• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pemilihan Entrainer pada Proses Dehidrasi Isopropanol menggunakan Kolom Distilasi Azeotropik

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2024

Membagikan "Pemilihan Entrainer pada Proses Dehidrasi Isopropanol menggunakan Kolom Distilasi Azeotropik "

Copied!
18
0
0

Teks penuh

(1)

i

Pemilihan Entrainer pada Proses Dehidrasi Isopropanol menggunakan Kolom Distilasi Azeotropik

Penelitian

Disusun untuk memenuhi tugas akhir guna mencapai gelar sarjana di bidang Ilmu Teknik Kimia

Oleh:

Emelia Kezia Lasut (2016620104)

Pembimbing:

Herry Santoso, S.T., M.T.M, Ph.D.

Yansen Hartanto, S.T., M.T.

PROGRAM STUDI TEKNIK KIMIA FAKULTAS TEKNOLOGI INDUSTRI UNIVERSITAS KATOLIK PARAHYANGAN

BANDUNG 2021

(2)

LEMBAR PENGESAHAN

JUDUL: PEMILIHAN ENTRAINER PADA PROSES DEHIDRASI ISOPROPANOL MENGGUNAKAN KOLOM DISTILASI AZEOTROPIK

Telah diperiksa dan disetujui, Bandung, 24 Februari 2021

Pembimbing 1, Pembimbing 2,

Yansen Hartanto, S.T., M.T.

Catatan:

(3)

iii

PROGRAM STUDI TEKNIK KIMIA FAKULTAS TEKNOLOGI INDUSTRI UNIVERSITAS KATOLIK PARAHYANGAN

SURAT PERNYATAAN

Saya, yang bertanda tangan di bawah ini:

Nama : Emelia Kezia Lasut NPM : 2016620104

Dengan ini menyatakan bahwa penelitian dengan judul:

PEMILIHAN ENTRAINER PADA PROSES DEHIDRASI ISOPROPANOL

MENGGUNAKAN KOLOM DISTILASI AZEOTROPIK adalah hasil pekerjaan saya, dan seluruh ide, pendapat, dan materi dari sumber lain, telah dikutip dengan cara penulisan referensi yang sesuai.

Pernyataan ini saya buat dengan sebenar-benarnya dan jika pernyataan ini tidak sesuai dengan kenyataan, maka saya bersedia menanggung sanksi sesuai peraturan yang berlaku.

Bandung, 23 Januari 2021

Emelia Kezia Lasut (2016620104)

(4)

LEMBAR REVISI

JUDUL: PEMILIHAN ENTRAINER PADA PROSES DEHIDRASI ISOPROPANOL MENGGUNAKAN KOLOM DISTILASI AZEOTROPIK

Telah diperiksa dan disetujui, Bandung, 24 Februari 2021

Dosen Penguji 1, Dosen Penguji 2,

Dr. Budi Husodo Bisowarno, Ir., M.Eng. I Gede Pandega Wiratama, S.T., M.T.

Catatan:

(5)

v

KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas berkat dan rahmat-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan penelitian ini yang berjudul “Pemilihan Entrainer pada Pemilihan Entrainer pada Proses Dehidrasi Isopropanol menggunakan Kolom Distilasi Azeotropik” ini tepat pada waktunya. Penulisan penelitian ini disusun untuk memenuhi tugas akhir guna mencapai gelar sarjana di bidang Ilmu Teknik Kimia Fakultas Teknologi Industri, Universitas Katolik Parahyangan. Selama proses penulisan penelitian ini, penulis mendapat banyak bantuan dan dukungan dari berbagai pihak. Oleh karena itu, penulis ingin mengucapkan banyak terima kasih kepada:

1. Herry Santoso S.T., M.T.M, Ph.D. selaku dosen pembimbing pertama yang telah memberikan pengarahan dalam penyusunan penelitian ini.

2. Yansen Hartanto, S.T., M.T. selaku dosen pembimbing kedua yang telah memberikan pengarahan dalam penyusunan penelitian ini.

3. Orang tua dan keluarga penulis atas doa serta dukungannya selama proses penulisan proposal.

4. Teman-teman teknik kimia Universitas Katolik Parahyangan atas dukungan dan masukannya kepada penulis.

5. Seluruh pihak yang telah membantu penulis baik secara langsung maupun tidak langsung.

Penulis menyadari bahwa penulisan penelitian ini masih kurang sempurna. Oleh karena itu, penulis mengharapkan kritik dan saran yang membangun dari para pembaca untuk perbaikan selanjutnya. Akhir kata, penulis berharap agar laporan penelitian ini dapat bermanfaat bagi pembaca.

Bandung, 23 Februari 2021

Penulis

(6)

DAFTAR ISI

LEMBAR PENGESAHAN ... ii

SURAT PERNYATAAN ... iii

LEMBAR REVISI ... iv

KATA PENGANTAR ... v

DAFTAR ISI ... vi

DAFTAR GAMBAR ... ix

DAFTAR TABEL ... xii

INTISARI ... xiii

ABSTRACT ... xiv

BAB I: PENDAHULUAN ... 1

I.1 Latar Belakang ... 1

I.2 Tema Sentral Masalah ... 1

I.3 Identifikasi Masalah ... 2

I.4 Premis Penelitian... 2

I.5 Hipotesis ... 3

I.6 Tujuan Penelitian ... 3

I.7 Manfaat Penelitian ... 3

I.7.1 Bagi Masyarakat ... 3

I.7.2 Bagi Industri ... 3

BAB 2: TINJAUAN PUSTAKA ... 4

II.1 Distilasi ... 4

II.1.1 Distilasi Fraksional... 4

II.1.2 Distilasi Batch Diferensial ... 4

II.1.3 Distilasi Flash ... 4

(7)

vii

II.2 Hukum Raoult …………... 5

III.3 Azeotrop ... 6

II.1.1 Maximum Boiling Azeotrope ...7

II.1.2 Minimum Boiling Azeotrope ... 8

II.4 Pemisahan Campuran Azeotrop Homogen ...11

II.4.1 Pemisahan Azeotrop dengan Distilasi Azeotropik...11

II.4.2 Pemisahan Azeotrop dengan Distilasi Ekstraktif...12

II.4.3 Pemisahan Azeotrop Pressure-swing... 13

II.5 Residue Curve Maps (RCM)... 14

II.6 Pemilihan entrainer... 16

II.7 Distilasi campuran IPA dan air... 16

II.8 Penentuan Entrainer dalam Pemisahan air-IPA ... 17

II.8.1 Sikloheksana (CyH) ...17

II.8.2 Benzena (BNZ) ...18

II.9 Aspek Ekonomi ...20

BAB III: METODE PENELITIAN ... 22

III.1 Simulasi Awal Kolom Distilasi Konvensional ... 22

III.2 Studi Kasus ... 22

III.3 Analisis Ekonomi ... 22

III.3.1 Biaya alat ... 23

III.3.2 Biaya energi ... 25

III.4 Optimasi Desain ... 25

III.5 Tahapan Penelitian Secara Keseluruhan ... 27

III.6 Lokasi dan Jadwal Kerja Penelitian ... 28

BAB IV: PEMBAHASAN... 29

IV.1 Simulasi dan Validasi Kolom Distilasi Azeotropik ... 29

(8)

IV.2 Optimasi Kolom ... 35

IV.2.1 Optimasi Kolom Distilasi Azeotropik dengan Entrainer Sikloheksana … 36 IV.2.2 Optimasi Kolom Distilasi Azeotropik dengan Entrainer Benzena ... 43

IV.3 Perbandingan Entrainer ... 49

BAB V: KESIMPULAN DAN SARAN ... 52

V.1 Kesimpulan ... 52

V.2 Saran ... 52

DAFTAR PUSTAKA ... 53

LAMPIRAN A: CONTOH PERHITUNGAN ... 56

LAMPIRAN B: DATA ANTARA ... 59

(9)

ix

DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1 Distilasi fraksional... 5

Gambar 2.2 Diagram Txy campuran Benzena – Toluena ... 6

Gambar 2.3 Diagram P-xy (kiri), diagram T-xy (kanan), diagram azeotrop negatif (atas) dan azeotrop positif (bawah) (Smith, dkk., 2018) ... 7

Gambar 2.4 Deviasi negatif hukum raoult (Clark, 2014) ... 8

Gambar 2.5 Diagram Azeotrop campuran asam nitrat air ... 8

Gambar 2.6 Deviasi positif hukum raoult (Clark, 2014) ... 9

Gambar 2.7 Diagram azeotrop etanol dan air (Clark, 2014) ... 9

Gambar 2.8 Diagram T-xy campuran azeotrop heterogen (kanan) dan campuran azeotrope homogen (kiri) (Kiss, 2013) ... 10

Gambar 2.9 Skema alat pemisahan azeotrop dengan distilasi azeotropik heterogen (Arifin & Chien, 2007) ... 12

Gambar 2.10 Skema Pemisahan azeotrop dengan distilasi ekstraktif sistem IPA-air (Luyben & Chien, 2010) ... 13

Gambar 2.11 Kurva azeotrop untuk campuran aseton – air pada tekanan 1 atm (kiri) dan 10 atm (kanan) ... 14

Gambar 2.12 Skema alat pemisahan distilasi pressure-swing untuk sistem metanol – air (Luyben & Chien, 1955) ... 14

Gambar 2.13 Residue curve maps (RCM) untuk berbagai system azeotropik homogen dan/atau azeotropik heterogen (Kiss, 2013) ... 15

Gambar 2.14 Residue curve map air – IPA – sikloheksana (Arifin & Chien, 2007) ... 18

Gambar 2.15 Skema alat dehidrasi IPA-air dengan entrainer CyH yang paling optimal menurut Arifin dan Chien (2007) ... 18

Gambar 2.16 Diagram terner LLE diagram dan kurva distilasi (Cho & Jeon, 2006) ... 19

Gambar 3.1 Flowchart tahapan optimasi ... 32

Gambar 4.1 Skema alat distilasi azeotropik ... 29

Gambar 4.2 Data Spesifikasi Aliran Feed ... 30

(10)

Gambar 4.3 Spesifikasi Kolom Kedua ... 30

Gambar 4.4 Spesifikasi Kolom Pertama ... 31

Gambar 4.5 Spesifikasi Unit Dekanter ... 32

Gambar 4.6 Spesifikasi Unit Heater ... 32

Gambar 4.7 Flowsheet simulasi Kolom Distilasi Azeotropik ... 33

Gambar 4.8 Skema alat simulasi kolom distilasi azeotropik entrainer benzena ... 34

Gambar 4.9 Biaya Kolom 1 terhadap Letak Umpan Masuk Kolom Pertama IPA-air- sikloheksana ... 36

Gambar 4.10 Biaya Energi Kolom 1 terhadap Letak Umpan Masuk Kolom Pertama IPA-air- sikloheksana ... 36

Gambar 4.11 TAC terhadap Jumlah Tahap Kolom Pertama IPA-air- sikloheksana ... 37

Gambar 4.12 Biaya Kolom 1 terhadap Letak Masukan Umpan Kolom 1 IPA-air- sikloheksana ... 38

Gambar 4.13 Biaya Energi terhadap Letak Masukan Umpan Kolom 1 IPA-air- sikloheksana... 38

Gambar 4.14 TAC terhadap Letak Masukan Umpan Kolom 1 IPA-air-sikloheksana ... 39

Gambar 4.15 Biaya Kolom terhadap Jumlah Tahap Kolom 2 IPA-air-sikloheksana ... 39

Gambar 4.16 Biaya Energi terhadap Jumlah Tahap Kolom 2 IPA-air- sikloheksana ... 40

Gambar 4.17 TAC terhadap Jumlah Tahap Kolom 2 IPA-air-sikloheksana ... 40

Gambar 4.18 Biaya Kolom terhadap Letak Masukan Umpan Kolom 2 IPA-air- sikloheksana ... 41

Gambar 4.19 Biaya Energi terhadap Letak Masukan Umpan Kolom 2 IPA-air- sikloheksana ... 41

Gambar 4.20 TAC terhadap Letak Masukan Umpan Kolom 2 Distilasi IPA-air- sikloheksana ... 42

Gambar 4.21 Biaya Kolom terhadap Jumlah Tahap Kolom 1 IPA-air- benzena ... 43

Gambar 4.22 Biaya Energi terhadap Jumlah Tahap Kolom 2 Distilasi IPA-air-benzena .. 43

Gambar 4.23 TAC terhadap Jumlah Tahap Kolom 1 Distilasi IPA-air-benzena ... 44

Gambar 4.24 Biaya Kolom terhadap Letak Masukan Umpan Kolom 1 Distilasi IPA-air- benzena ... 44

(11)

xi

Gambar 4.25 Biaya Energi terhadap Letak Masukan Umpan Kolom 1 Distilasi IPA-air- benzena ... 45 Gambar 4.26 TAC terhadap Letak Masukan Umpan Kolom 1 Distilasi IPA-air-benzena 45 Gambar 4.27 Biaya Kolom terhadap Jumlah Tahap Kolom 2 Distilasi IPA-air-benzena 46 Gambar 4.28 Biaya Energi terhadap Jumlah Tahap Kolom 2 Distlasi IPA-air-benzena ... 46 Gambar 4.29 TAC terhadap Jumlah Tahap Kolom 2 Distilas IPA-air-benzena ... 47 Gambar 4.30 Biaya Kolom terhadap Letak Masukan Umpan Kolom 2 IPA-air-benzena ..47 Gambar 4.31 Biaya Energi terhadap Letak Masukan Umpan Kolom 2 IPA-air-benzena ..48 Gambar 4.32 TAC terhadap Letak Masukan Umpan Kolom 2 IPA-air-benzena ... 48

(12)

DAFTAR TABEL

Tabel 2.1 Perbandingan sikloheksana dan benzene ... 19

Tabel 2.2 Viskositas sikloheksana... 20

Tabel 2.3 Viskositas benzene ... 20

Tabel 2.4 Aturan Depresiasi Sesuai UU Republik Indonesia No. 17 Tahun 2000 ... 21

Tabel 3.1 Ketebalan terhadap berat carbon steel (Engineering Toolbox, 2019) ... 24

Tabel 3.2 Harga kukus tahun 2014 (Wang, 2014) ... 25

Tabel 3.3 Jadwal Kerja Penelitian ... 28

Tabel 4.1 Hasil Validasi Simulasi Distilasi Azeotropik Konvensional ... 33

Tabel 4.2 Hasil Validasi Simulasi Distilasi Azeotropik Konvensional Entrainer Benzena... 34

Tabel 4.3 Perbandingan entrainer proses pemisahan distilasi azeotropik IPA-air... 49

(13)

xiii

INTISARI

Isopropanol atau yang dikenal dengan IPA dibuat dengan mereaksikan propana dengan air, sehingga hasil dari reaksi tersebut dapat berupa campuran air dan IPA. Air harus dipisahkan dari IPA agar didapatkan IPA dengan konsentrasi tinggi. Namun, air dan IPA membentuk titik azeotrop sehingga perlu dipisahkan. Azeotrop tidak dapat dipisahkan dengan distilasi biasa, sehingga digunakan distilasi azeotropik untuk pemisahan campuran azeotrop. Selain itu, entrainer juga mempengaruhi keekonomisan proses distilasi azeotropik.

Dua jenis entrainer yang dapat digunakan untuk pemisahan IPA dan air adalah benzena dan sikloheksana.

Dalam penelitian ini, akan dilakukan simulasi menggunakan software Aspen Plus.

Data literatur akan digunakan sebagai acuan model kolom distilasi konvensional dalam penelitian ini. Adapun desain alat ini perlu dioptimasi agar dapat dibandingkan antar entrainer. Manfaat dari studi ini adalah pembaca maupun peneliti dapat mengetahui entrainer yang lebih ekonomis untuk proses pemisahan IPA dan air.

Metode studi dilakukan dengan membandingkan total annual cost (TAC). Dari penelitian ini diperoleh hasil TAC optimal untuk entrainer sikloheksana dan benzena berturut-turut $ 1.637.934 dan $ 1.274.196. Sistem dengan entrainer sikloheksana memiliki 23 tahap kolom pertama, dengan letak umpan masukan pada tahap ke-7, 15 tahap kolom ke dua, dan letak umpan masukan kolom ke dua pada tahap ke-10. Sistem dengan entrainer benzena memiliki kolom pertama dengan 21 tahap, dengan letak masukan umpan pada tahap ke-5, 14 tahap kolom ke dua, dengan letak masukan umpan pada tahap ke-13. Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa sistem dengan entrainer benzena lebih ekonomis daripada sistem dengan entrainer sikloheksana.

Kata kunci : Isopropanol; air; distilasi azeotropik; entrainer; benzena; sikloheksana

(14)

ABSTRACT

Isopropanol, also known as IPA, is made by reacting propane with water, so that the result of the reaction can be a mixture of water and IPA. The water has to be separated from the IPA to get IPA with higher concentration. However, water and IPA form an azeotropic point. Azeotropes cannot be separated by ordinary distillation, so azeotropic distillation is used for the separation of azeotropic mixtures. Separation by azeotropic distillation requires an additional substance called an entrainer. Entrainers will affect the economics of the azeotropic distillation process. Two types of entrainers that can be used for the separation of IPA and water are benzene and cyclohexane.

In this research, a simulation will be carried out using Aspen Plus software.

Literature data will be used as a reference for the conventional distillation column model in this study. The design of this tool needs to be optimized so that it can be compared between entrainers. The benefit of this research is that readers and researchers can find out a more economical entrainer for the separation process of IPA and water.

This research is done by comparing total annual cost (TAC). From this study, the optimal TAC for cyclohexane and benzene entrainers were $ 1,637,934 and $ 1,274,196, respectively. The system with the cyclohexane as entrainer has 23 stages for the first column, with the feed inlet at the 7th stage; 15 stages for the second column, with inlet located at the 10th stage. The system with benzene as entrainer has 21 stages of the first column, with the feed inlet in the 5th stage; 14th stage the second column, with inlet located at the 13th stage.

Thus, it can be concluded that a system with a benzene as entrainer is more economic than a system with a cyclohexane as entrainer.

Key words: Isopropanol; water; azeotropic distillation; entrainer; benzene; cyclohexane

(15)

1

BAB I

PENDAHULUAN

I.1 Latar Belakang

Isopropanol, atau yang dikenal dengan isopropil alkohol (IPA), pertama kali dibuat pada 1992, yaitu dengan mereaksikan asam sulfat dengan propilen sehingga terbentuk suatu senyawa yang bereaksi dengan air dan membentuk isopropanol.

Selain itu, isopropanol dibuat dengan cara hidrasi propilen, tanpa menggunakan asam sulfat (Anonim, 2019). Proses ini akan menghasilkan isopropanol dengan air sebagai pengotornya.

Isopropil alkohol merupakan cairan tidak berwarna dan mudah terbakar dengan bau yang kuat, dan banyak digunakan sebagai pelarut dalam berbagai industri. Selain itu, isopropanol dapat digunakan sebagai bahan intermediat untuk reaksi tertentu, dan dapat digunakan sebagai disinfektan dan antiseptic (PubChem, 2019; Anonim, 2019).

Kadar isopropanol yang diinginkan biasanya mencapai 99,99%. Oleh sebab itu, dibutuhkan pemisahan antara air dan IPA. Cara pemisahan yang biasa digunakan adalah distilasi. Namun, dalam tekanan atmosferik dan konsentrasi IPA 87,4 – 87,7

% massa dalam air, IPA dan air membentuk azeotrop, sehingga pemisahan dengan distilasi biasa tidak mungkin dapat dilakukan (Arifin & Chien, 2007). Salah satu cara pemisahan campuran azeotrop adalah dengan penambahan suatu komponen tambahan yang lebih ringan daripada kedua komponen lain, yang disebut light entrainer. Proses ini dikenal dengan distilasi azeotropik. Light entrainer yang biasa digunakan untuk sistem IPA – air adalah benzena dan sikloheksana. Menurut Kiss (2013), penentuan entrainer sangatlah penting dalam proses distilasi azeotropik heterogen, karena dapat mempengaruhi keekonomisan, efektivitas dan efisiensi proses.

I.2 Sentral Masalah

IPA dan air membentuk campuran azeotrop sehingga tidak dapat dipisahkan dengan distilasi biasa. Namun, azeotrop dapat dipisahkan dengan beberapa cara, salah satunya distilasi azeotropik heterogen. Cara pemisahaan ini seringkali dilakukan dengan dua kolom yang disusun seri, dan membutuhkan energi yang tinggi

(16)

karena dua komponen harus diuapkan. Selain itu, pemilihan entrainer merupakan hal yang penting untuk pemisahan azeotrop dengan sistem azeotropik heterogen karena akan mempengaruhi efisiensi distilasi yang akan mempengaruhi keekonomisan kolom. Dengan entrainer yang sesuai, biaya proses dapat ditekan. Simulasi desain distilasi azeotropik dilakukan dengan menggunakan Aspen Plus, dan dioptimasi secara bertahap.

I.3 Identifikasi Masalah

1. Bagaimana desain awal distilasi kolom azeotropik untuk memisahkan IPA dan air menggunakan Aspen Plus;

2. Bagaimana langkah-langkah mengoptimasi distilasi kolom azeotropik dengan menggunakan nilai TAC sebagai fungsi objektif;

3. Bagaimana perbandingan nilai TAC antara entrainer dalam sistem azeotropik dividing wall column yang telah dioptimasi.

I.4 Premis Penelitian

1. Pada kondisi atmosferis, campuran air dan IPA membentuk azeotrop positif pada 87,4 – 87,7 % massa (68,1 – 67,5 % mol) dan memiliki titik didih azeotrop 80,3 – 80,4˚C (Baelen, dkk., 2010).

2. Pemisahan campuran IPA – air dilakukan dengan menambahkan sikloheksana, beneana sebagai entrainer dalam distilasi azeotropik (Arifin & Chien, 2007; Cho

& Jeon, 2006).

3. Spesifikasi produk yang dihasilkan pada pemisahan campuran IPA – air yang digunakan sebagai raw material adalah 99,9%-mol IPA (Cho & Jeon, 2006) 4. IPA merupakan keluaran kolom pertama sebagai buttom product dengan

komposisi 99,9%, dan air merupakan keluaran kolom kedua sebagai buttom product dengan komposisi 99,9% (Chang, dkk., 2012).

5. Laju alir umpan distilasi azeotropik diasumsikan 100 kmol/h (= 1666,67 mol/min) dengan komposisi sesuai dengan tipikal aliran limbah IPA dalam industri semi konduktor yaitu mengandung IPA dan air yang ekimolar (Arifin &

Chien, 2007)

(17)

3

6. Pada pemisahan azeotropik konvensional IPA dan air dengan sikloheksana sebagai entrainer lebih baik menggunakan dua kolom daripada pemisahan tiga kolom (Arifin & Chien, 2007)

7. Tekanan operasi diatur dalam keadaan atmosferik (1 atm) agar mempermudah dalam pengoperasian distilasi (Arifin & Chien, 2008)

8. Desain optimal dalam distilasi azeotropik konvensional dengan menggunakan sikloheksana sebagai entrainer adalah N1=18, NF1=2, N2=20, NF2=3, dan umpan sebesar 100kmol/h dengan komposisi IPA dan air yang sama (Arifin &

Chien, 2008)

9. Jumlah kolom yang digunakan untuk pemisahan IPA-air dengan entrainer benzena dilakukan dengan tiga kolom (Cho & Jeon, 2006), sehingga skema alat pada studi ini dilakukan dengan menggunakan skema alat untuk sistem dengan entrainer sikloheksana.

10. Desain kolom azeotropik konvensional dengan menggunakan benzena sebagai entrainer pada kolom pertama adalah 30, dan kolom kedua adalah 30 (Cho &

Jeon, 2006)

11. Data pemisahan IPA-air dengan menggunakan model NRTL lebih menyerupai data percobaan dibandingkan model UNIQUAC (Choi, dkk., 2016)

I.5 Hipotesis

1. Entrainer dengan benzena memiliki total annual cost lebih rendah 2. Kebutuhan energi reboiler berbanding terbalik dengan tinggi kolom

I.6 Tujuan Penelitian

1. Menentukan desain awal untuk kolom distilasi azeotropik pemisahan IPA dan air menggunakan entrainer yang berbeda dengan Aspen Plus

2. Mengoptimasi desain distilasi kolom azeotropik dengan menggunakan nilai TAC sebagai fungsi objektif

3. Membandingkan nilai TAC dengan entrainer yang berbeda untuk menentukan entrainer yang terbaik

I.7 Manfaat Penelitan

Penelitian ini dapat bermanfaat bagi industri dan ilmuwan;

I.6.1 Bagi Industri

1. Mampu memberikan alternatif untuk memisahkan campuran azeotrop IPA-air

(18)

2. Mampu menggunakan entrainer yang paling ekonomis untuk distilasi azeotropik untuk pemisahan IPA-air

I.6.2 Bagi Ilmuwan

1. Mampu memberikan panduan untuk simulasi pemisahan campuran azeotrop IPA- air dengan menggunakan distilasi azeotropik dengan entrainer sikloheksana dan benzena.

2. Mampu mengembangkan proses pemisahan campuran azeotrop IPA-air dengan menggunakan distilasi azeotropik.

Referensi

Dokumen terkait

Adsorben terbaik dalam pemisahan karotenoid dari minyak kelapa sawit dengan metode kromatografi kolom adalah dengan menggunakan alumina tanpa silika gel dengan

Jika terjadi gangguan atau perubahan pada proses ini, perlu dilakukan strategi kendali yang dapat dengan cepat mengembalikan keluaran kolom distilasi menuju nilai acuan

Radioisotop 131 I yang dihasilkan dengan metode pemisahan kolom kromatografi penukar ion dapat menjanjikan untuk diaplikasikan dalam pengobatan atau diagnosis kanker

PENGENDALIAN KOLOM DISTILASI PADA HYSYS MENGGUNAKAN ROBUST IMC PADA MATLAB DENGAN HMI PADA APLIKASI PEMROGRAMAN..

Berdasarkan seluruh pengujian yang dilakukan, tuning kendali IMC-PID dengan fuzzy mempunyai hasil nilai IAE yang lebih kecil dibandingkan dengan kendali IMC-PID,

Radioisotop 131 I yang dihasilkan dengan metode pemisahan kolom kromatografi penukar ion dapat menjanjikan untuk diaplikasikan dalam pengobatan atau diagnosis kanker

Berdasarkan seluruh uji coba yang telah dilakukan, dapat disimpulkan bahwa pengendali AIMC 2 DoF yang digunakan pada sistem multivariabel kolom distilasi biner pemisahan

Radioisotop 131I yang dihasilkan dengan metode pemisahan kolom kromatografi penukar ion dapat menjanjikan untuk diaplikasikan dalam pengobatan atau diagnosis kanker dengan beberapa