• Tidak ada hasil yang ditemukan

PENDEKATAN, METODOLOGI & PROGRAM KERJA

N/A
N/A
marco radenagung

Academic year: 2024

Membagikan "PENDEKATAN, METODOLOGI & PROGRAM KERJA "

Copied!
48
0
0

Teks penuh

(1)

Bab tentang Pendekatan, Metodologi dan Program Kerja “Perencanaan Rehabilitasi Kodim 0609 Cimahi”, terdiri atas 3 (tiga) bagian :

a) Pendekatan Teknis dan Metodologi.

Dalam bagian pendekatan teknis dan metodologi ini akan dijelaskan pemahaman konsultan terhadap tujuan proyek/kegiatan, lingkup serta jasa konsultansi yang diperlukan, metodologi kerja dan uraian detil mengenai keluaran, dimana konsultan akan mencermati permasalahan yang akan dicarikan jalan keluar atau solusinya, dan menjelaskan pendekatan teknis yang akan diadopsi untuk menyelesaikan permasalahan. Selanjutnya akan memaparkan metodologi yang diusulkan dan kesesuaian metodologi tersebut dengan pendekatan yang digunakan.

b) Program Kerja

Dalam bagian program kerja ini akan diusulkan kegiatan utama dari pelaksanaan pekerjaan, substansinya dan jangka waktu, pentahapan dan keterkaitannya, target dan sasaran, dan tanggal jatuh tempo penyerahan laporan-laporan. Program kerja yang diusulkan diharapkan konsisten dengan pendekatan teknis dan metodologi, dan menunjukkan pemahaman terhadap Kerangka Acuan Kerja (KAK) dan kemampuan untuk menerjemahkannya ke dalam rencana kerja. Program kerja ini akan selalu konsisten dengan Jadwal Pelaksanaan Pekerjaan.

c) Organisasi dan Personil

Dalam bagian organisasi dan personil ini akan diusulkan struktur dan komposisi tim.

Peserta harus menyusun bidang-bidang pokok dari pekerjaan, tenaga ahli inti sebagai penanggung jawab, dan tenaga pendukung.

A. PENDEKATAN TEKNIS DAN METODOLOGI

PENDEKATAN, METODOLOGI &

PROGRAM KERJA

BAB - F

(2)

F. PENDEKATAN TEKNIS DAN METODOLOGI

Berdasarkan Kerangka Acuan Kerja (KAK) yang berfungsi sebagai petunjuk bagi Konsultan Perencana yang memuat masukan, azas, kriteria dan proses yang harus dipenuhi atau diperhatikan dan diinterprestasikan dalam pelaksanaan tugas. Dengan penugasan ini diharapkan Konsultan Perencana dapat melaksanakan tugas dan tanggung jawabnya dengan baik untuk menghasilkan keluaran yang dimaksud. Untuk mencapai tujuan sesuai sasaran yang ditentukan di dalam kerangka Acuan Kerja maka sebelum dibuat metode terperinci perlu ditentukan lebih dahulu prinsip-prinsip dasar dan penyederhanaan pelaksanaan. Harus lebih dahulu dipastikan tujuan dan prinsip yang benar sehingga keputusan yang akan diambil dapat mencapai sasaran. Tanpa hal ini maka program yang dilaksanakan kemungkinan akan gagal dan tidak efisien selama pelaksanaannya sehingga tujuan akhir tidak tercapai. Sangat diperlukan membuat identifikasi dan mengerti ruang lingkup, pekerjaan yang akan dilaksanakan nantinya sebelum memutuskan metode pelaksanaan yang diperlukan. Untuk mencapai tujuan sesuai sasaran yang ditentukan di dalam Kerangka Acuan Kerja maka sebelum dibuat metode terperinci perlu ditentukan lebih dahulu prinsip-prinsip dasar dan penyederhanaan pelaksanaan. Harus lebih dahulu dipastikan tujuan dan prinsip yang benar sehingga keputusan yang akan diambil dapat mencapai sasaran. Tanpa hal ini maka program yang dilaksanakan kemungkinan akan gagal dan tidak efisien selama pelaksanaannya sehingga tujuan akhir tidak tercapai.

F.1 METODOLOGI PELAKSANAAN

Berdasar dari lingkup pekerjaan yang telah disampaikan melalui Kerangka Acuan Kerja agar didapat hasil yang sesua dengan tujuan utama pekerjaan, maka dalam penyusunan desain ini akan dilakukan metode :

1) Studi Observasi

Studi ini berupa pengumpulan data untuk diolah dalam perancangan ini. Pada proses pekerjaan perencanaan ini data yang dibutuhkan antara lain, diagram rancangan kebutuhan ruang, satuan keperluan ruang sehingga didapatkan luas bangunan yang dibutuhkan, dan penggunaan ruang.

2) Studi Literatur

Adalah kajian penulis atas referensi-referensi yang ada baik berupa buku maupun karya-karya ilmiah yang berhubungan dengan pekerjaan perenceanaan ini. Beberapa referensi yang dibutuhkan untuk perancangan ini antara luasan kebutuhan yang dibutuhkan setiap orang yang dibutuhkan untuk melakukan aktifitasnya disesuaikan dengan tingkat pekerjaannya. Studi literature juga dilakukan melalui internet untuk

(3)

mencari literature mengenai contoh bangunan kantor yang baiks dan mampu diterapkan di Indonesia dan tentu saja menyesuaikan dengan kondisi Indonesia.

3) Analisa data dan Perancangan

Pengolahan data dan analisa data yang kemudian digunakan sebagai masukan dalam penghitungan secara manual dan dengan program simulasi bangunan seperti Autodesk Ecotect Analysis maupun Design Builder untuk menganalisis kesesuaian suhu dengan kebutuhan serta perancangan instalasi dengan program AutoCad.

4) Studi Bimbingan

Konsultan dalam proses perencanaan pembangunan ini bersama pemberi tugas yang merupakan pengguna gedung kantor merupakan sumber data dan masukan sebagai penyesuaian desain dengan keinginan pengguna bangunan.

F.2 PENDEKATAN PERENCANAAN

1. PENDEKATAN ENVIRONMENTAL (Green Building Concept) 1) Permasalahan Konsumsi Energi dan Polusi di Indonesia

Masyarakat modern yang berbasis pada teknologi mengkonsumsi energi dalam jumlah yang besar. Di Indonesia, bagian terbesar dari energi yang digunakan berasal dari energy fosil yang tidak dapat diperbarui untuk memproduksi listrik. Kondisi ini menimbulkan beberapa problem, yaitu:

(1) Nasional

Laju pertumbuhan pemakaian energi di Indonesia dalam kurun waktu 1985-2000 mencapai rata rata 7%/tahun (bandingkan dengan pemakaian energi di dunia rata rata 1,2%/tahun, negara negara APEC 2,6%/tahun) yang diakibatkan beberapa faktor yaitu jumlah penduduk, pertumbuhan ekonomi dan tingkat kehidupan masyarakat.

(2) Global

Proses pembakaran energi fosil menjadi listrik menimbulkan gas buang CO2 dalam jumlah besar yang dilepaskan ke atmosfer secara konstan dan terus menerus yang pada akhirnya menimbulkan efek rumah kaca yang mengakibatkan pemanasan global (global warming).

Saat ini kualitas udara ada peningkatan polusi sehingga mengakibatkan penurunan produkifitas dan peningkatan pembiayaan kesehatan yang berarti terjadinya pemborosan anggaran keuangan negara.

2) Sustainable Design

(4)

Sustainable design (desain berkelanjutan) merupakan reaksi dari krisis lingkungan global. Sustainable design (juga mengarah pada green design, eco design, atau design for environment) adalah seni mendesain objek fisik dan lingkungan sekitarnya untuk keseimbangan prinsip berkelanjutan dengan aspek ekonomi, sosial, dan ekologi.

3) Sustainable Construction Elements

Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2002 tentang Bangunan Gedung mendorong pembangunan bangunan ber-arsitektur lokal terasa lebih ramah lingkungan dan selaras dengan lingkungan asal. Desain bangunan (green building) hemat energi, membatasi lahan terbangun, layout sederhana, ruang mengalir, kualitas bangunan bermutu, efisiensi bahan, dan material ramah lingkungan (green product). Bangunan hijau mensyaratkan layout desain bangunan (10 persen), konsumsi dan pengelolaan air bersih (10 persen), pemenuhan energi listrik (30 persen), bahan bangunan (15 persen), kualitas udara dalam (20 persen), dan terobosan inovasi (teknologi, operasional) sebesar 15 persen. Skala bangunan dan proporsi ruang terbuka harus memerhatikan koefisien dasar bangunan (KDB) dan koefisien dasar hijau (KDH) yang berkisar 40-70 persen ruang terbangun berbanding 30-60 persen untuk ruang hijau untuk bernapas dan menyerap air.

4) Tingkat Sustainable Bangunan

Ke-sustainable-an suatu bangunan dipengaruhi oleh banyak faktor. Diantaranya adalah tolak ukur yang digunakan The Leadership in Energy and Environment Design (LEED) System menggunakan beberapa faktor yang harus dianalisa terlebih dahulu sebelum merencanakan sebuah desain bangunan beserta lingkungannya, yaitu:

a. Site planning

b. Efficient water consumption c. Energy and atmosphere

d. Materials and resource protection e. Indoor air quality

Innovativeness and design/contruction process 5) Penerapan Teori Sustainable

Desain arsitektur adalah sebuah proses untuk mewujudkan sebuah visi. Menerapkannya dalam langkah nyata dengan pemilihan material dan arsitektur adalah sebuah proses untuk mewujudkan sebuah visi. Menerapkannya dalam langkah nyata dengan pemilihan material dan penentuan sistem struktur yang layak dan sesuai dengan karakter site-nya.

Hal yang dapat dilakukan dengan beberapa tahapan, yaitu:

(5)

a. Menganalisa keadaan lingkungan alamnya, seperti topografi, karakter iklim, keadaan tanah dan hidrologinya, flora dan faunanya, serta keadaan udaranya.

b. Belajar dengan mengamati spirit of the place, lansekap, dan kebudayaannya.

c. Harmonisasi dengan masyarakat setempat, hal ini karena biasanya bangunan tidak berdiri sendiri.

1.2 SUSTAINABLE DESIGN

Faktor-faktor yang harus diperhatikan dalam suistainable desain adalah:

1. Site

Site merupakan faktor besar dalam penentuan sebuah desain. Berbagai faktor berpengaruh tergantung pada site.

- Landform/Microclimate

Sumber panas utama bagi permukaan bumi adalah matahari (Jacobson, 2002). Setelah melewati atmosphere bumi sinar matahari diurai menjadi komponenkomponen antara lain sinar inframerah yang menyebabkan naiknya suhu dipermukaan bumi. Semua bagian setting yang menghambat sinar matahari baik dalam bentuk gelombang panjang maupun energi thermal dianggap dapat mengurangi suhu di permukaan bumi. Oleh karena itu dapat dihipotesakan bahwa suhu di suatu lingkungan akan dipengaruhi oleh bayangan yang ditimbulkan oleh bangunan dan vegetasi.

- Topography

Dengan mengetahui topografi lahan akan memudahkan penentuan solusi desain bangunan. Perataan lahan akan mempermudah desain bangunan yang sama tinggi.

Namun disisi lain dengan adanya perbedaan ketinggian tanah, akan memberi kesan yang menarik dan berfariasi pada lingkungan. Pada tapak yang memiliki perbedaan ketinggian atau topografi miring, pengelompokan bangunan cenderung ditempatkan secara informal sesuai dengan kondisi konturnya. Dalam pemecahan perancangan secara tradisional (konvensional) pada puncak bukit, efek dari bentuk bangunan terlihat secara nyata yaitu jalan-jalan dan bagian depan bangunan berbentuk kurva yang secara teratur mengikuti kontur.

- Light-colored surfacing

Penggunaan warna dinding diberi warna muda karena mampu menyerap Sebagian radiasi matahari dengan baik daripada warna gelap. Bahan pelapis dengan warna terang dapat mengurangi cooling load hingga 40 %. Untuk permukaan Gedung dapat dipilih material yang cenderung memantulkan panas daripada menyerapnya. Atau material yang mempunyai kemampuan insulasi yang tinggi sehingga panas tidak masuk ke dalam interior bangunan.

(6)

- Vegetative cooling

Membuat hijau di sekitar gedung/bangunan dengan memberi banyak lahan tanaman, hal in dapat dilakukan dengan memberikan pepohonan di halaman depan, belakang atau tengah gedung/bangunan (bila sudah terlanjur tidak ada halaman tanahnya, dapat diberikan tanaman dalam pot) agar terjadi penyaringan udara yang masuk ke gedung tersebut, sehingga terdapat udara yang lebih segar. Dapat juga dengan memberikan unsur tanaman/pepohonan pada atap gedung/bangunan, hal ini sudah mulai banyak dilakukan. Sehingga berguna agar sinar matahari tidak dipantulkan tapi dapat diserap oleh tumbuhan tersebut dan udara di bawah atap juga tidak terlalu panas.

- Wind buffering/channeling

Dalam perencanaan orientasi tidak hanya perlu memperhatikan sinar matahari yang mengakibatkan panas saja, melainkan juga arah angin yang memberi kesejukan. Udara yang bergerak atau angin mampu menurunkan suhu dan mempercepat proses penguapan sehingga memberikan efek penyegaran. Kecepatan angin yang nikmat yaitu yang memiliki batas kecepatan 0,10,15m/secon.

- Menempatkan Vegetasi sebagai Penyegar dan Penghalang matahari.

- Pemakaian kisi-kisi pada bukaan

- Pemanfaatan wing-wall, untuk mengarahkan angin masuk ke dalam bangunan.

Gambar Peletakkan Vegetasi sebagai penyejuk

Gambar Wing Wall Pada Jendela

(7)

- Evaporative cooling

Kecepatan aliran udara yang lebih rendah menghasilkan penurunan temperatur dan efektifitas lebih tinggi serta memerlukan laju penguapan air lebih rendah. Semakin tinggi temperatur dan semakin rendah RH, udara masuk semakin besar penurunan temperatur dan efektifitas evaporative cooler; temperatur air yang rendah membuat laju penguapan air berkurang. Evaporative cooler dan Air Conditioner dapat dikolaborasikan untuk membuat pendingin ruangan yang ramah lingkungan dan hemat energi serta udara yang dihasilkan karena kaya Oksigen sangat baik dipakai terutama di rumah sakit.

1.3 Site Design - Solar orientation

Orientasi bangunan terhadap sinar matahari yang paling cocok dan menguntungkan terdapat sebagai kompromi antara letak gedung berarah dari timur ke barat dan yang terletak tegak lurus terhadap arah angin. Dari hasil penelitian Ken Yeang didapatkan bahwa untuk iklim tropis, bangunan umumnya memiliki orientasi ke utara – selatan dan serong 50 dari sumbu utara -selatan. Maka, mengorientasikan bangunan pada arah utara-selatan di iklim tropis dengan menegakluruskan arah datangnya angin bisa menjadi salah satu solusi.

Gambar Cara Kerja Evaporative Cooling

(8)

Pemakaian beranda (veranda) sebagai ruang transisi dan ruang pelindung dari panas matahari serta penggunaan sunshading juga dapat menjadi salah satu strategi yang dapat digunakan dalam mensiasati arah datangnya sinar matahari dan angin.

- Pedestrian orientation

Orientasi pedestrian didefinisikan sebagai rancangan lingkungan dalam sekala manusia.

Bangunan harus didesain untuk menciptakan perbedaan level dengan jalan dan memberi kenyamanan bagi pejalan kaki. Pintu, pedestrian, jendela, dan elemen pendukung jalan harus diperhitungkan untuk menciptakan kenyamanan bagi pejalan kaki dan memberi ruang yang cukup.

Kenyamanan pedestrian dapat ditingkatkan dengan memperhatikan desain bangunan, lokasi, sempadan, dan orientasi.

Gambar Horizontal Shade (Kiri) dan Louvre System (Kanan)

Gambar Pedestrian

Gambar Perletakan

(9)

Berjalan akan terasa nyaman jika pembangunan memakai dimensi yang tepat. Kesesuaian ini dapat dilihat ketika seorang anak berjalan dengan aman atau seseorang merasa nyaman bersepeda dan juga seseorang berjalan menuju kantor nya. Sebuah pedestrian harus menawarkan berbagai rute untuk menuju keberbagai tempat pilihan. Diperlukan ruang khusus pemberhentian pada pedestrian untuk mengatasi kepadatan dan juga sebagai tempat istirahat bagi yang kelelahan. Pohon perindang sepanjang jalan akan menambah rasa nyaman bagi pejalan kaki. Ruang pedestrian yang lapang akan memudahkan dan terasa menyenangkan.

Beberapa hal yang diperlukan dalam pedestrian:

• Keselamatan dan kenyamanan; pedestrian yang dekat dengan tempat tujuan dan jelas antara batasan pedestrian dan juga terdapat tempat penyeberangan.

• Tujuan; berbagai pilihan tujuan yang ditawarkan yang dapat diakses melalui pedestrian.

• Menyenangkan; terdapat pohon, tempat pemberhentian dan elemen-elemen pendukung jalan.

- Micro climatic building/siting

Iklim mikro adalah variasi iklim di suatu tempat di sekitar bangunan. Iklim mikro memiliki dampak yang sangat penting dalam penggunaan energi dan kinerja dari sebuah bangunan. Solusi ideal untuk merancang bangunan yang hemat energi adalah dengan mendapatkan akses matahari penuh namun mendapat perlindungan dari unsur- unsur alam yang berbahaya.

Beberapa hal yang mempengaruhi iklim mikro adalah:

 Orientasi bangunan

 Lokasi objek disekitarnya

 Kondisi landskap sekitar

Iklim mikro berpengaruh terhadap penentuan bentuk bangunan dan bagaimana bangunan tersebut diletakkan disuatu lokasi dan perletakan lokasi ruangan dalam gedung. Zonasi dan orientasi bangunan dapat memiliki dampak yang besar pada pola konsumsi energi bangunan. Pohon dapat memberikan naungan ketika cahaya dan panas matahari terlalu kuat.

1.4 INFRASTRUCTURE EFFICIENCY

 Water supply and use

Sumber air pada umunya berasal dari PDAM dan juga sumur air. Sumber air dimanfaatkan se-efisien mungkin sehingga dapat mengurangi pemakaian air yang tidak

(10)

perlu. Sumber air baik dari PDAM maupun dari sumur setempat merupakan air tanah.

Pemanfaatan dengan efisien akan mengurangi dampak pengurangan air tanah secara berlebihan.

Sumber air yang berasal dari air olahan limbah selain mengurangi biaya pembelian di PDAM juga mengurangi pemakaian yang berlebihan.

 Wastewater collection

Membuat sistem pengolahan limbah domestik seperti air kotor (black water, grey water) yang mandiri dan tidak membebani sistem aliran air kota. Sistem pengolahan limbah ini berdiri sendiri dan memiliki sistem pengolahan limbah mandiri. Limbah-limbah yang sudah terolah akan diresapkan Kembali ke area pengolahan.

Sistem ini menguntungkan karena menambah jumlah air tanah di dearah tersebut. Berbeda dengan sistem saluran air kota yang mengalirkan air ke sistem pembuangan sehingga air tidak teresap ke tanah didearah tersebut.

 Storm drainage

Strorm drainage bisa juga disebut sebagai saluran pembuangan kota. Saluran ini memuat segala limbah buangan cair yang ada di jalan. Saluran pembuangan ini berfungsi menampung air hujan yang turun dijalan untuk mengatasi banjir. Saluran ini terpisah dengan saluran pembuangan limbah rumah tangga. Saluran pembuangan (storm drainage) selain menampung air hujan, biasanya juga bercampur dengan oli atau bahan bakar bensin atau solar yang tercecer di jalan. Pada bukaan penerimaan saluran diberi penutup agar sampah sampah tidak masuk kedalam saluran. Sehingga tidak mengganggu pembuangan.

Gambar Wastewater Collection

(11)

1.5 ENERGY COSERVATION

Terdapat enam prinsip dalam konstruksi yang berkelanjutan (Kibert, 1994), yaitu:

1. Meminimalkan konsumsi sumber daya

2. Memaksimalkan pemanfaatan kembali (re-use) sumber daya

3. Menggunakan sumber daya yang terbarukan (renewable) dan didaur ulang (recycleable)

4. Melestarikan lingkungan alam

5. Menciptakan lingkungan yang sehat dan tidak berbahaya 6. Menjadikan kualitas sebagai tujuan dalam membangun.

 Building Form and Configuration

Iklim Indonesia adalah iklim tropis. Sebuah bentuk bangunan diharapkan mengacu pada aturan-aturan yang ada dalam membangunan bangunan tropis. Sehingga meminimalisir bentuk yang merugikan dan menyesuaikan ukuran ruang sesuai dengan kebutuhan namun tetap mengacu standard bangunan tropis. Sehingga didapat efisiensi dalam bentuk, dan ukuran bangunan. Bangunan jangan sampai memiliki bangunan yang gemuk. Sebisa mungkin memiliki bangunan yang memanjang sehingga pengudaraan dan pencahayaan alami dapat berjalan baik.

Gambar Storm Drainage

(12)

 Materials

Memilih material ramah lingkungan menjadi penting karena tidak hanya semata-mata demi kelestarian alam, tetapi juga sebenarnya jauh lebih efisien dan hemat dari segi estimasi biaya jangka panjang. Pemilihan material yang ramah dapat dijabarkan menjadi dua hal yakni dari sisi teknologi dan penggunaan. Dari sisi teknologi, pemilihan bahan sebaiknya menghindari adanya toksin atau racun dan diproduksi tidak bertentangan dengan alam. Sebagai contoh, minimalkan penggunaan material kayu, batu alam ataupun bahan bangunan yang mengandung racun seperti asbeston.

Sedangkan dari sisi penggunaan, pemilihan material yang ramah lingkungan misalnya menggunakan lampu hemat energi seperti semen instan yang praktis dan efisien, atau pun memilih keran yang memakai tap yang hanya mengeluarkan air dalam volume tertentu.

Selain memiliki sifat ramah lingkungan dan tidak mencemarkan material ramah lingkungan sebaiknya terbuat dari bahan daur ulang, atau setidaknya tidak menghabiskan sumber daya alam, bahkan dapat memberikan nilai tambah pada lingkungan dan harus didukung 3R yaitu Reused (memanfaatkan kembali material yang masih bisa dipakai) Reduce (mengurangi pemakaian material yang berlebihan) serta Recycle (mendaur ulang material agat bermanfaat kembali).

Gambar Alternative bentuk bangunan

(13)

1.6 ENERGY EFFICIENCY

 Glazing

Kaca yang dapat menghemat energi merupakan kaca yang didesain khusus. Beberapa penelitian mengklaim bahwa terdapat beberapa jenis kaca yang dapat menyaring radiasi panas matahari, hingga menghemat penggunaan pendingin udara.

Terdapat tiga jenis kaca yang dikategorikan penghemat energi.

o Kaca Warna

Dari namanya nampak jelas, kaca ini tidak murni bening. Biasanya berwarna biru kehijauan, perak atau abu-abu. Kaca ini dapat menyaring panas hingga suhu dalam ruang tetap terjaga. Jenis kaca warna yang baik mempunyai sifat seperti kaca film pada mobil. Ia mampu membuat Anda melihat pemandangan luar nampak jernih, namun menyaring jumlah cahaya yang masuk ke dalam ruangan.

o Kaca Pantul

Kaca ini sering dijumpai di gedung perkantoran. Kaca ini menyaring panas lebih banyak daripada jenis lain. Ada satu kekurangan dari kaca pantul adalah pandangan dari dalam akan kurang indah karena terjadi distorsi.

o Kaca Low-e, Low Emissivity

Diartikan kaca rendah emisi. Kaca ini menjaga suhu di dalam ruang tetap tinggi.

Terdiri dari dua lapis. Pada bagian tengah diisi lapisan udara kosong dan lapisan metal transparan. Kaca jenis ini pun memantulkan sinar ultraviolet. Untuk iklim Indonesia, kaca macam ini tidak disarankan, karena hawa panas tetap berada di alam ruang. Menjadikan ruang bertambah panas. Jenis ini populer digunakan di negara sub tropis.

Gambar 12. Frame double wall

(14)

 Insulation

Isolasi termal pada bangunan adalah faktor penting untuk mencapai kenyamanan termal untuk penghuninya. Insulasi panas yang tidak diinginkan akan merugikan dan dapat menurunkan efektifitas energi sistem pemanas atau pendingin. Dalam pengertian lain isolasi dapat hanya penyesuaian pada bahan isolasi yang digunakan untuk menghambat hilangnya panas ruang, seperti: selulosa, kaca wol, wol batuan, plastik, busa urethane, vermikulit, dan tanah. Tetapi dapat juga menggunakan desain khusus dan teknik khusus untuk mengatasi perpindahan panas atau konduksi, radiasi dan konveksi. Masalah kualitas konstruksi termasuk uap memadai hambatan, dan masalah dengan rancangan-pemeriksaan. Selain itu, sifat dan densitas bahan isolasi itu sendiri sangat penting. Sebagai contoh, menurut Leah Twings, Kualitas Manager Kepatuhan Textrafine Isolasi, fiberglass bahan isolasi yang terbuat dari serat-serat pendek berlapis kaca tidak begitu tahan lama seperti isolasi yang terbuat dari untaian serat panjang kaca.

 Efficient Lighting

Lampu pijar pada dasarnya merupakan lampu ruang yang menghasilkan panas selain juga mengeluarkan cahaya. Hal ini sangat tidak efisien, membuang sebagian besar energi yang di konsumsi dan menjadikannya sebagai panas yang tidak diinginkan. Salah satu lampu yang merupakan lampu hemat energy adalah lampu LED. Lampu LED menghemat energi yang digunakan sampai 48% (berarti penghematan tagihan listrik) ditambah dengan kecilnya panas yang dihasilkan oleh lampu LED.

Hal ini membuat bangunan tidak perlu menyalakan mesin pendingin ruangan (AC) dalam posisi maksimal, yang berarti terjadi penghematan lagi.

Keuntungan dari lampu LED:

 Lampu LED tidak mengandung Mercury

 Jauh lebih hemat dalam hal pemakain listrik

 Daya tahan lebih lama, yaitu 60x lebih lama dibanding dengan tipe lampu Incandescent dan 10x lebih lama dibanding tipe Fluorescent.

 Lampu LED juga tidak menghasilkan panas sehingga dapat menghemat pemakaian AC (air conditioning).

Gambar Lampu LED

(15)

- Daylighting

Sistem pencahayaan alami terutama dipakai pada siang hari dengan memanfaatkan cahaya matahari. Pemasukan sinar matahari ke dalam ruangan diusahakan mencapai tingkat kenyamanan pencahayaan tertentu seperti yang diharapkan. Pada prinsipnya, dalam ruangan dengan lubang pencahayaan yang tetap, semakin ke dalam semakin menurun intensitas cahaya yang diterima. Guna mencapai kualitas kenyamanan yang diisyaratkan semakin lebar ruangan/bangunan, semakin luas pula lubang pencahayaannya. Untuk menanggulangi radiasi panas sinar matahari yang akan mengurangi kenyamanan penghawaan dan menyebabkan kesilauan di daerah iklim tropis, selain diusahakan sesedikit mungkin sisi bangunan dan bukaan-bukaan ruangan yang terkena sinar matahari langsung, juga dengan membuat penghalang sinar matahari (sun shading, sun screen).

1.7 WATER

 Zero-run-off

Air limbah buangan sebisa mungkin dimanfaatkan tanpa harus ada yang terbuang ke saluran pembuangan kota. Air limbah buangan dimanfaatkan sebagai penyiram tanaman sekaligus dapat sebagai pupuk. Air limbah diresapkan di area tanaman. Kalau muatan resapan berlebihan, baru dilakukan pembuangan ke saluran pembuangan kota.

 Grey Water System

Pemanfaatan grey water akan mengurangi pembebanan pada air tanah. Dengan memanfaatakan lagi grey water sama halnya memanfaatkan air dua kali atau lebih namun tepat dalam penggunaannya. Pemanfaatan grey water misalanya air buangan dari wastafel dapat dimanfaatkan untuk penyiraman tanaman. Ataupun air bekas cucian setelah mengalami proses penyaringan dapat pula dimanfaatkan untuk menyirami taman.

Gambar 14. Pemanfaatan limbah rumah tangga

(16)

1.8 WASTE MANAGEMENT

Pengelolaan sampah merupakan proses pengumpulan, pengangkutan, pengolahan, daur ulang atau pembuangan dan pemantauan bahan-bahan limbah. Istilah ini digunakan berkaitan dengan bahan-bahan buangan yang dihasilkan oleh aktivitas manusia dan umumnya dilakukan untuk mengurangi dampak negatif pada kesehatan, di lingkungan atau estetika lingkungan. Pengelolaan sampah juga dilakukan untuk memulihkan sumber daya yang terbuang atau terkurangi. Sistem pengelolaan limbah ini mengolah limbah padat, cair, gas atau radioaktif zat, dengan metode yang berbeda dan bidang keahlian untuk masing- masing.

a. Konsep pengelolaan limbah

Ada sejumlah konsep pengolahan limbah yang paling umum, konsep-konsep luas yang digunakan meliputi:

- Waste hierarchy

Mengacu pada mengurangi, menggunakan kembali dan mendaur ulang, yang mengklasifikasikan strategi pengelolaan limbah sesuai dengan keinginan mereka dalam hal minimisasi limbah. Hirarki limbah merupakan landasan dari berbagai strategi meminimisasi limbah. Tujuan dari hirarki ini untuk memaksimalkan manfaat dari produk dan meminimalisasi jumlah limbah.

- Extended producer responsibility

Adalah suatu strategi yang untuk mempromosikan menyatukan semua biaya yang berkaitan dengan produk selama produk tersebut masih ada (termasuk akhir biaya pembuangan akhir) ke dalam harga produk. Hal ini dimaksudkan untuk memaksakan tanggung jawaban atas seluruh siklus hidup produk dan kemasan yang dipasarkan.

Berarti perusahaan yang memproduksi, impor dan atau menjual produk yang diperlukan untuk bertanggung jawab atas produk.

Gambar 15. Waste hierarchy

(17)

- Polluter Pays Principle

Prinsip di mana pihak yang mencemari membayar terhadap dampak terhadap lingkungan yang terjadi. Sehubungan dengan pengelolaan limbah, umumnya ini mengacu pada persyaratan limbah untuk membayar sesuai limbah yang dibuang.

2. MATERIAL ELEKTRIKAL DAN MEKANIKAL

Sesuai dengan tipologi sebagai bangunan studio maka pendekatan terhadap penggunakan Sistem Elektrikal & Mekanikal akan sangat penting mengingat Sistem Elektrikal & Mekanikal yang akan menjadi penopang pelayanan siaran. Sebaiknya memiliki kualitas nomor satu mengingat vitalnya system elektrikal dan mekanikal didalam gedung. Mengingat fungsinya, cara kerjanya dan tekhnologi peralatan yang digunakannya sangat ditentukan oleh tunjangan system elektrikal dan mekanikal yang maksimum. Berikut Penjabaran Sistem Elektrikal & Mekanikal pada bangunan Gedung : A. Sistem Proteksi Kebakaran

a) Sistem Proteksi Pasif

Setiap bangunan harus mempunyai sistem proteksi pasif terhadap bahaya kebakaran yang berbasis pada desain atau pengaturan terhadap komponen arsitektur dan struktur Gedung sehingga dapat melindungi penghuni dan benda dari kerusakan fisik saat terjadi kebakaran. Penerapan sistem proteksi pasif didasarkan pada fungsi/klasifikasi resiko kebakaran, geometri ruang, bahan bangunan terpasang, dan/atau jumlah dan kondisi penghuni dalam gedung.

(1) Gedung harus mampu secara struktural stabil selama kebakaran.

(2) Kompartemenisasi dan konstruksi pemisah untuk membatasi kobaran api yang potensial, perambatan api dan asap, agar dapat :

(a) melindungi penghuni yang berada di suatu bagian bangunan terhadap dampak kebakaran yang terjadi ditempat lain di dalam bangunan.

(b) mengendalikan kobaran api agar tidak menjalar ke bangunan lain yang berdekatan.

(c) menyediakan jalan masuk bagi petugas pemadam kebakaran (3) Proteksi Bukaan

Seluruh bukaan harus dilindungi, dan lubang utilitas harus diberi penyetop api (fire stop) untuk mencegah merambatnya api serta menjamin pemisahan dan kompartemenisasi bangunan.

(18)

b) Sistem Proteksi Aktif

Sistem proteksi aktif adalah peralatan deteksi dan pemadam yang dipasang tetap atau tidak tetap, berbasis air, bahan kimia atau gas, yang digunakan untuk mendeteksi dan memadamkan kebakaran pada bangunan.

(1) Pipa tegak dan slang Kebakaran

Sistem pipa tegak ditentukan oleh ketinggian gedung, luas per lantai, klasifikasi hunian, sistem sarana jalan ke luar, jumlah aliran yang dipersyaratkan dan sisa tekanan, serta jarak sambungan selang dari sumber pasokan air.

(2) Hidrant Halaman

Hidrant halaman diperlukan untuk pemadaman api dari luar bangunan gedung.

Sambungan slang ke hidran halaman harus memenuhi persyaratan yang ditentukan oleh instansi kebakaran setempat.

(3) Sistem Springkler Otomatis.

Sistem springkler otomatis harus dirancang untuk memadamkan kebakaran atau sekurangkurangnya mempu mempertahankan kebakaran untuk tetap, tidak berkembang, untuk sekurang-kurangnya 30 menit sejak kepada springkler pecah.

(4) Pemadam Api Ringan (PAR)

Alat pemadam api ringan kimia (APAR) harus ditujukan untuk menyediakan sarana bagi pemadaman api pada tahap awal. Konstruksi APAR dapat dari jenis portabel (jinjing) atau beroda.

(5) Sistem Pemadam Kebakaran Khusus.

Sistem pemadaman khusus yang dimaksud adalah sistem pemadaman bukan portable (jinjing) dan beroperasi secara otomatis untuk perlindungan dalam ruang-ruang dan atau penggunaan khusus. Sistem pemadam khusus meliputi sistem gas dan sistem busa.

(6) Sistem Deteksi & Alarm Kebakaran

Sistem deteksi dan alarm kebakaran berfungsi untuk mendeteksi secara dini terjadinya kebakaran, baik secara otomatis maupun manual.

(7) Sistem Pencahayaan Darurat

Pencahayaan darurat di dalam gedung diperlukan khususmya pada keadaan darurat, misalnya tidak berfungsinya pencahayaan normal dari PLN atau tidak dapat beroperasinya dengan segera daya siaga dari diesel generator.

(19)

(8) Tanda Arah.

Bila suatu eksit tidak dapat terlihat secara langsung dengan jelas oleh pengunjung atau pengguna bangunan, maka harus dipasang tanda penunjuk dengan tanda panah menunjukkan arah, dan dipasang di koridor, jalan menuju ruang besar (hal), lobi dan semacamnya yang memberikan indikasi penunjukkan arah ke eksit yang disyaratkan.

(9) Sistem Peringatan Bahaya

Sistem peringatan bahaya dapat juga difungsikan sebagai sistem penguat suara (public address), diperlukan guna memberikan panduan kepada penghuni dan tamu sebagai tindakan evakuasi atau penyelamatan dalam keadaan darurat. Ini dimaksudkan agar penghuni bangunan memperoleh informasi panduan yang tepat dan jelas.

c) Sistem Komunikasi

Persyaratan komunikasi dalam gedung dimaksudkan sebagai penyediaan sistem komunikasi baik untuk keperluan internal bangunan maupun untuk hubungan ke luar, pada saat terjadi kebakaran dan/atau kondisi darurat lainnya. Termasuk antara lain: sistem telepon, sistem tata suara, sistem voice evacuation.

Penggunaan instalasi tata suara pada waktu keadaan darurat dimungkinkan asal memenuhi pedoman dan standar teknis yang berlaku.

3. SISTEM TELEPON DAN TATA SUARA (1) Umum

(a) Sistem instalasi komunikasi telepon dan sistem tata komukasi gedung, penempatannya harus mudah diamati, dioperasikan, dipelihara, tidak membahayakan, mengganggu dan merugikan lingkungan dan bagian bangunan serta sistem instalasi lainnya, serta direncanakan dan dilaksanakan berdasarkan standar, normalisasi teknik dan peraturan yang berlaku.

(b) Peralatan dan instalasi sistem komunikasi harus tidak memberi dampak, dan harus diamankan terhadap gangguan seperti interferensi gelombang elektro magnetik, dan lain-lain.

(c) Secara berkala dilakukan pengukuran/pengujian terhadap EMC (Electro Magnetic Campatibility). Apabila hasil pengukuran terhadap EMC melampaui ambang batas yang ditentukan, maka langka penanggulangan dan pengamanan harus dilakukan.

(20)

(d) Dalam hal masih ada persyaratan lainnya yang belum mempunyai SNI, dapat digunakan standar baku dan pedoman teknis yang diberlakukan oleh instansi yang berwenang.

(2) Persyaratan Teknis Instalasi Telepon

(a) Saluran masuk sistem telepon harus memenuhi perysaratan :

1) Tempat pemberhentian ujung kabel harus terang, tidak ada genangan air, aman dan mudah dikerjakan.

2) Ukuran lubang orang (manhole) yang melayani saluran masuk ke dalam gedung untuk instalasi telepon minimal berukuran 1,50 m x 0,80 m dan harus diamankan agar tidak menjadi jalan air masuk ke gedung pada saat hujan dll.

3) Diupayakan dekat dengan kabel catu dari kantor telepon dan dekat dengan jalan besar.

(b) Penempatan kabel telepon yang sejajar dengan kabel listrik, minimal berjarak 0,10m atau sesuai ketentuan yang berlaku.

(c) Ruang PABX/TRO sistem telepon harus memenuhi persyaratan:

1) Ruang yang bersih, terang, kedap debu, sirkulasi udaranya cukup dan tidak boleh kena sinar matahari langsung, serta memenuhi persyaratan untuk tempat peralatan.

2) Tidak boleh digunakan cat dinding yang mudah mengelupas.

3) Tersedia ruangan untuk petugas sentral dan operator telepon.

(d) Ruang batere sistem telepon harus bersih, terang, mempunyai dinding dan lantai tahan asam, sirkulasi udara cukup dan udara buangnya harus dibuang ke udara terbuka dan tidak ke ruang publik, serta tidak boleh kena sinar matahari langsung.

(3) Persyaratan Teknis Instalasi Tata Suara

(a) Setiap bangunan harus dipasang sistem tata suara yang dapat digunakan untuk menyampaikan pengumuman dan instruksi apabila terjadi kebakaran atau keadaan darurat lainnya.

(b) Sistem peralatan komunikasi darurat sebagaimana dimaksud pada butir 1) di atas harus menggunakan sistem khusus, sehingga apabila sistem tata suara umum rusak, maka system telepon darurat tetap dapat bekerja.

(c) Kabel instalasi komunikasi darurat harus terpisah dari instalasi lainnya, dan dilindungi terhadap bahaya kebakaran, atau terdiri dari kabel tahan api.

(21)

(d) Harus dilengkapi dengan sumber/pasokan daya listrik untuk kondisi normal maupun pada kondisi daya listrik utama mengalami gangguan, dengan kapasitas dan dapat melayani dalam waktu yang cukup sesuai ketentuan yang berlaku.

(e) Persyaratan sistem komunikasi dalam gedung harus memenuhi:

1) UU No. 32 tahun 1999, tentang Telekomunikasi.

2) PP No. 52/2000, tentang Telekomunikasi Indonesia.

4. SISTEM PENANGKAL PETIR

Suatu instalasi proteksi petir dapat melindungi semua bagian dari bangunan gedung, termasuk manusia yang ada di dalamnya, dan instalasi serta peralatan lainnya terhadap bahaya sambaran petir.

A) Sistem Kelistrikan

(1) Sistem tegangan rendah (TR) dalam gedung adalah 3 fase 220/380 Volt, dengan frekuensi 50 Hertz. Sistem tegangan menengah (TM) dalam gedung adalah 20 KV atau kurang, dengan frekuensi 50 Hertz, mengikuti ketentuan yang berlaku.

Untuk gedung yang memiliki kapasitas daya listrik tersambung dari PLN minimal 200 KVA disarankan agar sudah memiliki sistem jaringan listrik Tegangan Menengah 20 KV (jaringan listrik TM 20 KV), sesuai pedoman bahwa mempunyai Kapasitas daya listrik ± 300 KVA s/d 600 KVA, dengan perhitungan 3 KVA per Tempat Tidur (TT).

(2) Instalasi listrik tegangan menengah tersebut antara lain :

a. Penyediaan bangunan gardu listrik (ukuran sesuai standar gardu PLN).

b. Peralatan Transformator (kapasitas sesuai daya terpasang).

c. Peralatan panel TM 20 KV dan aksesorisnya.

d. Peralatan pembantu dan sistem pengamanan (;grounding).

(3) Harus tersedia peralatan UPS (;Uninterruptable Power Supply) untuk melayani apabila jaringan PLN mati.

Persyaratan :

a. Harus tersedia Ruang UPS minimal 2 X 3 m2 (sesuai kebutuhan) terletak di Gedung dan diberi pendingin ruangan.

b. Kapasitas UPS setidaknya 30 KVA.

(4) Sistem Penerangan Darurat (;emergency lighting) harus tersedia pada ruang- ruang tertentu.

(22)

(5) Harus tersedia sumber listrik cadangan berupa diesel generator (Genset). Genset harus disediakan 2 (dua) unit dengan kapasitas minimal 40% dari jumlah daya terpasang padamasing-masing unit. Genset dilengkapi sistem AMF dan ATS.

(6) Sistem kelistrikan harus dilengkapi dengan transformator isolator dan kelengkapan monitoring sistem IT kelompok 2E minimal berkapasitas 5 KVA untuk titik-titik stop kontak yang mensuplai peralatan-peralatan medis penting (;life support medical equipment).

(7) Sistem Pembumian (;grounding system) harus terpisah antara grounding panel gedung dan panel alat. Nilai grounding peralatan tidak boleh kurang dari 0,2 Ohm.

5. SISTEM PENGHAWAAN (VENTILASI) DAN PENGKONDISIAN UDARA (HVAC) a) Sistem Penghawaan (Ventilasi)

(1) Umum.

(a) Setiap bangunan harus mempunyai ventilasi alami dan/atau ventilasi mekanik/buatan sesuai dengan fungsinya.

(b) Bangunan harus mempunyai bukaan permanen, kisi-kisi pada pintu dan jendela dan/atau bukaan permanen yang dapat dibuka untuk kepentingan ventilasi alami.

(2) Persyaratan Teknis

(a) Jika ventilasi alami tidak mungkin dilaksanakan, maka diperlukan ventilasi mekanis seperti pada bangunan fasilitas tertentu yang memerlukan perlindungan dari udara luar dan pencemaran.

(b) Persyaratan teknis sistem ventilasi, kebutuhan ventilasi, mengikuti Persyaratan Teknis berikut:

- SNI 03 – 6572 - 2000 atau edisi terbaru; Tata cara perancangan sistem ventilasi dan pengkondisian udara pada bangunan gedung.

- SNI 03 – 6390 - 2000 atau edisi terbaru; Konservasi energi sistem tata udara pada bangunan gedung.

6. SISTEM PENGKONDISIAN UDARA (1) Umum.

Untuk kenyamanan termal dalam ruang di dalam bangunan harus mempertimbangkan temperatur dan kelembaban udara. Untuk mendapatkan tingkat temperatur dan kelembaban udara di dalam ruangan dapat dilakukan dengan alat pengkondisian udara yang mempertimbangkan :

(23)

i. fungsi bangunan/ruang, jumlah pengguna, letak geografis, orientasi bangunan, volume ruang, jenis peralatan, dan penggunaan bahan bangunan;

ii. kemudahan pemeliharaan dan perawatan; dan

iii. prinsip-prinsip penghematan energi dan ramah lingkungan (2) Persyaratan Teknis.

Untuk kenyamanan termal pada bangunan gedung harus memenuhi SNI 03-6572- 2001 atau edisi terbaru; Tata cara perancangan sistem ventilasi dan pengkondisian udara pada bangunan gedung.

7. SISTEM PENCAHAYAAN (1) Umum.

Setiap bangunan gedung untuk memenuhi persyaratan sistem pencahayaan harus mempunyai pencahayaan alami dan/atau pencahayaan buatan/ mekanik, termasuk pencahayaan darurat sesuai dengan fungsinya.

(2) Persyaratan Teknis.

(a) Bangunan tempat tinggal, pelayanan, pendidikan, dan bangunan pelayanan umum harus mempunyai bukaan untuk pencahayaan alami.

(b) Pencahayaan alami harus optimal, disesuaikan dengan fungsi bangunan dan fungsimasing-masing ruang di dalamnya.

(c) Pencahayaan buatan harus direncanakan berdasarkan tingkat iluminasi yang dipersyaratkan sesuai fungsi ruang dalam gedung dengan mempertimbangkan efisiensi, penghematan energi yang digunakan, dan penempatannya tidak menimbulkan efeksilau atau pantulan.

(d) Pencahayaan di dalam gedung harus memenuhi standar kesehatan dalam melaksanakanpekerjaannya sesuai standar intensitas cahaya sebagai berikut:

8. SISTEM PENGENDALIAN TERHADAP KEBISISNGAN DAN GETARAN 1) Kenyamanan terhadap Kebisingan

(a) Kenyamanan terhadap kebisingan adalah keadaan dengan tingkat kebisingan yang tidak menimbulkan gangguan pendengaran, kesehatan, dan kenyamanan bagi seseorang dalam melakukan kegiatan.

(b) Gangguan kebisingan pada bangunan gedung dapat berisiko cacat pendengaran.

Untuk memproteksi gangguan tersebut perlu dirancang lingkungan akustik di tempat kegiatan dalam bangunan yang sudah ada dan bangunan baru.

(c) Untuk mendapatkan tingkat kenyamanan terhadap kebisingan pada bangunan harus mempertimbangkan jenis kegiatan, penggunaan peralatan, dan/atau

(24)

sumber bising lainnya baik yang berada pada bangunan gedung maupun di luar bangunan.

(d) Setiap bangunan dan/atau kegiatan yang karena fungsinya menimbulkan dampak kebisingan terhadap lingkungannya dan/atau terhadap bangunan yang telah ada, harus meminimalkan kebisingan yang ditimbulkan sampai dengan tingkat yang diizinkan.

(e) Untuk kenyamanan terhadap kebisingan pada bangunan harus dipenuhi standar tata cara perencanaan kenyamanan terhadap kebisingan pada bangunan gedung.

(f) Persyaratan kebisingan untuk masing-masing ruangan/ unit adalah sebagai berikut :

a) Ramp (1) Umum

Ramp adalah jalur sirkulasi yang memiliki bidang dengan kemiringan tertentu, sebagai alternative bagi orang yang tidak dapat menggunakan tangga.

(2) Persyaratan Ramp

- Kemiringan suatu ramp di dalam bangunan tidak boleh melebihi 70, perhitungan kemiringan tersebut tidak termasuk awalan dan akhiran ramp (curb ramps/landing).

- Panjang mendatar dari satu ramp (dengan kemiringan 70) tidak boleh lebih dari 900 cm. Panjang ramp dengan kemiringan yang lebih rendah dapat lebih panjang.

- Lebar minimum dari ramp adalah 120 cm dengan tepi pengaman.

- Muka datar (bordes) pada awalan atau akhiran dari suatu ramp harus bebas dan datar sehingga memungkinkan sekurang-kurangnya untuk memutar kursi roda dan stretcher, dengan ukuran minimum 160 cm.

(25)
(26)

- Pintu di ujung ramp

Permukaan datar awalan atau akhiran suatu ramp harus memiliki tekstur sehingga tidak licin baik diwaktu hujan.

- Lebar tepi pengaman ramp (low curb) 10 cm, dirancang untuk menghalangi roda dari kursi roda atau stretcher agar tidak terperosok atau ke luar dari jalur ramp.

Apabila berbatasan langsung dengan lalu lintas jalan umum atau persimpangan, harus dibuat sedemikian rupa agar tidak mengganggu jalan umum.

- Ramp harus diterangi dengan pencahayaan yang cukup sehingga membantu penggunaan ramp saat malam hari. Pencahayaan disediakan pada bagian ramp yang memiliki ketinggian terhadap muka tanah sekitarnya dan bagian-bagian yang membahayakan.

- Ramp harus dilengkapi dengan pegangan ram bata.

b) Tangga (1) Umum.

Tangga merupakan fasilitas bagi pergerakan vertikal yang dirancang dengan mempertimbangkan ukuran

(2) Persyaratan

(a) Harus memiliki dimensi pijakan dan tanjakan yang berukuran seragam Tinggi masing-masing pijakan/tanjakan adalah 15 – 17 cm.

(b) Harus memiliki kemiringan tangga kurang dari 600.

(c) Lebar tangga minimal 120 cm untuk membawa usungan dalam keadaan darurat, untuk mengevakuasi pasien dalam kasus terjadinya kebakaran atau ancaman bom.

(d) Tidak terdapat tanjakan yang berlubang yang dapat membahayakan pengguna tangga.

(e) Harus dilengkapi dengan pegangan rambat (handrail).

(27)

(f) Pegangan rambat harus mudah dipegang dengan ketinggian 65 cm

~ 80 cm dari lantai, bebas dari elemen konstruksi yang mengganggu, dan bagian ujungnya harus bulat atau dibelokkan dengan baik ke arah lantai, dinding atau tiang.

(g) Pegangan rambat harus ditambah panjangnya pada bagian ujung- ujungnya (puncak dan bagian bawah) dengan 30 cm.

Tipikal Tangga

Pegangan Rambat Pada Tangga

(28)

(h) Untuk tangga yang terletak di luar bangunan, harus dirancang sehingga tidak ada air hujan yang menggenang pada lantainya.

2) Sarana Evakuasi (1) Umum

Setiap bangunan harus menyediakan sarana evakuasi bagi orang yang berkebutuhan khusus termasuk penyandang cacat yang meliputi :

(a) sistem peringatan bahaya bagi pengguna, (b) pintu keluar darurat, dan

(c) jalur evakuasi yang dapat menjamin pengguna bangunan untuk melakukan evakuasi dari dalam bangunan secara aman apabila terjadi bencana atau keadaan darurat.

(2) Persyaratan Teknis.

(a) Untuk persyaratan sarana evakuasi pada bangunan harus dipenuhi standar tata cara perencanaan sarana evakuasi pada bangunan gedung.

(29)

(b) Dalam hal masih ada persyaratan lainnya yang belum mempunyai SNI, dapat digunakan standar baku dan pedoman yang diberlakukan oleh instansi yang berwenang.

3) Aksesibilitas Penyandang Cacat (1) Umum

Setiap bangunan , harus menyediakan fasilitas dan aksesibilitas untuk menjamin terwujudnya kemudahan bagi penyandang cacat dan lanjut usia masuk dan keluar ke dan dari bangunan serta beraktivitas dalam bangunan secara mudah, aman, nyaman dan mandiri.

(2) Persyaratan Teknis.

(a) Fasilitas dan aksesibilitas meliputi toilet, telepon umum, jalur pemandu, rambu dan marka, pintu, ram, tangga, dan lif bagi penyandang cacat dan lanjut usia.

(b) Penyediaan fasilitas dan aksesibilitas disesuaikan dengan fungsi, luas, dan ketinggian bangunan.

4) Prasarana/Sarana Umum (1) Umum

(a) Guna memberikan kemudahan bagi pengguna bangunan untuk beraktivitas didalamnya, setiap bangunan untuk kepentingan umum harus menyediakan kelengkapan prasarana dan sarana pemanfaatan bangunan, meliputi: ruang ibadah, toilet, tempat sampah, serta fasilitas komunikasi dan informasi.

(b) Penyediaan prasarana dan sarana disesuaikan dengan fungsi dan luas bangunan, serta jumlah pengguna bangunan

(2) Persyaratan Teknis.

Perencanaan sarana dan prasarana dalam bangunan mengikuti:

a. SNI 03-1735-2000 atau edisi terbaru; Tata cara perencanaan akses bangunan danakses lingkungan untuk pencegahan bahaya kebakaran pada bangunan gedung.

b. SNI 03-1746-2000 atau edisi terbaru; Tata cara perencanaan dan pemasangan sarana jalan keluar untuk penyelamatan terhadap bahaya kebakaran pada bangunan gedung.

c. SNI 03-6573-2001 atau edisi terbaru; Tata cara perancangan sistem transportasi vertikal dalam gedung (lif).

d. Ketentuan teknis Kelengkapan Prasarana dan Sarana bangunan .

(30)

e. Ketentuan teknis Prasarana dan Sarana pemanfaatan Bangunan dan Kelengkapannya.

f. Ketentuan teknis Ukuran, Konstruksi, Jumlah Fasilitas dan Aksesibilitas bagiPenyandang Cacat.

g. Dalam hal persyaratan di atas belum mempunyai SNI, dapat digunakan standar baku dan pedoman teknis yang diberlakukan oleh instansi yang berwenang.

5) Material Finishing

1) Perlu Pertimbangan low maintenance 2) Perlu pertimbangan daya tahan

3) Tetap mempertimbangan tampilan artistic F.3 PENDEKATAN KEBUTUHAN RUANG

Umumnya ruang kerja gedung tidak berpindah-pindah, karenanya gedung tersebut dilengkapi pula dengan ruang-ruang untuk aktivitas penunjang lainnya.

Berbagai hal yang perlu diperhatikan dalam pendekatan kebutuhan fisik bangunan kantor adalah sebagai berikut:

1. Pembagian ruang

2. Fasilitas utama dalam gedung 3. Program ruang kantor/kuliah 4. Syarat fisik interior

5. Standar ruang 6. Sistem interior

F.4 PENDEKATAN AKSESIBILITAS 1. PENCAPAIAN BANGUNAN

Pencapaian bangunan atau aksesbilitas adalah suatu kemudahan yang disediakan bagi semua orang, termasuk yang memiliki ketidak-mampuan fisik—seperti misalnya, penyandang cacat, lanjut usia, ibu hamil dan penyandang cacat akibat penyakit tertentu—

guna mewujudkan kesamaan kesempatan dalam segala aspek kehidupan dan penghidupan pada suatu lingkungan terbangun.

o Aksesibel : menggambarkan kondisi suatu tapak, bangunan, fasilitas, atau bagian darinya yang memenuhi standar pedoman ini.

o Elemen Bangunan : komponen arsitektural atau mekanikal dari suatu bangunan, fasilitas, ruang atau tapak. Contoh-contoh elemen tersebut seperti telepon, curb-ramp, pintu, tempat duduk atau WC.

(31)

o Rute Aksesibel : suatu jalur lintasan tanpa penghalang yang langsung menghubungkan suatu elemen dan ruang aksesi dari bangunan. Rute aksesibel interior dapat termasuk koridor, lantai, ramp, lift. Rute aksesibel eksterior dapat termasuk ruang akses parkir, ramp-curb, trotoir pada jalan kendaraan, ramp, dan lain.

o Bangunan : setiap struktur yang digunakan atau dimaksudkan untuk menunjang atau mewadahi suatu penggunaan atau kegiatan.

o Bagian bangunan : bagian ruang dari bangunan seperti kamar, koridor, ruang untuk kegiatan tertentu dsb.

o Ruang Lantai Bebas : ruang lantai atau tanah yang tidak terhalang, minimum diwajibkan untuk menampung sebuah kursi roda dan penggunanya.

o Rambu : tanda-tanda yang bersifat verbal ( informasi yang dapat didengar), bersifat visual (informasi yang berupa gambar), simbol, atau yang dapat dirasa/diraba, atau.

o Ruang : suatu daerah yang dapat ditentukan batasnya, seperti kamar, toilet, hall, tempat pertemuan, jalan masuk, gudang, dan lobby.

o Jalur Pemandu : jalur yang digunakan bagi pejalan kaki, termasuk untuk penyandang cacat yang memberikan panduan arah dan tempat tertentu.

F.4.1 Persyaratan Teknis Aksesbilitas

Dalam rangka menciptakan lingkungan binaan yang memenuhi persyaratan aksesibilitas maka diperlukan persyaratan bangunan gedung dan lingkungannya yang didasarkan kepada prinsip-prinsip sebagai berikut:

a. Kegiatan perencanaan, perancangan, dan pelaksanaan bangunan umum, tapak bangunan, dan lingkungan di luar bangunan harus dilakukan secara terpadu untuk menciptakan lingkungan aksesibel yang menyeluruh.

b. Setiap kegiatan perencanaan, perancangan, dan pelaksanaan lingkungan di luar bangunan yang dikunjungi dan digunakan masyarakat umum secara luas harus memperhatikan persyaratan aksesibilitas terutama pada :

- Ukuran dasar - Jalur pedestrian - Jalur pemandu - Area parkir - Landaian (ramp) - Rambu

(32)

c. Setiap kegiatan perencanaan, perancangan, dan pelaksanaan tapak bangunan umum yang memiliki luas lantai sama atau lebih besar dari 300 m2 perlantai harus memperhatikan persyaratan aksesibilitas terutama:

- Ukuran dasar - Jalan pedestrian - Jalur pemandu - Area parker - Ramp - Rambu

d. Setiap kegiatan perencanaan, perancangan, dan pelaksanaan bangunan umum yang memiliki luas lantai sama atau lebih besar dari 300 m2 perlantai harus memperhatikan persyaratan aksesibilitas terutama:

- Ukuran dasar - Ramp

- Pintu - Tangga - Lift

- Kamar kecil - Pancuran - Wastafel - Perabot - Perlengkapan - Rambu

e. Persyaratan aksesibilitas suatu fasilitas dalam bangunan dimungkinkan digunakan pada tapak bangunan, atau lingkungan di luar bangunan. Demikian pula sebaliknya, jika dalam persyaratan aksesibilitas fasilitas di luar bangunan atau tapak bangunan digunakan di dalam bangunan, maka butir-butir persyaratan aksesibilitas dalam pedoman ini bisa digunakan sesuai dengan kebutuhan.

Misalnya: kamar kecil atau telepon umum yang berada di taman, area parkir yang berada di dalam bangunan, dan kasus-kasus sejenis.

f. Pada kondisi lingkungan di luar bangunan yang belum aksesibel, setiap perencanaan, perancangan, dan pelaksanaan konstruksi bangunan umum beserta tapaknya tetap diwajibkan memenuhi persyaratan aksesibilitas, sehingga akan mendorong terciptanya lingkungan yang aksesibel di masa mendatang.

Beberapa Hal yang Perlu Diperhatikan

(33)

A) Jalur Pedestrian

Jalan yang digunakan untuk berjalan kaki atau berkursi roda bagi penyandang cacat, dirancang berdasar perbedaan terbesar orang untuk bergerak aman, bebas dan tak terhalang.

 Syarat:

- Permukaan

Permukaan jalan harus stabil, kuat, tahan cuaca, bertekstur halus tetapi tidak licin.

Hindari sambungan atau konstraksi pada permukaan, kalaupun terpaksa ada, tingginya harus tidak lebih dari 1,25 cm. Apabila menggunakan karpet ujungnya harus kencang dan mempunyai trim yang permanen.

- Kemiringan/gradient

Gradient di bawah 5% dan tiap-tiap 90m terdapat pemberhentian untuk istirahat.

- Area istirahat

Membantu pengguna jalan terutama bagi mereka yang menggunakan alat.

- Cahaya/penerangan

Berkisar antara 15-150 cm.kandela tergantung pada intensitas pemakaian, tingkat bahaya dan kebutuhan relatif keamanan.

- Perawatan

Diharuskan untuk meminimalkan terjadinya kecelakaan karena adanya kerusakan.

- Drainasi

Tidak mengganggu dan membahayakan. Dibuat tegak lurus dengan arah jalan tegak lurus dengan arah jalan dengan lubang maksimal 1,5 cm. Mudah dibersihkan dan lubang dijauhkan dari tepi ramp sehingga tidak mendatangkan bahaya.

- Ukuran dan penghalang

Lebar minimum 95 cm untuk jalur searah dan 150 cm untuk dua arah. Jalur pedestrian bebas dari pohon, rambu dan benda-benda pelengkap jalan yang melintang.

- Tepi ramp dan trailing tongkat tuna netra

Penting bagi penghentian roda kendaraan dan tongkat tuna netra ke arah area yang berbahaya. Penyetop dibuat setinggi minimum 10 cm dan lebar 15 cm sepanjang jalur pedestrian.

- Bebas dari pohon, rambu, dan benda-benda pelengkap jalan.

B) Prinsip jalur pedestrian a. Jalur Pemandu

(34)

Jalur yang memandu tuna netra untuk berjalan dengan memanfaatkan tekstur ubin pengarah dan tekstur ubin peringatan terhadap situasi di sekitar jalur yang bisa membahayakan tuna netra.

 Syarat:

 Tekstur ubin garis-garis menunjukkan arah yang benar untuk diikuti.

 Tekstur ubin dot (bulat) memberi peringatan terhadap situasi di sekitar jalur pemandu.

 Daerah-daerah yang harus menggunakan ubin tekstur pemandu (guiding blocks):

- Di depan jalur lalu-lintas kendaraan.

- Di depan pintu masuk/keluar dari dan ke tangga atau fasilitas persilangan dengan perbedaan ketinggian lantai.

- Di pintu masuk/keluar pada terminal transportasi umum atau area penumpang.

- Pada pedestrian yang menhubungkan antara jalan dan bangunan.

- Pada pemandu arah dari fasilitas umum ke stasiun transportasi umum terdekat.

 Pemasangan ubin tekstur untuk jalur pemandu pada pedestrian yang telah ada perlu memperhatikan tekstur dari ubin eksisting sedemikian sehingga tidak terjadi kebingungan tuna netra dalam merasakan tekstur ubin pemandu dan tekstur ubin lainnya.

C) Tipe tekstur ubin pemandu a. Area Parkir

Fasilitas parkir adalah tempat parkir kendaraan yang dikendarai oleh penyandang cacat, sehingga diperlukan tempat yang lebih luas untuk naik turun kursi roda, daripada tempat parkir yang biasa. Sedangkan daerah untuk menaik-turunkan penumpang (Passenger Loading Zones) adalah tempat bagi semua penumpang, termasuk penyandang cacat, untuk naik atau turun dari kendaraan.

 Syarat:

1) Fasilitas parkir kendaraan :

- Tempat parkir penyandang cacat terletak pada rute terdekat menuju bangunan/

fasilitas yang dituju, dengan jarak maksimum 60 meter.

(35)

- Atau jika parkir tidak berhubungan langsung dengan bangunan, misalnya pada parkir taman dan tempat terbukla lainnya, maka tempat parkir harus diletakkan sedekat mungkin dengan pintu gerbang masuk dan jalur pedestrian.

- Area parkir harus cukup mempunyai ruang bebas di sekitarnya sehingga pengguna berkursi roda dapat dengan mudah masuk dan keluar dari kendaraannya.

- Area parkir khusus penyandang cacat ditandai dengan simbol/tanda umum yang berlaku.

- Pada lot parkir penyandang cacat disediakan ramp trotorir di kedua sisi kendaraan.

- Ruang parkir mempunyai lebar 370 cm untuk parkir tunggal atau 670 cm untuk parkir ganda dan sudah dihubungkan dengan ramp dan jalan menuju fasilitas- fasilitas lainnya.

- Dilarang meletakkan kursi roda di belakang mobil yang diparkir . 2) Daerah menaik-turunkan penumpang :

- Kedalaman minimal dari daerah naik turun penumpang dari jalan atau jalur lalu-lintas sibuk adalah 360 cm dan dengan panjang minimal 600 cm.

- Dilengkapi dengan fasilitas ramp, jalur pedestrian dan tanda-tanda bagi penyandang tuna netra.

- Kemiringan maksimal 1 : 20 dengan permukaan yang rata di semua bagian.

- Diberi rambu yang biasa digunakan untuk mempermudah dan membedakan dengan fasilitas serupa bagi umum.

F.5 PENDEKATAN AKSESIBILITAS

Dalam Proses perencanaan rehabilitasi Gedung nanti kami akan menggunakan beberapa aplikasi Software Desain seperti Autocad untuk menghasilkan beberapa gambar kerja dalam format gambar A3.

(36)

kemudian dilanjutkan dengan Program Software SkecthUp Untuk membuat Modelisasi 3 Dimensi sehingga bentuk dan rupa bangunan akan sangat muda dipahami,

Beberapa Contoh Gambar format A3 menggunakan software AutoCad

(37)

Apabila diperlukan akan dilanjutkan dengan Proses Rendering sehingga bentuk dan suasana bangunan akan kelihatan seperti asli baik Spot Eksterior maupun Spot Interior dengan menggunakan material yang terkini tetapi tidak mengurangi fungsi dan tipologi Bangunan.

Beberapa Contoh Gambar 3 Dimensi menggunakan software Sketch Up

Beberapa Contoh Rendering Gambar 3 Dimensi menggunakan software Lumion

(38)

F.6 PROGRAM KERJA

Program pelaksanaan pekerjaan ini disusun dengan tujuan sebagai berikut:

1. Terciptanya sistem koordinasi yang baik antara Konsultan dengan Pemberi Tugas;

2. Terciptanya koordinasi yang baik antara unit-unit kerja yang terlibat dalam penanganan pekerjaan ini;

3. Terjaminnya fungsi kontrol/pengawasan yang diperlukan;

4. Terjaminnya kelancaran pelaksanaan setiap unit kerja;

5. Terjaminnya kualitas hasil pekerjaan;

Apabila faktor-faktor tersebut diatas dapat dipenuhi, maka berarti juga kelancaran jalannya pekerjaan dapat secara keseluruhan terjamin. Rencana pelaksanaan pekerjaan memuat penetapan masing-masing item pekerjaan sesuai dengan lingkup pekerjaan yang tertera di dalam Kerangka Acuan Kerja. Rencana kerja yang dimaksud dibuat agar tahapan-tahapan pekerjaan dapat dilaksanakan tanpa ada yang terlewatkan sehingga sasaran pekerjaan ini dapat dicapai dengan waktu yang juga telah direncanakan.

Tahap pelaksanaan pekerjaan dibedakan menjadi 5 (lima) tahap sebagai berikut:

1. Tahap Pekerjaan Persiapan

2. Tahap Penyusunan Pra Perancangan

3. Tahap Penyusunan Detail Engineering Desain 4. Keluaran

1) TAHAP PEKERJAAN PERSIAPAN

Program kerja ini mencakup tahap persiapan awal, seluruh proses perencanaan dan perancangan serta kewajiban yang harus dilaksanakan konsultan pada tahap pelaksanaan konstruksinya/secara keseluruhan program kerja konsultan mencakup : (a) Mobilisasi

Dalam tahap mobilisasi ini akan dilakukan persiapan-persiapan yang menyangkut pengerahan tenaga ahli dan tenaga pelaksanaan, baik yang bersifat teknis maupun administratif dengan kualitas dan kuantitas yang sesuai dengan beban kerja, pengadaan perlengkapan kantor, bahan dan alat-alat tulis, dan pengadaan alat transportasi.

(b) Penyusunan Program Kerja

(39)

Sebagai langkah awal dari pelaksanaan pekerjaan ini. Konsultan akan menyusun program kerja dan pedoman penugasan / pengelolaan tugas, penyediaan sumber daya dan lain-lain yang harus dilaksanakan oleh semua pihak yang terlibat. Usulan ini harus mendapat persetujuan dari pengelola proyek.

(c) Persiapan Survei

Tahap ini merupakan langkah persiapan pelaksanaan survei lapangan maupun institusional yang mencakup:

• Mempelajari denah bangunan eksisting beserta kondisi di lapangan

• Pengadaan peralatan survai lapangan dan laboratorium.

• Mempelajari karakteristik dan spesifikasi masing-masing kegiatan dan fungsi bangunan.

(d) Pengamatan Karakteristik arsitektur

Pengamatan dan pengkajian arsitektur dan budaya serta perilaku merupakan hal yang esensial sebagai dasar bagi pengembangan gagasan/idea perancangan suatu bangunan.

(e) Studi Literatur

Studi literatur semua aspek yang berkaitan dengan perancangan bangunan. Studi yang dilakukan akan meliputi program ruang, kegiatan, persyaratan environment, serta persyaratan-persyaratan teknis lainnya. Hasil studi akan disesuaikan dengan kondisi Kantor Pemerintahan di kompleks Pemerintahan atau tempat dimana objek pekerjaan.

(f) Diskusi dengan pemberi tugas dan pemakai

Diskusi dengan calon pemakai (users) dilakukan untuk mendapatkan gambaran yang lebih terinci akan spesifikasi dan karakteristik program, peralatan kegiatan serta kebutuhankebutuhan khusus lainnya untuk masa sekarang maupun masa akan datang.

(g) Survei Pengumpulan Data

Data dari Pemberi Tugas Beragam data, baik primer maupun sekunder, yang banyak berkaitan dengan kegiatan administrasi kepemerintahan yang akan menempati bangunan ini serta memenuhi kebutuhan pengembangan di masa mendatang, serta aspirasi staf akan di kumpulkan melalui diskusi/wawancara dan observasi lapangan.

Secara rinci kebutuhan data dari pemberi tugas yang akan dikumpulkan meliputi:

a. Organisasi operasional kantor dan rencana pengembangannya, b. Pengukuran dan perekaman kondisi bangunan yang ada.

(40)

c. Identifikasi bagian-bagian bangunan yang penting dan harus dipertahankan.

d. Kebutuhan ruang dan rencana pengembangannya.

e. Persyaratan teknis ruang.

f. Aspirasi staff dan pimpinan.

g. Leveling setiap lantai.

h. Sistem drainasi kota dan lingkungan.

i. Kondisi tapak dan lingkungan (bangunan sekitar dsb).

j. Jaringan Air bersih.

k. Drainage dan Sewage systems.

l. Elevasi dasar saluran-saluran.

m. Sistem daya dan jaringannya.

n. Sistem jaringan telepon.

o. Rencana Pagar Keliling Bangunan p. Data Kondisi Tanah dengan alat Sondir.

F.7 TAHAP PENYUSUNAN PRA PERANCANGAN

Tahap Pra Perancangan merupakan tahapan penting dimana semua konsep-konsep dasar dirumuskan. Semua tenaga Ahli dari berbagai disiplin yang dibutuhkan akan dilibatkan dalam diskusi intensif untuk menyusun landasan perencanaan dan perancangan. Proses perencanaan dan perancangan yang dilakukan lebih bersifat sintesis dengan menggabungkan berbagai alternatif dan kombinasi alternatif yang semuanya akan dituangkan dalam laporan dengan bentuk diagramatis yang sederhana.

Berbagai pekerjaan yang akan dilakukan pada tahap Pra perancangan mencakup:

1. Penyusunan Konsep Perancangan

Konsep perancangan yang akan menjadi arahan bagi semua pertimbangan perencanaan dan perancangan tahap berikutnya, akan dirumuskan oleh Arsitek Utama dibantu oleh semua staf ahli dari masing-masing divisi. Konsep perancangan merupakan uraian diskriptif yang mencakup bidang arsitektur, sistem mekanikal, sistem elektrikal, system utilitas, sistem struktur, equipment, interior, exterior dan pengembangan lahan.

2. Pra Rancangan Arsitektur

Berisi gagasan awal rancangan arsitektural dan lansekap yang merupakan hasil transformasi dari konsep perancangan arsitektur serta site developmentnya.

3. Pra-Rancangan Struktur, Mekanikal, Elektrikal dan Utilitas.

Equipment operasional, Interior dan Exterior/Pengembangan lahan. Berisi uraian dan diagram skematis sistem-sistem struktur, mekanikal, elektrikal, utilitas, equipment operasional, Interior dan Exterior/Pengembangan lahan yang diterapkan sesuai dengan

(41)

fungsi dan karakteristik bangunan. Selain itu juga akan dijelaskan fungsi dan cara penerapannya masing-masing sistem dalam sistem bangunan secara keseluruhan.

4. Pengembangan Sistem dan Rancangan

Pengembangan sistem dan rancangan mencakup gambar-gambar hasil pengembangan rancangan arsitektural, lansekap struktur, mekanikal, elektrikal, utilitas, equipment operasional, Interior dan Exterior/Pengembangan lahan. Sebagai satu sistem bangunan yang utuh. Oleh karena penentuan dan penempatan setiap sistem harus memperhitungkan sistem-sistem lainnya, sesuai dengan kriteriakriteria yang ada dalam konsep perancangannya. Sistem yang dipilih juga harus memperhitungkan kemudahan pelaksanaannya.

5. Cost Limit

Cost limit akan disusun pada tahap pra-rancangan maupun tahap pengembangan rancangan sebagai alat kontrol agar hasil rancangan sesuai dengan kelas atau kualitas bangunan yang diinginkan.

F.8 TAHAP PENYUSUNAN DETAIL ENGINEERING DESAIN

Dalam tahapan ini semua hasil pra-rancangan yang telah dikomunikasikan dan disetujui oleh pihak pemberi tugas akan diolah lebih lanjut menjadi dokumen tender yang akan di jadikan dasar bagi pelaksanaan konstruksi. Kegiatan yang akan dilaksanakan dalam tahap ini mencakup :

a. Perhitungan dan Pembuatan Detail Rancangan

Dalam tahap ini akan didahului dengan perhitungan-perhitungan pada masing-masing sistem beserta dasar-dasarnya sesuai dengan peraturan dan persyaratan yang berlaku.

b. Perhitungan Struktur

Berisi perhitungan-perhitungan struktur yang diterapkan dalam rancangan sesuai dengan peraturan dan persyaratan yang berlaku perhitungan struktur akan merupakan bagian dari dokumen lelang.

c. Penyusunan Spesifikasi Teknis (RKS)

Spesifikasi teknis berisi penjelasan terinci tentang jenis, ukuran dan karakteristik teknis setiap material (bahan) yang akan digunakan, mencakup bidang pekerjaan, untuk memudahkan kemungkinan pelaksanaan konstruksi oleh beberapa sub kontraktor.

d. Penyusunan Rencana Anggaran Biaya (RAB)

RAB berisi penjelasan terinci tentang harga setiap pekerjaan yang akan dilaksanakan di lapangan beserta item dan volume pekerjaannya. Setiap material (bahan) yang akan

(42)

digunakan, mencakup bidang pekerjaan, untuk memudahkan kemungkinan pelaksanaan konstruksi oleh beberapa sub kontraktor.

F.9 ORGANISASI DAN PERSONIL

Pelaksanaan pekerjaan perencanaan akan dilaksanakan oleh sebuah team kerja, yang terdiri dari beberapa personal dengan berbagai disiplin keahlian yang menguasai bidang masing- masing sesuai dengan kualifikasi fungsi dan tanggung jawab yang dibutuhkan dalam pelaksanaan pekerjaan perencanaan.

Adapun jenis keahlian masing-masing personil yang terlibat dalam pelaksanaan Perencanaan Rehabilitasi Kodim 0609 Cimahi ini disesuaikan dengan kebutuhan yang digariskan dalam Kerangka Acuan Kerja (KAK).

Maka kami mengusulkan sebuah team yang akan mampu memberikan layanan yang baik dalam bidang teknis seperti dalam struktur organisasi dibawah ini .

KONSULTAN PELAKSANA Direktur PT PRAHASTA CAKRA

UTAMA

PERENCANAAN REHABILITASI KODIM 0609 CIMAHI

Team Leader

Tim Teknis

Tenaga Pendukung Office Manager

DINAS PEKERJAAN UMUM DAN PENATAAN RUANG KOTA CIMAHI

Tim Ahli

Ahli Teknik Sipil

Ahli Mekanikal

Ahli Elektrikal

Ahli K3

Asisten Tim Ahli

Asisten Ahli Arsitek

Asisten Ahli Sipil

Asisten Ahli Mekanikal

Asisten Ahli Elektrikal

Asisten Ahli K3

Keterangan : Garis Tugas

Garis Koordinasi Garis Perintah

(43)

F.10 KESEHATAN DAN KESELAMATAN KERJA

Keselamatan dan Keamanan pada masa konstruksi biasanya meliputi : a. Pembuatan Safety Plan

1 Membentuk organisasi K3 Proyek.

2 Daftar material yang memerlukan penanganan khusus.

3 Daftar peralatan yang memerlukan penanganan khusus.

4 Daftar tenaga kerja yang memerlukan keahlian tertentu.

5 Indentifikasi sumber bahaya dan pencegahannya.

6 Site Plan K3

7 Program kebersihan dan 5R ( Ringkas, Resik, Rapi, Rajin, Rawat ) b. Penerapan Sistem Manajemen Mutu

1.

A

lat pemadam kebakaran.

2. Rambu - rambu K3

Gambar

Gambar Wing Wall Pada Jendela
Gambar Peletakkan Vegetasi sebagai penyejuk
Gambar Cara Kerja Evaporative Cooling
Gambar  Perletakan
+7

Referensi

Dokumen terkait

Potensi yang ada pada tapak ini adalah luasannya yang cukup luas dengan lahan tersedia yang dapat mencakup kebutuhan luas bangunan Pusat Kebudayaan Jawa Pesisir

Proyek tersebut dibangun dengan luas tanah 4.720 m2, serta luas bangunan 45.211,7 m2, yang terdiri dari Office Tower 29 lantai, Car Parks 3 lantai pada basemant dan 8 lantai

Salah satu hal yang perlu diagendakan adalah pengambilan kesepakatan menyangkut delineasi kawasan perencanaan sebagaiman disyaratkan dalam KAK dengan mengacu pada arahan yang

Lokasi tapak terpilih untuk perencanaan dan perancangan Hotel Bisnis Bintang 4 di Kota Medan adalah tapak yang berada di Jalan Gatot Subroto Kecamatan Medan Petisah dengan

Pendekatan Perencanaan dan Perancangan berdasarkan 5 faktor penentu dalam memenuhi kebutuhan yang disesuaikan dengan fungsi dan tema dari Ekowisata Hutan Mangrove Tapak Tugurejo di

 Mahasiswa/i mampu mengumpulkan Rencana Anggaran Biaya untuk Rumah 2 Lantai dengan ketentuan luas bangunan 80 m2.  Mahasiswa mampu mengumpulkan time schedule  Mahasiswa

Dari analisa kebutuhan ruang, diperoleh perhitungan terhadap luasan perancangan, yaitu sebagai berikut :  Luasan perancangan Luas tapak terpilih 11.264 m2 KDB 60% = 60% x 11.264 m2

Penulis akan meredesain sebuah Gedung Hotel dengan menggunakan material struktur beton yang terdiri dari 8 lantai, dimana luas lahannya adalah 1789,569 m2, luas bangunan ± 6.639,801 m2