• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pemetaan Wilayah Peri-Urban Yang Berpotensi Sebagai Lahan Permukiman di Kota Banda Aceh dengan Metode Weighted Overlay

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2023

Membagikan "Pemetaan Wilayah Peri-Urban Yang Berpotensi Sebagai Lahan Permukiman di Kota Banda Aceh dengan Metode Weighted Overlay"

Copied!
9
0
0

Teks penuh

(1)

6034

Pemetaan Wilayah Peri-Urban Yang Berpotensi Sebagai Lahan Permukiman di Kota Banda Aceh dengan Metode Weighted Overlay

Rizki N. S.1, Muzailin Affan2*, Muhammad Rusdi3

1,2,3Program Studi Informatika, Fakultas Matematika Dan Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas Syiah Kuala,

Banda Aceh Indonesia

*Koresponden email: muzailin@unsyiah.ac.id

Diterima: 30 Maret 2023 Disetujui: 17 April 2023

Abstract

This study aims to produce a map of current settlements, evaluate the appropriateness of settlement land classifications, and compare the results of land conformity for settlements with present residential in Banda Aceh peri-urban area in Aceh Province, Indonesia. For the purpose of conducting a spatial analysis, the scoring method known as Permen PU NO.41/PRT/M/2007 was utilized. The area occupied by people in Darul Imarah District is the greatest at 1,336,82 hectares, while the area occupied by people in Krueng Barona Jaya District is the least at 490,04 hectares. There are five intervals that make up the residential land suitability classes: S1 (extremely in accordance), S2 (very in accordance), S3 (marginally appropriate), N1 (not in accordance now), and N2 (permanently not in accordance). The findings regarding the suitability of land for residential in the peri-urban area of Banda Aceh City, where the residential land of Baitussalam Subdistrict as a whole is classified as S1, Darul Imarah District is classified as S1, S2, S3, and N1, Peukan Bada District is classified as S1, S2, S3, and N1, and Darussalam Subdistrict is classified as S1, S2, S3, and N1; and Darussalam sub-district is in S1, S2, S3 classes.

Keywords: land conformity, settlements, peri-urban and weighted overlay Abstrak

Penelitian ini bertujuan menyajikan peta permukiman eksisting, mengkaji kesesuaian klasifikasi lahan pemukiman, dan membandingkan hasil kecocokan lahan pemukiman dengan pemukiman yang ada di kawasan peri urban Kota Banda Aceh. Permen PU NO.41/PRT/M/2007 adalah teknik skoring yang digunakan untuk analisis spasial. Kecamatan dengan luas pemukiman terluas adalah Kecamatan Darul Imarah dengan luas 1.336,82 ha, dan kecamatan dengan luas pemukiman terendah adalah Kecamatan Krueng Barona Jaya dengan luas 479,04 ha. Kelas kecocokan lahan perumahan dibagi menjadi lima interval: S1 (sangat selaras) adalah 13-26, S2 (sangat selaras) adalah 27-40, S3 (sesuai marginal) adalah 41- 54, N1 (tidak selaras sekarang) adalah 55-68 , dan N2 (tidak cocok secara permanen) adalah 69-82. Dari hasil kecocokan pada lahan permukiman kawasan peri urban Kota Banda Aceh yaitu lahan pemukiman Kecamatan Baitussalam secara keseluruhan masuk dalam kelas S1, Kecamatan Darul Imarah masuk dalam kelas S1, S2, S3, dan N1, Kecamatan Peukan Bada masuk kelas S1, S2, S3, dan N1, Kecamatan Darussalam masuk kelas S1, S2, S3.

Kata Kunci: kesesuaian lahan, permukiman, peri-urban, weighted overlay 1. Pendahuluan

Daerah peri-urban adalah salah satu yang sangat rentan terhadap isu-isu yang disebabkan oleh perubahan penggunaan lahan. Daerah pinggiran kota (peri-urban) digunakan sebagai daerah untuk perluasan perkotaan yang dalam hal ini sangat terkait erat dengan pekerjaan kota besar. Dari sudut pandang sejarah, kota dapat berfungsi sebagai katalis untuk kemajuan ekonomi, masyarakat, budaya, dan politik. Di sisi lain, melalui kotalah peradaban suatu negara mulai runtuh. Daerah di antara kota dan desa disebut sebagai daerah peri-urban. Kawasan perkotaan sedang didorong untuk pembangunan yang ditandai dengan pembangunan yang padat dan berkelanjutan. Karena daerah pinggiran kota memiliki kesamaan dengan sektor pertanian, mereka membutuhkan perawatan [1].

Permukiman adalah kawasan di luar cagar alam, baik pada pedesaan maupun perkotaan, dimana berfungsi sebagai tempat tinggal dan lokasi kegiatan berdasarkan Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1992 Pasal 3 yang mengatur mengenai perumahan [2]. Disamping itu, Berdasarkan Undang-Undang No.1 tahun 2011, pengertian permukiman merupakan bagian dari suatu daerah perumahan dimana terdapat lebih dari satu kawasan perumahan dengan sarana, prasarana, utilitas umum, dan penunjang fungsional perkotaan atau perdesaan lainnya [3].

(2)

6035

Lingkungan perumahan adalah setiap kawasan pemukiman, terlepas dari ukuran atau bentuknya, yang mengandung infrastruktur, fasilitas lingkungan, dan aset struktural dan spasial. Tanah yang digunakan sebagai kawasan pemukiman baik secara fisik maupun sosial disebut sebagai tanah pemukiman.

Pemanfaatan teknologi berbasis Sistem Informasi Geografis (SIG) adalah salah satu bentuk pemeriksaan inkonsistensi penggunaan lahan dapat dipercepat. Sistem Informasi Geografis (SIG) memanfaatkan peta atau foto yang telah dikategorikan dan diolah menggunakan teknologi Sistem Informasi Geografis (SIG) di masa lalu. Hal ini berpotensi mempercepat proses penyusunan data inventarisasi sumber daya alam (SDA) untuk rencana pembangunan dan penyimpangan (terjadi perubahan) [4].

Pemetaan dengan menggunakan Sistem Informasi Geografis (SIG) merupakan salah satu cara yang mudah untuk menentukan karakteristik lokasi dan kemungkinan pengembangan [5], disamping itu dapat menilai kesesuaian/keselarasan lahan untuk kawasan tersebut. Kesesuaian lahan untuk aplikasi tertentu dapat digambarkan dengan memeriksa kesesuaian lahan sekarang atau setelah konversi lahan. Tujuan dari fungsi pemetaan adalah untuk memudahkan pengumpulan informasi, pengambilan keputusan yang tepat, dan perencanaan pembangunan daerah. Selain itu, dapat memberikan informasi yang diperlukan kepada masyarakat dan petani agar mereka dapat membuat penilaian yang tepat tentang kesesuaian lahan yang ada di daerah tersebut. Fungsi pemetaan itu sendiri adalah untuk memudahkan memperoleh informasi, mengambil keputusan yang tepat dan merencanakan pembangunan wilayah. Selain itu, dapat memberikan informasi yang tepat bagi masyarakat dan petani untuk mengambil keputusan tentang kecocokan lahan yang tersedia di kawasan tersebut [6]. Sistem Informasi Geografis (SIG) mengubah data menjadi sebuah informasi penting dengan menggabungkan data heterogen yang berbeda, dengan melakukan analisis fokus dan penyajian hasil untuk mendukung pengambilan keputusan [7]. SIG merupakan teknologi yang berhubungan dengan bidang geografi dan dapat memvisualisasikan data spasial beserta atribut-atributnya seperti bentuk, warna, ukuran, dan symbol [8]. Disamping itu, model data raster dapat memberikan informasi penting spasial tentang sesuatu yang terjadi dalam bentuk gambar yang umum pada seluruh sensor [9].

Untuk memenuhi kebutuhan manusia, tindakan manusia di atas tanah di permukaan bumi dapat bersifat permanen atau sporadis, yang dikenal dengan penggunaan lahan [10]. kepadatan penduduk di suatu wilayah yang berkembang akibat emigrasi dan mencapai pinggiran kota. Permintaan akan tanah secara tidak langsung akan meningkat sebagai dampak dari pertumbuhan penduduk yang kemudian berpengaruh pada perluasan aktivitas sosial ekonomi penduduk yang bervariasi. Hal ini dapat mengakibatkan modifikasi cara penggunaan lahan untuk memfasilitasi perluasan kegiatan sosial ekonomi lokal. Ketersediaan lahan dan luas tidak dapat ditingkatkan, meskipun dapat sedikit dikurangi. Ketersediaan properti yang ada harus diimbangi dengan kebutuhan lahan masyarakat. Namun demikian, daerah pinggiran kota sering mengalami perubahan penggunaan lahan [11].

Berkenaan dengan permasalahan tersebut maka dilakukan penelitian dengan menggunakan teknologi penginderaan jauh dengan judul “implementasi dari Weighted Overlay untuk kecocokan lahan Permukiman di Kawasan Peri-Urban Kota Banda Aceh” untuk memastikan apakah lahan pemukiman yang tersedia saat ini memenuhi persyaratan berbagai klasifikasi kesesuaian lahan untuk tempat tinggal manusia.

2. Metode Penelitian

Metode analisis pemilihan lokasi yang umum digunakan adalah dengan Sistem Informasi Geografis (SIG). Weighted Overlay mengintegrasikan beberapa kriteria atau faktor yang relevan untuk menentukan kesesuaian lokasi tertentu melalui pemberian bobot pada masing-masing faktor kemudian menjumlahkan bobot faktor tersebut untuk menghasilkan skor kesesuaian lokasi. Dalam penelitian ini, kriteria atau faktor yang dipertimbangkan antara lain aksesibilitas, topografi, jaringan irigasi, dan kepadatan penduduk.

Dengan pendekatan skoring, setiap parameter nilai diberi skor atau nilai untuk menunjukkan tingkat kesulitannya. Evaluasi ini didasarkan pada standar yang telah ditetapkan sebelumnya. Sedangkan metode pembobotan adalah teknik yang digunakan untuk mencapai penilaian dalam suatu proses di mana beberapa aspek berperan atau ketika ada beberapa karakteristik yang digunakan untuk memperkirakan kemampuan lahan atau sesuatu yang sebanding [12]. Model penilaian, juga dikenal sebagai Weighted Linear Combination (WLC), digunakan untuk menggambarkan secara spasial tingkat kedekatan, keterkaitan, atau tingkat keparahan dari efek fenomena.

Pembobotan adalah teknik untuk memberikan bobot pada setiap faktor yang mempengaruhi layak atau tidaknya suatu lahan untuk dihuni, dengan mempertimbangkan dampak dari masing-masing faktor.

Pemilihan dilakukan setelah memperhitungkan seberapa besar bobot analisis sistem informasi geografis akan memberikan kesesuaian lahan permukiman (SIG) [13].

(3)

6036

3.Hasil dan Pembahasan

3.1. Pemetaan Permukiman Eksisting

Keadaan aktual atau saat ini di lokasi yang direncanakan dikenal sebagai kondisi yang ada [14]. Agar permukiman yang sudah ada di kawasan peri urban Kota Banda Aceh menjadi aktual atau situasi terkini.

Peta penggunaan lahan permukiman terbaru dibuat dengan menggabungkan peta lahan permukiman tahun 2013 dengan citra satelit resolusi tinggi tahun 2022 untuk memetakan permukiman yang ada. Berdasarkan temuan pemukiman yang telah selesai dibangun, kecamatan dengan pemukiman terluas adalah Kecamatan Darul Imarah yang memiliki luas 1.336,82 ha. Selanjutnya adalah Kecamatan Want Jaya (1.049,40 ha), Kecamatan Kuta Baro (897,77 ha), Kecamatan Darussalam (733,22 ha), Kecamatan Baitussalam (726,12 ha), Kecamatan Peukan Bada (607,74 ha), dan Kecamatan Krueng Barona Jaya (479,7 ha). Tabel 1 menyajikan peta permukiman saat ini di kawasan peri-urban Kota Banda Aceh.

Tabel 1. Permukiman Wilayah Peri-Urban Kota Banda Aceh saat ini

No. Kecamatan Luas (ha)

1. Baitussalam 726,12

2. Darussalam 733,22

3. Kuta Baro 897,77

4. Krueng Barona Jaya 479,04

5. Ingin Jaya 1.049,40

6. Darul Imarah 1.336,82

7. Peukan Bada 607,74

Sumber : Hasil Analisis (2022) 3.2 Pra Analisis

1) Konversi Data Vektor ke Raster

Karena penggunaan overlay berbobot dalam penelitian ini, semua data shp raster saat ini harus dikonversi dari format vektor ke raster. Peta jenis tanah, peta lereng, dan peta curah hujan merupakan data raster yang akan dikonversi dari poligon menjadi raster.

2) Weighted Overlay

Weighted overlay adalah jenis teknik overlay yang dapat diakses melalui submenu Spatial Analyst Tools - Overlay of the Arc Toolbox. Skala peringkat diterapkan melalui overlay berbobot untuk memisahkan input dalam analisis terintegrasi. Overlay berbobot memberikan pertimbangan aspek atau kriteria yang ditunjukkan dalam proses untuk menentukan kesesuaian. Untuk mengkompilasi, overlay berbobot digunakan. Pendekatan ini dilakukan dengan menggunakan pedoman Permen PU No.41/PRT/M/2007 [15], skor berikut diberikan untuk kriteria kemiringan, jenis tanah, dan curah hujan.

Tabel 2. Klasifikasi dan Skor Parameter Kemiringan Lereng

No. Kelas Lereng Deskripsi Lereng(%) Skor

1. I Datar 0-8 20

2. II Landai 8-15 40

3. III Agak Curam 15-25 60

4. IV Curam 25-45 80

5. V Sangat Curam >45 100

Sumber : Ref. [10]

Tabel 3. Klasifikasi dan Skor Parameter Jenis Tanah No. Kelas

Tanah

Jenis Tanah Skor Deskripsi Terhadap

Erosi 1. I Tanah Glei, Aluvial, Planosol, Laterit

Air Tanah, Hidromorf Kelabu

15 Tidak Peka

2. II Latosol 30 Kurang Peka

3. III Brown Forest Soil, Mediteran, Kambisol, Non Calcic Brown,

45 Agak Peka 4. IV Andosol, Podsol, Laterit, Grumusol,

Podsolic

60 Peka

5. V Regosol, Renzina, Litosol, Arganosol, 75 Sangat Peka Sumber : Ref. [10]

(4)

6037

Tabel 4. Klasifikasi dan Skor Parameter Curah Hujan

No. Kelas Interval (mm/thn) Deskripsi Skor

1. I 0-1500 Sangat Rendah 10

2. II 1500-2000 Rendah 20

3. III 2000-2500 Sedang 30

4. IV 2500-3000 Tinggi 40

5. V >3000 Sangat Tinggi 50

Sumber : Ref. [10]

3) Clip

Kliping atau cropping citra dilakukan untuk menentukan lokasi citra yang sesuai dengan lokasi kajian penelitian, sehingga pemrosesan citra menjadi lebih cepat.

4) Update

Update dilakukan untuk membuat peta penggunaan lahan permukiman terbaru dengan menggunakan Citra Satelit Resolusi Tinggi (CSRT) dan peta permukiman eksisting yang didapatkan.

3.3. Analisis

Pada tahap analisis, dilakukan klasifikasi sebaran dan kesesuaian lahan. Dimana kesesuaian lahan dilakukan dengan menggunakan pembobotan kesesuaian untuk membedakan nilai pada tingkat kesesuaian, dimana ada lima kelas yaitu : S1 (sangat selaras), S2 (cukup selaras), S3 (sesuai marjinal), N1 (tidak selaras pada eksisting), dan N2 (tidak selaras untuk selamanya). Kemudian akan dihasilkan analisis kesesuaian lahan permukiman.

3.4. Perhitungan Klasifikasi Kesesuaian Lahan Permukiman

Penelitian ini, klasifikasi kecocokan lahan untuk residensial ditentukan melalui pendekatan pembobotan dan skoring yang biasa dikenal dengan metode weighted overlay. Metode ini menjumlahkan skor tergantung pada kepentingan relatif dari tiga elemen yang digunakan, yaitu kemiringan, jenis tanah, dan curah hujan. Kemudian, ketiga faktor tersebut dikelompokkan menjadi kelas kesesuaian lahan tingkat pemukiman.

Skoring dalam metode ini didasarkan pada atribut kelas dari masing-masing parameter, diikuti dengan pembobotan spesifik parameter. Skor tersebut kemudian dikalikan dengan bobot masing-masing parameter, dan penjumlahannya dihitung dengan menggunakan metode weighted overlay. Modifikasi nilai bobot dari Permen PU NO.41/PRT/M/2007 menghasilkan nilai bobot untuk masing-masing parameter.

Parameter kemiringan berbobot 0,4, jenis tanah berbobot 0,35, dan curah hujan berbobot 0,25. Saat menggunakan overlay berbobot, bobot setiap parameter dinyatakan dalam persen, dan bobot keseluruhan dari ketiga karakteristik yang memengaruhi kesesuaian properti hunian adalah seratus persen. Kemiringan lereng memiliki bobot yang paling besar, karena sangat berperan dalam menentukan kemudahan pembangunan permukiman. Tabel 4 menampilkan klasifikasi faktor kesesuaian lahan permukiman beserta bobot dan skornya. Tabel 5 menampilkan gradasi parameter kesesuaian lahan pemukiman sebagai penjumlahan dari masing-masing kelas yang sama dari semua kriteria.

Tabel 5. Klasifikasi Parameter Kesesuaian Lahan Permukiman

No. Parameter Sub Parameter Kelas Skor Bobot Skor

Total

1. Kemiringan Lereng

0-8% I 20 0,4 8

8%-15% II 40 0,4 16

15%-25% III 60 0,4 24

25%-45% IV 80 0,4 32

>45% V 100 0,4 40

2. Jenis Tanah

Aluvial I 15 0,35 5,25

Latosol II 30 0,35 10,5

Kambisol, Brown Forest Soil, Mediteran, Non Calcic Brown,

III 45 0,35

15,75 Andosol, Grumusol, Laterit, Podsol,

Podsolic

IV 60 0,35

21 Renzina, Regosol, Komplek Renzina

dan Litosol

V 75 0,35

26,25

3. Curah Hujan 0-1500 mm/thn I 10 0,25 2,5

1500-2000 mm/thn II 20 0,25 5

(5)

6038

No. Parameter Sub Parameter Kelas Skor Bobot Skor

Total

2000-2500 mm/thn III 30 0,25 7,5

2500-3000 mm/thn IV 40 0,25 10

>3000 mm/thn V 50 0,25 12,5

Berikut Tabel 6 pengharkatan parameter kecocokan lahan pada permukiman.

Tabel 6. Pengharkatan Parameter Kesesuaian Lahan Permukiman

No. Kelas Total Skor

1. I 15,75

2. II 31,5

3. III 47,25

4. IV 63

5. V 78,75

Sumber : Hasil Analisis (2022)

Berdasarkan penjumlahan bobot dikalikan skor masing-masing parameter, maka dihitung skor minimal dan maksimal dari ketiga parameter tersebut yang akan digunakan pada penentuan interval kelas kesesuaian pada lahan permukiman. Berikut rumus penentuan kelas kesesuaian lahan perumahan:

𝐼 =R Dimana, N

I = lebar interval

R = jarak interval, R = total skor tertinggi – total skor terendah N = jumlah interval.

Sehingga,

𝐼 =(78,75 − 15,75)

5 = 12,6≈ 13

Maka, dapat ditentukan klasifikasi kelas kesesuaian lahan permukiman seperti pada Tabel 7.

Tabel 7. Klasifikasi Kelas Kesesuaian Lahan Permukiman

No. Kelas Kesesuaian Lahan Kelas Interval

1. S1 (sangat sesuai) 13 – 26

2. S2 (cukup sesuai) 27 – 40

3. S3 (sesuai marginal) 41 – 54

4. N1 (tidak sesuai pada saat ini) 55 – 68 5. N2 (tidak sesuai untuk selamanya) 69 – 82

Sumber : Hasil Analisis (2022)

Kelas interval untuk setiap klasifikasi kesesuaian lahan permukiman dihasilkan dari Tabel 6 di atas dengan menggunakan rumus di atas. Hasil yang diperoleh dari pengolahan data diketahui luas kelas kesesuaian lahan untuk pemukiman, dimana kelas S1 (sangat sesuai) berada pada rentang 13-26, kelas S2 (cukup sesuai) berada pada rentang 27-40, kelas S3 (sesuai marjinal) terdapat pada kisaran 41-54, kelas N1 (saat ini tidak cocok) berada atas kisaran 55-68, dan kelas N2 (tidak sesuai secara permanen) berada atas kisaran 69-82.

(6)

6039

Gambar 1. Peta Klasifikasi Kesesuaian Lahan Permukiman Kota Peri-Urban Banda Aceh

3.5. Analisis Temuan Kesesuaian Lahan Pemukiman pada Kawasan Peri-Urban Kota Banda Aceh dengan Permukiman yang Ada

Analisis kesesuaian lahan permukiman dan permukiman eksisting diperoleh dengan intersect peta permukiman eksisting dengan kategorisasi kesesuaian lahan permukiman. Berdasarkan hasil penelitian, seluruh lahan permukiman di Kecamatan Baitussalam termasuk kelas S2 (cukup sesuai) berdasarkan kriteria kesesuaian lahan permukiman seluas 726,12 ha. Ada 1 kecamatan yang terbagi menjadi 4 kelas dimana S1 (sangat sesuai), S2 (cukup sesuai), S3 (sesuai marjinal), dan N1 (tidak sesuai pada eksisting), kecamatan tersebut adalah kecamatan Peukan Bada. Lahan permukiman Kecamatan Peukan Bada yang termasuk kelas S1 seluas 572,51, kelas S2 (cukup sesuai) seluas 8,18, kelas S3 seluas 20,20, dan kelas N1 seluas 6,84.

Ada 3 kecamatan dimana dibagi menjadi 3 kelas adalah S1 (sangat selaras), S2 (cukup selaras), dan S3 (sesuai marjinal), kecamatan tersebut yaitu Kecamatan Darul Imarah, Kecamatan Darussalam dan Kecamatan Krueng Barona Jaya. Lahan permukiman Kecamatan Darul Imarah termasuk kelas S1 seluas 1.282,51 ha, kelas S2 seluas 6,77 ha, dan kelas S3 seluas 47,54 ha. Lahan permukiman Kecamatan Darussalam berada pada kelas S1 seluas 197,14 ha, kelas S2 seluas 384,87 ha, dan kelas S3 seluas 151,21 hektar. Lahan permukiman Kecamatan Krueng Barona Jaya yang berada pada kelas S1 seluas 340,05 hektar, kelas S2 seluas 46,41 hektar, dan kelas S3 seluas 92,58 hektar.

Ada dua kecamatan yang terbagi menjadi 2 kelas yaitu S1 (sangat sesuai) dan S3 (sesuai marjinal), kecamatan tersebut adalah Kecamatan Ingin Jaya dan Kecamatan Kuta Baro. Lahan permukiman Kecamatan Ingin Jaya yang termasuk kelas S1 seluas 796,59 ha, dan kelas S3 seluas 252,81 ha. Lahan permukiman Kecamatan Kuta Baro yang termasuk kelas S1 seluas 747,16 ha, dan kelas S3 seluas 150,6 ha.

Hasil data dari analisis kesesuaian lahan permukiman dengan permukiman eksisting Wilayah Peri-Urban Kota Banda Aceh dapat dilihat pada Tabel 7 dan Gambar 1.

Tabel 8. Analisis Hasil Kesesuaian Lahan Permukiman dengan Permukiman Eksisting wilayah Peri-Urban Kota Banda Aceh

No. Kecamatan Kelas Kesesuaian Lahan Permukiman Luas (ha)

1. Baitussalam S2 (cukup selaras) 726,12

2. Darussalam

S1 (sangat selaras) 197,14

S2 (cukup selaras) 384,87

S3 (sesuai marjinal) 151,21

3. Kuta Baro S1 (sangat selaras) 747,16

S3 (sesuai marjinal) 150,6

4. Krueng Barona Jaya

S1 (sangat selaras) 340,05

S2 (cukup selaras) 46,41

S3 (sesuai marjinal) 92,58

5. Ingin Jaya S1 (sangat selaras) 796,59

S3 (sesuai marjinal) 252,81

(7)

6040

No. Kecamatan Kelas Kesesuaian Lahan Permukiman Luas (ha) 6. Darul Imarah

S1 (sangat selaras) 1.282,51

S2 (cukup selaras) 6,77

S3 (sesuai marjinal) 47,54

7. Peukan Bada

S1 (sangat selaras) 572,51

S2 (cukup selaras) 8,18

S3 (sesuai marjinal) 20,20

N1 (tidak selaras pada saat ini) 6,84 Sumber : Hasil Analisis (2022)

Berdasarkan Tabel 8 dapat dilihat seluruh permukiman di Kecamatan Baitussalam termasuk kelas S2 karena pada wilayah tersebut kemiringan lereng <8% (datar), jenis tanah regosol (sangat peka terhadap erosi), curah hujan 1500-2000 mm/thn (rendah), sehingga hasil dari skoring dan pembobotan termasuk ke kelas S2 (cukup selaras) untuk permukiman.

Permukiman pada kecamatan Darussalam berada pada kelas S1, S2, dan S3 karena pada wilayah tersebut kemiringan lereng <8% (datar), jenis tanah regosol (sangat peka terhadap erosi) dan aluvial (tidak peka terhadap erosi), curah hujan 1500-2000 mm/thn (rendah) dan 2000-2500 mm/thn (sedang), sehingga hasil dari skoring dan pembobotan termasuk ke kelas S1 (sangat sesuai), S2 (cukup sesuai), dan S3 (sesuai marginal) untuk permukiman.

Permukiman di kecamatan Kuta Baro berada pada kelas S1 dan S3 karena pada wilayah tersebut kemiringan lereng <8% (datar), jenis tanah regosol (sangat peka terhadap erosi) dan aluvial (tidak peka terhadap erosi), curah hujan 2000-2500 mm/thn (sedang), sehingga hasil dari skoring dan pembobotan termasuk ke kelas S1 (sangat sesuai) dan S3 (sesuai marjinal) untuk permukiman.

Permukiman di kecamatan Krueng Barona Jaya berada pada kelas S1, S2, dan S3 karena pada wilayah tersebut kemiringan lereng <8% (datar), jenis tanah regosol (sangat peka terhadap erosi) dan aluvial (tidak peka terhadap erosi), curah hujan 1500-2000 mm/thn (rendah) dan 2000-2500 mm/thn (sedang), sehingga hasil dari skoring dan pembobotan termasuk ke kelas S1 (sangat selaras), S2 (cukup selaras), dan S3 (sesuai marjinal) untuk permukiman.

Permukiman di kecamatan Ingin Jaya berada pada kelas S1 dan S3 karena pada wilayah tersebut kemiringan lereng <8% (datar), jenis tanah regosol (sangat peka terhadap erosi) dan aluvial (tidak peka terhadap erosi), curah hujan 2000-2500 mm/thn (sedang), sehingga hasil dari skoring dan pembobotan termasuk ke kelas S1 (sangat sesuai) dan S3 (sesuai marginal) untuk permukiman.

Permukiman di kecamatan Darul Imarah berada pada kelas S1, S2, dan S3 karena pada wilayah tersebut kemiringan lereng <8% (datar), jenis tanah regosol (sangat peka terhadap erosi) dan aluvial (tidak peka terhadap erosi), curah hujan 1500-2000 mm/thn (rendah) dan 2000-2500 mm/thn (sedang), sehingga hasil dari skoring dan pembobotan termasuk ke kelas S1 (sangat selaras), S2 (cukup selaras), dan S3 (sesuai marjinal) untuk permukiman.

Permukiman di kecamatan Peukan Bada berada pada kelas S1, S2, S3, dan N1 karena pada wilayah tersebut kemiringan lereng <8% (datar), 8%-15% (landai) dan 16%-25% (agak curam), jenis tanah regosol (sangat peka terhadap erosi) dan aluvial (tidak peka terhadap erosi), dengan curah hujan 1500-2000 mm/thn (rendah) dan 2000-2500 mm/thn (sedang), sehingga hasil dari skoring dan pembobotan termasuk ke kelas S1 (sangat selaras), S2 (cukup selaras), S3 (sesuai marjinal), dan N1 (tidak selaras pada saat ini) untuk permukiman.

(8)

6041

Gambar 2. Peta analisis kesesuaian lahan Kota Banda Aceh untuk kawasan peri-urban

4. Kesimpulan

Hasil pemetaan permukiman eksisting Kecamatan dimana pemukiman terbesarnya yaitu pada Kecamatan Darul Imarah seluas 1.336,82 ha, kemudian Kecamatan Ingin Jaya seluas 1.049,40 ha, Kecamatan Kuta Baro dengan luas 897,77 ha, Kecamatan Darussalam seluas 897,77 ha, Kecamatan Darussalam sealuas seluas 733,22 Ha, Kecamatan Baitussalam seluas 726,12 ha, Kecamatan Peukan Bada seluas 607,74 ha, dan Kecamatan Krueng Barona Jaya seluas 479,04 ha.

Dari lima interval kelas kecocokan lahan pemukiman dengan katagori yaitu: S1 (sangat selaras) diberi peringkat 13-26, S2 (cukup selaras) diberi peringkat 27-40, S3 (menurut marginal) diberi peringkat 41-54, N1 (saat ini tidak selaras) diberi peringkat 55-68, dan N2 (tidak selaras secara permanen) diberi peringkat 69-82. Berikut deskripsi temuan kesesuaian lahan untuk permukiman di kawasan peri urban Kota Banda Aceh.

- Seluruh tanah pemukiman di Kelurahan Baitussalam dimiliki oleh Tuan (cukup selaras).

- Lahan pemukiman Kecamatan Darul Imarah dengan klasifikasi S1 (sangat selaras), S2 (cukup selaras), dan S3 (sesuai marjinal).

- Lahan pemukiman di Kecamatan Peukan Bada berada pada kategori S1 (sangat selaras), S2 (cukup selaras), S3 (sesuai marjinal), dan N1.

- Lahan pemukiman di Kecamatan Darussalam diklasifikasikan sebagai S1 (sangat selaras), S2 (cukup selaras), dan S3 (sesuai) (sesuai marginal).

- Lahan pemukiman di Kecamatan Kuta Baro tergolong S1 (sangat selaras) dan S3 (sesuai marjinal).

- Lahan pemukiman di Kecamatan Krueng Barona Jaya diklasifikasikan S1 (sangat sesuai), S2 (cukup selaras), dan S3 (sesuai marginal).

- Lahan pemukiman di Kecamatan Ingin Jaya dengan klasifikasi S1 (sesuai) dan S3 (sesuai marjinal).

5. Referensi

[1]. Kurnianingsih, N. A. (2013). Klasifikasi tipologi zona wilayah peri-urban di Kecamatan Kartasura, Kabupaten Sukoharjo. Jurnal Wilayah dan Lingkungan, volume 1, nomor 3, halaman 251-264.

[2]. Pemerintah Indonesia. (1992). Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 4 tahun 1992 tentang Perumahan Permukiman.

[3]. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 1 tahun 2011 tentang Perumahan dan Kawasan Permukiman.

[4]. Akmal, C., Sugianto, Manfarizah. (2020). Analisis Berdasarkan Tata Ruang, Perubahan Lahan Sawah dan Pemanfaatan Lahan di Kecamatan Krueng Barona Jaya Kabupaten Aceh Besar. 5(3), 288–292.

[5]. Awangga, R.M. (2019). Kreatif Industri Nusantara. Pengantar Sistem Informasi Geografis: Sejarah, Definisi, dan Konsep Dasar, Bandung.

(9)

6042

[6]. Puntodewo, A., Dewi, S., Tarigan, J. Sistem Informasi Geografis untuk Pengelolaan Sumber Daya Alam. www.google books [10 Juni 2010]. Diakses pada tanggal 6 Juni 2016.

[7]. Sofyan, Mirza, M. Isya, Renni Anggraini. (2017). Pemanfaatan Sistem Informasi Geografis (SIG) untuk Prioritas Penanganan Jalan di Kabupaten Aceh Besar. Diakses September 2017, dari Universitas Syiah Kuala.

[8]. Donya, M. A. C., Sasmito, B., & Nugraha, A. L. (2020). Visualisasi Peta Fasilitas Umum Kelurahan Sumurboto Dengan Arcgis Online. Jurnal Geodesi Undip, 9(4), 52-58.

[9]. Adil, Ahmad. (2017). Sistem Informasi Geografis. Penerbit ANDI, Yogyakarta.

[10]. Arsyad, Sitanala. (2017). Konservasi Tanah dan Air. IPB Press, Bogor.

[11]. Hapsari, A., & Ritohardoyo, S. (2015). Kesesuaian Perubahan Penggunaan Lahan di Kawasan Peri- Urban dengan Rencana Detail Tata Ruang (RDTR) Kasus: Kabupaten Godean, 2009-2014. Jurnal Bumi Indonesia, volume empat (4).

[12]. Sholahuddin, M. (2014). Menggunakan Metode Scoring dan Weighting pada GIS untuk Pemetaan Daerah Banjir (Studi Kasus di Kabupaten Jepara). Udinus di Jepara.

[13]. Suhardiman (2012). menggunakan Sistem Informasi Geografis (SIG) pada Sub DAS Walanae Hilir, untuk membuat zona tingkat kerawanan banjir. Tesis. Universitas Hasanuddin, Makassar, Fakultas Pertanian, Jurusan Teknologi Pertanian.

[14]. Praditya, R.K. (2016). Perencanaan Instalasi Pengolahan Limbah Air Masyarakat di Kampung Seni Nitiprayan, Desa Ngestiharjo, Kecamatan Kasihan, Kabupaten Bantul, Daerah Istimewa Yogyakarta (Disertasi Doktor, UII).

[15]. Peraturan Menteri Pekerjaan Umum nomor 41 tahun 2007, Pedoman Kriteria Teknis Kawasan Budi Daya.

Referensi

Dokumen terkait

Angka tersebut mengandung arti bahwa variable budaya organisasi, kepemimpinan kepala sekolah, lingkungan sekolah, dan kepuasan kerja secara simultan berpengaruh

Hal ini terbukti dengan perubahan penggunaan lahan permukiman di Kota Tomohon dan karakteristik bangunan yang tampak dalam setiap kawasan permukiman serta di