PEMETAAN DAN INDERAJA
SUMBERDAYA LAUT
TEKNOLOGI SIG UNTUK PENENTUAN PERUBAHAN GARIS PANTAI DI KAWASAN MANGROVE PAMURBAYA
GIS TECHNOLOGY FOR DETERMINATION OF COASTLINE CHANGES IN THE MANGROVE AREAS OF PAMURBAYA
Viv Djanat Prasita
Fakultas Teknik dan Ilmu Kelautan, Universitas Hang Tuah, Jl. Arif Rahman Hakim 150 Surabaya
Email: [email protected] ABSTRACT
Shoreline along mangrove ecosystem in the East Coast Surabaya (Pamurbaya) changed over the years. This study used Landsat Thematic Mapper (TM) 2002 and Google Earth images in 2002 and 2011, as well as field data. Geographic information system (GIS) technology was used to overlay some satellite images to study shoreline changes. The results showed that coastline change from 2002 to 2011 was 137.988 meters. Over the past 9 years there occurred accretion of 207.16 Ha with average of 23.018 ha /year. In contrast, in some locations occurred abration with average of 0.750 ha /year. In addition, the results of this study showed that the mangrove areas in the accretion regions (accretion) were converted into farm land.
Keywords: Coastline, Remote Sensing, Geographical Information System, and Management of Mangrove Areas.
ABSTRAK
Garis pantai di kawasan mangrove Pantai Timur Surabaya (Pamurbaya) selalu mengalami perubahan dari tahun ke tahun. Fenomena tersebut merupakan fenomena yang menarik untuk diamati pada penelitian ini. Metode penelitian ini menggunakan interpretasi citra satelit Landsat Thematic Mapper (TM) tahun 2002 dan citra pada Google Earth tahun 2002 dan 2011, serta pembuktian di lapangan (ground truth). Teknologi sistem informasi geografis (SIG) yang dipakai adalah menumpang susunkan (overlay) beberapa citra satelit. Hasil penelitian menunjukkan bahwa perubahan garis pantai di Kawasan Mangrove Pamurbaya dari tahun 2002 hingga 2011 sebesar 137,988 meter. Selama 9 tahun tersebut terjadi akresi sebesar 207,16 Ha sehingga kecepatan rerata akresi sebesar 23,018 Ha/tahun. Demikian juga di beberapa lokasi terjadi abrasi dengan kecepatan abrasi lebih rendah, yaitu: 0,750 Ha/tahun. Selain itu, hasil penelitian ini memperlihatkan bahwa kawasan mangrove di daerah yang berkembang (akresi) diubah menjadi petakan-petakan lahan yang dimanfaatkan.
Kata kunci : Garis Pantai, Inderaja , SIG, Pengelolaan kawasan mangrove.
I. PENDAHULUAN
Dinamika pesisir di Pantura sangat dinamis sebagai akibat dari proses abrasi dan proses sedimentasi (Parman, 2010). Proses abrasi di beberapa tempat di Pantai Timur Surabaya sudah semakin menggerus garis pantai sehingga menyebabkan hilangnya beberapa tanah pemukiman dan mangrove serta bertambahnya lahan di tempat lainnya.
Di tempat lain, terutama di dekat muara sungai timbul adanya proses sedimentasi yang cukup berat.
Dengan adanya proses sedimentasi yang berlangsung di daerah pantai menyebabkan terjadinya perubahan garis pantai yang cenderung semakin ke arah laut (retogradasi). Biasanya munculnya lahan-lahan baru di areal ini akan dimanfaatkan
penduduk untuk berbagai kegiatan. Perubahan kawasan mangrove terutama garis pantai yang mencakup perubahan penggunaan lahan maupun garis pantai itu sendiri dapat di ketahui melalui citra penginderaan jauh, Hasil analisis data penginderaan jauh selanjutnya dilakukan pengolahan dengan sistem informasi geografis dapat digunakan untuk menganalisis perubaan garis pantai.
Gainau (2011) telah melakukan overlay Citra TM tahun 2000 dan 2009 dan menyatakan bahwa terjadi pergeseran maksimum garis pantai sejauh 444,87 m dengan pergeseran garis pantai setiap tahun sejauh 49,43 m/tahun terletak di sebelah utara dari pantai timur Surabaya, di kelurahan Kejawanputih. Dia mensarankan untuk melakukan perhitungan dan kajian yang lebih akurat.
Pada penelitian ini akan dilakukan analisis citra satelit TM Tahun 1994, 2002 &
2012 dan investigasi lapangan ke beberapa tempat di Kawasan Mangrove Pamurbaya untuk memperjelas daerah abrasi dan akresi yang telah terjadi. Dengan adanya akresi dan abrasi pantai, kita akan memberikan solusi alternatif dalam pengelolaan wilayah pesisir Pamurbaya, terutama di sekitar kawasan mangrove.
Oleh karena itu, tujuan dari penelitian ini adalah untuk menentukan pola perubahan garis pantai dan menentukan luas lahan yang mengalami akresi dan abrasi di Kawasan Mangrove Pamurbaya.
II. METODE PENELITIAN
Penelitian dilaksanakan selama 6 bulan. Lokasi penelitian adalah kawasan mangrove Pamurbaya Jawa Timur pada posisi 712’ LS - 11236’ BT dan 721’ LS - 12754’ BT. Peta lokasi penelitian pada Gambar 1. Bahan atau data yang digunakan dalam penelitian ini meliputi : Data primer yang digunakan dalam penelitian ini adalah peta rupabumi skala 1 : 25.000 dan data hasil interview. Data sekunder yang digunakan adalah data citra satelit Surabaya multi-years, TM 2002, Citra google earth 2002 dan 2011. Tiga software digunakan untuk memproses data citra satelit dan menghitung luas lahan yang mengalami akresi dan abrasi, yaitu : Software Arcview 3.3, Image Analysis 1.1, dan ER Mapper 6.0.
Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini meliputi metode survey dan analisis SIG. Secara ringkas, diagram alir penelitian ini disajikan pada Gambar 2.
Data keruangan/spasial diolah dengan menggunakan software Arcview 3.3. Pada prinsipnya pengolahan data dengan sistem informasi geografi (SIG) adalah pemasukan data, analisis data dan tampilan data. Pemasukan data terkait dengan data spasial (keruangan) dan data tabular (tekstual). Data spasial dimasukkan melalui proses scanning, digitasi ataupun import data dari peta digital yang sudah ada. Pemasukan data tekstual akan mengikuti data spasialnya. Setelah data masuk, langkah selanjutnya adalah memproses data spasial sesuai dengan kebutuhan, misalnya : tumpang susun (overlay), buffering, penghitungan luasan. Tahap terakhir adalah tampilan data. Tampilan data dapat berupa peta, grafik, tabel ataupun penyimpanan ke dalam media elektronik, seperti multimedia.
Beberapa operasi pengolahan data spasial penting yang dipakai dalam penelitian ini adalah proses digitasi peta, proses tumpang susun (overlay), penghitungan luas lahan abrasi dan akresi, serta proses pembuatan (layout) peta.
Dalam pengolahan data laju perubahan garis pantai, kita lakukan proses digitasi peta “garis pantai” pada citra baik tahun lama (2002) dan tahun baru (2011).
Sebelumnya harus dipastikan bahwa kedua citra telah terkoreksi geometrik dengan
benar pada tahap sebelumnya. Selanjutnya, data hasil digitasi garis pantai tahun 2002 dan tahun 2011 ditampilkan dalam satu layer. Kedua garis pantai tersebut dipakai untuk memotong polygon yang akan ditentukan luas wilayahnya. Dengan demikian, luas lahan akibat dari perubahan garis pantai dapat ditentukan dengan count areas tool.
Gambar 1. Peta Lokasi Penelitian
Gambar 2. Bagan Alir Metode Penelitian
III. HASIL DAN PEMBAHASAN 3.1. Mean Sea Level
Sebagai dasar dalam penentuan garis pantai digunakan mean sea level. Mean sea level ini juga dipakai sebagai dasar pembuatan garis pantai peta topografi dari Badan Informasi Geospasial maupun peta batimetri dari Dinas Hidro-Oseanografi TNI-AL.
Oleh karena itu, dua peta tersebut dipakai sebagai dasar dalam penentuan perubahan garis pantai.
Sebagai referensi pengamatan garis pantai dipilih lokasi yang cenderung garis pantainya tetap, yaitu di Desa Nambangan, Kenjeran Surabaya secara geografis pada posisi 712’ LS - 11236’ BT dan 721’ LS - 12754’ BT. Posisi ini juga digunakan oleh Prasita dan Kisnarti (2011), untuk pengamatan pasang surut dalam penentuan mean sea level. Salah satu titik pada Mean sea level adalah pada posisi X = 9.201.353 dan Y
= 49.697.948 dengan proyeksi UTM.
3.2. Hasil Pengolahan Data Citra Satelit
Untuk menyamakan posisi citra satelit dari berbagai tahun dan berbagai jenis citra satelit, maka digunakan identifikasi obyek yang jelas, antara lain: Obyek bundaran di Kenjeran dengan posisi (699389,09 : 9197757,17), Pertigaan Jalan ke arah Suramadu dengan posisi (695131,04: 9197928,53), petakan mangrove di perbatasan Gunung Anyar dengan posisi (701812,15 : 9186826,10), dan Tengah Jembatan dengan posisi (695170.85 : 9191648.29), serta Perpotongan jemursari – Ahmad Yani dengan posisi (691103.40: 9189531.78). Proyeksi peta di software Arc View adalah sebagai berikut : Projection = TM, Speroid = WGS84, Map unit = meter, Distance unit = meter, Central Meridian = 111,00072, R. L. = -90,0167, S.F. = 0,9996 , False East = 500000 dan False North = 200.
Dengan menggunakan proyeksi dan beberapa titik ikat peta tersebut Citra Satelit dari berbagai tahun dan berbagai sumber peta dapat ditampilkan posisinya secara tepat.
Dengan demikian, hasil proses digitasi untuk dua citra satelit TM tahun 2002 dan Google Earth Tahun 2011 dapat dilihat pada Gambar 3 di bawah ini. Digitasi
Gambar 3. Digitasi garis pantai pada (a) Citra Satelit TM 2002 dan (b) Google Earth 2011.
menggunakan fitur polygon untuk menentukan luas area yang mengalami perubahan.
Hasil fitur polygon tersebut diubah menjadi fitur polyline untuk menentukan garis pantai. Dengan menggunakan tool overlay dan count areas, luas area pada polygon warna biru dapat dihitung. Salah satu contoh hasil overlay dapat dilihat pada Gambar 4.
Gambar 4. Hasil overlay berupa polygon yang diambil dari garis pantai Citra Satelit TM 2002 dan Google Earth 2011.
3.3. Perubahan Garis Pantai Pamurbaya
Perubahan garis pantai terjadi sebagai akibat dari dua kejadian, akresi dan abrasi. Pardjaman (1977) dalam Sandaya (1996) menyatakan bahwa akresi pantai merupakan kondisi pantai yang semakin maju yang disebabkan oleh material dari hasil endapan sungai, sedangkan abrasi pantai adalah kondisi pantai yang semakin mundur karena kegiatan air laut.
Proses erosi, pengangkutan dan pengendapan sedimen tergantung pada dua faktor, yaitu sifat fisika-kimia sedimen itu sendiri dan kondisi hidrologi di sekitarnya (Mc Dowell dan O’Connor, 1977). Sedimen dibawa dalam lapisan-lapisan aliran dan akan teraduk begitu sampai di muara sehingga sedimen terangkat ke lapisan atas dan mungkin terbawa ke tempat yang lebih jauh oleh arus dan gelombang (Olson dan Burgess, 1967). Carefoot (1977) menyatakan bahwa butiran-butiran sedimen dapat dipindahkan dalam jumlah yang besar karena aktivitas arus dan gelombang yang intensif di estuaria. Hal ini dapat dilihat dari perubahan garis pantai dekat muara sungai.
King (1974) menyatakan bahwa perubahan garis pantai tidak terlepas dari tiga proses utama yaitu gelombang, pasang surut, dan angin. Ketiga proses ini bertindak sebagai variabel terhadap material pantai, yang mempengaruhi bentuk profil pantai.
Fokus bahasan dari penelitian ini adalah kawasan konservasi mangrove di Pamurbaya dengan luas sebesar 25418402,629 m2 = 2541,84 Ha dengan panjang batasan sebesar 31022,102 m. Kawasan mangrove tersebut dikembangkan untuk kawasan wisata yang perlu pengelolaan secara bijaksana dan berkelanjutan. Kawasan mangrove tersebut dapat dilihat pada Gambar 5 berikut ini. Kawasan mangrove pada tahun 2007 yang ditentukan berdasarkan Perda Kota Surabaya No: 3 Tahun 2007 tentang RTRW Kota Surabaya (Pemkot Surabaya, 2007) terlihat lebih lebar daripada kondisi mangrove pada tahun 2002 yang ditunjukkan pada Citra Satelit TM 2002.
Gambar 5. Kawasan Mangrove berdasarkan Perda No 3 Tahun 2007 (Pemkot Surabaya, 2007) yang ditunjukkan pada citra satelit TM 2002.
Di Kawasan Konservasi Mangrove Pamurbaya telah terjadi proses akresi dan abrasi yang diperlihatkan pada Gambar 6. Proses akresi terjadi terutama di pesisir Kecamatan Mulyorejo dan Kecamatan Gunung Anyar. Total luas pantai yang mengalami akresi tersebut sebesar 207,16 Ha. Sedangkan akresi terjadi terutama di pesisir Kecamatan Wonorejo. Total luas pantai yang mengalami abrasi sebesar 6,75 Ha.
Berdasarkan depth interview, perubahan akresi garis pantai yang cepat di pantai timur Kecamatan Mulyorejo dipengaruhi oleh pembuangan hasil pengerukan muara Kalimas Surabaya yang dibuang dekat wilayah tersebut sehigga dengan pengaruh parameter oseanografi, seperti: pasang surut dan arus, material buangan tersebut mempercepat proses akresi.
Perubahan garis pantai tersebut juga diamati oleh Moko et al. (2012). Mereka menyatakan bahwa penambahan daratan (akresi) di Surabaya Timur Sidoarjo sebesar 51,01 Ha terjadi pada tahun 2006-2008 dan pengurangan daratan (abrasi) terjadi pada tahun 2009 sebesar 18,92 Ha.
Gambar 6. Lokasi Akresi dan Abrasi di Kawasan Mangrove Pamurbaya.
Menurut Moko et al. (2012), perubahan garis pantai di daerah pantai Surabaya Timur dan Sidoarjo dapat disebabkan oleh beberapa hal sepert: (1) Sedimen yang dibawa oleh sungai-sungai yang bermuara di pantai Surabaya-Sidoarjo, seperti: Sungai Brantas dan Sungai Porong. (2) Reklamasi yang dilakukan oleh penduduk atau pengembang di daerah pantai.
Hasil perhitungan perubahan garis pantai berupa penambahan lahan pantai (akresi) dan pengurangan lahan pantai (abrasi) selama 9 tahun dari tahun 2002 hingga tahun 2011 selengkapnya disajikan pada Tabel 1.
Tabel 1. Hasil perhitungan luas lahan yang bertambah dan berkurang selama 9 Tahun, mulai Tahun 2002 hingga Tahun 2011.
IV. KESIMPULAN
Pola perubahan garis pantai di bagian Utara dan Selatan Kawasan Mangrove Pamurbaya cenderung mengalami akresi sedangkan di bagian timur nya mengalami aberasi. Secara keseluruhan, luas lahan yang bertambah (akresi) sebesar 207,16 Ha sedangkan luas lahan yang terabrasi sebesar 6,75 Ha. Daerah yang mengalami akresi adalah termasuk Kecamatan Mulyorejo dan Gunung Anyar sedangkan daerah yang mengalami abrasi adalah pantai di daerah Wonorejo.
DAFTAR PUSTAKA
Carefoot, T. 1977. Seashore Ecology. University of Queensland Press. St. Lucia- London – Newyork.
Gainau, O.Y.S. 2011. Analisa Penginderaan Jarak untuk mengidentifikasi Perubahan Garis Pantai di Pantai Timur Surabaya, Program Magister Bidang Keahlian Teknik dan Manajemen Pantai, Jurusan Teknologi Kelautan, Fakultas Taknologi Kelautan ITS Surabaya.
King, C.A. 1974. Coast In Geomorphology in Environmental Management an Introduction. Clarendon Press. Oxford.
Mc. Dowell, D.M. and O’Connor, B.A. 1977. Hydraulic Behavior of Estuaries. The Macrchollan Press. London.
Moko, G. I., T. Hariyanto, Wiweka, S. Julimantoro. 2012. Evaluasi Perubahan Tutupan Lahan Wilayah Perairan Pesisir Surabaya Timur Sidoarjo dengan Menggunakan Citra Satelit Multi-Temporal. http://digilib.its.ac.id/public/ITS-Undergraduate- 15983-3507100025-Paper.pdf.
Olson, T.A. and Burgess, F.J. 1967. Pollution and Marine Ecology. John Wiley and Sons Publisher, New York. 554 p.
Pardjaman, D. 1977. Akresi dan Abrasi Pantai Teluk Jakarta DIsebabkan Oleh Kondisi Fisik dan Sosial dalam Sandaya, N. 1996. Studi Pengamatan Pola Pergerakan Sedimen dan Perubahan Garis Pantai di Sebelah Timur Teluk Jakarta
Menggunakan Citra Landsat-TM. Program Studi Ilmu dan Teknologi Kelautan, Fakultas Perikanan, Institut Pertanian Bogor, Bogor.
Parman S. 2010. Deteksi Perubahan Garis Pantai melalui Citra Penginderaan Jauh di Pantai Utara Semarang Demak. Jurnal Geografi Volume 7 No. 1 Januari 2010, Jurusan Geografi FIS – UNNES, Semarang.
Pemkot (Pemerintah Kota) Surabaya. 2007. Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kota Surabaya. Surabaya.
Prasita, V. Dj. and E.A. Kisnarti. 2011. Prediction of Sea Level Rise Impacts on the Coastal Areas of Surabaya using GIS, Proceeding of International Seminar on Marine, June 9-10th, 2011, Bali.
Sandaya, N. 1996. Studi Pengamatan Pola Pergerakan Sedimen dan Perubahan Garis Pantai di Sebelah Timur Teluk Jakarta Menggunakan Citra Satelit Landsat TM.
Skripsi. Program Studi Ilmu dan Teknologi Kelautan, Fakultas Perikanan, Institut Pertanian Bogor. Bogor.