681
Penatalaksanaan Program Fisoterapi Pada Efusi Pleura: Case Report
Firya Khoirunisa Ulayya Maghfiroh1, W Wahyuni2, Nita Prasetyo3
1,2, Departement of physiotherapy, Universitas Muhammadiyah Surakarta
3Rumah Sakit Umum Daerah Dungus [email protected]
Keywords:
Efusi pleura, breathing Exercise, pursed lip breathing, suspained maximal inspiration
Abstrak: Efusi pleura adalah akumulasi cairan di antara pleura parietal dan visceral (kavitas pleura). Hal ini dapat terjadi karena infeksi, keganasan, atau peradangan yang terjadi pada jaringan parenkim atau karena gagal jantung kongestif. Tujuan: untuk mengetahui Penatalaksanaan Fisioterapi berupa breathing exercise pada kondisi efusi pleura et causa cardiomegaly. Metode:
Metode penelitian meliputi studi kasus “case report” yang dilakukan pada 1 orang pasien wanita dengan diagnosis efusi pleura ec causa cardiomegaly. Alat ukur yang digunakan meliputi mMRC (Modified British Medical Reseach Council), Borg Scale dan pita ukur. Hasil: Setelah dilakukannya terapi sebanyak 4 kali didapatkan hasil penilaian pada pasien ialah adanya perubahan yang meliputi penurunan derajat sesak nafas, namun belum adanya nilai perubahan pada peningkatan sangkar thoraks. Kesimpulan: Adanya perubahan terhadap penurunan derajat sesak nafas, namun belum adanya nilai perubahan pada peningkatan sangkar thoraks, peningkatan aktivitas dan kemampuan fungsional pasien. Merujuk pada hasil penelitian, perlu dilakukannya penelitian dengan waktu yang cukup lama untuk menyelesaikan permasalahan pada efusi pleura et cardiomegaly.
Kata Kunci:
Efusi pleura, breathing Exercise, pursed lip breathing, suspained maximal inspiration
Abstract: Pleural effusion is an accumulation of fluid between the parietal and visceral pleura (pleural cavity). This can occur due to infection, malignancy, or inflammation that occurs in the parenchymal tissue or due to congestive heart failure. Objective: to determine the management of physiotherapy in the form of breathing exercise in conditions of pleural effusion et causa cardiomegaly. Methods:
The research method included a “case report” case study conducted on 1 female patient with a diagnosis of pleural effusion ec. causa cardiomegaly. Measuring instruments used include mMRC (Modified British Medical Research Council), Borg Scale and measuring tape. Results: After 4 times of therapy, the results of the patient's assessment showed that there were changes which included a decrease in the degree of shortness of breath, but there was no change in the increase in thoracic cage. Conclusion: There is a change in the decrease in the degree of shortness of breath, but there is no value change in increasing the thoracic cage, increasing the activity and functional ability of the patient. Referring to the research results, it is necessary to conduct research with a long enough time to solve problems in pleural effusion and cardiomegaly
Article History:
Received: 27-03-2023
Online : 05-04-2023 This is an open access article under the CC–BY-SA license
682 A. LATARBELAKANG
Paru paru adalah salah satu dari bagian terpenting dari manusia selain jantung, dimana paru paru berperan dalam proses pengeluaran karbon dioksida (CO2) dan pengambilan oksigen (O2) yang cukup yang dimana di dalam tubuh, oksigen yang berada di dalam tubuh digunakan untuk mengasilkan energy dalam bentuk ATP. Maka dari itu para paru salah satu organ terpenting di dalam tubuh. Penyakit paru paru merupakan penyakit yang berkaitan dengan system pernafasan pada manusia yang dapat berakibat buruk dan tidak segera di tangani akan menyebabkan kematian bagi penderita, biasanya penderita penyakit paru-paru tidak merasakan keluhan apapu, keluhan akan dirasakan jika gejala bermunculan satu persatu seperti sesak nafas, nyeri pada dada, batuk kering dan batuk berdahak, demam serta berkurangnya nafsu makan. Salah satu penyakit yang terjadi pada paru-paru adalah efusi pleura (Suryowinoto et al., 2017)
Efusi pleura adalah akumulasi cairan di antara pleura parietal dan visceral (kavitas pleura). Hal ini dapat terjadi karena infeksi, keganasan, atau peradangan yang terjadi pada jaringan parenkim atau karena gagal jantung kongestif (D’Agostino & Edens, 2022)Akumulasi ini menandakan adanya ketidakseimbangan antara produksi dengan drainase cairan pleura. Ketidakseimbangan ini secara patofisiologi terjadi karena adanya peningkatan tekanan kapiler pulmonal, penurunan tekanan onkotik plasma, peningkatan permeabilitas membran pleura, penurunan kemampuan drainase limfatik pleura, dan obstruksi bronkus dengan tingginya tekanan negatif intrapleural. Ketidakseimbangan ini dapat terjadi karena adanya kelainan yang ada pada paru, pleura, atau kelainan sistemik. (Chinchkar et al., 2015)
Cairan yang terjebak di dalam kavitas pleura dapat berupa transudat ataupun eksudat. Efusi pleura transudat umumnya terjadi akibat adanya perubahan tekanan hidrostatik atau onkotik pada ruang pleura akibat gagal jantung kiri kongestif, sindrom nefrotik, sirosis hepatis, hipoalbuminemia, kelebihan cairan, atau perikarditis. Penyebab umum dari efusi pleura eksudatif ialah pneumonia atau tuberkulosis, keganasan, penyakit inflamatorik (misal, lupus dan arthritis rheumatoid), infeksi virus, kilotoraks (karena obstruksi limfatik), hemotoraks (darah pada kavitas pleural), asbestosis benigna, atau sindrom Dessler (Krishna & Rudrappa, 2022)
Penyebab efusi, penyakit ganas menyumbang 41% dan tuberkulosis untuk 33% dari 100 kasus efusi pleura eksudatif, 2 pasien (2%) memiliki koeksistensi tuberkulosis dan keganasan yang dianalisis dengan kelompok ganas. Parapneumoni efusi ditemukan hanya 6% kasus, penyebab lain gagal jantkongestif 3%, komplikasi dari operasi by pass koroner 2%, rheumatoid atritis 2%, erythematous lupus sistemik 1%, gagal ginjal kronis 1%, kolesistitis akut 1%, etiologi tidak diketahui8% (Farrag et al., 2018)
Di Amerika Serikat, 1,5 juta kasus efusi pleura terjadi tiap tahunnya. Sementara pada populasi umum secara internasional, diperkirakan tiap 1 juta orang, 3000 orang terdiagnosa efusi pleura. Di
negara-negara barat, efusi pleura terutama disebabkan oleh
gagaljantungkongestif,sirosishati,keganasan, dan pneumonia bakteri, sementara di negaranegara yang sedang berkembang, seperti Indonesia, lazim diakibatkan oleh infeksi tuberkulosis(Lee et al., 2020).
Hingga kini Belum ditemukan data insiden efusi pleura secara umum di Indonesia. . Tujuan dari penatalaksanaan fisioterapi untuk Mengurangi rasa sesak dan meningkatkan sangkar thoraks.
683 B. METODE
Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah case report study dimana penelitian ini melibatkan seorang wanita lansia berinisian DK. yang berusia 77 tahun yang merupakan pasien di salah satuRumah Sakit Umum Daerah Dungus. Keluhan utama sesak dan batuk yang tidak berdahak, rasa nyeri dada bertambah ketika batuk. Sebelum dirawat di rumah sakit umu daerah dungus, dua hari sebelumnya pasien mengeluhkan sesak nafas dan batuk yang tak kunjung berhenti. Pasien mengeluhkan batuk tidak berdahak. Lalu semakin hari keluhan sesak pasien bertambah berat, lalu kelurga Pasein membawa kerumah sakit karena drasakan pasien terlihat lemas dan sangat sesak napas.
Dokter mendiagnosa pasien mengalami efusi pleura et causa cardiomegaly. Pasien mendapatkan terapi farmakologi berupa obat-obatan dan terapi non-farmakologi yaitu fisioterapi untuk mendapatkan penatalaksanaan fisioterapi.
Pemeriksaan tanda vital yang dilakukan pada pasien didapatkan hasil, pasien memiliki tekanan darah 150/98 mmHg, denyut nadi 98 x/menit, pernapasan 27x/menit, temperatur 36,8 oC, Sp02 83 %.
Adapun metode pengumpulan data yang dilakukan ialah fisioterapi melakukan temuan klinis berupa inspeksi dan palpasi yang akan disajikan pada tabel dibawah ini.
1. Pemeriksaan Fisik a. Inspeksi
Tabel 1. Temuan Hasil Inspeksi Inspeksi Hasil pemeriksaan
Statis Terlihat menngunakan nasal canul, dan tubuh cenderung protraksi dan juga scoliosis
Dinamis Pernafasan menngunakan M.
sternoceludomastoideus sebagai kopensasi dari bantuan pernafasan dada, dan rasio pernafasan 1:2 b. Palpasi
Palpasi merupakan perabaan pada area sekitar anggota tubuh pasien yang memilki dilihat adanya masalah atau problem, palapasi pada pasien paru-paru dibagi menjadi 2 yaitu : 1) Vocal Fremitus:
Terdapat penurunan getaran pada lapang paru sebelah kanan dan lower lobus kiri, 2) Adanya ketidaksamaan perkembangan sangkar torak, dimana pada sisi sebelah kanan terlihat lebih lambat
c. Perkusi
Perkusi dilakukan untuk mengetahui area di bawah lokasi yang diperkusi berisi jaringan paru dengan suara sonor, berisi cairan dengan suara redup, berisi padat atau darah dengan suara pekak, atau berisi udara dengan suara hipersonor.
Gambar 1. Rontgen Efusi Pleura pada Pasien DK.
684
Tabel 2. Temuan Hasil Perkusi Segmen
Perkusi
Hasil pemeriksaan ICS 2 Dextra : Redup
Sinistra : Sonor ICS 4 Dextra : Redup
Sinistra : Sonor Proc.
Xypoideus
Dextra : Redup Sinistra : Redup d. Auskultasi
Auskultasi adalah metode pemeriksaan untuk mendengarkan bunyi dari dalam tubuh dengan menempelkan stetoskop di area lapang paru.
Tabel 3. Temuan Hasil Auskultasi Auskultasi Hasil pemeriksaan
Suara Nafas Suara nafas terdengar jauh dan menurun pada lobus kanan paru.
2. Pemeriksaan Aktivitas Fungsional
Pemeriksaan aktifitas fungsionaladalah kemampuan dari pasien untuk melakukan aktivitas sehari- hari. Pemeriksaan aktivitas fungsinla pasien menggunakan mMRC yaitu berupa alat ukur praktis dimana bertujuan untuk mengetaui nilai aktivitas pada penderita, Borg scale alat ukur praktis dimana bertujuan untuk mengetaui nilai derajat sesak napas pada penderita, dan pita ukur untuk mengetahui pengembangan pada sangkar thoraks.
Tabel 4 . Pemeriksaan mMRC (Modified British Medical Reseach Council)
Grade Keterangan
0 Saya susah bernafas jika
beraktivitas berat
1 Napas saya menjadi pendek jika naik tangga dengan bergegas atau berjalan ke tanjakan
2 Saya berjalan lebih lambat
dibandingkan teman sebaya karena susah napas, atau saya harus berhenti untuk mengambil napas ketika berjalan ditangga
3 Setelah berjalan 100 meter atau beberapa menit ditangga, saya harus berhenti untuk mengambil napas
685
4 Saya tidak bisa keluar rumah karena susah napas atau tidak bisa mengganti baju karena susah bernapas
Berdasarkan hasil diatas pasien termasuk dalam grade 4 yaitu ”tidak bisa keluar rumah karena susah napas atau tidak bisa mengganti baju karena susah bernapas”
Tabel 5 . Borg scale Skala Tingkat Kelelahan 0 Tidak Terasa Sama Sekali 0,5 Sangat Ringan Sekali
1 Ringan Sekali
2 Ringan Sekali
3 Sedang
4 Sedang
5 Berat
6 Berat
7 Sangat Berat
8 Sangat Berat
9 Sangat Berat
10 Sangat Berat Sekali
Berdasarkan hasil diatas pasien termasuk dalam skala 5,6 yaitu ”Berat”
Tabel 6. Temuan Hasil Pita Ukur Sangkar Thoraks Segmen
Sangkar Thoraks
Selisih Hasil pemeriksaan
Axilla 4 cm ICS 4-5 3,5 cm Proc.
Xypoideus
3,5 cm
Berdasarkan hasil diatas pasien didaptkan hasil adanya abnormalitas pada pengembangan sangkar thoraks. Dikatakan normal jika selisih sangkar thoraks adalah 1-3 cm.
686 3. Diagnosa Fisioterapi
a. Impairment
Impairment merupakan gangguan pada fungsi dan struktur tubuh pasien:
penurunan ekspansi toraks menyebabkan penurunan kontraksi maksimal dalam pengembangan paru (s4302 : thoracic cage), adanya kompensasi penggunaan otot sternocleudo matoideus ( b445 : respiratory muscle function), adanya riwayat TB yang mengakibatkan peningkatan permabilitas kapiler dan produkasi cairan rongga pleura mengakibatkan sesak (b435 : imunoligal system funcion ).
b. Functional limitation
Functional limitation merupakan keterbatasan fungsional pasien:
tidak dapar berjalan jauh karena suah berumur sehingga kemampuan fungsional munurun (d4500 : walking short distance), pola nafas yang cepat dan dangkal karena sesak yang dirasakan, dapat dilihat dari rasio pernafasan 1: 2.
c. Disability
Disability berhubungan dalam aktivitas sehari-hari pasien:
tidak dapar berjalan jauh karena suah berumur sehingga kemampuan fungsional munurun (d4500 : walking short distance),
4. Tujuan dan program fisioterapi
Tujuan dan intervensi yang diberikan pada pasien ialah, tujuan jangka pendek dengan meningkatkan ekspansi thorkas dan mengurangi rasa sesak. Lalu untuk tujuan jangka panjang ialah dengan meningkatkan kemampuan fungsional pasien agar tidak sesak kembali dengan melatih breathing exercise dan memberikan obat-obat nevulizer.
Tabel 7. Intervensi Fisioterapi
Program fisioterapi Dosis dan ketentuan
Nebulizer F : 3x sehari
I : Sesuai toleransi pasien T : 10 menit (sampai obat habis) T : Bronkodilator dan mukolitik Pursed Lip Breathing F : 3x sehari
I : Sesuai toleransi pasien
T :2 inspirasi, 3 ekspirasi, 8 kali repetisi sebanyak 2 set
T : Breathing exercise suspained maximal inspiration F : 3x sehari
I : Sesuai toleransi pasien T : 5x repetisi
T :Breathing exercise
687
Tabel 8. Tujuan dan Pelaksanaan Intervensi Fisioterapi
Program fisioterapi Tujuan
Nebulizer Bertujuan untuk mengeluarkan dahak
dan mengurangi sesak nafas
Penatalaksanaan: Pasangkan masker nebulizer pada hidung pasien, pastikan pada posisi yang pas dan nyaman.
Kemudian instruksikan pasien untuk menghirup melalui hidung dan menghembuskan melaluli mulut hingga obat habis.
Pursed Lip Breathing Bertujuan untuk meningkatkan volume udara keluar (ekspirasi), mengontrol pola nafas, menurunkan RR dan meningkatkan saturasi.
Penatalaksanaan: Pasien diinstruksikan untuk menarik napas perlahan dan rileks melalui hidung, dan menghembuskan melalui mulut (mulut seperti meniup lilin) suspained maximal inspiration Bertujuan untuk meningkatkan frekuensi
inspirasi
Penatalaksanaan: Instruksikan pasien untuk menarik nafas panjang selama hitungan 1-3. Lalu tahan nafas selama 4-6 dan kemudian menghembuskan secara perlahan dalam hitungan 7-9
C. HASILDANPEMBAHASAN 1. Hasil
Hasil penelitian pada Ibu. DK dengan diagnosa selama 1 minggu dan diberikan program latihan selama 1 minggu dengan frekuensi 2-3 kali sehari, didapatkan hasil:
A. Aktivitas Fungsional
Pemeriksaan Aktivitas dilakukan dengan menggunakan mMRC (Modified British Medical Reseach Council)
688
Grafik 1 Evaluasi mMRC
Setelah diberikan program latihan selama 4 kali, didapatkan hasil belum ada peningkatan aktivitas fungsional.
B. Sesak Nafas
Pemeriksaan derajat sesak nafas dilakukan dengan menggunakan Borg scale dan didaapatkah hasil dibawah ini.
Setelah diberikan nebulizer dan program latihan breathing exercise selama 4 kali, didapatkan hasil penurunan sesak nafas yang semula 6 “Berat” menjadi 2 “Ringan”
0 1 2 3 4 5
T 1 T 2 T 3 T 4
Grade
T 1 T 2 T 3 T 4
0 2 4 6 8
T1 T2 T3 T4
Sesak
Sesak
689 C. Pengembangan Sangkar Thoraks
Pemeriksaan lingkup sangkar thoraks menggunakan pita ukur didapatkah hasil dibawah ini.
Tabel 2. Evaluasi Sangkar Thoraks
Setelah diberikan program latihan selama 4 kali, didapatkan hasil peningkatan sangkar thoraks pada Axilla yang awalnya 4cm menjadi 3 cm, pada ICS4-5 yang awalnya 3,5 cm menjadi 3 cm, dan pada Proc. Xipoideus yang awalnya 3,5 cm menjadi 3 cm.
2. Pembahasan
A. Mengembalikan Pola Pernafasan
Pada kasus efusi pleura dimana terdapat akumulasi cairan dengan jumlah yang abnormal, menyebabkan pengembangan paru terganggu, hal ini berakibat pada udara yang masuk kedalam paruparu menjadi tidak maksimal (Puspita et al., 2017).Menurut (Roberts et al., 2017) Pursed lip breathing merupakan teknik dari breathing exercise yang bertujuan untuk melatih kembali pernapasan pada pasien dengan sesak napas, latihan ini dilakukan dengan menarik napas sedalam-dalamnya dan di hembuskan secara perlahan dengan posisi mulut mencucu (seperti meniup lilin), penekanan latihan ini adalah ekspirasi harus lebih lama dari inspirasi. Pursed lip breathing pada dasarnya bentuk latihan untuk mengontrol pernapasan saat mengalami sesak napas, karena latihan ini membantu meningkatkan fungsi paru yaitu volume paru-paru itu sendiri seperti FVC, FEV, dan VT hingga oksigen yang masuk ke paruparu menjadi maksimal dan proses pertukaran oksigen menjadi lancar(Jones, PhD, MCSP & Moffatt, MSc, MCSP, 2013). Breathing Exercise merupakan bagian dari ACBT (active cycle of breathing technique) untuk tujuan merileksasi saluran udara dalam paru, melalui expansi paru dengan adanya tambahan udara dalam saluran paru-paru dan mengeluarkannya.
Selain itu tujuan dari latihan ini adalah untuk memobilisasi sekresi dalam paru-paru ke saluran udara atas agar sekresi dalam paru dapat keluar lewat batuk (Jones, PhD, MCSP &
Moffatt, MSc, MCSP, 2013) Sangkar
Thoraks
T1 T2 T3 T4
Axila 4 cm 4 cm 3 cm 3 cm
ICS 4-5 3,5 cm 3,5 cm 3 cm 3 cm
Proc. Xipoideus 3,5 cm 3,5 cm 3 cm 3 cm
690 B. Meningkatkan Ekspansi Thoraks
Penurunan ekxpansi thoraks dapat mencerminkan adanya lesi intrapulmoner seperti obstruksi sekresi atau atelectasis, pengalaman klinis dengan penurunan ekspansi thoraks dapat menyebabkan spasme otot atau pemendekan otot di sekitar dinding dada (Muselema, 2015). Latihan ini membantu dalam keseimbangan antara paru-paru dan thoraks, baik altelektasis dan kyphoscoliosis dari postur abnormal yang mempengaruhi elastis dada.
Latihan ini menyebabkan peningkatan ventilasi paruparu dan pertukaran gas, latihan ini juga dapat di kombinasikan dengan latihan pernapasan, latihan batuk atau olahraga dalam rehabilitasi paru-paru biasa. Dengan teknik pernapasan dalam yang dibantu dengan memobilisasi dinding thoraks ini dapat meningkatkan ekspansi thoraks akibat dari peningkatan ventilasi paru dan pertukaran gas sehingga spasme yang dirasakan pasien dapat berkurang dan dinding thoraks dapat mengembang secara maksima (Muselema, 2015).
D. SIMPULAN DAN SARAN 1. Kesimpulan
Setelah dilakukan tindakan fisioterapi sebanyak 4 kali terapi pada efusi pleura pada paien atas nama NY.DK dengan usia 77 tahun dapat disimpulkan sebagai berikut: 1) Nebulizer dan Breathing Exercise dapat mengembalikan pola napas dengan pengukuran sangkar thorak.
2. Saran
Berdasarkan penatalaksaan fisioterapi di Rumah Sakit Umum Daerah Dungus-Madiun, maka penulis akan memberikan saran kepada pasien, keluarga pasien, fisioterapi, sebagai berikut:
a. Pasien
Pasien disarankan agar selalu melakukan latihan yang telah diajarkan terapi maupun yang telah diedukasikan terapis untuk dilakukan dirumah ketika sedang merasakan sesak napas, serta pasien harus selalu bersungguh-sungguh dalam menjalani proses treatment dari fisioterapi dan pasien harus selalu bersemangat untuk mencapai kesembuhan pasien sendiri.
b. Kelurga Pasien
Keluarga disarankan untuk selalu mengingatkan pasien dalam latihan pernapasan yang telah dicontohkan terapis, keluarga juga disarankan agar selalu mendukung dan memberikan semangat kepada pasien dalam menjalani proses terapi agar pasien termotivasi untuk mencapai kesembuhannya.
Daftar Pustaka
Chinchkar, N. J., Talwar, D., & Jain, S. K. (2015). Original Article A stepwise approach to the etiologic diagnosis of pleural effusion in respiratory intensive care unit and short ‑ term evaluation of treatment. 32(2), 107–115. https://doi.org/10.4103/0970-2113.152615
D’Agostino, H. P., & Edens, M. A. (2022). Physiology, Pleural Fluid.
Farrag, M., El Masry, A., Shoukri, A. M., & ElSayed, M. (2018). Prevalence, causes, and clinical implications of pleural effusion in pulmonary ICU and correlation with patient outcomes. Egyptian Journal of Bronchology, 12(2), 247–252. https://doi.org/10.4103/ejb.ejb
691
Jones, PhD, MCSP, M., & Moffatt, MSc, MCSP, F. (2013). Active Cycle of Breathing Techniques (Acbt).
Cardiopulmonary Physiotherapy, 83–85. https://doi.org/10.3109/9780203427583-29 Krishna, R., & Rudrappa, M. (2022). Pleural Effusion.
Lee, Y. C. G., Fccp, M., & Fracp, F. (2020). Pleural embryology and gross structure, circulation, lymphatics, and nerves. In Textbook of Pleural Diseases. https://doi.org/10.1201/b19146-8
Muselema, C. K. (2015). School of Medicine Department of Physiology Effects of Active Cycle of Breathing Techniques ( Acbt ) on Ventilatory Function in Adult Heart Failure Patients At the Unversity Teaching Hospital Lusaka Zambia .
Puspita, I., Soleha, T. U., & Berta, G. (2017). Penyebab Efusi Pleura di Kota Metro pada tahun 2015. Jurnal
Agromedicine, 4(1), 25–32.
http://juke.kedokteran.unila.ac.id/index.php/agro/article/view/1545/pdf
Roberts, S. E., Schreuder, F. M., Watson, T., & Stern, M. (2017). Do COPD patients taught pursed lips breathing (PLB) for dyspnoea management continue to use the technique long-term? A mixed methodological study. Physiotherapy (United Kingdom), 103(4), 465–470.
https://doi.org/10.1016/j.physio.2016.05.006
Suryowinoto, A., Hamid, A., & Desmalasa, A. F. (2017). Deteksi Dini Penyakit Pernafasan Asma Dengan Peak Expiratory Flow Meter Berbasis Microcontroller. Jurnal Ilmiah Mikrotek, 2(4), 21–28.