• Tidak ada hasil yang ditemukan

PEMERINTAHAN DARURAT REPUBLIK INDONESIA (PDRI) DI SUMATERA BARAT:

N/A
N/A
Nguyễn Gia Hào

Academic year: 2023

Membagikan "PEMERINTAHAN DARURAT REPUBLIK INDONESIA (PDRI) DI SUMATERA BARAT:"

Copied!
7
0
0

Teks penuh

(1)

PEMERINTAHAN DARURAT REPUBLIK INDONESIA (PDRI) DI SUMATERA BARAT:

SUATU TINJAUAN HISTORIOGRAFAI

JURNAL

Diajukan Sebagai untuk Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan Strata 1 (S1)

AYU RULYANI NPM. 12020066

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN SEJARAH

SEKOLAH TINGGI KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN (STKIP) PGRI SUMATRA BARAT

PADANG

2016

(2)

PEMERINTAHAN

DARURA T

REPUBLIK INDONESIA

(PDRI)

DI

SU]\,IATERA

RARAT:

SUATU

TINJAUAN

I{TSTORIOGRAF'I

Nama NPM

Program Studi Instansi

Jurnal ini ke Program Studi

Ayu Rulyani 1202AA66

Pendidikan Sejarah

Sekolah Tinggr Keguruan dan

Ilmu

Pendidikan (STKIP)

PGRI

Sumatra Barat

telah disetujui oleh dosen pembimbing skripsi, uutuk diserahkan Pendidikan Sejarah.

Disetujui Oleh:

Padang, Agustus 2016

Pembimbing

II

W,Mw

Livia Ersi, S.S., M. Hum Drs. Eti-ni Hardi,

(3)

1

PEMERINTAHAN DARURAT REPUBLIK INDONESIA (PDRI) DI SUMATERA BARAT:

SUATU TINJAUAN HISTORIOGRAFI

¹Ayu Rulyani

² Etmi Hardi

³ Livia Ersi

¹Mahasiswa Program Studi Pendidikan Sejarah STKIP PGRI Sumatra Barat

²Dosen Program Studi Pendidikan Sejarah STKIP PGRI Sumatra Barat

³ Dosen STKIP PGRI Sumatra Barat

ABSTRACT

Ayu Rulyani (NIM: 12020066). Emergency Government of the Republic of Indonesia (PDRI) in West Sumatera: A Study of Historiography. Thesis History Education Studies Program STKIP PGRI West Sumatera, Padang, 2016.

This thesis examines the Emergency Government of the Republic of Indonesia (PDRI) in West Sumatera: A Study of Historiography written in two eras (New Order-Reformation) with the focus of the problem (1) How is the writing of the history of the Emergency Government of the Republic of Indonesia (PDRI) based on the works that have so far? (2 What sort of things affect the views of the author in writing about the events of the Emergency Government of the Republic of Indonesia (PDRI)

The purpose of this thesis is to analyze the writing of history (historiography) about the events of Emergency Government of the Republic of Indonesia (PDRI) and explain the background that influence the author's views on the writing of the history of events the Emergency Government of the Republic of Indonesia (PDRI) itself. The method used in this research is critical discourse analysis with a historical approach and uses four main stages, including: heuristics, source criticism, interpretation, and historiography. This study is a study of historiography, where researcher focused on studying, analyzing the historical work of what was said, who said, why they say so, and to what they say.

The results of this study are writing the history of the events Emergency Government of the Republic of Indonesia (PDRI) in the New Order experiencing injustice in the writing of history.

Because almost all of the writing of the history of this period was dominated by the military and also written by the military. While historians can not freely write history without any pressure from the Government, so that there silent history. Entering the era of the Reformation, the history mostly written by expert historians who successfully investigate and explore the PDRI in more depth. The emergence of a culture of freedom and openness (transparency) in the era of reform made history rewritten in the form of various versions. Writing PDRI of the new order and reform experience a difference because there are two things, namely cultural ties (cultuurge bundenheid) and the soul of the times (zeitgeist). Differences in the writing of history is also caused by differences in the author's perspective; personal tendencies (personal bias), group prejudice (prejudise group), conflicting theories on the basis of the interpretation of history, and their views different philosophy.

Key word: PDRI, Historiografi, Sumatera Barat

(4)

PENDAHULUAN

Keadaan genting Indonesia pada saat terjadinya Agresi Militer Belanda Kedua, membawa Indonesia pada masa pemerintahan darurat yang harus dibentuk demi menjaga kelangsungan negara Indonesia. Rapat darurat yang dilakukan oleh pimpinan Indonesia sebelum mereka ditangkap Belanda, menghasilkan keputusan bahwa Soekarno-Hatta akan menyerahkan tampuk pemerintahan sementara kepada beberapa orang yang berada ditempat yang berbeda yaitu Sjafruddin Prawiranegara yang berada di Sumatera dan dr. Sudarsono dan Mr.

Maramis, perwakilan RI di New Delhi, India melalui surat kawat.1 Walaupun surat kawat tersebut tidak sampai ketangan Sjafruddin Prawiranegara, atas inisiatif Sjafruddin dan pimpinan Sumatera, pemerintahan darurat yang telah direncanakan sejak tanggal 19 Desember 1948, dapat juga dibentuk dan diresmikan pada tanggal 22 Desember 1948.

Latar belakang penulis mengkaji tentang penulisan PDRI ini adalah: Pertama, penulisan sejarah Pemerintahan Darurat Republik Indonesia (PDRI) ini baru ada setelah tahun 1982. Kedua, peristiwa Pemerintahan Darurat Republik Indonesia (PDRI) ini masih sedikit dibicarakan secara nasional dan untuk dunia pendidikan.

Ketiga, pembahasan Pemerintahan Darurat Republik Indonesia (PDRI) masih saja dibahas secara tidak adil atau berat sebelah oleh beberapa penulis. Keempat, PDRI baru mendapatkan tanggapan positif dari Pemerintah pada tahun 1989.

Berdasarkan latar belakang yang telah peneliti paparkan di atas, maka batasan penelitian ini yang di lihat bukanlah sejarah kronologis dari peristiwa Pemerintahan Darurat Republik Indonesia (PDRI), melainkan membahasnya dalam kajian sejarah penulisan sejarah (historiografi) yakni beberapa karya (buku) yang membahas tentang Pemerintahan Darurat Republik Indonesia (PDRI).

Rumusan masalah dalam kajian ini yaitu mempertanyakan tentang:

1. Bagaimanakah penulisan sejarah Pemerintahan Darurat Republik Indonesia (PDRI) berdasarkan karya-karya yang ada selama ini?

2. Apa saja latar belakang yang mempengaruhi pandangan para penulis dalam penulisan sejarah Pemerintahan Darurat Republik Indonesia (PDRI)?

Berdasarkan rumusan masalah di atas, maka tujuan penelitian ini adalah:

1. Menganalisis penulisan sejarah Pemerintahan

1Mestika, Zed, “Sumatera Barat di Panggung Sejarah 1945-1995” (Jakarta: Pustaka Sinar Harapan, 1998), hlm 90

Darurat Republik Indonesia (PDRI) berdasarkan karya-karya yang ada selama ini.

2. Menjelaskan latar belakang yang mempengaruhi pandangan para penulis dalam penulisan sejarah Pemerintahan Darurat Republik Indonesia (PDRI)

Konsep atau kajian yang digunakan dalam penelitian ini adalah konsep historiografi. Konsep historiografi dalam sejarah memiliki arti yang berbeda-beda. Konsep yang pertama, historiografi berhubungan dengan metode sejarah, Konsep yang kedua, historiografi sebagai filsafat sejarah yaitu masalah objektivitas dan subjektivitas. Konsep yang ketiga, historiografi sebagai lapangan studi yang berdiri sendiri dalam ilmu sejarah (sub disiplin ilmu sejarah). Jadi, konsep historiografi yang akan digunakan dalam penelitian ini adalah konsep historiografi konsep historiografi yang ketiga yaitu historiografi sebagai sub disiplin ilmu sejarah.2

METODOLOGI

Berdasarkan masalah yang diteliti, maka jenis penelitian yang peneliti gunakan adalah penelitian kepustakaan. Penelitian kepustakaan yaitu sebuah penelitian yang membatasi dirinya pada bahan-bahan koleksi perpustakaan, tanpa melakukan riset lapangan (data wawancara).

Sebuah riset atau penelitian profesional yang idealnya memang menggunakan kombinasi riset atau penelitian pustaka dan data lapangan atau penekanan pada salah satunya. Namun, peneliti hanya akan menggunakan riset kepustakaan.

Alasannya karena penelitian ini hanya bisa dijawab dengan penelitian pustaka dan tidak dapat mengandalkan adanya data dari riset lapangan.3

Penelitian ini menggunakan tinjauan historiografi yaitu mengkaji beberapa karya berupa buku yang membahas tentang peristiwa PDRI dalam dua era yaitu Orde Baru dan Reformasi.

Terdapat tiga komponen tugas studi historiografi menurut Micheal Starford yaitu, Pertama, mengidentifikasi biografi sejarawan atau individu dengan berbagai macam tipologinya, Kedua, mengidentifikasi pengetahuan sejarah lewat karya-karya sejarah yang pernah ditulis pada zaman tertentu, Ketiga, mempelajari asumsi dasar dalam penulisan sejarah pada zaman tertentu.

Buku yang terbit pada masa Orde Baru diantaranya adalah buku karya Nugroho yang berjudul SNI (Sejarah Nasional Indonesia) Jild VI

2Mery Susanti, “Peristiwa SeranganUmum 1 Maret 1949 di Yogyakarta dalam Dua Era (Orde Baru-Reformasi) Sebuah Tinjauan Studi Historiografi”, Skripsi Program Studi Pendidikan Sejarah STKIP PGRI Sumatera Barat (Padang:

2015)].

3Mestika Zed, 2003, “Metode Penelitian Kepustakaan”, UNP, hlm. 2-3

(5)

3

(1975), Buku Mc. Ricklefs yang berjudul Sejarah Indonesia Modern (1989), buku karya Fatimah Enar et al, yang berjudul Sumatera Barat 1945-1949I (1976), Karya Mani yang berjudul Jejak Revolusi 1945 Sebuah Kesaksian Sejarah (1989) ,S,M Rasjid yang berjudul Sekitar PDRI (Pemerintahan Darurat Republik Indonesia) (1982), karya Mestika Zed yang berjudul Somewhere in the Jungle: Pemerintah Republik Indonesia, Sebuah Mata Rantai Sejarah yang Terlupakan (1997), karya Islam Salim yang berjudul Terobosan PDRI Dan Peranan TNI (1995).

Buku yang terbit pada Era Reformasi diantaranya: Pertama, buku yang ditulis oleh Ismael Hassan yang berjudul Hari-hari terakhir PDRI (2002), Amrin Imran, Saleh A. Djamhari dan J.R Chaniago yang berjudul PDRI dalam Perang Kemerdekaan (2003), Saiful yang berjudul Luhak Lima Puluh Koto Basis Pemerintah Darurat Republik Indonesia (2009).

Kemudian, peneliti dalam penelitiannya menyesuaikan penggunaan metode penelitian dengan metode penelitian sejarah pada umumnya, yaitu menyelesaikan cara penulisan sejarah, dengan bertumpu pada 4 tahap atau kegiatan pokok4, yaitu heuristik, kritik sumber, Interpretasi, dan historiografi.

HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Penulisan Sejarah PDRI Masa Orde Baru Pada era Orde Baru di bawah Presiden Soeharto (1966-1998) diperkenalkan sebuah pendekatan pembangunan yang otoriter yang bertujuan mencapai pertumbuhan ekonomi yang cepat serempak dengan stabilitas politik. Negara dilihat sebagai satu-satunya pelaksana yang sah dari proses terkendali yang akan membawa Indonesia ke sebuah era baru ke arah kemajuan dan kemakmuraan. 5 Untuk mewujudkan keinginannya, Soeharto melakukan pengendalian sejarah atau manipulasi sejarah agar dirinya tampil sebagai sesosok tokoh yang sangat berjasa bagi bangsa Indonesia.

PDRI merupakan salah satu peristiwa yang mendapatkan ketidakadian dalam penulisan sejarah Indonesia karena beberapa hal6, yaitu: pertama, untuk lebih menonjolkan peristiwa Serangan Umum Satu Maret 1948 yang dilakukan oleh Soeharto, maka penulisan sejarah PDRI tidak boleh lebih hebat dari pada peristiwa Soeharto.

Kedua, peristiwa PRRI (Pemerintah Revolusioner Republik Indonesia). PRRI yang diproklamirkan

4Hamid, ABD Rahman, dan Madjid, Muhammad Saleh,

“Pengantar Ilmu Sejarah” (Yogyakarta: Penerbit Ombak, 2011), hlm 43

5Henk, Schulte Nordholt, Bambang Purwanto, Ratna Saptari, 2008, “Perspektif Baru Penulisan Sejarah Indonesia”, Jakarta: Yayasan Obor Indonesia, Hlm 11

6 Gusti, Asnan, PDRI Dalam Penulisan Sejarah Indonesia, makalah seminar nasional, (Padang: 2006)

tanggal 15 Februari tahun 1958 itu memang melibatkan sebagian besar tokoh yang punya andil dalam PDRI..

Pada masa awal Orde Baru strategi pengendalian sejarah mencakup dua hal: pertama mereduksi peran Soekarno dan kedua, membesar-besarkan jasa Soeharto.7 Mimpi Orde Baru Soeharto ialah mencapai akhir sejarah dengan mendirikan sebuah orde yang bercirikan bebas dari kejadian-kejadian yang mengganggu.8 Jadi tidak heran pada masa ini penulisan sejarah PDRI selalu mendapatkan porsi yang sedikit atau hanya ditempat sebagai pelengkap kronologi sejarah.

SNI jild VI karya Nugroho,dkk, merupakan salah satu buku yang menempatkan PDRI sebagai pelengkap, keberadaan PDRI hanya dibicarakan sebanyak tiga kalimat sehingga tidak bisa menggambarkan bagaimana berdirinya PDRI maupun apa yang dilakukan PDRI untuk Indonesia.

B. Penulisan Sejarah PDRI Masa Reformasi Setelah Orde Baru jatuh, muncul sejumlah upaya untuk menulis ulang sejarah, masing-masing dengan persepsinya tentang apa yang harus disorot dan mana yang harus dihapus, pelaku-pelaku mana yang dianggap memainkan peranan utama dan mana yang kurang berarti dalam perjalanan sejarah. 9 Periode pasca orde baru dengan desentralisasi sebagai proses utama, dibuka kemungkinan bagi beragam kelompok yang mewakili pihak-pihak yang dibungkam pada masa lalu untuk menyelidiki berbagai sejarah di dalam historiografi yang sudah dipisahkan dari pusat.

Masa reformasi dilakukanlah penulisan ulang tentang PDRI karena pengkerdilan peranan PDRI yang dilakukan pada masa Orde Baru sehingga tidak memperlihatkan eksistensi atau arti penting keberadaan PDRI demi kelangsungan hidup Republik Indonesia. Menghilangkan kehadiran PDRI dalam panggung sejarah Indonesia, sama saja seperti menghapus kronologi sejarah indonesia yang perjadi sejak tanggal 19 Desember 1948-13 Juli 1949. Karena itu, sangat penting untuk dilakukannya penulisan ulang mengenai peristiwa PDRI ini.

C. Pengaruh Jiwa Zaman dan Lingkungan Budaya terhadap Karya PDRI

Sejarawan adalah orang yang menghasilkan karya sejarah. Setiap historiografi (sejarah penulisan sejarah) senantiasa memperlihatkan perbedaan dari waktu ke waktu (zaman, tempat,

7Asvi Warman Adam, 2004, “Pelurusan Sejarah Indonesia”,Yogyakarta: Penerbit Ombak Hlm.142

8 Henk, Schulte Nordholt, Bambang Purwanto, Ratna Saptari, 2008, “Perspektif Baru Penulisan Sejarah Indonesia”, Jakarta: Yayasan Obor Indonesia, Hlm 11

9 Henk, Schulte Nordholt, Bambang Purwanto, Ratna Saptari, 2008, Perspektif Baru Penulisan Sejarah Indonesia, Jakarta: Yayasan Obor Indonesia, hlm 3

(6)

kebudayaan dimana karya historiografi tersebut dihasilkan). Pada umumnya karya-karya yang dimuat dalam sejarah memiliki beberapa kategori, yaitu pertama, para penulis, kedua, kapan karya tersebut diterbitkan dan terakhir, tujuan penerbitan dari masing-masing penulisan. Pada kategori pertama setidaknya ada tiga kelompok penulis, yaitu: 1) para pelaku atau aktor sejarah; 2) Para penulis yang berpihak kepada salah satu pelaku atau aktor sejarah; dan 3) Penulis yang termasuk pada golongan ilmuan.10

Sejarah sebagai bentuk pemikiran bergantung pada cara berpikir dan nilai-nilai yang dianut sejarawan. Sebab apa yang dilakukannya dalam mencipta atau menyusun suatu historiografi bukanlah hanya sekedar membeberkan atau mencatatkan fakta-fakta sejarah belaka, melainkan juga memberikan tafsiran atau menilai, dan nilai pentingnya itu jelas ditentukan oleh kebudayaan sezaman. Keanekaragaman historiografi baik itu bentuk, isi, dan sifat serta corak pada dasarnya berpijak pada dua elemen pokok yang saling berkaitan: pertama, adanya ikatan kebudayaan (Cultur bundenheid) dalam artian, karya historiografi tidak lepas dari lingkungan kebudayaan dimana sejarawan dan karya historiografi tersebut dilahirkan. Kedua, adanya ikatan waktu atau jiwa zaman (zeitgeist). Hal ini berarti pandangan sejarah (perspektif) yang terkandung dalam karya historiografi ditentukan oleh jiwa zaman atau semangat zaman yang berkembang pada masanya.11

Politik Orde Baru tidak terpisahkan dari tiga ciri utama yang saling berkaitan. Pertama, berlakunya anomali politik ketika stabilitas kekuasaan tidak diiringi oleh stabilitas pemerintahan dan kekuasaan. Kedua, dijalankannya perwakilan proposional simbolis dalam lembaga legislatif. Jabatan presiden terus dipegang oleh Soeharto selama lebih dari 32 tahun, dan produk undang-undang tidak lebih dari produk eksekutif, sedangkan legislatif hanyalah penyetempel belaka. Ketiga, dilembagakannya mekanisme politik atas dasar ketidakpercayaan pada rakyat dan menafikan kedaulatan rakyat oleh rezim. Efeknya dari ketiga ciri utama politk Orde Baru tersebut, melahirkan kebijakan dan praktek politik yang menolak rasionalitas.12

Ada dua cara pengendalian sejarah, pertama dengan penambahan unsur tertentu dalam sejarah.

Misalnya dengan dibuat film yang mengisahkan

10Mery Susanti, “Peristiwa Serangan Umum 1 Maret 1949 Di Yogyakarta Dalam Dua Era (Orde Baru-Reformasi) Sebuah Tinjauan Studi Historiografi”, Skripsi Program Studi Pendidikan Sejarah STKIP PGRI Sumatera Barat (Padang:

2015), hlm 55

11Mestika, Zed, Pengantar Studi Historiografi, (Padang:

Proyek Peningkatan dan Pengembangan Perguruan Tinggi Universitas Andalas Padang, 1984), hlm 23

12 Muhamad, Hisyam, 2003, Krisis Masa Kini dan Orde Baru, (Jakarta: Yayasan Obor Indonesia), hlm 185-186

bahwa pemimpin yang sedang berkuasa adalah seorang pahlawan tanpa cacat, sedangkan yang menentangnya adalah musuh besar bangsa. Cara kedua adalah kebisuan sejarah. Menurut Marc Ferro, profesor pada Ecole des Hautes Etudes en Sciences Sociales (EHESS) di Paris, paling sedikit ada tiga jenis kebisuan sejarah, pertama berkaitan dengan prinsip legitimasi. Kedua berkaitan dengan kondisi masyarakat, ketiga menyangkut hal-hal yang memalukan di masa lampau.13 Dalam kasus PDRI, kebisuan sejarah terjadi akibat prinsip legitimasi. Untuk mempertahankan kekuasaannya, Soeharto ingin tampil sebagai satu-satunya penyelamat pada masa revolusi (1948-1950) dengan mengagung-agunngkan peristiwa Serangan Umum 1 Maret. Padahal peristiwa itu hanyalah sebagian kecil dari peristiwa besar sesungguhnya, yaitu PDRI.

PDRI adalah salah satu peristiwa yang menjadi dampak dari jiwa zaman Orde Baru.

Karya-karya yang dihasilkan pada masa Orde Baru ini kebanyakan bersifat militerisasi yang mana ketika menceritakan tentang sejarah revolusi Indonesia, maka kehadiran PDRI seringkali dikucilkan, dianggap remeh, bahkan ditiadakan.

Hal ini dilakukan agar masyarakat hanya mengetahui, bahwa pada masa revolusi, pihak militer memiliki peran utama yang sangat menentukan takdir Indonesia kedepannya.

Disamping itu, pengucilan PDRI ini dimaksudkan untuk lebih menonjolkan suatu peristiwa lain atau tokoh lain yang dianggap pantas dijadikan sebagai tokoh utama pada masa Revolusi, yaitu Peristiwa Serangan Umum 1 Maret dan Pemimpin Perang Gerilya, Soedirman.

Lingkungan budaya yang ada pada masa Orde Baru, dimana ABRI (Angkatan Bersenjata Republik Indonesia) yang dijadikan pilar utama rezim Soeharto, juga mempengaruhi tulisan-tulisan yang lahir pada masa itu. Kebanyakan penulis yang menulis sejarah bukanlah ahli sejarawan, melainkan para tentara-tentara yang memiliki minat untuk menuliskan kisahnya pada sebuah karya. Tentu saja karya yang dihasilkan akan berbeda jauh jika menulisnya adalah seorang sejarawan ahli yang menggunakan metode sejarah dalam menghasilkan karyanya. Karena para tentara itu hanya menyampaikan apa yang ingin mereka sampaikan atau hanya menonjolkan apa yang ingin mereka tonjolkan dari sudut pandang mereka.

Sehingga pada masa Orde Baru, banyaklah buku-buku yang terbit yang kebenarannya belum dapat dipastikan.

Setelah Orde Baru jatuh, muncul sejumlah upaya untuk menulis ulang sejarah, masing-masing dengan persepsinya tentang apa yang harus disorot dan mana yang harus dihapus, pelaku-pelaku mana

13 Asvi Warman Adam, 2009, pelurusan Sejarah Indonesia, Yogyakarta:Ombak, hlm. 138-140

(7)

5

yang dianggap memainkan peranan utama dan mana yang kurang berarti dalam perjalanan sejarah.14 Era Reformasi lahir karena adanya tuntutan situasi zaman, tuntutan konsolidasi semangat kebangsaan, integrasi bangsa (Nasionalisme), pembangunan Negara bangsa dan identitas bangsa. Karena itu penulisan sejarah nasional Indonesia diperlukan sebagai salah satu identitas bangsa yang baru merdeka. Situasi dan kondisi pada era inilah yang sangat kuat menguasai pikiran sejarawan sehingga mereka mau melakukan serangkaian penelitian yang mendalam untuk mengetahui bagaimana sesungguhnya peristiwa sejarah itu terjadi.

Kesadaran akan identitas atau jati diri sebagi suatu bangsa hanya bisa terbentuk bila seseorang memperoleh informasi yang akurat tentang sejarah bangsanya. Dalam kasus Indonesia, bangsa Indonesia sepatutnya mempelajari siapa dirinya . Kejadian-kejadian penting apa yang telah berlangsung yang berpengaruh terhadap sosok bangsa Indonesia masa kini.15

KESIMPULAN

Skripsi ini menjabarkan historiografi PDRI dalam dua masa yaitu Orde Baru dan Reformasi yang sudah tertuang dalam karya-karya yang sudah diterbitkan. Pada masa Orde Baru ditemukan karya-karya yang mengucilkan PDRI dalam tulisannya. PDRI ditulis secara tidak adil, bahkan cenderung dianggap hanya sebagai pelengkap kronologis sejarah Indonesia dan juga pengantar sebuah peristiwa besar yaitu Serangan Umum 1 Maret yang dipimpin oleh Soeharto. Karya-karya tentang zaman revolusi Indonesia yang terbit pada masa Orde Baru lebih menonjolkan kemiliteran dan tentara-tentara yang berjuang demi mempertahankan kemerdekaan Indonesia, sedangkan PDRI hanya mendapatkan porsi sedikit yang bahkan tidak bisa menjelaskan tentang PDRI.

Diakhir periode Orde Baru, kedudukan PDRI sudah mendapatkan perhatian yang cukup besar karena banyaknya sejarawan yang protes dengan diterbitkannya buku Sejarah Nasional Indonesia (SNI) sebanyak 6 jild. Sikap menerima pemerintah juga dibuktikan pada tahun 1989, tepatnya tanggal 25 September 1989, pemerintah “merestui”

diadakannya seminar PDRI yang diikuti dan dihadiri oleh sebagian besar tokoh PDRI, sejarawan dan pengamat sosial politik nasional.

sejak itulah karya PDRI secara gambalang boleh

14 Henk, Schulte Nordholt, Bambang Purwanto, Ratna Saptari, 2008, Perspektif Baru Penulisan Sejarah Indonesia, Jakarta: Yayasan Obor Indonesia, hlm 3

15 Suparno, Suhaenah.Pengajaran Sejarah sebagai Sarana Memperkuat Jati Diri dan Integrasi Bangsa.Makalah .dalam buku Pengajaran Sejarah Kumpulan Makalah Simposium . Jakarta : Proyek Inventarisasi dan Dokumentasi Sejarah Nasional.

dituliskan oleh para sejarawan tanpa ada rasa takut dari pemerintah lagi, sehingga bermunculan karya-karya PDRI baik secara utuh maupun hanya sebagian. Hingga munculnya reformasi, PDRI hadir sebagai salah satu peristiwa yang sangat penting bagi kronologis sejarah Indonesia.

Pada masa reformasi, ketika sudah ada kebebasan berbicara dan berkarya, karya-karya mengenai PDRI juga semakin ramai ditulis baik yang bersifat keseluruhan seperti karya Amrin Imran yang berjudul PDRI dalam Perang Kemerdekaan, maupun ditulis yang masih bersifat daerah seperti karangan Saiful yang berjudul Luhak Lima Puluh Koto Basis Pemerintah Darurat Republik Indonesia. Adanya karya-karya PDRI yang lahir setelah melunaknya pemerintahan Soeharto, seolah menyadarkan Soeharto bahwa tidak selamanya peristiwa-peristiwa sejarah yang dulunya di bungkam oleh pemerintah kini dibiarkan mengeluarkan pendapatnya dan kemampuannya dalam menggali sejarah yang sebenarnya.

DAFTAR PUSTAKA A. Buku

Asvi Warman Adam, 2004, “Pelurusan Sejarah Indonesia”,Yogyakarta: Penerbit Ombak Hamid, ABD Rahman, dan Madjid, Muhammad Saleh,

“Pengantar Ilmu Sejarah” (Yogyakarta: Penerbit Ombak, 2011)

Henk, Schulte Nordholt, Bambang Purwanto, Ratna Saptari, 2008, Perspektif Baru Penulisan Sejarah Indonesia, Jakarta: Yayasan Obor Indonesia, Mestika, Zed, Pengantar Studi Historiografi, (Padang:

Proyek Peningkatan dan Pengembangan Perguruan Tinggi Universitas Andalas Padang, 1984)

Mestika, Zed, “Sumatera Barat di Panggung Sejarah 1945-1995” (Jakarta: Pustaka Sinar Harapan, 1998)

Mestika Zed, 2003, “Metode Penelitian Kepustakaan”, UNP

Muhamad, Hisyam, 2003, Krisis Masa Kini dan Orde Baru, (Jakarta: Yayasan Obor Indonesia) Suparno, Suhaenah.Pengajaran Sejarah sebagai Sarana

Memperkuat Jati Diri dan Integrasi Bangsa.Makalah .dalam buku Pengajaran Sejarah Kumpulan Makalah Simposium . Jakarta : Proyek Inventarisasi dan Dokumentasi Sejarah Nasional B. Skripsi

Gusti, Asnan, PDRI Dalam Penulisan Sejarah Indonesia, makalah seminar nasional, (Padang: 2006) Mery Susanti, “Peristiwa Serangan Umum 1 Maret 1949

Di Yogyakarta Dalam Dua Era (Orde Baru-Reformasi) Sebuah Tinjauan Studi Historiografi”, Skripsi Program Studi Pendidikan Sejarah STKIP PGRI Sumatera Barat (Padang:

2015)

Referensi

Dokumen terkait

Satu hal yang membuat buku ini unik dan berbeda dari buku-buku lain adalah buku ini tidak hanya menceritakan sejarah dari berbagai wabah penyakit yang pernah terjadi di dunia, tetapi