• Tidak ada hasil yang ditemukan

PEMETAAN SHADOW ZONE AKUSTIK DENGAN METODE PARABOLIC EQUATION DI WILAYAH PERAIRAN SELAT LOMBOK

N/A
N/A
Arif Maulana

Academic year: 2023

Membagikan "PEMETAAN SHADOW ZONE AKUSTIK DENGAN METODE PARABOLIC EQUATION DI WILAYAH PERAIRAN SELAT LOMBOK "

Copied!
20
0
0

Teks penuh

(1)

PEMETAAN SHADOW ZONE AKUSTIK DENGAN METODE PARABOLIC EQUATION DI WILAYAH PERAIRAN SELAT

LOMBOK

MOCHAMAD ISKANDARSYAH

SKRIPSI

DEPARTEMEN ILMU DAN TEKNOLOGI KELAUTAN FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2011

(2)

RINGKASAN

MOCHAMAD ISKANDARSYAH. Pemetaan Shadow Zone Akustik dengan Menggunakan Metode Parabolic Equation di Wilayah Perairan Selat Lombok. Dibimbing oleh SRI PUJIYATI dan INDRA JAYA.

Dalam melakukan perambatan di dalam air, gelombang suara dipengaruhi oleh karakteristik oseanografi seperti salinitas, suhu, dan tekanan dimana ketiga hal ini mempengaruhi kecepatan gelombang suara dalam air. Saat melakukan perambatan, gelombang suara membentuk suatu pola tertentu yang dapat dipengaruhi oleh frekuensi, posisi sumber suara dan posisi penerima. Dalam melakukan penyusupan, kapal selam kerap kali menggunakan shadow zone yang merupakan zona dimana hampir tidak terjadi perambatan gelombang suara, sehingga kapal selam tersebut dapat terhindar dari SONAR (Sound Navigation and Ranging) pihak lawan.

Tujuan dari penelitian ini adalah memetakan shadow zone akustik berdasarkan kondisi oseanografi pada perairan Selat Lombok dengan

memanfaatkan data hasil rekaman mooring buoy dari program INSTANT. Data yang digunakan berupa data suhu, salinitas, dan kedalaman selama bulan Juli 2005 di Utara Perairan Selat Lombok, pada koordinat 080 26’ 2322” LS dan 1150 45’ 331” BT. Salah satu cara untuk memetakan shadow zone adalah dengan melakukan simulasi komputer tentang perambatan gelombang suara di laut.

Penelitian ini menggunakan empat buah frekuensi yang berbeda (100, 1.000, 10.000, dan 50.000 Hz) dengan menggunakan tiga kedalaman sumber suara yang berbeda ( 30 m, 110 m, dan 300 m).

Secara umum pada kedalaman sumber suara 30 m, 110 m, dan 300 m frekuensi 100 Hz mengalami kehilangan suara yang paling besar sehingga banyak terbentuk shadow zone di kolom perairan karena pada frekuensi 100 Hz,

gelombang suara memiliki panjang gelombang yang paling panjang sehingga mampu melakukan penetrasi kedalam sedimen yang menyebabkan nilai TL bertambah dan memunculkan lebih banyak shadow zone. Frekuensi 50.000 Hz shadow zone lebih sedikit jika dibandingkan dengan frekuensi 1.000 Hz dan 10.000 Hz. Nilai Transmission Loss dipengaruhi oleh kedalaman sumber suara.

(3)

PEMETAAN SHADOW ZONE AKUSTIK DENGAN METODE PARABOLIC EQUATION DI WILAYAH PERAIRAN SELAT LOMBOK

MOCHAMAD ISKANDARSYAH C54061833

SKRIPSI

Sebagai salah satu syarat memperoleh gelar Sarjana Ilmu Kelautan pada Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan

Institut Pertanian Bogor

DEPARTEMEN ILMU DAN TEKNOLOGI KELAUTAN FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2011

(4)

i SKRIPSI

Judul Penelitian : PEMETAAN SHADOW ZONE AKUSTIK DENGAN MENGGUNAKAN METODE PARABOLIC EQUATION DI WILAYAH PERAIRAN SELAT LOMBOK

Nama : Mochamad Iskandarsyah

NRP : C54061833

Departemen : Ilmu dan Teknologi Kelautan

Menyetujui,

Dosen Pembimbing

Dr.Ir.Sri Pujiyati, M.Si Prof. Dr. Ir. Indra Jaya, M.Sc NIP : 19671021 199203 2 002 NIP : 1961041 198601 1 002

Mengetahui,

Ketua Departemen Ilmu dan Teknologi Kelautan

Prof. Dr. Ir. H. Setyo Budi Susilo, M.Sc NIP. 19580909 198303 1 003

Tanggal Sidang : 27 Juli 2011

(5)

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER INFORMASI Dengan ini saya menyatakan bahwa Skripsi yang berjudul:

PEMETAAN SHADOW ZONE AKUSTIK DENGAN MENGGUNAKAN METODE PARABOLiC EQUATION DI WILAYAH PERAIRAN SELAT LOMBOK

adalah benar merupakan hasil karya sendiri dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Semua sumber data dan informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Bogor, Juni 2011

Mochamad Iskandarsyah C54061833

(6)

© Hak cipta milik IPB, tahun 2011 Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang

1. Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumber

a. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik atau tinjauan suatu masalah b. Pengutipan tidak merugikan kepentingan yang wajar IPB

2. Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian/seluruh karya tulis dalam bentuk apapun tanpa izin IPB

(7)

70  

DAFTAR RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Jakarta, 26 Januari 1989 dari ayah yang bernama Drs. Mochamad Chandra Widjaja, MM dan ibu bernama Hermiati, Bsc. Penulis merupakan anak pertama dari dua

bersaudara. Tahun 2006 penulis menamatkan pendidikan menengah di SMA Al-Izhar Pondok Labu, Jakarta. Pada tahun 2006 penulis diterima sebagai mahasiswa Ilmu dan Teknologi Kelautan , Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor melalui jalur Seleksi Penerimaan Mahasiswa Baru (SPMB)

Penulis aktif dalam berbagai kegiatan kepanitiaan di kampus dan organisasi seperti Himpunan Mahasiswa Ilmu dan Teknologi Kelautan (HIMITEKA) sebagai anggota Departemen Penelitian dan Kebijakan (LITJAK) periode 2007/2008, sebagai Kepala Departemen LITJAK periode 2008/2009 dan sebagai Dewan Penasehat HIMITEKA periode 2009/2010. Di tingkat Fakultas, penulis pernah aktif di Badan Esekutif Mahasiswa (BEM) FPIK sebagai anggota Departemen Pengembangan Sumber Daya Manusia (PSDM) periode 2007/2008. Penulis pernah menjadi delegasi HIMITEKA IPB dalam rangka MUKERNAS Himpunan Mahasiswa Ilmu dan

Teknologi Kelautan Nasional (HIMITEKINDO) di Surabaya tahun 2008 dan MUNAS HIMITEKINDO di Pekanbaru tahun 2010.

Pengalaman kerja penulis antara lain sebagai asisten mata kuliah Dasar-dasar Instrumentasi Kelautan tahun 2008/2009, asisten mata kuliah Ekologi Laut Tropis periode 2009/2010 sampai 2010/2011, asisten lapang mata kuliah Biologi Laut periode 2010/2011, dan magang di Balai Budidaya Air Payau (BBAP) Situbondo selama 1 bulan pada tahun 2009. Penulis berkesempatan mengikuti pelayaran Kapal Riset Baruna Jaya III BPPT ke Ambon dalam rangka kegiatan Sail Banda 2010.

Dalam rangka menyelesaikan studi di Institut Pertanian Bogor, penulis melaksanakan penelitian dengan judul “Pemetaan Shadow Zone Akustik dengan Menggunakan Metode Persamaan Parabolik di Selat Lombok”

(8)

KATA PENGANTAR

Puji syukur kepada Allah SWT atas berkat dan karunia yang telah diberikanNya kepada penulis sehingga skripsi ini dapat terselesaikan. Skripsi dengan judul PEMETAAN SHADOW ZONE AKUSTIK DENGAN METODE PARABOLIC EQUATION DI WILAYAH PERAIRAN SELAT LOMBOK 

diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar sarjana.  

Penulis menyampaikan terima kasih sebesar-besarnya kepada:

1. Orang tua, Adik, dan keluarga besar yang selalu mendukung doa dan materi, 2. Dr. Ir. Sri Pujiyati, M.Si dan Prof. Dr. Ir. Indra Jaya, M.Sc selaku dosen

pembimbing,

3. Dr.Ir. Totok Hestirianoto, M.Sc dan Dr. Ir. Nyoman M. Natih, M.Sc selaku dosen penguji dan perwakilan komisi pendidikan sarjana

4. Dr.Ir.Djisman Manurung, M.Sc selaku pembimbing akademik 5. Staf pengajar dan para pegawai di lingkungan Departemen ITK

6. Apriliana Utami Hapsari, SE atas dorongan dan semangatnya selama ini 7. Muhammad Iqbal, S.Pi , Hendri Dayu, S.Pi, Arief Wicaksana, S.Pi, Asep

Ma’mun, S.Pi, Asmadin, S.Pi, M.Si, Cristiadi Triyatna, S.IK, Rizki Rizaldi Hidayat, S.IK, Hengky Wibowo, Githa Prima Putra, S.IK, Masagus Zulhafiz, Herbeth Marpaung, S.IK, Erik Munandar dan segenap keluarga besar

Workshop Akustik dan Instrumentasi Kelautan yang telah meluangkan waktu untuk membantu penulis.

8. Steven Syahrinaldi, S.IK sebagai kakak asuh

9. Olivier Yonathan dan Risnie Fitriani, S.IK atas diskusi di bidang oseanografi

(9)

10. Warga ITK khususnya ITK 43 atas semangat dan dorongannya,

11. Penghuni Perwira 88 (Saul Limbong, S.Kom, M.Rizki Sulistiono, S.Pi, Maria Putri, Hawara Sebastian Sitompul, SE, dan Christina Ratih), Wisma Galih (Ahmad Rifai, Dori Irianto, S.IK, Enda, S.IK, Erlan Nurcahya Putra, dan Moh.

Zainul Rijal) dan Asrama TPB C3 Lorong 5 tahun 2006/2007 12. Semua pihak yang telah membantu dalam penyusunan skripsi ini

Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari kata sempurna, oleh karena itu penulis membutuhkan saran dan kritik untuk perbaikan di masa depan.

Penulis berharap semoga skripsi ini bermanfaat bagi semua pihak, Amin.

Bogor, Juli 2011

Mochamad Iskandarsyah

(10)

i DAFTAR ISI

Halaman

DAFTAR ISI ... i

DAFTAR GAMBAR ... ii

DAFTAR LAMPIRAN ... iii

1. PENDAHULUAN ... 1

1.1. Latar belakang ... 1

1.2. Tujuan ... 2

2. TINJAUAN PUSTAKA ... 3

2.1. Perambatan Gelombang Suara Dalam Air ... 3

2.2. Profil Kolom Perairan ... 6

2.2.1. Suhu ... 6

2.2.2. Salinitas ... 7

2.2.3. Lapisan Termoklin ... 8

2.2.4. Kedalaman dan Dasar Perairan ... 9

2.3.Shadow Zone Akustik ... 10

2.4. Arus Lintas Indonesia (ARLINDO) ... 11

2.5. Kondisi Umum dan Geografis Selat Lombok ... 12

2.6. INSTANT ... 14

2.7. Model Persamaan Parabolik ... 14

3. BAHAN DAN METODE ... 18

3.1.Lokasi dan Waktu penelitian ... 18

3.2.Perangkat dan Peralatan ... 19

3.3.Pengambilan Data ... 20

3.4.Simulasi Data ... 21

4. HASIL DAN PEMBAHASAN ... 24

4.1. Profil Vertikal Kecepatan Suara, Suhu, dan Salinitas ... 24

(11)

ii

4.1.1 Profil Vertikal Kecepatan Suara ... 24

4.1.2 Profil Vertikal Salinitas ... 25

4.1.2 Profil Vertikal Suhu ... 27

4.2. Simulasi Nilai Kehilangan Transmisi terhadap Kedalaman dan Jarak ... 28

4.2.1. Kedalaman Sumber 25 m dan Kedalaman Penerima 30 m ... 29

4.2.2. Kedalaman Sumber 110 m dan Kedalaman Penerima 115 m ... 34

4.2.3. Kedalaman Sumber 300 m dan Kedalaman Penerima 310 m ... 42

5. KESIMPULAN DAN SARAN ... 53

5.1. Kesimpulan ... 53

5.2. Saran ... 54

DAFTAR PUSTAKA ... 55

LAMPIRAN ... 57

(12)

iii

DAFTAR GAMBAR

Halaman

1. Shadow Zone Akustik ... 10

2. Peta Arlindo ... 12

3. Peta Lokasi Penelitian ... 18

4. Diagram Alir Pengolahan Data ... 23

5. Hubungan Kecepatan Suara dan Kedalaman Secara Vertikal ... 25

6. Hubungan Salinitas dan Kedalaman Secara Vertikal ... 26

7. Hubungan Suhu dan Kedalaman Secara Vertikal ... 28

8. Hasil Simulasi Perambatan Gelombang Suara dengan Kedalaman Sumber Suara 25 m, Kedalaman Penerima 30 m, dan Frekuensi Yang Digunakan 100, 1.000, 10.000, dan 50.000 Hz ... 35

9. Grafik Hubungan Transmission Loss dengan Jarak pada Frekuensi 100, 1.000, 10.000. dan 50.000 Hz ... 36

10.Grafik Hubungan Transmission Loss dengan Jarak pada Frekuensi 100, 1.000, 10.000. dan 50.000 Hz Setelah Running Average ... 37

11.Hasil Simulasi Perambatan Gelombang Suara dengan Kedalaman Sumber Suara 110 m, Kedalaman Penerima 115 m, dan Frekuensi Yang Digunakan 100, 1.000, 10.000, dan 50.000 Hz ... 43

12.Grafik Hubungan Transmission Loss dengan Jarak pada Frekuensi 100, 1.000, 10.000. dan 50.000 Hz ... 44

13.Grafik Hubungan Transmission Loss dengan Jarak pada Frekuensi 100, 1.000, 10.000. dan 50.000 Hz Setelah Running Average ... 45

14.Hasil Simulasi Perambatan Gelombang Suara dengan Kedalaman Sumber Suara 300 m, Kedalaman Penerima 310 m, dan Frekuensi Yang Digunakan 100, 1.000, 10.000, dan 50.000 Hz ... 50

15.Grafik Hubungan Transmission Loss dengan Jarak pada Frekuensi 100, 1.000, 10.000. dan 50.000 Hz ... 51

16.Grafik Hubungan Transmission Loss dengan Jarak pada Frekuensi 100, 1.000, 10.000. dan 50.000 Hz Setelah Running Average ... 52

(13)

iv

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman 1. Tutorial Pengolahan ... 57 2. Contoh Definisi Parameter ... 66

(14)

1

1. PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Dewasa ini banyak terjadi ancaman terhadap keamanan dan kedaulatan Negara Kesatuan Republik Indonesia ( NKRI) baik dari darat maupun dari laut.

Di laut sendiri banyak terjadi pelanggaran kedaulatan oleh kapal asing dengan berbagai macam cara mulai dari pencurian ikan tanpa izin, klaim suatu wilayah NKRI secara sepihak oleh negara tetangga sampai melakukan operasi militer seperti kapal selam asing melakukan penyusupan di wilayah laut teritorial NKRI.

Menurut Konvensi Hukum Laut Internasional / United Nations Convention on the Law of the Sea ( UNCLOS ) PBB tahun 1982 yang diratifikasi oleh Indonesia yaitu pada artikel 49 dengan tegas menyatakan status legal negara kepulauan ( Indonesia ) berkedaulatan penuh atas perairan dan landas kontinen di bawah serta udara di atasnya.

Dalam menjaga kedaulatan NKRI terutama dari ancaman yang berada di laut perlu dilakukan pembangunan pertahanan secara terpadu. Selain pengadaaan Alat Utama Sistem Pertahanan (ALUTSISTA) juga diperlukan penguasaan teknologi pemantauan anti kapal selam, yang dapat dipergunakan untuk melacak kapal selam yang menyusup ke wilayah teritorial Indonesia.

Penyusupan kapal selam kerap menggunakan “daerah kedap” gelombang suara (shadow zone). Daerah ini merupakan zona aman dimana suhu dan salinitas air laut pada zona tersebut membelokkan gelombang suara yang datang sehingga kapal selam tersebut terhindar dari ( Sound Navigation and Ranging) SONAR pihak lawan.

(15)

2

Salah satu cara untuk mengantisipasi yang dilakukan adalah melalui simulasi komputer mengenai pola perambatan gelombang suara di laut untuk mengetahui pola perambatan gelombang suara tersebut sehingga dapat di tentukan Shadow Zone akustik. Cara lainnya adalah dengan memasang receiver di wilayah perairan yang rawan untuk dilalui oleh kapal selam seperti Alur Laut Kepulauan Indonesia (ALKI).

1.2 Tujuan

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk memetakan shadow zone berdasarkan kondisi oseanografi pada Perairan Selat Lombok.

(16)

3

2. TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Perambatan Gelombang Suara Dalam Air

Kecepatan suara dalam air laut merupakan variabel oseanografik yang menentukan pola pemancaran suara di dalam medium (Kadarwati, 1999).

Kecepatan suara bervariasi terhadap kedalaman, musim, posisi geografis dan waktu pada lokasi tertentu. Di perairan dangkal dekat pantai, profil kecepatan suara cenderung tidak teratur dan sulit di prediksi. Faktor fisik air laut yang paling menentukan dalam mempengaruhi kecepatan suara di dalam air laut adalah suhu, salinitas, dan tekanan (Urick, 1983).

Di dalam air laut, kecepatan gelombang suara mendekati 1.500 m/ detik (umumnya berkisar 1.450 m/detik sampai dengan 1.550 m/detik, tergantung suhu, salinitas, dan tekanan) (Lurton, 2002). Beberapa peneliti merumuskan persamaan kecepatan gelombang suara dalam air laut yang dipengaruhi oleh suhu, salinitas, dan tekanan, diantaranya Medwin dan Clarence (1998)

2 3

1.449, 2 4, 67 0, 055 0, 00029 (1, 34 0, 01 )( 35) 0, 016

c T T T T S z...(1)

dimana:

kecepatan suara (m/s) suhu (derajat celcius) salinitas (psu) kedalaman (m) c

T S z

Menurut Lurton (2002) secara sederhana pola perambatan gelombang suara di dalam laut yang dibagi secara vertikal adalah sebagai berikut:

a. Lapisan tercampur, dimana kecepatan suara relatif konstan, biasanya ditemukan sampai kedalaman beberapa meter dari permukaan.

(17)

4  

b. Surface channel, kecepatan suara meningkat jika dibandingkan pada saat berada di lapisan tercampur.

c. Termoklin, pada lapisan ini kecepatan suara akan menurun dengan bertambahnya kedalaman, karena biasanya suhu menurun secara drastis dalam kedalaman yang relatif dangkal pada lapisan ini. Termoklin dapat muncul secara musiman (jika dekat dengan permukaan) atau permanen.

d. Deep channel, kecepatan suara pada lapisan ini mendekati minimum.

Rata-rata kedalaman lapisan ini mulai dari beberapa ratus meter sampai 2000 m

e. Lapisan isothermal, pada lapisan ini suhu relatif konstan, kecepatan suara bertambah secara linear seiring bertambahnya kedalaman karena pengaruh tekanan hidrostatis.

Namun secara nyata di alam, kecepatan suara di dalam laut masih dipengaruhi oleh beberapa hal seperti arus, pertukaran massa air, masukan air tawar dari sungai (dekat dengan daerah estuari, posisi lintang, pasang surut dan internal wave).

Dalam melakukan perambatan di dalam air, gelombang suara mengalami kehilangan energi transmisi yang merupakan akumulasi penurunan energi intensitas akustik ketika tekanan akustik berpropagasi. Kehilangan energi ini dapat terjadi karena penyebaran gelombang akustik, penyerapan energi, dan pemantulan yang terjadi di dasar atau permukaan perairan. Intensitas gelombang akustik akan semakin berkurang dengan bertambahnya jarak dari sumber bunyi.

Pada perairan dangkal, transmisi suara memiliki karateristik suara yang tergantung pada frekuensi. Ada frekuensi optimum untuk pertambahan jarak jauh,

(18)

5  

frekuensi tersebut akibat kompetisi perambatan dan mekanisme atenuasi pada frekuensi tinggi dan rendah. Pada frekuensi tinggi, kehilangan akibat

penghamburan dan volume semakin meningkat dengan meningkatnya frekuensi (Jensen et al, 1994).

Sebuah sumber akustik di air yang memancarkan gelombang akustik dengan intensitas energi tertentu akan mengalami penurunan intensitas bunyi bersamaan dengan bertambahnya jarak propagasi dari sumbernya. Hal ini terjadi karena sumber akustik memiliki intensitas yang tetap, sedangkan luas permukaan bidang yang dilingkupi akan semakin besar dengan bertambahnya jarak dari sumber bunyi. Penyebaran gelombang akustik dibatasi oleh permukaan laut dan dasar suatu perairan.

Gelombang suara yang sedang berpropagasi akan mengalami penyerapan energi akustik oleh medium sekitar daerah propagasi. Secara umum, penyerapan suara merupakan salah satu bentuk kehilangan energi yang melibatkan proses konversi energi akustik menjadi energi panas, sehingga energi gelombang suara yang merambat mengalami penurunan intensitas (atenuasi) (Pongoet, 2008).

Secara umum, formula untuk mencari koefisien atenuasi menurut Jensen et all, (1994) adalah

2 2

2

2 2

0,11 44

0, 033 0, 0003

1 4100

f f

f f f

………(2)

dimana:

= koefisien atenuasi (dB/km) f =frekuensi (Hz)

(19)

6  

Kehilangan energi akibat pemantulan terjadi pada saat gelombang akustik berpropagasi melewati dua medium yang memiliki perbedaan indeks bias cukup besar. Perbedaan yang cukup besar ini mengakibatkan gelombang suara

dipantulkan oleh perbatasan antar kedua medium tersebut (Pongoet, 2008).

2.2. Profil Kolom Perairan 2.2.1. Suhu

Suhu merupakan salah satu karakter fisik dari air laut yang penting. Di wilayah lintang sedang dan rendah (dekat dengan wilayah tropis), suhu

merupakan faktor penting yang mempengaruhi densitas dan kecepatan suara di dalam air. Suhu di daerah tropis pada wilayah permukaan laut berkisar 26-29 oC yang dipengaruhi oleh musim (Pickard dan Emery, 1990).

Distribusi suhu permukaan dibagi menjadi beberapa zona yang dipengaruhi oleh posisi lintang. Suhu tinggi di dapat di zona ekuator dimana cahaya matahari cenderung banyak berada pada zona ini, sedangkan daerah suhu rendah berada di dekat wilayah kutub (Stewart, 2008). Pada daerah non kutub, sifat-sifat air pada lapisan isotermal yang dipengaruhi oleh angin sehingga menyebabkan adanya pengadukan menyebabkan lapisan ini memiliki temperatur yang cenderung konstan. Oleh karena itu, pada lapisan isothermal memiliki bentuk profil suara yang bertambah sejalan dengan kedalaman laut yang disebabkan pengaruh gradien tekanan (Jensen et al, 1994).

Pada kondisi perairan laut yang mempunyai suhu berbeda-beda menimbulkan variasi kecepatan suara yang menyebabkan refraksi atau

pembelokan perambatan gelombang suara. Perubahan suhu yang sangat cepat

(20)

7  

pada lapisan termoklin menyebabkan pembelokan gelombang suara yang tajam dan pada lapisan ini bertindak sebagai bidang pantul.

2.2.2. Salinitas

Menurut Sanusi (2006) salinitas adalah jumlah zat-zat terlarut dalam 1 kg air laut, dimana semua karbonat telah diubah menjadi oksida, bromide dan iodide diganti oleh klorida dan semua bahan organik telah dioksidasi sempurna. Pada umumnya perairan laut lepas memiliki kadar salinitas 35 psu; yang berarti dalam 1 kg air laut mengandung elemen-elemen kimia terlarut seberat 35 gram. Dimana komposisi air laut tersebut terdiri atas 3,5% elemen-elemen kimia terlarut dan 96,5% kandungan airnya.

Di perairan estuari dimana aliran sungai bermuara, kadar salinitasnya relatif lebih rendah jika dibandingkan dengan perairan laut lepas. Hal ini

disebabkan oleh adanya percampuran massa air laut dengan massa air sungai yang memliki salinitas rendah (Sanusi, 2006).

Salinitas dapat mempengaruhi kecepatan suara di dalam air, teutama di wilayah lintang tinggi (dekat kutub) dimana suhu mendekati titik beku, salinitas merupakan salah satu paling faktor penting yang mempengaruhi kecepatan gelombang suara di dalam air. Distribusi vertikal salinitas pada wilayah tropis, ekuator, dan sub tropis mengalami nilai yang paling kecil pada kedalaman 600- 1000 m (34-35 pratical salinity unit/psu). Di wilayah tropis nilai salinitas pada permukaan berkisar 36-37 psu. Salinitas maksimun pada wilayah perairan tropis terjadi pada kedalaman 100-200 m dekat dengan lapisan termoklin dimana kadar salinitas dapat mencapai lebih dari 37 psu. Di daerah laut dalam, kadar salinitas

Referensi

Dokumen terkait