• Tidak ada hasil yang ditemukan

pemerolehan fonologi anak autis usia 5 tahun

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2023

Membagikan "pemerolehan fonologi anak autis usia 5 tahun"

Copied!
11
0
0

Teks penuh

(1)

PEMEROLEHAN FONOLOGI ANAK AUTIS USIA 5 TAHUN (STUDI KASUS)

JURNAL

Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan (Strata 1)

AMALIA GIPPY NPM 12080214

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN BAHASA DAN SASTRA INDONESIA SEKOLAH TINGGI KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN

(STKIP) PGRI SUMATERA BARAT PADANG

2016

(2)
(3)
(4)

AUTISM PHONOLOGICAL ACQUISITION CHILDREN AGES 5 YEARS (CASE STUDY)

Amalia Gippy1, Silvia Marni2, Asri Wahyuni Sari3 1) Students STKIP PGRI West Sumatra

2) 3) Lecturer Language Study Program and Literature Indonesia STKIP PGRI West Sumatra

Abstract

Language is a communication tool for humans to interact. With human language can express thoughts, ideas, emotions, and feelings. To be able to speak, a man would go through the process of language acquisition. In general, children acquire language starting from the age of 0-5 years. However, in children with autism have delays in the process of speaking. In autistic children age 5 new child is able to pronounce a word or two like normal children aged 1-2.5 years. The purpose of this study was to describe the form of the acquisition of phonological viewed from a phonetic speech autistic children aged 5 years.

The research is a qualitative study using descriptive methods. Respondents or informants in this study is an autistic child age 5 who named Angela Minriani. The child was born in Padang on June 22, 2011. Father informant named Sulabri, a member of the TNI and the informant named Junisnaini mother who works as a housewife. Instruments in this study are the author's own. To facilitate research in data collection, used a tape recorder, stationery and table iventaris data for classifying data. The data collection technique used is the method and the method consider ably.

The steps in analyzing the data is done as follows (1) transcribing the data into written language, (2) interpret or interpret speech delivered the child, (3) interpret or make sense of the speech delivered the child in the form of Indonesian, (4) concluded the data for knowing phonological acquisition. Data validation technique used is the technique detailed description.

The result is that, phonological acquisition in autistic children aged 5 years of relatively slow because children are not capable of removing the language sounds clearly, especially issuing phoneme beginning of words. However, the meaning of the spoken word can dimerki others. The acquisition forms of child phonology that sound changes zeroisasi aferesis, neutralization, monoftongisasi, metathesis and anaptiksis protesis. The most dominant sound changes in phonological acquisition are sound changes zeroisasi aferis is dating one of the sounds at the beginning of the word and change the sound of neutralization that sound changes due to environmental influences.

Keywords: acquisition, phonology, children with autism

(5)

PEMEROLEHAN FONOLOGI ANAK AUTIS USIA 5 TAHUN (STUDI KASUS)

Amalia Gippy1, Silvia Marni2, Asri Wahyuni Sari3 1) Mahasiswa STKIP PGRI Sumatera Barat

2) 3) Dosen Program Studi Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia STKIP PGRI Sumatera Barat

Abstrak

Bahasa merupakan alat komunikasi untuk berinteraksi bagi manusia. Dengan bahasa manusia bisa mengungkapkan pikiran, gagasan, emosi, dan perasaan. Untuk bisa berbahasa, manusia pasti melalui proses pemerolehan bahasa. Pada umumnya anak memperoleh bahasa dimulai dari usia 0-5 tahun. Akan tetapi, pada anak autis mengalami keterlambatan dalam proses berbahasa. Pada anak autis usia 5 tahun anak baru mampu melafalkan satu atau dua kata seperti anak normal berusia 1-2,5 tahun. Tujuan penelitian ini adalah mendeskripsikan bentuk pemerolehan fonologi dilihat dari bentuk fonetik ujaran anak autis usia 5 tahun.

Jenis penelitian ini adalah penelitian kualitatif dengan menggunakan metode deskriptif.

Responden atau informan dalam penelitian ini adalah anak autis usia 5 tahun yang yang bernama Angela Minriani. Anak tersebut lahir di Padang tanggal 22 Juni 2011. Ayah informan bernama Sulabri, seorang anggota TNI dan ibu informan bernama Junisnaini yang hanya bekerja sebagai ibu rumah tangga. Instrumen dalam penelitian ini adalah penulis sendiri. Untuk mempermudah penelitian dalam pengumpulan data, digunakan alat perekam, alat tulis, dan tabel iventaris data untuk mengklasifikan data. Teknik pengumpulan data yang digunakan adalah metode simak dan metode cakap. Langkah-langkah dalam menganalisis data dilakukan sebagai berikut (1) mentranskipsikan data kedalam bahasa tulis, (2) mengartikan atau memaknai ujaran yang disampaikan anak, (3) mengartikan atau memaknai ujaran yang disampaikan anak dalam bentuk bahasa Indonesia, (4) menyimpulkan data untuk mengetahui pemerolehan fonologi. Teknik pengabsahan data yang digunakan adalah teknik uraian rinci.

Hasil penelitian didapat bahwa, pemerolehan fonologi pada anak autis usia 5 tahun tergolong lamban karena anak belum mampu mengeluarkan bunyi-bunyi bahasa dengan jelas terutama mengeluarkan fonem di awal kata. Akan tetapi, makna kata yang diucapkan dapat dimerki orang lain. Bentuk pemerolehan fonologi anak tersebut yaitu perubahan bunyi zeroisasi aferesis, netralisasi, monoftongisasi, metatesis dan anaptiksis protesis. Perubahan bunyi yang paling dominan dalam pemerolehan fonologi ini adalah perubahan bunyi zeroisasi aferis yaitu penanggalan salah satu bunyi pada awal kata dan perubahan bunyi netralisasi yaitu perubahan bunyi karena pengaruh lingkungan.

Kata kunci :pemerolehan, fonologi, anak autis

(6)

PENDAHULUAN

Bahasa mempunyai peranan yang sangat penting bagi manusia. Bahasa merupakan alat komunikasi yang dibutuhkan oleh semua kalangan manusia. Tanpa bahasa manusia tidak bisa melakukan interaksi sesamanya. Secara fonologis, penguasaan suatu bahasa dimulai dari otak, lalu dilanjutkan pelaksanaannya oleh alat-alat bicara yang melibatkan sistem syaraf otak. Oleh karena itu, dapat dikatakan bahwa berbahasa adalah proses mengeluarkan pikiran dan perasaan dari otak secara lisan, dalam bentuk kata-kata maupun kalimat. Seseorang manusia yang normal fungsi otak dan alat bicara,tentu dapat berbahasa dengan baik. Namun, mereka yang memiliki kelainan fungsi otak dan alat bicaranya, tentu mempunyai kesulitan dalam berbahasa, dengan kata lain kemampuan berbahasanya terganggu.

Penyebab kesulitan dalam komunikasi yang disebut gangguan berbahasa. Gangguan berbahasa dapat disebabkan oleh terjadinya kerusakan pada alat artikulasi, bisa juga karena kerusakan pada otak. Secara fonologi adalah kemampuan seseorang dalam mengucapkan dan memaknai kata atau kalimat yang diucapkannya. Dengan demikian, kompetensi fonologisnya menjadi suatu elemen utama berkomunikasi seseorang tidak terkecuali bagi anak-anak berkebutuhan khusus seperti anak autis. Anak autis adalah anak yang mengalami gangguan.

Gangguan tersebut mempengaruhi cara untuk berkomunikasi. Anak autis mengalami gangguan perkembangan organik yang mempengaruhi kemampuan anak dalam berkomunikasi dan berinteraksi dalam menjalani kehidupannya. Pada anak autis anak mengalami keterlambatan dalam pemerolehan bahasa.

Pemerolehan bahasa atau akuisisi bahasa adalah proses yang berlangsung di dalam otak seorang kanak-kanak ketika dia memperoleh bahasa ibunya atau bahasa pertama (Chaer, 2002:167). Pemerolehan bahasa biasanya dibedakan dari pembelajaran bahasa (languange learning). Jadi, pemerolehan bahasa berkenaan dengan bahasa pertama atau bahasa ibunya.

Maksan (1993;25-27) membagi tahapan perkembangan bahasa menjadi enam tahap sebagai berikut : (1) Tingkat membabel (0;0-1;0). Masa ini dibagi dua tingkat, yaitu mendekut dan membabel. (2) Masa holofrasa (1;2-2;0). (3) Masa mengucap dua kata (2;0-2;6).(4) Masa permulaan tata bahasa (2;6-3;0). (5) Masa menjelang tata bahasa dewasa (3;0-4;0). (6) Masa kecap penuh (4;0-5;0).

Pada pemerelohan bahasa yang pertama diperoleh anak adalah pemerolehan fonologi.

Chaer (2002:202), mengatakan dalam penelitian Jakobsob mengamati pengeluaran bunyi-bunyi oleh bayi-bayi pada tahap membabel (babbling) dan menemukan bahwa bayi yang normal mengeluarkan berbagai ragam bunyi dalam vokalisasinya baik bunyi vokal maupun bunyi konsonan. Namun, ketika bayi mulai memperoleh kata pertama (kira-kira 1;0 tahun) maka kebanyakan bunyi-bunyi ini menghilang malah sebagian dari bunyi-bunyi itu baru muncul kembali beberapa tahun kemudian. Dari pengamatan Jakobsob menyimpulkan adanya dua tahap dalam pemerolehan fonologi, yaitu (1) tahap membabel prbahasa, (2) tahap pemerolehan bahasa murni.

Menurut Maksan (1993:39-42), pemerolehan fonologi sebenarnya seseorang anak melalui dua periode, yakni periode pertamanya disebut masa presepsi dan periode keduanya dinamakan masa ekspresi. Masa atau periode pertama yang dinamakan dengan masa presepsi adalah waktu anak hanya menerima apa-apa saja yang didengarnya. Semua ucapan dari orang-orang berada di dekatnya didengar tanpa memberikan reaksi ucapan, tapi anak sudah mampu memberiakan reaksi secara fisik seperti tertawa, menangis, mengeliat dan sebagainya. Pada masa ekspresi anak sudah bisa mengucap kata-kata, mulai dari kata yang tidak jelas sampai kepada kata yang jelas yang semakin sempurna.

Pemerolehan fonologi yang diperoleh pertama anak adalah fonetik. Fonetik merupakan cabang kajian yang menganalisis bunyi-bunyi fonem sebuah bahasa direalisasikan atau di lafalkan.

(Clark dalam Muslich, 2008:8). Pada pemerolehan fonetik terdapat perubahan bunyi kata ketika dilafalkan oleh responden. Perubahan bunyi adalah berubahnya bunyi asli menjdai bunyi baru (perubahan). Berdasarkan permasalahan di atas, maka dilakukan penelitian tentang pemerolehan fonologi tataran fonetik dan perubahan bunyi anak autis usia 5 tahun. Dengan rumusan dalam bentuk pertanyaan, yaitu “Bagaimanakah bentuk pemerolehan fonologi tataran fonetik dan perubahan bunyi bahasa pada anak autis usia 5 tahun?” . Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan bentuk pemerolehan fonologi tataran fonetik dan perubahan bunyi bahasa pada anak autis usia 5 tahun.

(7)

METODOLOGI PENELITIAN

Penelitian ini menggunakan jenis penelitian kualitatif dengan menggunakan metode deskriptif. Penelitian menghasilkan data-data deskriptif yang berupa kata-kata tertulis atau lisan dari orang-orang dan perilaku yang dapat diamati, Bogdan dan Tailor (dalam Maleong, 2010;4).

Menurut Kirt dan Miller (dalam Moleong, 2010:4) penelitian kualitatif adalah tradisi tertentu dalam ilmu pengetahuan secara fundemental bergantung dari pengamatan pada manusia baik dalam kawasanya maupun dalam praistilahannya. Tujuan penelitian ini akan dijelaskan bagaimana pemerolehan fonologi pada anak autis usia 5 tahun.

Dalam penelitian ini, responden atau informan adalah anak autis 5 tahun yang akan memberi data sesuai kemampuannya. Anak bernama Angela Minriani lahir pada tanggal 22 Juni 2011 di Padang. Anak ini mengalami autis dan tidak memiliki cacat fisik. Instrumen di dalam penelitian ini penulis sendiri. Untuk mempermudah peneliti dalam mengumpulkan data, maka peneliti menggunakan alat perekam, alat tulis untuk mencatat, dan tabel invantarisasi data untuk menglasifikasikan data. Alat perekam digunakan untuk merekam seluruh bunyi-bunyi bahasa yang diujarkan oleh Angela Minriani.

Pengumpulan data dilakukan dengan menggunakan metode simak dan metode cakap.

Mahsun (2005:90-91) mengatakan metode simak yaitu metode yang dilakukan dengan cara menyimak penggunaan bahasa , metode simak teknik dasar dan teknik lanjutan. Teknik dasar dalam metode simak digunakan dalam pengumpulan data pada penelitian ini adalah teknik sadap, yaitu pemerolehan data yang dilakukan dengan menyadap bunyi-bunyi bahasa yang dilafalkan responden..

Dalam penelitian ini, peneliti sebagai instrument langsung meganalisis data untuk menghindari kesalahan-kesalahan. Maka untuk mendapatkan hasil yang optimal dalam penelitian ini menggunakan teknik pengabsahan data teknik uraian rinci. Pengamatan berarti mencari secara konsisten interpretasi dengan berbagaicara dengan kaitannyadalam proses analisis yang instan atau atentif, mencari suatu usaha, membatasi pengaruh, mencari apa yang dapat di perhitungkan dan tidak dapat diperhitungkan. Menurut Maleong (2010:337), teknik uraian rinci adalah teknik yang menuntut penelita agar melaporkan hasil penelitiannya sehingga uraian tersebut dilakukan dengan mendeskripsikan pemerolehan fonologi anak autis usia 5 tahun.

Patton (dalamMoleong, 2010:280) menyimpulkan analisis data adalah proses mengatur urutan data, mengorganisasikan kedalam suatu pola, kategori, dan satuan uraian dasar. Jadi dapat disimpulkan bahwa analisis data yang dilakukan adalah untuk mengurutkan data kedalam suatu pola. Langkah dalam menganalisis data yang penulis lakukan sebagai berikut (1) mentranskipkan data kedalam bahasa tulis, (2) mengartikan atau memaknai ujaran atau ucapan yang disampaikan anak, (3) mengartikan atau memaknai ujaran atau ucapan yang disampaikan anak dalam bentuk bahasa Indonesia, (4) menyimpulkan data untuk mengetahui pemerolehan fonologi anak autis selama penelitian.

HASIL PENELITIAN

Hasil penelitian menyimpulkan bahwa, hasil pengolahan dan analisis data dengan tujuan untuk memperoleh gambaran tentang pemerolehan fonologi anak autis usia 5 tahun. Data yang ditemukan sebagai berikut :

1. Modivikasi Vokal

Data yang ditemukan pada pelafalan Angela Minriani berupa asimilasi yang terdapat pada kata berikut :

(1) [di rumah] menjadi [I lUmahħ]

Data (1) merupakan pemerolehan fonologi anak usia 5 tahun yang tergolong dalam perubahan bunyi jenis modivikasi vokal. Hal ini dikarnakan berubahnya bunyi [di rumah] menjadi [I lUmaħ] akibat pengaruh bunyi yang lain mengikutinya.

2. Netralisasi

Data yang ditemukan pada pelafalan Angela Minriani berupa netralisasi yang terdapat pada kata berikut :

(2) [nio makan] menjadi [mawma?an]

(3) [lamak] menjadi [ṇama?]

(8)

(4) [nio kue] menjadi [mawwe]

(5) [kue lamak] menjadi [weṇama?]

(6) [nio] menjadi [maw] (7) [bintang] menjadi [ṇṭaŋ]

(8) [minum ma] menjadi [ṇUm ma]

(9) [hiduang] menjadi [duŋ]

(10) [lalok] menjadi [bObO?]

Data (2) merupakan bentuk pemerolehan fonologi anak autis usia 5 tahun yang tergolong perubahan bunyi netralisasi. Hal ini dikarnakan berubahnya bunyi [nio] menjadi [maw] akibat pengaruh lingkungan. Data (3) merupakan bentuk pemerolehan fonologi anak autis usia 5 tahun yang tergolong pada perubahan bunyi netralisasi. Hal ini dikarnakan berubahnya bunyi huruf [l]

menjadi [ṇ] karena pengaruh lingkungan. Data (4) merupakan bentuk pemerolehan fonologi anak autis usia 5 tahun yang tergolong pada perubahan bunyi netralisasi. Hal ini terjadi karena berubahnya bunyi [nio] pada kata [nio makan] menjadi [maw] pada kata [maw ma?an]. Data (5) merupakan bentuk pemerolehan fonologi anak autis usia 5 tahun yang tergolong pada perubahan bunyi netralisasi. Hal ini terjadi karena berubahnya bunyi [kue lamak] menjadi [weṇama?] karena pengaruh lingkungan. Data (6) merupakan bentuk pemerolehan fonologi anak autis usia 5 tahun yang tergolong pada perubahan bunyi netralisasi. Hal ini terjadi karena perubahan bunyi kata [nio]

menjadi [maw] yang dipengaruhi lingkungan.

Selanjutnya data (07), merupakan bentuk pemerolehan fonologi anak autis usia 5 tahun yang tergolong pada perubahan bunyi netralisasi. Hal ini terjadi karena perubahan bunyi [bintang]

menjadi [ṇṭaŋ] karena dipengaruhi lingkungan. Data (08) merupakan bentuk pemerolehan fonologi anak autis usia 5 tahun yang tergolong pada perubahan bunyi netralisasi. Hal ini terjadi karena perubahan bunyi [minum ma] menjadi [ṇUm ma] karena dipengaruhi lingkungan. Data (09) merupakan pemerolehan fonologi anak autis usia 5 tahun yang tergolong pada perubahan bunyi jenis netralisasi. Hal ini terjadi karena perubahan bunyi kata [hiduang] menjadi [duŋ] yang dipengaruhi oleh lingkungan. Data (10) merupakan pemerolehan fonologi anak autis usia 5 tahun yang tergolong pada perubahan bunyi netralisasi. Hal ini terjadi karena berubah totalnya bunyi [lalok] menjadi [bObO?] yang di pengaruhi oleh lingkungan.

3. Zeroisasi aferesis

Data yang ditemukan pada pelafalan Angela Minriani berupa zeroisasi aferesis yang terdapat pada kata berikut :

(11) [yana] menjadi [ṇa]

(12) [ade] menjadi [ḍe]

(13) [minum haus] menjadi [ṇum haws]

(14) [alah] menjadi [Laħ]

(15) [ama anai] menjadi [mamaṇi]

(16) [karupuak] menjadi [pu?]

(17) [minum es] menjadi [ṇumɛs]

(18) [kintan] menjadi [ṇṭaṇ]

(19) [ramah] menjadi [maħ]

(20) [padeh] menjadi [dɛħ]

Data (11) merupakan bentuk pemerolehan fonologi anak autis usia 5 tahun yang tergolong pada perubahan bunyi zeroisasi aferesis. Hal ini terjadi karena penanggalan bunyi pada awal kata [yana] menjadi [ṇa]. Data (12) merupakan bentuk pemerolehan fonologi anak autis usia 5 tahun yang tergolong pada perubahan bunyi zeroisasi aferesis. Hal ini terjadi karena penganggalan bunyi pada awal kata [ade] menjadi [ḍe]. Data (13) merupakan bentuk pemerolehan fonologi anak autis usia 5 tahun yang tergolong dalam perubahan bunyi zeroisasi aferesis. Hal ini terjadi karena penanggalan bunyi pada awal kata [minum] menjadi [ṇum]. Data (14) merupakan bentuk pemerolehan fonologi anak autis usia 5 tahun yang tergolong dalam perubahan bunyi zeroisasi aferesis. Hal ini terjadi karena penanggalan bunyi pada awal kata [ alah] menjadi [laħ]. Data (15) merupakan bentuk pemerolehan fonologi anak autis usia 5 tahun yang tergolong dalam perubahan bunyi zeroisasi aferesis. Hal ini terjadi karena penanggalan bunyi pada awal kata [ani] menjadi [ṇi].

(9)

Selanjutnya data (16), merupaka pemerolehan fonologi anak autis usia 5 tahun yang tergolong pada perubahan bunyi zeroisasi aferesis. Hal ini terjadi karena hilangnya bunyi pada awal kata [karupuak]. Data (17) merupaka pemerolehan fonologi anak autis usia 5 tahun yang tergolong pada perubahan bunyi zeroisasi aferesis. Hal ini terjadi karena hilangnya bunyi [mi]

pada kata [minum]. Data (18) merupakan pemerolehan fonologi anak autis usia 5 tahun yang tergolong pada jenis perubahan bunyi zeroisasi aferesis. Hal ini terjadi karena penghilangan bunyi pada awal kata. Data (19) merupakan pemerolehan fonologi pada anak autis usia 5 tahun yang tergolong pada perubahan bunyi jenis zeroisasi aferesis. Hal ini terjadi karena hialngnya bunyi [ra]

pada kata [ramah]. Data (20) merupakan pemerolehan fonologi anak autis usia 5 tahun yang tegolong pada perubahan bunyi zeroisasi aferesis. Hal ini terjadi karena hilangnya bunyi pada awal kata.

4. Metatesis

Data yang ditemukan pada pelafalan Angela Minriani berupa metatesis yang terdapat pada kata berikut :

(21) [baralek] menjadi [balɛ?]

Data (21) merupakan bentuk pemerolehan fonologi anak autis usia 5 tahun yang tergolong pada perubahan bunyi metatesis. Hal ini terjadi karena penanggalan bunyi pada satu kata menjadi kata yang bersaing.

5. Monoftongisasi

Data yang ditemukan pada pelafalan Angela Minriani berupa monoftongisasi yang terdapat pada kata berikut :

(22) [mak uwo] menjadi [mawo]

(23) [kue] menjadi [we]

(24) [Nio itu] menjadi [ṇoṭu]

Data (22) merupakan pemerolehan fonologi anak autis usia 5 tahun yang tergolong perubahan bunyi jenis monoftongisasi. Hal ini terjadi karena berubah dua bunyi kata [mak wo]

menjadi [mawo] atau satu kata. Data (23) merupakan pemerolehan fonologi anak autis usia 5 tahun yang tergolong perubahan bunyi jenis monoftongisasi. Hal ini terjadi karena perubahan dua bunyi huruf [ku] menjadi satu bunyi [w]. Data (24) merupakan pemeroleh fonologi anak autis usia 5 tahun yang tergolong perubahan bunyi jenis monoftongisasi. Hal ini terjadi karena perubahan dua bunyi kata menjadi satu kata.

6. Anaptiksis

Data yang ditemukan pada pelafalan Angela Minriani berupa monoftongisasi yang terdapat pada kata berikut :

(25) [ama ani] menjadi [mama ni]

Data (25) merupakan pemerolehan fonologi anak autis usia 5 tahun yang tergolong dalam perubahan bunyi jenis anaptiksis. Hal ini terjadi karena penambahan bunyi huruf pada kata.

PEMBAHASAN

Pada pemerolehan fonologi anak autis usia 5 tahun, studi kasus khusus pada Angela Minriani. Ditemukan tuturan yang tidak sempurna dibanding anak normal. Hal ini disebabkan karena anak memiliki kekurangan yang dimiliki oleh Angela Minriani. Pada pelafalan bunyi kata banyak terjadi perubahan bunyi dari bunyi sebenarnya. Perubahan bunyi tersebut tidak mengubah makna dari makna ucapan tersebut.

Menurut Maksan (1993: 13), bahasa itu diperoleh sianak berdasarkan perkembangan kognitifnya. Bila seorang anak berkembang kognitifnya maju, lancar dan normal, maka pemerolehan bahasa dan pemerolehan kemampuan-kemampuan lainnya akan normal pula. Pada anak autis anak mengalami keterlambatan berbicara, karena anak autis anak mengalami kesulitan dalam berinteraksi yang mengakibatkan anak terlambat memperoleh bahasa.

Data temuan penelitian pemerolehan fonologi anak autis usia 5 tahun dijelaskan sebagai berikut :

1. Modivikasi vokal

Menurut Muslich (2008:118-127), modivikasi vokal merupakan perubahan bunyi vokal sebagai akibat pengaruh bunyi lain yang mengikutinya. Berikut perubahan modivikasi vokal yang terdapat dari temuan :

(10)

(26) [di rumah] menjadi [I lUmaħ]

Pada data (26) terjadi perubahan fonetis pada kata [di] yang berubah menjadi [I] dan kata [rumah] menjadi [lUmaħ]. Perubahan ini merupakan perubahan bunyi jenis modivikasi, hal ini terjadi karena perubahan bunyi [di rumah] menjadi [I lUmaħ] diakibatkan pengaruh bunyi yang mengikutinya.

2. Netralisasi

Menurut Muslich (2008:118-127), netralisasi adalah perubahan bunyi sebagai akibat pengaruh lingkungan. Berikut perubahan bunyi jenis netralisasi yang terdapat pada temuan :

(27) [makan ayam] menjadi [mam ayam]

(28) [apa] menjadi [papa]

(29) [ama] menjadi [mama]

(30) [lamak] menjadi [ṇa?]

Pada data (27) terjadi perubahan fonetis pada kata [makan] yang berubah menjadi [mam].

Perubahan ini merupakan perubahan bunyi jenis netralisasi yaitu perubahan bunyi [makan]

menjadi [mam] akibat pengaruh lingkungan. Data (28) mengalami perubahan fonetis yaitu penambahan bunyi huruf [p]. Perubahan ini merupakan perubahan bunyi jenis netralisasi yaitu perubahan bunyi kata [apa] menjadi [papa] yang dipengaruhi oleh lingkungan. Data (29) mengalami perubahan fonetis yaitu penambahan bunyi huruf [m] pada awal kata. Perubahan ini merupakan perubahan bunyi jenis netralisasi yaitu perubahan bunyi kata [ama] menjadi [mama]

sebagai akibat pengaruh lingkungan. Data (30) mengalami perubahan fonetis seutuhnya pada kata [lamak]. Perubahan ini merupakan perubahan bunyi jenis netralisasi karena berubahnya bunyi [lamak] menjadi [ṇa?] akibat pengaruh lingkungan.

3. Zeroisasi Aferesis

Menurut Muslich (2008:118-127), zeroisasi aferesis merupakan penanggalan atau penghilangan bunyi pada awal kata. Berikut perubahan bunyi jenis zeroisasi aferesis yang terdapat pada temuan :

(31) [apa sulab] menjadi [pa lap’]

(32) [alah] menjadi [laħ]

(33) [bundo] menjadi [ṇdO]

Pada data (31) terjadi perubahan fonetis penghilangan huruf [a] pada kata [apa] dan penghilangan bunyi [su] pada kata [sulap]. Perubahan bunyi ini merupakan perubahan zeroisasi aferesis yaitu penghilangan bunyi pada awal kata [apa] dan kata [sulap]. Kemudian data (32) terjadi perubahan fonetis yaitu penghilangan huruf [a]. Perubahan ini merupakan perubahan bunyi jenis zeroisasi aferesis yaitu penghilangan bunyi pada awal kata [alah]. Data (33) terjadi perubahan fonetis pada penghilangan bunyi [bu] pada kata [bundo]. Perubahan ini merupakan perubahan bunyi zeroisasi aferesis yaitu penghilangan bunyi [bu] pada awal kata [bundo].

4. Metatesis

Menurut Muslich (2008:118-127), metatesis merupakan perubahan urutan bunyi pada suatu kata sehingga menjadi bentuk kata yang bersaing. Berikut perubahan bunyi jenis metatesis yang terdapat pada temuan :

(34) [baralek] menjadi [balɛ?]

Data (34) terjadi perubahan fonetis, yaitu hilangnya bunyi [ra]. Perubahan ini merupakan perubahan bunyi metatesis. Hal ini terjadi karena penanggalan bunyi pada satu kata [ra] menjadi kata [balɛ?] yang bersaing.

5. Monoftongisasi

Menurut Muslich (2008:118-127), monoftongisasi merupakan perubahan dua bunyi atau bunyi rangkap menjadi bunyi tunggal (monoftong). Berikut perubahan bunyi jenis monoftongisasi yang terdapat pada temuan :

(35) [es krim] menjadi [ɛs lim]

Data (35) terjadi perubahan fonetis, yaitu berubahnya bunyi [kr] menjadi [l]. Perubahan ini merupakan perubahan bunyi jenis monoftongisasi, merupakan perubahan bunyi rangkap [kr]

menjadi bunyi tunggal [l].

6. Anaptiksis

(11)

Menurut Muslich (2008:118-127), anaptiksis merupakan perubahan bunyi dengan jalan menambahkan bunyi tertentu diantara konsonan atau memperlancar ucapan. Berikut perubahan bunyi jenis anaptiksis yang terdapat pada temuan :

(36) [ama ani] menjadi [mamaṇi]

Pada data (36) terjadi perubahan fonetis yaitu penambahan bunyi [m] pada kata [ama].

Perubahan ini merupakan perubahan bunyi jenis anaptiksis yaitu penambahan bunyi [m] pada kata [ama].

Menurut Chaer (2002:130-137), pada usia 5-6 tahun yaitu pada tahap menjelang sekolah anak sudah mampu mengucap kata dan kalimat sesuai dengan kaidahnya. Tetapi, pada Angela Minriani belum mampu mengucapkan kata dengan sempurna. Pada temuan penelitian diketahui bahwa Angela Minriani mengalami gangguan pada komunikasi yang disebabkan anak lamban berbahasa sehingga anak belum sempurna mengucapkan bunyi-bunyi bahasa yang berupa kata.

Akan tetapi, bunyi-bunyi bahasa yang dilafalkan masih menunjuk pada bunyi-bunyi bahasa yang dilafakan oleh anak normal.

KESIMPULAN DAN SARAN

Hasil penelitian ini menyimpulkan bahwa pemerolehan fonologi pada anak autis usia 5 tahun lamban karena anak belum mampu mengeluarkan bunyi-bunyi bahasa dengan jelas terutama mengeluarkan fonem di awal kata. Akan tetapi, responden sudah bisa mengucapkan maksud dan tujuannya dalam berkomunikasi dengan orang lain. Responden juga melakukan perubahan bunyi jenis zeroisasi aferesis, netralisasi, monoftongisasi, metatesis dan anaptiksis protesis. Perubahan bunyi yang paling dominan adalah perubahan bunyi zeroisasi aferis yaitu penanggalan salah satu bunyi pada awal dan perubahan bunyi netralisasi yaitu perubahan bunyi karena pengaruh lingkungan.

Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan peneliti menyarankan beberapa hal diantaranya:

(1) pada masa pemerolehan bahasa anak, selain faktor kognitif, faktor lingkungan, faktor sosial turut mempengaruhi kecakapan bahasa anak. Oleh karena itu, anak harus diperkenalkan dengan lingkungan dan anak harus selalu berada pada lingkungan bahasa yang baik agar anak terlatih untuk berbahasa yang baik. (2) anak yang berada pada tahap pemerolehan bahasa harus selalu diikutsertakan dalam komunikasi agar kemampuan fonologinya semakin sempurna dan kosakata yang dimiliki semakin bertambah banyak. (3) anak autis membutuhkan layanan khusus dalam pemerolehan bahasa, agar anak memahami dan dapat berbahasa dengan baik. (4) anak autis harus sering berbaur dengan lingkungan agar komunikasi anak menjadi semakin baik dan mudah mengucapkan kata. Pada anak autis, interaksi sosial sangat membantu perkembangan komunikasinya.

KEPUSTAKAAN

Chaer, Abdul. 2002. Psikologi Kajian Teoritik. Jakarta : Rineka Cipta Maksan, Marjusman. 1993. Psikolinguistik. Padang : IKIP Padang Press.

Mahsun. 2005. Metode Penelitian Bahasa. Jakarta : PT Raja Grafindo Persada.

Moleong, Lexy. J. 2010. Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung : PT Remaja Rosdakarya Muslich, Masnur. 2001. Fonologi Bahasa Indonesia. Jakarta: PT. Bumi Aksara

Referensi

Dokumen terkait

We argue that there is clear evidence that the value for Noor Arfa Batik generate in practicing their business is how they address the social problems and social needs when it comes to