Oleh
Abdulida Avant S S Akbar Dwi Mufa
Muhamad Dafa Rizki Muharrom M. Rafsanjani
Reza Izzuddin
Dosen Pengampu:
Anis Ulfiyatin, S.Sos., M.Sosio.
Program Studi Ilmu Al-Qur’an dan Tafsir Sekolah Tinggi Ilmu Al-Qur’an dan Sains (STIQSI)
Lamongan 2023
KATA PENGANTAR
Alhamdulillah, segala puja dan puji bagi Allah Tuhan seluruh alam. Atas berkat dan rahmatnya, penulis dapat menyelesaikan penulisan makalah ini dengan baik. Tidak lupa juga kepada Nabi Muhammad SAW., yang telah membimbing manusia dari jalan kegelapan menuju jalan yang terang benderang dengan ajaran agama islam. Ketiga kalinya penulis ucapkan terima kasih kepada Dosen Anis Ulfiyatin, S.Sos., M.Sosio, selaku pembimbing, yang telah memberikan arahan kepada penulis sehingga dapat menyelesaikan makalah dengan judul “Pencegahan Perundungan Dengan Nilai Moralitas” ini. Serta berbagai pihak yang telah membantu terwujudnya makalah ini.
Penulis sangat berharap semoga makalah ini dapat menambah pengetahuan dan wawasan bagi pembaca, terlebih tentang hadist maqbul dan hadist mardud. Bahkan kami berharap lebih jauh lagi agar makalah ini dapat menjadi sandaran bagi pembaca.
Selaku penulis, kami tentunya menyadari masih banyak terdapat kekurangan dalam makalah ini, baik dari segi tata bahasa, penyusunan, dan aspek lainnya. Oleh karena itu, kami selaku penulis meminta maaf dan memohon saran supaya nantinya kedepannya menjadi lebih baik.
Penulis
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR...ii
DAFTAR ISI...iii
BAB I PENDAHULUAN...1
A. Latar Belakang...1
B. Rumusan Masalah...2
C. Tujuan Masalah...2
D. Kerangka Konseptual...3
BAB II PEMBAHASAN...6
A. Definisi Perundungan...6
B. Macam-macam Perundungan di Kalangan Siswa dan Lingkungan Masyarakat...7
C. Penyebab Terjadinya Perundungan...8
D. Dampak Perundungan...10
E. Pencegahan Perundungan...12
BAB III PENUTUPAN...15
Kesimpulan...15
DAFTAR PUSTAKA...17
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Perundungan atau yang akrab dengan sebutan bullying ini merupakan tindakan intimidasi yang dilakukan secara berulang-ulang oleh pihak yang lebih kuat terhadap pihak yang lebih lemah, dilakukan dengan sengaja dan bertujuan melukai korbannya secara fisik maupaun emosional (Caloroso, 2007).1
Perundungan menjadi masalah bagi setiap negara termasuk Indonesia, Buktinya Indonesia menempati peringkat kelima setelah Filipina, Brunei Darussalam, Republik Dominika, Maroko menurut Data Programme for International Students Assessment (PISA) 2018.2
Data lain dikeluarkan oleh World Health Organization (WHO) melalui Global School-Based Student Health (GSHS) menyimpulkan dari sebuah survey bahwa 21 persen atau sekitar 18 juta anak 13-15 tahun mengalami bullying.
Survey yang dilakukan oleh GSHS juga menggambarkan bahwa 25 persen dari kasus tersebut berupa pertengkaran fisik, 36 persen dialami oleh anak laki- laki dan 13 persen dialami oleh anak perempuan. Dari laporan tersebut menyebabkan 1 dari 20 tahun atau 20,9 persen remaja di Indonesia memiliki keinginan untuk bunuh diri.3
1 Adica, Pengertian Bullying Menurut Para Ahli, (https://www.silabus.web.id/pengertian- bullying-menurut-para-ahli/) diakses pada 14 Oktober 2023.
2 Nabila Jayanti, Bukan Korsel, Kasus Bullying terbanyak justru di Filipina dan Indonesia, (https://kumparan.com/kumparannews/bukan-korsel-kasus-bullying-terbanyak-justru-di-filipina- dan-indonesia-202M2nZq7mD/full) diakses pada 14 Oktober 2023.
3 Sipri Peren, Membaca Statistik Tentang Kasus Bullying di Indonesia,
(https://www.depoedu.com/2022/12/13/edu-talk/membaca-statistik-tentang-kasus-bullying-di- indonesia/) diakses pada 14 Oktober 2023.
Selain data di atas Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) mencatat terdapat sebanyak 2.355 pelanggaran terhadap perlindungan anak yang masuk ke KPAI hingga Agustus 2023, dengan 87 kasus perundungan.4
Kasus yang baru saja terjadi adalah kasus perundungan yang terjadi di Pondok Pesantren Tarbiyatul Tholabah Desa Kranji, Kecamatan Paciran, Kabupaten Lamongan yang menewaskan Haidar Khabib Nazari. Penasihat hukum orang tua Khabib menegaskan bahwa kematian Khabib tidak wajar karena diduga dianiaya dengan luka yang tak wajar kepala, kemaluan, dubur, dan anggota tubuh lainnya, meski pihak pondok menolak pernyataan tersebut.5
Selain kasus di atas masih ada kasus yang lain. Dengan banyaknya kasus yang terjadi pastinya menimbulkan keresahan bagi anak dan orang tua. Maka berangkat dari permasalahan bullying di atas kami merasa perlu untuk mengkaji tentang bullying, mulai dari definisi sampai solusi dan pencegahan.
B. Rumusan Masalah
Atas latar belakang permasalahan yang telah dijabarkan oleh penulis.
Maka muncul rumusan masalah sebagai berikut:
1. Apa yang dimaksud dengan perundungan?
2. Apa faktor yang menyebabkan terjadinya perundungan dan dampaknya?
3. Bagaimana mencegah perilaku perundungan?
C. Tujuan Masalah
Atas rumusan masalah yang dipaparkan penulis, maka muncul tujuan masalah dari makalah ini, sebagai berikut:
1. Untuk mengetahui pengertian dan macam-macam perundungan 2. Untuk mengetahui penyebab dan dampak dari perundungan 3. Untuk mengetahui cara mencegah perundungan
4 Idealisa Masyrafina, KPAI Catat Ada Sebanyak 2.355 Kasus Pelanggaran Perlidungan Anak pada 2023, (https://news.republika.co.id/berita/s29ndx349/kpai-catat-ada-sebanyak-2355-kasus- pelanggaran-perlindungan-anak-pada-2023) diakses pada 14 Oktober 2023.
5 CNN Indonesia, Siswa MTs di Lamongan Meninggal Diduga Dianiaya Luka di Kepala dan Anus, (https://www.cnnindonesia.com/nasional/20230831075718-12-992726/siswa-mts-di- lamongan-meninggal-diduga-dianiaya-luka-di-kepala-anus) diakses 14 Oktober 2023.
D. Kerangka Konseptual 1. Definisi Moralitas
Moral adalah nilai-nilai dan norma yang menjadi pegangan bagi seseorang atau sesuatu kelompok dalam mengatur tingkah lakunya. Moral juga berarti mengenai apa yang dianggap baik atau buruk di masyarakat dalam suatu kurun waktu tertentu sesuai perkembangan atau perubahan norma atau nilai.
Moralitas berasal dari bahasa latin “moralis” yang artinya:
1) Segi moral suatu perbuatan atau baik buruknya.
2) Sifat moral atau keseluruhan asas dan nilai yang berkenan dengan baik buruk.
Moralitas merupakan suatu gambaran manusiawi yang menyeluruh, moralitas hanya terdapat pada manusia serta tidak terdapat pada makhluk selain manusia. Moralitas pada dasarnya sama dengan moral, moralitas suatu perbuatan artinya segi moral atau suatu perbuatan atau baik buruknya.
Moralitas adalah sifat moral atau seluruh asas dan nilai yang menyangkut baik dan buruk. Kaitan etika moralitas adalah bahwa etika merupakan ilmu yang mempelajari tentang tingkah laku moral atau ilmu yang membahas tentang moralitas.6
Moral dan agama tidak dapat dipisahkan karena Pelajaran tersebut berasal dari tuhan (wahyu), bersifat ilahiyah dan mengungkapkan tentang bagaimana kehendak Tuhan mengatur dan memberi jalan kepada umat manusia ke jalan yang lurus, sampai pada jalan yang membuat manusia bahagia. Ajaran moral tersebut dapat diterima dengan mudah karena alasan keimanan, keyakinan, kepercayaan terhadap kekuasaan sang Maha Dahsyat yang memberikan petunjuk dan aturan dalam setiap diri umat manusia. Konsekuensi batin yang kuat terhadap apa balasan kebaikan dan balasan keburukan yang dilakukan manusia ketika hidup di dunia.7
2. Definisi Perilaku Menyimpang
6 Octa Dwienda, Prinsip Etika dan Moralitasdalam Pelayanan Kebidanan (Yogyakarta: CV Budi Utama, 2014), 4.
7 Khabib Luthfi, Masyarakat dan Tanggug Jawab Moralitas (Bogor: Guepedia, 2018),17
Perilaku menyimpang memiliki pengertian, yaitu semua tindakan yang bertentangan dengan norma-norma yang berlaku dalam suatu sistem tata sosial masyarakat. Perilaku menyimpang sering didefinisikan sebagai suatu tindakan yang dilakukan oleh seseorang atau beberapa orang anggota masyarakat, secara sadar atau tidak sadar yang bertentangan dengan norma dan aturan yang telah disepakati bersama, yang menimbulkan korban maupun tidak ada korban.8
Perilaku menyimpang yang menimbulkan korban dapat dikategorikan sebagai kejahatan, pelanggaran, dan kenakalan. Sedangkan perilaku menyimpang yang tidak menimbulkan korban disebut penyimpangan, dan korbannya adalah diri sendiri.9 Maksudnya adalah tidak menimbulkan korban dari orang lain. Dan macam-macam perilaku menyimpang juga banyak, dari perundungan, pemerkosaan, mabuk-mabukan, pembunuhan, perampokann, dan perjudian.10
Menurut Wilnes dalam bukunya Punishment and Reformation menyatakan bahwa sebab-sebab penyimpangan dibagi menjadi dua yaitu faktor subjektif, yakni faktor dari seseorang itu sendiri (sifat pembawaan yang dibawa sejak lahir) dan faktor objektif, yakni faktor dari luar (lingkungan, contohnya keadaan rumah yang tidak harmonis).
Terdapat beberapa penyebab terjadinya penyimpangan seorang individu (faktor objektif) sebagai berikut:
1) Ketidaksanggupan menyerap norma-norma kebudayaan, sehingga tidak bisa membedakan hal yang pantas dan tidak. Hal ini terjadi akibat proses sosialisasi yang tidak sempurna.
2) Proses belajar yang menyimpang, seseorang dapat melakukan penyimpangan karena ia sering membaca dan melihat tayangan perilaku meyimpang.
8 Ciek Julyati Hisyam, Perilaku Menyimpang: Tinjauan Sosiologis (Jakarta: PT Bumi Aksara, 2018), 2.
9 Ibid., 3.
10 M. Noor Syaid, Penyimpangan Sosial dan Pencegahannya (Semarang: ALPRIN, 2019), 5.
3) Ketegangan antara kebudayaan dan struktur sosial, hal itu terjadi jika dalam upaya mencapai suatu tujuan, seseorang tidak mendapat peluang sehingga mengupayakan peluang dengan cara yang tidak benar.
4) Ikatan sosial yang berlainan, jika seseorang bergaul dengan lingkungan yang tidak baik, maka kemungkinan ia juga akan mencontoh lingkungan sekitarnya.
5) Akibat proses sosialisis nilai-nilai subkebudayaan yang menyimpang, banyaknya media masa yang menampilkan tayangan perilaku menyimpang.
Perilaku menyimpang memiliki dua bentuk, yakni penyimpangan bersifat positif dan penyimpangan bersifat negatif. Penyimpangan bersifat positif adalah penyimpangan yang mempunyai dampak positif terhadap sistem sosial, karena mengandung unsur-unsur inovatif, kreatif, dan memperkaya wawasan. Sedangkan penyimpangan bersifat negatif yang bertindak ke arah nilai sosial yang dianggap rendah dan selalu mengakibatkan hal yang buruk.11
11 Ciek Julyati Hisyam, Perilaku Menyimpang: Tinjauan Sosiologis (Jakarta: PT Bumi Aksara, 2018), 8-11.
BAB II PEMBAHASAN
A. Definisi Perundungan
Perundungan merupakan salah satu contoh dari perilaku menyimpang yang ada di masyarakat. Perundungan adalah bagian dari tindakan agresi yang dilakukan berulang kali oleh seseorang atau anak yang lebih kuat terhadap anak yang lemah secara psikis dan fisik.12 Dan pendapat lain yaitu dari Ken Rigby tentang perundungan adalah sebuah Hasrat untuk menyakiti. Hasrat ini diperlihatkan ke dalam aksi, menyebabkan seseorang menderita. Aksi ini dilakukan secara langsung oleh seseorang atau kelompok yang lebih kuat, tidak bertanggung jawab, biasanya berulang, dan dilakukan dengan perasaan senang.13
Perundungan sering terjadi di lingkungan sekolah, rumah, dan tempat keramaian dengan alasan yang tidak jelas. Dari olok-olokan, pencurian, dan penculikan yang berujung penganiayaan. Namum mirisnya, hal tersebut sudah menjadi kebiasaan dan turun temurun karena sifat senioritas yang dimiliki oleh kakak kelas atau teman yang merasa lebih lebih hebat daripada korban. Intimidasi, ancaman halus, dan perilaku yang telah dijabarkan di atas pantas disebut perundungan. Sayangnya, kasus tersebut tidak ditangani secara tuntas oleh sekolah, juga tidak selesai di tangan polisi. Yang menimbulkan trauma dari pihak sekolah, terutama bagi siswa, guru, atau pihak Bimbingan dan Penyuluhan yang menanganinya.14
Hasil penelitian oleh Rigby, perundungan memikiki tiga karakteristik yang terintegrasi sebagai berikut:
1. Ada perilaku agresi yang menyenangkan pelaku untuk menyakiti korban.
2. Tindakan itu dilakukan secara tidak seimbang sehingga menimbulkan perasaan tertekan korban.
3. Perilaku itu dilakukan secara berulang atau terus menerus.15
12 Ponny Retno Astuti, Meredam Bullying (Jakarta: PT Grasindo, 2008), 2.
13 Ibid., 3.
14 Ibid., 3.
15 Ibid., 8.
B. Macam-macam Perundungan di Kalangan Siswa dan Lingkungan Masyarakat
Ada banyak jenis strategi atau tindakan yang biasa dilakukan pelaku perundungan terhadap korban, yaitu sebagai berikut:
1. Fisikal, seperti: memukul, menendang, mendorong, dan merusak benda- benda milik korban termasuk tindak pencurian dan lain-lain. Dalam kasus ini, fisik korban menjadi target pelaku. Korban bisa mendapat luka dari ringan hingga luka berat, bahkan bisa sampai ke kematian. Tidak hanya fisik, bisa juga dari barang-barang berharga korban menjadi incaran pelaku, entah dirusak atau dirampas oleh pelaku.
2. Verbal, seperti: mengolok-olok nama panggilan, melecehkan penampilan, mengancam, menakut-nakuti. Di kasus ini, yang menjadi target pelaku adalah mental korban. Korban menjadi takut untuk melakukan aktivitas seperti biasa karena berpikir tentang olokan atau ancaman dari pelaku.
Menjadikannya tidak percaya diri dan stres.
3. Sosial, seperti: menyebar gosip, rumor, mempermalukan di depan umum, dikucilkan dari pergaulan, atau menjebak seseorang sehingga dia tertuduh melakukan tindakan tersebut.
4. Cyber atau elektronik, seperti: mempermalukan orang dengan menyebar gosip di jejaring sosial internet, menyebar foto pribadi tanpa izin pemiliknya di internet, atau membongkar rahasia orang lain lewat internet atau SMS.16 5. Bullying relasional. Jenis ini paling sulit dideteksi dari luar. Penindasan
relasional adalah pelemahan harga diri korban, penindasan secara sistematis melalui pengabaian, pengucilan, pengecualian, atau penghindaran.
Penghindaran, suatu tindakan penyingkiran, adalah alat penindasan yang terkuat. Anak yang digunjingkan mungkin tidak akan mendengar gosip itu, namun tetap akan mengalami efeknya. Penindasan relasional dapat digunakan untuk mengasingkan atau menolak seorang teman atau secara
16 Andri Priyatna, Let’s End Bullying: Memahami, Mencegah, Mengatasi Bullying (Jakarta: PT Elex Media Komputindo, 2010), 3.
sengaja ditujukan untuk merusak persahabatan. Perilaku ini dapat mencakup sikap-sikap tersembunyi seperti pandangan yang agresif, lirikan mata, helaan nafas, cibiran, tawa mengejek, dan bahasa tubuh yang kasar.17
Dari penjabaran segala macam perundungan yang dilakukan oleh pelaku, penulis mengambil konklusi bahwa seluruh tindakan tersebut membuat kesehatan mental korban terganggu, dan bisa berdampak kepada korban. Entah trauma, rasa takut, bayang-bayang kejadian, akan selalu menghantui pikiran korban dan memecah konsentrasi korban.
Ada juga keterkaitan bullying dan gender yang menyatakan bahwa anak laki-laki cenderung melakukan perundungan dalam bentuk-bentuk agresi fisikal.
Anak laki-laki juga cenderung lebih sering mengalami tindakan perundungan dibandingkan dengan anak perempuan, sekaligus pelaku perundungan lebih banyak dari kalangan anak laki-laki dibandingkan dengan anak perempuan. Anak perempuan cenderung menjahati anak perempuan lain secara tidak langsung.
Misal, menyebar isu, gosip, atau fitnah ke kawan-kawan dekat dari objek yang dituju. Anak perempuan sering kali mengalami perundungan dalam bentuk pelecehan seksual. Misal, menerima komentar berbau seksual karena penampilan fisiknya, digoda secara berlebihan, dan lain-lain.18
C. Penyebab Terjadinya Perundungan
Banyak sekali perundungan yang terjadi di lingkungan sekolah, rumah, dan lainnya. Kira-kira, apa faktor atau penyebab yang mampu menggerakkan hati pelaku untuk melakukan tindakan tersebut tanpa rasa kasihan terhadap korban?
Penulis ingin menjabarkan lebih detail dan lebih rinci tentang penyebab terjadinya perundungan. Sebagai berikut:
1. Perbedaan kelas, ekonomi, agama, gender, etnisitas/rasisme. Pelaku memiliki rasa tidak suka atau kebencian terhadap sifat, ekonomi, atau budaya korban yang padahal tidak ada pengaruh terhadap pelaku.
2. Tradisi senioritas. Berbicara tentang sifat senioritas, ternyata perilaku tersebut dikategorikan dalam perilaku perundungan. Senioritas sendiri dijadikan
17 Alqis Bahman, Aku Adalah Agen Perubahan (Magetan: CV. AE Media Grafika, 2023), 24.
18 Ibid., 3-4.
sebagai hiburan, penyaluran dendam, iri hati, mencari populeritas, melanjutkan tradisi atau untuk menunjukkan kekuasaan. Perilaku ini diperparah dengan kurang tegasnya tindakan dari guru atau pengurus sekolah.
Sebagian guru cenderung “membiarkan”, sementara sebagian guru melarangnya. Sebagian besar siswa, baik senior maupun junior tidak menceritakan kejadian senioritas pada orang tua mereka. Mereka mengaku, sempitnya waktu dalam berkomunikasi serta lebarnya jurang perbedaan antara anak sebagai remaja dengan orang tua menjadi penghambat lancarnya komunikasi antara keduanya.
3. Keluarga yang tidak rukun. Ketika keadaan rumah sangat tidak menguntungkan bagi seorang anak, muncul amarah yang tidak terkendali, dan sering melampiaskan amarah kepada teman atau orang lain yang lemah dan tidak bersalah. Mereka memukul, melukai, mencaci korban atas dasar amarah yang didapatkan di rumah.
4. Situasi sekolah yang tidak harmonis atau diskriminatif. Sekolah adalah rumah kedua, dan guru adalah orang tua kedua bagi para siswa. Jika kondisi seolah tidak harmonis, maka dampaknya juga sama seperti rumah yang tidak harmonis.
5. Karakter individual atau kelompok, seperti:
a. Dendam atau iri hati.
b. Adanya semangat ingin menguasai korban korban dengan kekuatan fisik dan daya tarik seksual.
c. Untuk meningkatkan popularitas pelaku di kalangan teman.
6. Persepsi nilai yang salah atas perilaku korban. Menurut beberapa penelitian pihak sekolah cenderung menutupi kasus perundungan, seperti senioritas.
Sebab jika diketahui publik, mereka khawatir sekolah akan mendapat reputasi buruk.19
19 Ponny Retno Astuti, Meredam Bullying (Jakarta: PT Grasindo, 2008), 4-5.
7. Kurangnya waktu dan jarak komunikasi yang jauh antara siswa dan guru serta orang tua, menyebabkan anak menyelesaikan masalahnya dengan sendiri atau kelompoknya.20
8. Tradisi sekolah dan ada ancaman jika larangan dihapus, maka enggan untuk mengadukannya ke pihak lain termasuk orang tua.21
9. Faktor kelompok sebaya. Anak-anak ketika berinteraksi dalam sekolah dan dengan teman di sekitar rumah, kadang kala terdorong untuk melakukan perundungan. Beberapa anak melakukan perundungan dalam usaha untuk membuktikan bahwa mereka bisa masuk dalam kelompok tertentu, meskipun mereka sendiri tidak merasa nyaman dengan perilaku tersebut.
10. Kondisi lingkungan sosial. Kondisi lingkungan sosial dapat pula menjadi penyebab timbulnya perilaku bullying. Salah satu faktor lingkungan sosial yang menyebabkan perundungan adalah kemiskinan. Mereka yang hidup dalam kemiskinan akan berbuat apa saja demi memenuhi kebutuhan lainnya, sehingga tidak heran jika di lingkungan sekolah sering terjadi pemungutan liar antar siswa.
11. Media sosial. Perkembangan tekonologi berpengaruh pesat terhadap kemudahan dalam seseorang dalam mengakses informasi yang ada dimana saja dan kapan saja. Selain itu, tidak adanya edukasi terhadap bagaimana cara memilah informasi yang baik dan benar membuat seorang kadang menerima informasi secara mentah-mentah. Sehingga perkembangan teknologi yang tidak diiringi edukasi untuk selektif memilih informasi akan berdampak merubah cara berpikir dan bertindak, salah satunya meniru tindakan perundungan yang ada di media sosial.22
D. Dampak Perundungan
Perundungan memiliki dampak jangka Panjang dan jangka pendek. Dalam jangka pendek bisa membuat korban merasa cemas, takut, khawatir yang berlebihan dan perasaan harga diri yang rendah, serta merasa depresi. Sedangkan dalam jangka panjang, korban akan mengalami masalah pada psikis dan emosi.
20 Ibid., 9.
21 Ibid.
22 Alqis Bahman, Aku Adalah Agen Perubahan (Magetan: CV. AE Media Grafika, 2023), 22-23.
Biasanya dampak jangka panjang tidak disadari oleh korban dan tidak dapat dilihat oleh orang lain secara pasti.23
Lebih parahnya lagi, perundungan akan menjadikan korban pelaku yakni melukai diri sendiri. Bisa jadi korban yang menjadi pelaku melakukan hal yang sama seperti yang dialami kepada orang lain. Sungguh begitu besar dampak negatif dari perilaku perundungan.24
Dapat dikonsultasikan bahwa satu perilaku menyimpang dapat menimbulkan perilaku menyimpang lainnya. Rusaknya nilai-nilai moralitas juga berpengaruh terhadap munculnya perundungan. Orang yang tak mengerti etika dan adab di masyarakat relatif terjerumus ke perilaku menyimpang.
Perundungan menghambat siswa mencapai aktualisasi dirinya. Bila seorang anak mencapai aktualisasi dirinya, ia akan menjadi pribadi yang percaya diri, ceria, mampu beradaptasi dengan lingkungannya, menghargai orang lain dan dirinya, mampu berpikir jernih, mampu mengembangkan potensi-potensi dirinya, dan mampu mengekspresikan dirinya.
Agar seorang anak mampu mengaktualisasi dirinya, ia memerlukan suasana yang memberikan rasa aman, dan mampu memberikan gambaran diri yang positif baik di sekolah maupun di rumah. Ada beberapa contoh situasi positif di sekolah yang dapat membantu anak mengaktualisasi diri, seperti dipuji bila ia berbuat atau berprestasi baik, diajak terlibat dalam kegiatan-kegiatan sekolah, diterima oleh guru maupun teman-temannya dengan segala kelebihan dan kekurangannya; dalam memberikan teguran, sebaiknya guru menyampaikannya dengan konstruktif dan interaktif, tidak di hadapan teman-temannya, dan yang terpenting adalah mengakui kelebihan-kelebihannya.
Perundungan adalah penghambat besar bagi seorang anak untuk mengaktualisasi diri. Perundungan tidak memberi rasa aman dan nyaman, membuat para korban perundungan rasa takut dan terintimidasi, rendah diri, serta tak berharga, sulit berkonsentrasi dalam belajar, tidak bergerak untuk bersosialisasi dengan lingkungannya, enggan bersekolah, pribadi yang tak percaya
23 Ibid., 25.
24 Ibid.
diri dan sulit berkomunikasi, sulit berpikir jernih sehingga prestasi akademisnya dapat terancam merosot. Mungkin pula korban perundungan akan kehilangan rasa percaya kepada lingkungannya yang banyak menyakiti dirinya.
Bila tak segera membantu para korban perundungan, perasaan negatif akibat perundungan menyebabkan anak memiliki gambaran terhadap dirinya sebagai pribadi yang negatif dan mengarah kepada tekanan mental seperti stress dan depresi.25
E. Pencegahan Perundungan
Agar kita atau orang terdekat kita tak menjadi korban perundungan, patut kita ketahui cara mencegah tindakan perundungan, yaitu sebagai berikut:
1. Dengan metode transteori. Model Transteori merupakan salah satu metode penyadaran tentang bahaya perundungan yang bersifat ajakan, mudah dipahami, bertahap namun relatif cepat dan aman bagi orang tua, guru ataupun anak, korban maupun pelaku.
Dalam setiap tahapannya selalu muncul rasa keingintahuan, hasrat, dan upaya lebih besar untuk mencapai tingkat pengetahuan yang lebih tinggi.
Setiap peserta akan mendapat kepuasan setiap kali ia menyadari atau disadarkan akan bahaya perundungan. Para peserta akan menyediakan diri atau bertanya untuk melakukan persiapan selanjutnya dari setiap tahapan yang dilaluinya.
2. Support Network merupakan program faktor pendukung dari transteori.
Program ini berupaya membuahkan adanya komunikasi antara pihak sekolah dan komunitasnya. Dalam upaya pencegahan bullying, support network perlu dilakukan terlebih dahulu, yakni dengan mengumpulkan seluruh komunitas sekolah untuk disatukan pemahaman dan keterlibatan mereka secara bersama mengenai bullying.
3. Program SAHABAT. Dengan dasar-dasar nilai kasih sayang, harmoni, baik budi, dan tanggung jawab adalah contoh program yang mengandung nilai sosial paling mendasar yang memudahkan kedua model di atas dapat dilaksanakan secara nyata, terkontrol, individual maupun berkelompok atau
25 Semai Jiwa, Bullying (Jakarta: PT Grasindo, 2008), 35.
bersama-sama, terorganisasi dan efektif dalam mencegah bullying melalui pelatihan perbaikan perilaku anak-anak. Jadi, program SAHABAT melalui penyelenggaraan jaringan dan pengenalan etika ini membantu pelaksanaan model Transteori. Ini karena pembentukan jaringan dan pengenalan etika dari Program SAHABAT memberikan contoh perilaku yang bersahabat.
Contoh dari program SAHABAT yaitu mengadakan kesenian bersama, kerja bakti, diskusi, yang pada dasarnya menunjukkan semangat kebersamaan, toleransi, bersahabat, dan bertanggung jawab terhadap sesama dan pekerjaan yang dilakukan.26
Selain cara di atas, Pencegahan bullying juga dapat dilakukan dengan cara- cara berikut, yaitu:
1. Mengembangkan perilaku peduli dengan prinsip kepentingan terbaik bagi anak dan semua anak adalah anak kita yang harus dilindungi.
2. Bekerjasama dengan satuan pendidikan untuk bersama-sama mengembangkan budaya anti kekerasan.
3. Bersama-sama dengan satuan pendidikan melakukan pengawasan terhadap kemungkinan munculnya praktik-praktik bullying di lingkungan sekitar satuan pendidikan.
4. Bersama dengan satuan pendidikan memberikan bantuan pada siswa yang menjadi korban dengan melibatkan stakeholder terkait.
5. Keluarga. Orang tua memiliki peranan penting dalam mendidik anak karena tempat anak belajar pertama kali adalah di lingkungan keluarga. Anak akan meniru apa yang dilakukan oleh orang tua dalam keluarga. Harapannya orang tua memberikan pola asuh anak yang sesuai dengan psikologi perkembangan anak serta memberikan edukasi kepada anak mengenai perundungan.
6. Faktor lingkungan sosial. Peranan lingkungan berarti dalam menanggulangi dan mencegah kasus perundungan. Pemuda desa melalui karang taruna atau remaja masjid bisa mengadakan kegiatan berupa seminar atau kegiatan lainnya yang bertujuan memberikan edukasi mengenai perundungan. Peranan lingkungan sangat bermanfaat untuk menciptakan lingkungan yang kondusif.
26 Ponny Retno Astuti, Meredam Bullying (Jakarta: PT Grasindo, 2008), 27.
7. Faktor sekolah. Peranan sekolah sangat berarti dimulai dari peran guru yang memberikan edukasi mengenai perundungan kepada peserta didik. Guru juga tidak boleh abai terhadap kasus perundungan. Jika ada kasus harus diberi tindakan yang bijaksana agar peserta didik juga memahami dan tidak mengulangi kembali.27
F. Keterkaitan Pencegahan Perundungan dengan Pemahaman Moralitas
Orang yang memahami nilai-nilai moralitas, seperti yang telah dijabarkan di atas, pasti akan mengetahui baik buruknya sebuah perilaku. Dan bisa berpikir lebih manusiawi dalam bertindak.
Perundungan merupakan perilaku menyimpang yang membuat korban menderita atas dasar hanya untuk bersenang-senang atau rasa tidak suka terhadap korban. Sebagian besar pelaku dari tindak perundungan adalah orang-orang yang tak berpikir dengan logika tentang apa dampak yang terjadi jika ia melakukan hal tersebut.
Nilai-nilai moralitas merupakan modal utama untuk mengendalikan perilaku seseorang sehingga mampu membentengi diri dari sifat perundungan dan sifat-sifat tercela lainya. Moralitas seseorang yang sudah terbentuk akan menjadikan seseorang lebih kritis dalam menghadapi suatu kondisi. Sehingga tidak melakukan tindakan atas kemauan sendiri.
27 Alqis Bahman, Aku Adalah Agen Perubahan (Magetan: CV. AE Media Grafika, 2023), 26.
BAB III PENUTUPAN
Kesimpulan
Dari penjelasan yang sudah penulis jabarkan. Maka penulis ingin menulis kesimpulan dari makalah ini sebagai berikut:
1. Perundungan adalah bagian dari tindakan agresif yang dilakukan berulang kali oleh seseorang atau anak yang lebih kuat terhadap anak yang lemah secara psikis dan fisik.
Pendapat lain yaitu dari Ken Rigby tentang perundungan adalah sebuah Hasrat untuk menyakiti. Hasrat ini diperlihatkan ke dalam aksi, menyebabkan seseorang menderita. Aksi ini dilakukan secara langsung oleh seseorang atau kelompok yang lebih kuat, tidak bertanggung jawab, biasanya berulang, dan dilakukan dengan perasaan senang.
Ada banyak jenis strategi atau tindakan yang biasa dilakukan pelaku perundungan terhadap korban. Seperti bentuk fisikal, verbal, sosial, cyber atau elektronik, dan Bullying relasional.
2. Kasus perundungan memiliki beberapa faktor yang mempengaruhinya, sebagai berikut: Perbedaan kelas ekonomi, agama, gender, dan etnisitas/rasisme; adat senioritas; keluarga yang tidak rukun; situasi sekolah yang tidak harmonis atau diskriminatif; karakter individual atau kelompok, seperti dendam dan iri hati; dan faktor lainnya.
Perundungan memiliki dampak jangka Panjang dan jangka pendek. Dalam jangka pendek bisa membuat korban merasa cemas, takut, khawatir yang berlebihan dan perasaan harga diri yang rendah, serta merasa depresi.
Sedangkan dalam jangka panjang, korban akan mengalami masalah pada psikis dan emosi. Biasanya dampak jangka panjang tidak disadari oleh korban dan tidak dapat dilihat oleh orang lain secara pasti.
3. Mencegah perundungan bisa menggunakan cara-cara seperti mengembangkan perilaku peduli dengan prinsip kepentingan terbaik bagi anak dan semua anak
adalah anak kita yang harus dilindungi, bekerjasama dengan satuan pendidikan untuk bersama-sama mengembangkan budaya anti kekerasan, bersama-sama dengan satuan pendidikan melakukan pengawasan terhadap kemungkinan munculnya praktik-praktik bullying di lingkungan sekitar satuan pendidikan.
DAFTAR PUSTAKA
Buku
Astuti, Ponny Retno, “Meredam Bullying”, Jakarta: PT Grasindo, 2008.
Bahman, Alqis, “Aku Adalah Agen Perubahan”, Magetan: CV. AE Media Grafika, 2023.
Dwienda, Octa, “Prinsip Etika dan Moralitasdalam Pelayanan Kebidanan”, Yogyakarta: CV Budi Utama, 2014.
Hisyam, Ciek Julyati, “Perilaku Menyimpang: Tinjauan Sosiologis”, Jakarta: PT Bumi Aksara, 2018.
Jiwa, Semai, “Bullying”, Jakarta: PT Grasindo, 2008.
Luthfi, Khabib, “Masyarakat dan Tanggug Jawab Moralitas”, Bogor: Guepedia, 2018.
Priyatna, Andri, “Let’s End Bullying: Memahami, Mencegah, Mengatasi Bullying”, Jakarta: PT Elex Media Komputindo, 2010.
Syaid, M. Noor, “Penyimpangan Sosial dan Pencegahannya”, Semarang:
ALPRIN, 2019.
Internet
Adica, “Pengertian Bullying Menurut Para Ahli”
(https://www.silabus.web.id/pengertian-bullying-menurut-para-ahli/) diakses pada 14 Oktober 2023.
Indonesia, CNN, “Siswa MTs di Lamongan Meninggal Diduga Dianiaya Luka di
Kepala dan Anus”
(https://www.cnnindonesia.com/nasional/20230831075718-12- 992726/siswa-mts-di-lamongan-meninggal-diduga-dianiaya-luka-di- kepala-anus) diakses 14 Oktober 2023.
Jayanti, Nabila, “Bukan Korsel, Kasus Bullying terbanyak justru di Filipina dan Indonesia” (https://kumparan.com/kumparannews/bukan-korsel-kasus- bullying-terbanyak-justru-di-filipina-dan-indonesia-202M2nZq7mD/full) diakses pada 14 Oktober 2023.
Masyrafina, Idealisa, “KPAI Catat Ada Sebanyak 2.355 Kasus Pelanggaran Perlidungan Anak pada 2023”, () diakses pada 14 Oktober 2023.
https://news.republika.co.id/berita/s29ndx349/kpai-catat-ada-sebanyak- 2355-kasus-pelanggaran-perlindungan-anak-pada-2023
Peren, Sipri, “Membaca Statistik Tentang Kasus Bullying di Indonesia”
(https://www.depoedu.com/2022/12/13/edu-talk/membaca-statistik- tentang-kasus-bullying-di-indonesia/) diakses pada 14 Oktober 2023.