, penulis menyelesaikan gelar Doktor di Program Studi Materials Science Universitas Indonesia, Jakarta dengan sandwhic program di Auburn University, Amerika Serikat tahun 2003, dengan yudisium Cum laude. Saat ini penulis bekerja di PT Krakatau Steel (Persero) Tbk sebagai Chief Engineer di Divisi Manajemen Energi &
Sumber Daya dan Staf Pengajar Program Doktor di program Studi Materials Science- UI.