BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
Pada bab II kajian pustaka dan dasar teori ini dijelaskan mengenai keterkaitan beberapa referensi dengan penelitian yang akan dilaksanakan. Bab II ini meliputi beberapa aspek bahasan
2.1 Nanas
2.1.1 Tanaman Nanas
Tanaman nanas (Ananas cosmosus) termasuk famili Bromeliaceae merupakan tumbuhan tropis dan subtropis yang banyak terdapat di Filipina,Brasil, Hawai, India dan Indonesia. Di Indonesia tanaman tersebut terdapat antaralain di Subang, Majalengka, Purwakarta, Purbalingga, Bengkulu, Lampung,Palembang dan Kediri yang merupakan salah satu sumber daya alam yang cukupberpotensi.
Menurut data yang diperoleh perkebunan nanas yang dimilikikabupaten DT II Muara Enim Palembang seluas 26.345 Ha, Subang 4000 Ha(perkebunan nanas dan abaka), Lampung utara 32.000 Ha dan Lampung Selatan20.000 Ha.
Tanaman nanas akan dibongkar setelah dua atau tiga kali panen untukdiganti tanaman baru, oleh karena itu limbah daun nanas terus berkesinambungansehingga cukup potensial untuk dimanfaatkan sebagai produk yang dapatmemberikan nilai tambah. Namun hingga saat ini tanaman nanas baru buahnyasaja yang dimanfaatkan, sedangkan daunnya belum banyak dimanfaatkansepenuhnya. Pada umumnya daun nanas dikembalikan ke lahan untuk digunakan sebagai pupuk. Tanaman nanas dewasa dapat menghasilkan 70 – 80 lembar daunatau 3 –5 kg dengan kadar air 85 %. Setelah panen bagian yang menjadi limbahterdiri atas daun 90 %, tunas batang 9 % dan batang 1 %. Serat nanas terdiri atasselulosa dan non selulosa yang diperoleh melalui penghilangan lapisan luar daunsecara mekanik.
Gambar 2. 1 Buah Nanas
Lapisan luar daun berupa daun yang terdiri atas sel kambium,zat pewarna yaitu klorofil, kanthophyl dan carotene yang merupakan komponenkompleks dari jenis tanin, serta lignin yang terdapat di bagian tengah daun. Selainitu lignin juga terdapat pada lamela dari serat dan dinding sel serat. Serat yang diperoleh dari daun nanas muda kekuatannya relatif rendah dan seratnya lebihpendek dibanding serat dari daun yang sudah tua.(Abdillah N, 2011)
2.1.2 Serat Daun Nanas
Serat daun nanas adalah salah satu serat yang berasal dari tumbuhan yangdi peroleh dari daun – daun tanaman nanas. Tanaman nanas yang juga mempunyainama lain, yaitu Ananas Cosmosus. Bentuk daun nanas menyerupai pedang yangmeruncing diujungnya dengan warna hijau kehitaman dan pada tepi daun terdapatduri yang tajam, biasanya panjang daun berkisaran antara 55 sampai 77 cmdengan lebar 3,1 sampai 5,3 cm dan tebal daun antara 0,18 sampai 0,27 cm.
Disamping spesies atau varietas nanas, jarak tanam dan intensitas sinar matahariakan mempengaruhi terhadap pertumbuhan panjang daun dan sifat ataukarakteristik dari serat yang dihasilkan. Intensitas sinar matahari yang tidak terlalu banyak ( sebagaian terlindung ) pada umumnya akan menghasilkan serat yangkuat, halus, dan mirib serat sutra( strong, fine, dan silky fibre ).Dan jika denganserat kapas kekuatan, kekakuan lentur serat nanas lebih tinggi dari serat kapas,daun nanas mempunyai lapisan luar yang terdiri dari lapisan atas dan bawah.Diantara lapisan tersebut terdapat banyak ikatan atau helai – helai yang terikatsatu dengan yang lain, oleh sejenis perekat( gummy substance )yang terdapatdalam daun. Karena tidak mempunyai tulang daun, adanya serat – serat
dalamdaun nanas tersebut akan memperkuat daun nanas saat pertumbuhannya.
Dariberat daun nanas hijau yang masih segar akan dihasilkan kurang lebih sebanyak2,5 sampai 3,5 % serat – serat daun nanas.(Sopyan, 2016)
Tabel 2. 1 Komposisi Kimia Serat Nanas
Komposisi Kimia Serat Nanas (%)
Alpha Selulosa 69,5–71,5
Pentosan 17,0–17,8
Lignin 4,4–4,7
Pektin 1,0–1,2
Lemak dan Wax 3,0–3,3
Abu 0,71–0,87
Zat Lain Lain (Protein,Asam Organik,dll)
4,5–5,3
*Hidayat,2018
2.1.3 Produksi Serat Nanas
Ada beberapa proses produksi serat daun nanas sebagai berikut :
1. Proses Produksi Serat Daun NanasSecara tradisional usaha pemanfaatan daun nanas untuk diambilseratnya sudah lama dilakukan. Pada awalnya proses ekstrasi masihdilakukan secara konvensional, yaitu dengan cara dibusukkan melalui perendaman yang kemudian dikerok – kerok dengan menggunakan bambu.Hanya saja proses konvensional tersebut kapasitas produksinya masihsangat terbatas. Pada saat ini proses ekstraksi dilakukan denganmenggunakan mesin dekortikator sehingga kapasitas produksinya punrelatife lebih banyak.
2. Proses PenyortiranAdapun tujuan dari kegiatan penyortiran daun ini adalah untukmendapatkan serat daun nanas yang berkualitas. Serat yang bermutu baikdihasilkan dari daun yang sudah matang/tua dan panjang.
Daun matang iniditandai dengan kemasakan pada buahnya, yaitu pada waktu tanamanberumur 12 sampai 18 bulan. Daun nanas yang biasanya diambil sekitar 4-6 lembar dari satu rumpun/pohon nanas dengan ukuran panjang daunsekitar 0,5 – 0,7 m. selain itu syarat lainya daun nanas harus baik (tidakcacat) dan tidak kering.
3. Proses Ekstraksi Daun nanas yang telah dipilih dan mempunyai panjang sama, secarasejajar dimasukan ke dalam mesin dekortikator untuk dilakukan ekstraksidengan dilakukan penggilingan. Ekstraksi ini dilakukan untukmemisahkan antara daging daun dengan serat.
4. Proses PengerokanSetelah diekstraksi dengan mesin dekadikator, pada serat masihterdapat daging daun yang menempel, sehingga harus dilakukanpengerokan (pembersihan daging daun dari serat). oleh sebab itu untukmempermudah proses pengerokan dan mendapatkan serat yang putih bersih, maka setelah dilakukan penggilingan/ekstraksi, serat direndamterlebih dahulu dengan menggunakan air bersih sekitar 5 menit.Prosespengerokan atau memisahkan sisa daging daun dengan serat dilakukansecara manual dengan menggunakan pisau yang tumpul.
Untukmendapatkan serat yang bersih biasanya pengerokan bisa dilakukansebanyak 3-4 kali. Proses pengerokan juga dilakukan untuk meluruskanserat yang baru keluar dari mesin dekortikator.
5. Proses Pengeringan Setelah serat benar – benar bersih dari daging daunnya, untukmendapatkan serat yang kering dan kuat, selanjutnya serat dikeringkan(dijemur) menggunakan sinar matahari selama satu hari (tergantungcuaca). Setelah diperoleh serat yang kering maka serat siap dipasarkanatau siap diolah menjadi produk – produk berbahan serat nanas.6. Produk Akhir dari Serat Daun NanasSetelah melalui proses tahapan tersebut serat daun nanas kemudiandimanfaatkan untuk berbagai macam tekstil dan industri. Pada umumnyaserat daun nanas biasa digunakan sebagai bahan baku produk tekstilseperti benang, kain, gordeng dsb.(Sahroni A, 2014)
2.2 Material Komposit 2.2.1 Pengertian Komposit
Didalam dunia industri kata komposit dalam pengertian bahan komposit berarti terdiri dari dua atau lebih bahan yang berbeda yang digabung atau dicampur menjadi satu. Menurut Kaw (1997), komposit adalah sruktur material yang terdiri dari 2 kombinasi bahan atau lebih, yang dibentuk pada skala
makroskopik dan menjadi satu secara fisika. Menurut Triyono dan Diharjo (1999), mengemukakan bahwa kata komposit (composite) merupakan kata sifat yang berarti susunan atau gabungan. Composite berasal dari kata kerja “to compose“
yang berarti menyusun atau menggabung. Jadi secara sederhana bahan komposit berarti bahan gabungan dari dua atau lebih bahan yang berlainan (Callister, 2010).
Bahan komposit pada umumnya terdiri dari dua unsur, yaitu serat (fiber) sebagai bahan pengisi dan bahan pengikat serat-serat tersebut yang disebut matrik.
Didalam komposit unsur utamanya adalah serat, sedangkan bahan pengikatnya menggunakan bahan polimer yang mudah dibentuk dan mempunyai daya pengikat yang tinggi. Pengunaan serat sendiri yang diutama untuk menentukan karakteristik bahan komposit, seperti: kekakuan, kekuatan serta sifat-sifat mekanik yang lainnya. Sebagai bahan pengisi serat digunakan untuk menahan sebagian besar gaya yang bekerja pada bahan komposit, matrik sendiri mempunyai fungsi melindungi dan mengikat serat agar dapat bekerja dengan baik terhadap gaya-gaya yang terjadi. Oleh karena itu, untuk bahan serat digunakan bahan yang kuat, kaku dan getas. Sedangkan bahan matrik dipilih bahan lunak dan tahan terhadap perlakuan kimia.
Salah satu keuntungan material komposit adalah kemampuan material tersebut untuk diarahkan sehingga kekuatannya dapat diatur hanya pada arah tertentu yang kita kehendaki, hal ini dinamakan "tailoring properties" dan ini adalah salah sifat istimewa yang komposit yaitu ringan, kuat, tidak terpengaruh korosi, dan mampu bersaing dengan logam, dengan tidak kehilangan karakteristik dan kekuatan mekanisnya (Fahmi, 2011).
Komposit terbentuk dari dua unsur utama, yaitu matriks dan penguat (reinforcement). Matriks merupakan fasa dalam komposit yang mempunyai bagian atau fraksi volume terbesar (Fahmi, 2011). Fungsi utama dari matriks dalam komposit adalah sebagai pengikat partikel-partikel yang digunakan untuk mempertahankan partikel tersebut agar berada pada tempatnya (Fahmi, 2011).
Selain itu, matriks berfungsi sebagai distributor tekanan dan pelindung serbuk dari kerusakan permukaan akibat reaksi kimia dengan lingkungan (Kurniawan D. , 2016) Fasa matriks dapat berupa keramik, logam atau polimer.
2.2.2 Karakteristik Komposit
Komposit tersusun atas dua atau lebih fase yang berbeda, yaitu fase diskontinyu yang lebih kuat dan lebih kaku biasanya disebut material penguat dan fase kontinyu yang mengikat material penguat dan memberi bentuk biasanya disebut matriks (matrix). Sifat komposit dipengaruhi faktor interaksi antara matriks dengan penguat dan jenis, ukuran, distribusi penguat. Komposit dengan ukuran dan bentuk penguat yang homogen akan memiliki sifat yang berbeda dengan komposit yang memiliki penguat dengan ukuran, bentuk, dan distribusi yang beragam meskipun dibentuk dari bahan dan fraksi volume yang sama (Sulistijono, 2012).
2.2.3 Matriks
Matriks berperan sebagai pengikat atau penyangga yang menjaga kedudukan antar fase penguat, serta mentransfer tegangan agar sedapat mungkin disangga penguat. Matriks inilah yang memberikan bentuk pada struktur.
Karakteristik yang dimiliki matriks umumnya adalah ulet, serta memiliki kekuatan dan rigiditas yang lebih rendah dibanding reinforced-nya. Matriks harus mampu membeku pada temperatur dan tekanan yang wajar, untuk mengikat serat penguat, menyelubungi serat penguat yang umumnya getas (brittle), melindungi serat penguat dari kerusakan antar serat berupa abrasi, melindungi serat terhadap reaksi korosi dan kelembapan lingkungan, mentransfer tegangan kerja ke serat. Bahan matriks komposit umumnya adalah matriks logam, matriks polimer, dan matriks keramik (Sulistijono, 2012).
1. Matriks logam, aplikasi penggunaan matriks logam diantaranya adalah sebagai mata bor yang tersusun atas matriks logam logam kobalt dengan penguat karbida wolfram, kendaraan anti peluru tersusun atas matriks logam baja dengan penguat nitrida boron, dan komponen pesawat tempur menggunakan serat karbida silikon dengan monofilament dalam matriks titanium untuk komponen struktur pada jets landing gear
2. Matriks polimer, polimer atau plastik mencakup produk polimerisasi sintetik atau semi-sintetik. Polimer terbagi menjadi thermoplastik dari sampah dapat diolah kembali dengan mencairkan kembali dan menambah aditif, thermoset bersifat irreversible atau fase padatnya tidak dapat diolah kembali, dan
elastomer (karet) diproduksi dari alam atau sintetik memiliki regangan (>1.000%).
3. Matriks keramik, komposit dengan matriks ini dirancang untuk aplikasi temperatur tinggi, insulator panas, dan insulator listrik. Matriks keramik diantaranya adalah oksida logam seperti oksida aluminium, oksida zirkonium, oksida silikon serta semen, meskipun semen bukanlah benar- benar keramik murni.
2.2.4 Reinforce
Reinforce adalah penguat yang ditempatkan didalam matriks pada komposit dan harus memiliki kekuatan mekanik yang lebih tinggi dari matriksnya.
Penguat juga digunakan untuk mengubah sifat-sifat fisik seperti sifat tahan aus, koefisien friksi atau konduktivitas termal. Serat-serat penguat dapat dibuat dari logam, keramik, polimer yang diubah menjadi serat yang disebut kevlar atau serat grafit yang disebut dengan serat karbon. Serat yang ditanam dalam matriks akan meningkat modulus matriks. Ikatan yang kuat sepanjang serat memberikan modulus yang sangat tinggi. Beberapa contoh reinforce, antara lain serat gelas (E-glass dan S-glass), serat aramid (Kevlar), serat karbon, serat boron, silica, tungsten, beryllium, serat kayu, serat abses, grafit, alumina (Al2O3), PAN (Poly-Acrylo-Nitride) (Sulistijono, 2012).
2.2.5 Komposit Berdasarkan Penguat
Komposit berdasarkan jenis penguatnya terbagi atas dua kelompok yaitu : 1. Komposit Serat
Untuk memperoleh komposit yang kuat harus dapat menempatkan serat dengan benar. Berdasarkan penempatannya terdapat beberapa tipe serat pada komposit ditunjukkan pada Gambar 2.6 yaitu:
Gambar 2. 2 Tipe Komposit Serat (Harsi, 2015) a. Continuous fiber composite
Komposit ini mempunyai susunan serat panjang dan lurus, membentuk lamina diantara matriknya. Jenis komposit ini paling sering digunakan. Tipe ini mempunyai kelemahan pada pemisahan antar lapisan. Hal ini dikarenakan kekuatan antar lapisan dipengaruhi oleh matriknya.
b. Woven fiber composite (bi-dirtectional)
Komposit ini tidak mudah dipengaruhi pemisahan antar lapisan karena susunan seratnya juga mengikat antar lapisan. Akan tetapi susunan serat memanjangnya yang tidak begitu lurus mengakibatkan kekuatan dan kekakuan akan melemah.
c. Discontinuous fiber composite
Komposit ini memiliki tipe serat pendek dibedakan menjadi 3 ditunjukkan pada Gambar 2.7 yaitu :
1. Aligned discontinuous fiber
2. Off-axis aligned discontinuous fiber 3. Randomly oriented discontinuous fiber
Banyak penelitian menggunakan randomly oriented discontinuous fiber merupakan komposit dengan serat pendek yang tersebar secara acak diantara matriknya. Tipe acak sering digunakan pada produksi dengan volume besar karena faktor biaya manufakturnya yang lebih murah. Kekurangan dari jenis serat acak adalah sifat mekanik yang masih dibawah dari penguatan dengan serat lurus pada jenis serat yang sama (Harsi, 2015).
Gambar 2. 3 Tipe Discontinuous Fiber (Harsi, 2015).
d. Hybrid fiber composite
Merupakan komposit gabungan antara tipe serat lurus dengan serat acak.
Tipe ini digunakan supaya dapat menganti kekurangan sifat dari kedua tipe dan dapat menggabungkan kelebihannya
2. Komposit Partikel
Merupakan komposit yang tersusun atas matriks kontinyu dan penguat yang diskontinyu berbentuk partikel, fiber pendek atau whiskers, ditunjukkan pada Gambar 2.8 Peran partikel dalam komposit partikel adalah membagi beban agar terdistribusi merata dalam material dan menghambat deformasi plastis matriks yang berada diantara partikel. Partikel juga berperan sangat baik dalam meningkatkan kekakuan komposit jika diaplikasikan pada matriks yang relatif ulet (ductile). Partikel pengisi sering digunakan dalam matriks komposit untuk mengurangi biaya atau harga komposit dengan serat nabati/alam. Selain itu, partikel pengisi dapat juga dapat didesain agar memiliki ketahanan aus, abrasi, korosi, kekerasan permukaan yang tinggi, sifat magnet dan sebagainya tergantung dari jenis partikel pengisinya. Penguat komposit partikel bisa berbentuk fiber pendek yang biasanya disebut CSM (Chopped Strand Mats) atau berbentuk whiskers (Sulistijono, 2012).
Gambar 2. 4 Komposit Partikel (Sulistijono, 2012).
2.3 Matriks Resin
Dalam pembuatan sebuah komposit, matrik berfungsi sebagai pengikat material pengisi/penguat, dan juga sebagai pelindung partikel dari kerusakan oleh faktor lingkungan. Beberapa bahan matrik dapat memberikan sifat-sifat yang diperlukan seperti keliatan dan ketangguhan (Kurniawan W. , 2011).
Matrik yang digunakan dalam komposit adalah harus mampu meneruskan beban sehingga serat harus bisa melekat pada matrik dan kompatibel antara serat dan matrik artinya tidak ada reaksi yang mengganggu. Pada penelitian ini matrik yang digunakan adalah resin termoset dengan jenis epoxy.
Bahan yang digunakan sebagai matrik dalam pembuatan komposit polimer adalah polimer polyester dan epoxy dalam bentuk resin. Matrik epoxy umumnya dipakai sebagai matrik pada komposit polimer dengan serat karbon atau serat aramid. Sedangkan resin polyester lebih sering digunakan untuk jenis-jenis serat yang lain. Dari segi kekuatannya dan penyusutan setelah mengalami proses curing, matrik epoxy lebih unggul dibandingkan resin polyester. Matrik epoxy mempunyai kegunaan yang luas dalam industri kimia teknik, listrik, mekanik, dan sipil sebagai bahan perekat, cat pelapis, dan benda-benda cetakan. Selain itu matrik epoxy juga mempunyai ketahanan kimia yang baik. Untuk lebih jelasnya sifat mekanik yang terdapat di matrik epoxy dapat dilihat di Tabel 2.4 (Prabowo L.
, 2007).
Produk matrik epoxy adalah kebanyakan merupakan kondensat dari isfenol dan epiklorhidrin. Matrik epoxy dengan pengeras dan menjadi unggul dalam kekuatan mekanis dan ketahanan kimia. Sifatnya bervariasi bergantung pada jenis, kondisi dan pencampuran dengan pengerasnya. Matrik epoxy juga banyak dipakai untuk pengecoran, pelapisan, dan perlindungan bagian-bagian listrik, campuran cat dan perekat. Resin yang telah diawetkan mempunyai sifat-sifat daya tahan kimia dan stabilitas dimensi yang baik, sifat-sifat listrik yang baik, kuat dan daya lekat pada gelas dan logam yang baik bahan ini dapat juga digunakan untuk membuat panel sirkuit cetak, tangki, dan cetakan. Karena matrik epoxy tahan aus dan tahan kejut, bahan ini kini banyak digunakan untuk membuat cetakan tekan untuk pembentukan logam (Eko Putra, 2017).
Tabel 2. 2 Sifat Mekanik Antara Epoxy dengan Poliester
Sifat-sifat Epoxy Poliester
Kekuatan Tarik (Mpa) Modulus Elastisitas (Gpa)
Kekuatan Impak (J/m) Kerapatan (g/cm3)
55 – 130 2.8 – 4.2 5.3 – 53 1.2 – 1.3
40 – 90 2.0 – 4.4 10.6 – 21.2 1.10 – 1.46
*) (Prabowo L. , 2007).
Tabel 2. 3 Spesifikasi Matrik Epoxy
Sifat-sifat Satuan Tipikal
Massa Jenis g/cm3 1.17
Penyerapan Air 0 C 0.2
Kekuatan Tarik Kekuatan Tekan Kekuatan Lentur Temperatur Pencetakan
Kgf/mm2 Kgf/mm2 Kgf/mm2
0 C
5.92 14 12 20
*) (Kurniawan W. , 2011).
2.4 Katalis
Katalis adalah bahan pemicu (initiator) yang berfungsi untuk mempersingkat proses curing pada temperatur ruang. Komposisi katalis pada komposit harus sangat diperhatikan. Komposit dengan kadar katalis yang terlalu sedikit akan mengakibatkan proses curing yang terlalu lama. Dan apabila pada proses terjadi kelebihan katalis, maka akan menimbulkan panas yang berlebihan sehingga akan merusak produk. Tetapi didalam resin epoxy, katalisnya biasa disebut sebagai hardener. Sedangkan komposisi pencampuran antara resin dan hardener adalah 2:1 atau 3:1.
Karena proses pembuatan akan mengakibatkan lengketnya produk dengan cetakan, maka untuk menghindari itu harus diadakan proses pelapisan terhadap cetakan yaitu dengan menggunakan release agent. Release agent atau zat pelapis yang berfungsi untuk mencegah lengketnya produk pada cetakan saat proses pembuatan. Pelapisan dilakukan sebelum proses pembuatan dilakukan. Release agent yang biasa digunakan antara lain waxes (semir), MAA, mirror glass, vasielin, polivinil alkohol, film forming dan oli (Prabowo L. , 2007).
2.5 Uji Tarik
Uji tarik adalah suatu metode yang digunakan untuk menguji kekuatan suatu bahan/material dengan cara memberikan beban gaya yang sesumbu .Hasil yang didapatkan dari pengujian tarik sangat penting untuk rekayasa teknik dan desain produk karena mengahsilkan data kekuatan material. Pengujian uji tarik digunakan untuk mengukur ketahanan suatu material terhadap gaya statis yang diberikan secara lambat (Askeland,1985).
Gambar 2. 5 Mesin Uji Tarik (Askeland,1985).
Pengujian tarik adalah dasar dari pengujian mekanik yang dipergunakan pada material. Dimana spesimen uji yang telah distandarisasi, dilakukan pembebanan uniaxial sehingga spesimen uji mengalami peregangan dan bertambah panjang hingga akhirnya patah. Pengujian tarik relatif sederhana, murah dan sangat terstandarisasi dibanding pengujian lain. Hal-hal yang perlu diperhatikan agar penguijian menghasilkan nilai yang valid adalah; bentuk dan dimensi spesimen uji, pemilihan grips dan lain-lain.
Pengujian tarik adalah proses pengujian destruktif yang memberikan informasi tentang kekuatan tarik, kekuatan luluh, dan keuletan bahan. Pengujian tegangan dapat digunakan untuk mengetahui sifat mekanik material yang sangat diperlukan dalam dunia Teknik Gambar 2.9 merupakan salah satu mesin uji tarik.
Dalam pengujian Tarik, spesimen uji terdeformasi, biasanya sampai patah dengan peningkatan bertingkat gaya tarikan yang dibebankan secara uniaxial pada kedua sumbu specimen (Suryawan, 2019).
Perhitungan yang dapat digunakan untuk mengetahui kekuatan Tarik yang dialami material dapat dihitung dengan persamaan:
1. Engineering Stress ( Tensile Strength )
Engineering stress adalah gaya per unit luas dari material yang menerima gaya tersebut. Adapun persamaan yang digunakan adalah sebagai berikut :
σ = [2.1]
σ = Stress atau tegangan (N/mm2) F = Pembebanan Maksimal (N)
A = Luas Penampang awal : lebar x tebal (mm2) 2. Engineering Strain ( Tensile Strain )
Engineering strain adalah ukuran perubahan panjang dari suatu material. Adapun persamaan yang digunakan adalah sebagai berikut : ε = = [2.2]
Dimana :
ε = Engineer Strain (%)
= Panjang mula-mula spesimen sebelum ditarik (mm) = Panjang spesimen setelah ditarik (mm)
= Penambahan Panjang (mm). (Sumarauw, 2017).
Gambar 2. 6 Spesimen Uji Tarik ISO 547-4 (Sumarauw, 2017)
Tabel 2. 4 Dimensi Spesimen Menurut ISO 547-4
Dimensi Panjang (mm)
L3 Overall length > 150
L1 Length of narrow parallel side 60±0,5
R Radius >60
B2 Width at end 20±0,2
B1 Width of narrow portion 10±0,2
H Thickness 2 to 10
L0 Gauge length 50 ± 0,5
L Initial distance between grips 115±1
*) Sumber : (Sumarauw, 2017)
2.6 Selulosa
Selulosa merupakan salah satu polimer yang tersedia melimpah di alam.
Produksi selulosa sekitar 100 milyar ton setiap tahunnya. Sebagian dihasilkan dalam bentuk selulosa murni. Namun paling banyak adalah yang berkombinasi dengan lignin dan polisakarida lain seperti hemiselulosa dalam dinding sel tumbuhan berkayu, baik pada kayu lunak dan keras, jerami atau bambu. Selain itu selulosa juga dihasilkan oleh bakteri Acetobacter xylinum secara ekstraseluler (Klemm, dkk., 1998). Senyawa ini juga dijumpai dalam plankton bersel satu atau alga di lautan, juga pada jamur dan bakteri (Potthast dkk,2006; Zugenmaier,2008). Sebagai bahan baku kimia, selulosa telah digunakan dalam bentuk serat atau turunannya selama sekitar 150 tahun (Habibi, dkk. 2010).
Selulosa pertama kali dijelaskan oleh Anselme Payen pada 1838 sebagai serat padat yang tahan dan tersisa setelah pemurnian jaringan tanaman dengan asam dan amonia (Saxena et all,2005). Payen mengamati bahwa bahan yang telah dimurnikan mengandung satu jenis senyawa kimia yang seragam, yaitu karbohidrat. Selulosa dengan rumus molekulnya C6H10O5 tersusun dari unit-unit anhidro glukopiranosa yang tersambung dengan ikatan β-1,4-glikosidik membentuk suatu rantai makromolekul tidak bercabang. Setiap unit anhidro glukopiranosa memiliki tiga gugus hidroksil (Potthast, dkk., 2006; Zugenmaier,
2008), seperti yang terlihat pada Gambar 2.11
Gambar 2. 7 Struktur Selulosa
Selulosa mempunyai rumus empiric (C6H10O5)n dengan n ~ 1500 dan berat molekul~ 243.000 (Rowe et all., 2009).
Karakteristik selulosa antara lain muncul karena adanya struktur kristalin (daerah teratur) dan amorf serta beberapa mikrofibril membentuk fibril yang pada akhirnya menjadi serat selulosa. Sifat selulosa sebagai polimer tercermin dari bobot molekul rata-rata, polidispersitas dan konfigurasi rantainya. Untuk mendapatkan sifat fisik dan kimia yang lebih baik dan memperluas aplikasinya, selulosa dibuat dalam berbagai turunannya diantaranya turunan ester dan eter.
Ester selulosa banyak digunakan sebagai serat dan plastik, sedangkan eter selulosa sebagai pengikat dan bahan tambahan untuk mortir khusus atau kimia khusus untuk bangunan dan konstruksi juga stabilisator viskositas pada cat, makanan, produk farmasetik, dan lain-lain. Selulosa juga merupakan bahan dasar dalam pembuatan kertas. Seratnya mempunyai kekuatan dan durabilitas yang tinggi. Jika dibasahi dengan air, menunjukkan pengembangan dan juga higroskopis. Bahkan dalam keadaan basah, serat selulosa alami tidak kehilangan kekuatannya (Zugenmaier, 2008).
2.7 Alkalisasi
Alkalisasi adalah proses pemisahaan selulosa dengan komponen lainnya pada serat dengan menggunakan larutan alkali. Perlakuan alkali (KOH, LiOH, NaOH) terhadap penguat dilakukan untuk meningkatkan sifat-sifat dari penguat, mengurangi lignin dan memisahkan kontaminan yang terkandung di dalam penguat, sehingga didapat permukaan penguat yang bersih (Maulida, 2006).
Alkalisasi termasuk proses basa (alkali), karena sebagai larutan pemasak dipakai NaOH. Tujuan dari proses alkalisasi adalah mengurangi komponen penyusun serat yang kurang efektif dalam menentukan kekuatan antarmuka yaitu hemiselulosa, lignin atau pektin. Dengan pengurangan komponen lignin dan hemiselulosa, akan menghasilkan struktur permukaan serat yang lebih baik dan lebih mudah dibasahi oleh resin, sehingga menghasilkan mechanical interlocking yang lebih baik. Penelitian mengenai efek modifikasi kimia terhadap serat menyebutkan bahwa perlakuan alkali meningkatkan kekuatan rekat antara serat dengan matriks. Kekuatan tarik disebutkan mengalami peningkatan sebesar 5%.
Dibandingkan alkali lain seperti KOH dan LiOH, perlakuan alkali NaOH adalah yang paling baik. Penelitian menyatakan bahwa Na+ memiliki diameter partikel yang sangat kecil dimana dapat masuk ke pori terkecil serat dan masuk ke dalamnya sehingga lignin dan kotoran yang melekat terlepas dari pori-pori serat dengan banyaknya pori ini, daya rekat serat dengan matrik menjadi semakin kuat, karena matriks dapat mengisi kekosongan dalam pori tersebut dengan baik.
Karena pentingnya perlakuan alkali dalam pembuatan komposit serat alam, banyak penelitian yang telah dilakukan untuk mengetahui efek perlakuan alkali pada komposit yang dihasilkan (Maulida, 2006).
2.8 Preform
Serat (penguat) pada komposit berpenguat polimer memiiki ragam jenis dan bentuk (preform). Faktor utama yang harus dipertimbangkan dalam memilih serat yaitu sifat mekanik yang dibutuhkan dan karakteristik pemrosesan (permeabilitas penguat dan kesesuaian laju fiber wet-out). Dalam pembuatan kompostit, secara umum, serat akan dibuat dalam bentuk preform untuk proses handling serat yang mudah sehingga meningkatkan laju produksi dan memungkinkan untuk mengontrol distribusi serat sehingga mampu meningkatkan sifat mekanik material komposit yang dibuat. Jenis-jenis preform pada serat sangat beragam, salah satunya chopped strand mat (CSM) (Made,2009).
2.8.1 Preform Non Crimp Fabric (NCF)
Salah satu bentuk prefom yang dapat kita atur orientasi arah seratnya yang bertujuan untuk meningkatkan kekuatan pada arah tertentu. Pada Intinya NCF adalah serat yang diletakkan selurus mungkin untuk meminimalkan kerutan agar mendapatkan kekuatan yang optimal.
Gambar 2. 8 Undirectional NCF
2.9 Penelitian Sebelumnya
Berikut adalah rangkuman hasil penelitian terdahulu yang memiliki keterkaitan dengan penelitian yang telah dilakukan.
No
Nama dan Tahun Publikasi
Hasil
1 Arfan Anwar, 2020
Judul Penelitian : Pembuatan dan Karakterisasi Non Woven Preform 2 Dimensi Berbasis Selulosa Dari pelepah pinang (Areca catechu)
Metode: menggunakan serat daun nanas sebagai material untuk di buat sebuah preform non woven CSM dengan metode compression molding, yang dimana pada penelitian tersebut dilakukan pengujian densitas fiber, areal density dan pengujian tarik.
Hasil: Variabel resin pengikat 15gram menghasilkan nilai UTS interface antar serat paling signifikan yaitu 10,48 N/mm2. Hal tersebut menunjukkan bahwa variable 15gram resin perekat yang diencerkan menggunakan pengencer resin UPR menjadi variable optimal dalam pembuatan preform dalam penelitian ini.
2 K.A.M.
Vallons,2015
Judul Penelitian : Fatigue of non-crimp fabric composites
Metode : serat yang diletakkan selurus mungkin untuk meminimalkan kerutan agar mendapatkan kekuatan yang optimal.
Hasil : Hasil perbandingan gaya tarik dan tekan kekuatan untuk laminasi pita prepreg UD berbasis serat kaca (UDPT, Vf 55%), kain non-crimp komposit (NCF, Vf 50%), dan komposit kain tenun (WF, Vf 45%) dengan lay-up kuasi isotropik (a), dan laminasi pita prepreg UD berbasis serat karbon (UDPT, Vf
55%) dan
komposit NCF (NCF, Vf 50%) (b) dengan lay-up triaksial (0, 45, 45).
4 Yabuari Lesiana dkk, 2017
Judul Penelitian : POTENSI SERAT DAUN NANAS SEBAGAI ALTERNATIF BAHAN KOMPOSIT PENGGANTI FIBERGLASS PADA PEMBUATAN LAMBUNG KAPAL
Metode : Metode : Penelitian ini menganalisis pengaruh perlakuan alkali pada rami, aren dan serat sabut kelapa terhadap peningkatan sifat mekanik serat.
Sifat mekanik dianalisis melalui pengujian kekuatan tarik serat
Hasil : Hasil penelitian menunjukkan adanya peningkatan kekuatan tarik untuk rami, aren dan serat sabut setelah di diberi perlakuan basa (NaOH).
Namun, perlakuan alkali memiliki optimum, oleh karena itu, setiap jenis serat membutuhkan perlakuan yang berbeda. Kekuatan tarik untuk serat daun nanas optimal untuk 5% alkali perlakuan dengan nilai 58,29901Mpa