ANALISIS LEVERAGE DAN DIVIDEN DALAM LINGKUNGAN KETIDAKPASTIAN:
Pendekatan Pecking Order Theory dan Balancing Theory
aHermeindito Kaaro
Staf Pengajar Fakultas Ekonomi Universitas Katolik Widya Mandala Surabaya
ABSTRACT
Optimal capital structure or leverage has been extensively debated in the literatures. However, there is no theory can explain optimal leverage satisfactorily in general condition. This paper attempts to investigate pecking order theory as determinant of leverage in uncertainty environment. Three proxies of pecking order theory; profitability, sales and total assets growths, are employed in this study. While business risk as a proxy of balancing theory also included in this study as a control variable. This paper also investigates relationship between leverage and dividend as a paradox of pecking order theory.
Analysis periods in this study are 1998 and 1999, which are represent uncertainty environment in Indonesia. However, leverage is representing long-term financing
a Versi awal makalah ini juga telah dipresentasikan dalam Simposium Nasional Akuntansi IV di Bandung tanggal 30/31 Agustus 2001. Makalah ini juga merupakan bagian dari tugas mid-test mata kuliah Ekonometrika yang diampu oleh Prof. Dr. Soelistyo pada program Doktor bidang Manajemen di Universitas Gadjah Mada.
Penulis mengucapkan terimakasih kepada beliau dan juga kepada anonymous reviewer yang memberikan saran perbaikan makalah ini.
to measure business risk, and also to get rid of white noise caused by earning management.
Five research findings can be summarized as follows. First, regression models’ results with controlling variable are stronger than without controlling variable. Second, there are no structural stability of regression models with controlling variable between the two periods, which are based on period of 1998 and period of 1999. Hence, pooling regression cannot be used in this study. Third, in regression models with controlling variable, all proxies of pecking order theory and balancing theory are statistically significant as theories expected. Fourth, balancing theory is superior to pecking order theory as determinant of leverage in uncertainty environment. Fifth, the R2 of the regression models with controlling variable are relatively high indicate that the models are sufficiently robust. Sixth, and the most important research finding, there is no strong relationship between leverage and dividend as pecking order theory expected.
Keyword: pecking order theory, balancing theory, leverage, and uncertainty environment.
A. PENDAHULUAN
Relevansi keputusan pendanaan dengan keputusan investasi merupakan salah satu fokus penting dalam manajemen keuangan yang masih menjadi perdebatan hingga saat ini.
Berdasarkan asumsi pasar persaingan sempurna, Fisher separation theorem secara tegas memisahkan keputusan investasi dengan keputusan pendanaan (dalam Copeland dan Weston, 1988: 12). Argumentasi ini paralel dengan studi Modigliani dan Miller (1958) bahwa leverage tidak relevan dengan nilai perusahaan.
Dua tahap dalam teori Fisherian secara tegas memisahkan keputusan investasi dan keputusan pendanaan. Tahap I, manajemen melakukan keputusan investasi dengan mempertimbangkan prospek perusahaan. Tahap II, manajemen memutuskan sumber pendanaan. Bila asumsi pasar sempurna dilonggarkan, tampak bahwa manajemen memiliki informasi tentang prospek perusahaan lebih baik daripada investor. Pelonggaran asumsi memunculkan beberapa teori struktur modal berbasis informasi asimetris seperti agency theory (Jensen dan Meckling, 1976), pecking order theory (Myers, 1984), dan signaling hypothesis.
Studi-studi analitis maupun empiris membuktikan bahwa pelonggaran asumsi memberikan hasil yang bertentangan dengan konsep Fisher separation theorem maupun MM. Studi Taggart (1980) menunjukkan bahwa preferensi investor tidak dapat diketahui secara sempurna. Barnea, et al. (1981) menunjukkan bahwa terdapat masalah keagenan dan kecenderungan investor untuk menghindari pajak progresif melalui tax arbitrage sehingga berdampak pada ketidakseimbangan fungsi kurva permintaan dan penawaran utang.
DeAngelo dan Masulis (1980a) menunjukkan bahwa utang dan dividen relevan bila ada pajak dan bila kondisi ekuilibrium tidak tercapai. DeAngelo dan Masulis (1980b) juga menunjukkan bahwa perusahaan juga berusaha mencari alternatif non-debt taxshield sehingga diperoleh interior solution dalam struktur modal. Studi empiris yang dilakukan oleh Change dan Rhee (1990) menunjukkan hasil yang bertentangan dengan teori MM. Koch dan Shenoy (1999) membuktikan bahwa interaksi antara kebijakan dividen dan struktur modal terbukti berpengaruh signifikan terhadap future cash flow.
Gambaran umum tersebut menunjukkan bahwa tiga teori berbasis informasi asimetris lebih mendekati fenomena riil. Penelitian ini difokuskan pada pecking order theory dengan didasarkan pada dua argumentasi. Pertama, Pecking order theory didasarkan pada urutan sumber pendanaan dari laba ditahan, utang, dan yang terakhir adalah penerbitan ekuitas baru.
Urutan pendanaan tersebut didasarkan pada preferensi logis investor terhadap prospek perusahaan, penyimpangan kebijakan pendanaan dari urutan tersebut ditangkap oleh investor luar sebagai sinyal negatif Berdasarkan proses tersebut, signaling theory secara implisit telah termasuk dalam pokok pembahasan. Kedua, pecking order theory konsisten dengan tujuan theory of the firm agar manajer bertindak disiplin dalam memaksimumkan
kemakmuran pemilik (Shyam-Sunder dan Meyrs, 1999), sedangkan agency theory memiliki paradigma yang berbeda dengan theory of the firm.
Pecking order theory menjelaskan preferensi manajer dalam menentukan urutan sumber pendanaan diawali dari modal internal. Sumber pendanaan dapat diperoleh dari modal internal dan modal eksternal. Modal internal berasal dari laba ditahan dan beban nonkas seperti depresiasi, sedangkan modal eksternal dapat bersumber dari modal sendiri dan atau melalui utang. Brigham et al. (1999) mengemukakan bahwa penggunaan utang yang berbeban bunga memiliki keuntungan dan kelemahan bagi perusahaan. Keuntungan penggunaan utang adalah (a) biaya bunga mengurangi penghasilan kena pajak, sehingga biaya utang efektif menjadi lebih rendah; (b) kreditor hanya mendapat biaya bunga yang relatif bersifat tetap, sehingga kelebihan keuntungan merupakan klaim bagi pemilik perusahaan; (c) bondholder tidak memiliki hak suara sehingga pemilik dapat mengendalikan perusahaan dengan dana yang lebih kecil.
Penggunaan utang memiliki kelemahan karena (a) utang yang semakin tinggi meningkatkan risiko technical insolvency (Gitman, 1994); (b) bila bisnis perusahaan tidak dalam kondisi yang bagus, pendapatan operasi menjadi rendah dan tidak cukup untuk menutup biaya bunga sehingga kekayaan pemilik berkurang. Pada kondisi ekstrim, kerugian tersebut dapat membahayakan perusahaan karena dapat terancam kebangkrutan.
Pecking order theory tidak secara eksplisit membahas risiko prospek perusahaan, walaupun urutan pendanaan didasarkan pada risiko atau ketidakpastian prospek perusahaan pada masa yang akan datang. Ketidakpastian lingkungan bisnis sejak krisis ekonomi pada pertengahan 1997 tidak dapat diabaikan. Risiko bisnis sebagai proksi balancing theory atau trade-off theory (Baxter, 1967; serta Kraus dan Litzenberger, 1973) dimasukkan dalam model sebagai variabel kontrol.
Penelitian ini mengkombinasikan dua fenomena, prospek perusahaan dan risiko perusahaan dalam kondisi ketidakpatian lingkungan bisnis di Indonesia karena krisis ekonomi sejak 1997. Prospek perusahaan dapat diproksi dari profitabilitas dan pertumbuhan ukuran perusahaan selama periode waktu tertentu (Carleton dan Silberman, 1977; Barton et al, 1989; Baskin, 1989; serta Chang dan Rhee, 1990), sedangkan konsep risiko perusahaan dapat diproksi dari varian atau deviasi standar return on assets (Carleton dan Silberman,
1977; Barton et al, 1989; Cruthley dan Hansen, 1989; Chang dan Rhee, 1990; serta Bayless dan Diltz, 1994). Bukti-bukti empiris menunjukkan bahwa tidak semua indikator prospek perusahaan dan risiko perusahaan memberikan hasil yang konsisten. Hal tersebut tidak mengherankan karena tidak ada teori tunggal struktur modal yang secara universal mampu menjelaskan kebijakan pendanaan dalam dimensi ruang dan waktu yang berbeda.
Persoalan mengenai hubungan leverage dan dividen juga masih menjadi teka-teki.
Pecking order theory mengasumsikan bahwa dividen bersifat sticky (Myers, 1984) sehingga cenderung tidak berubah dari waktu ke waktu. Pada sisi lain, tingkat leverage perusahaan cenderung mengalami fluktuasi tergantung pada tingkat investasi dan ketersediaan modal internal perusahaan. Argumentasi ini berbeda dengan studi empiris mengenai pecking order theory yang mengkaji dampak dividen terhadap leverage yang memberikan bukti bertentangan (Baskin, 1989; Adedeji, 1998; serta Wibowo dan Erkaningrum, 2002).
Penelitian ini memiliki dua tujuan. Pertama, mengembangkan model yang tepat untuk menjelaskan kebijakan pendanaan. Kedua, menyelidiki pengaruh pecking order theory terhadap kebijakan pendanaan yang dilakukan oleh manajer dalam menghadapi ketidakpastian lingkungan bisnis.
Pembahasan berikutnya disusun dalam empat bagian. Pertama membahas tentang tinjauan teori dan penyusunan hipotesis. Kedua, menentukan metode penelitian yang meliputi definisi operasioanl variabel, teknik analisis, serta data dan sampel penelitian. Ketiga pembahasan hasil penelitian, dan terakhir merupakan simpulan dan arah bagi penelitian lebih lanjut.
B. TINJAUAN TEORI DAN HIPOTESIS
Pada bagian pendahuluan telah disinggung mengenai keunggulan dan kelemahan penggunaan utang. Keunggulan dan kelemahan penggunaan utang memunculkan konsep trade-off dalam balancing theory. Kunci dari balancing theory adalah menyeimbangkan manfaat dan biaya dari penggunaan utang dalam struktur modal (Gardner dan Trzcinka,
1992; serta Bayless and Diltz, 1994) sehingga disebut pula sebagai trade-off theory (Brigham et al. 1999).
Terdapat inconsistency antara trade-off theory dan pecking order theory yang dikemukakan oleh Donalson (Myers, 1984). Trade-off theory tidak membedakan urutan pemilihan sumber pendanaan. Ekuitas yang bersumber dari laba ditahan atau dari penerbitan saham baru tidak dibedakan. Pecking order theory membedakan ekuitas yang diperoleh dari laba ditahan dan penerbitan saham baru karena urutan pilihan atau prioritas sumber pendanaan menempatkan laba ditahan pada posisi paling atas, sedangkan penerbitan saham baru berada pada urutan bawah.
Meyrs (1984) berpendapat bahwa keputusan pendanaan berdasarkan pecking order theory yang dikemukakan Donalson tahun 1961 mengikuti kriteria:
1. Perusahaan lebih menyukai pendanaan dari sumber internal.
2. Perusahaan menyesuaikan target pembayaran dividen terhadap peluang investasi.
3. Kebijakan dividen bersifat sticky, sehingga dampak fluktuasi profitabilitas dan peluang pada aliran kas internal bisa lebih besar atau lebih kecil dari pengeluaran investasi.
4. Bila dana eksternal dibutuhkan, perusahaan memilih sumber dana dari utang karena dipandang lebih aman dari ekuitas. Ekuitas merupakan pilihan terakhir dari pecking order theory sebagai sumber untuk memenuhi kebutuhan investasi.
Kriteria 2 dan 3 membawa implikasi bahwa kebijakan dividen lebih relevan dengan keputusan investasi daripada dengan keputusan pendanaan.1 Kebijakan manajemen meningkatkan dividen hanya dilakukan bila mereka memiliki keyakinan akan dapat menjaga stabilitas dividen pada masa yang akan datang agar tetap sticky.
Gambar 1 menunjukkan pergerakan hipotetis dividen yang bersifat sticky dan leverage yang bersifat stochastic menurut pecking order theory (Myers, 1996). Tampak bahwa fluktuasi dividen relatif rendah. Pada sisi lain, target rasio utang tidak terdefinisi dengan baik (stochastic), sehingga berfluktuasi tergantung pada peluang investasi dan sumber dana internal yang diperoleh perusahaan. Berdasarkan argumentasi ini tampak bahwa
1 Pembahasan relevansi kebijakan dividen dan keputusan investasi di luar pokok bahasan, sehingga tidak dianalisis lebih lanjut
sesungguhnya kebijakan dividen tidak relevan dengan kebijakan pendanaan. Perubahan dividen lebih tepat dipandang sebagai sinyal prospek perusahaan daripada keputusan pendanaan.
Argumentasi ini menyanggah studi Baksin (1989) dan studi Adedeji (1998) yang menemukan bahwa dividen sebagai proksi pecking order theory berdampak positif dan signifikan terhadap leverage perusahaan. Hasil studi Baskin dan Adedeji lebih tepat dipandang sebagai anomali atau kontradiktif daripada menjelaskan pecking order theory.
Studi Adedeji (1998) yang membuktikan bahwa dividen berpengaruh positif terhadap leverage juga kurang robust, sebagian hasil menunjukkan pengaruh signifikan sedangkan sebagian hasil terbukti tidak signifikan. Studi Allen (1993 dalam Addeji 1998) sert Wibowo dan Erkaningrum (2002) menunjukkan bahwa dividen berpengaruh negatif terhadap leverage. Berdasarkan hasil studi yang tidak konsisten menunjukkan bahwa pengaruh signifikan dividen terhadap leverage lebih bersifat semu (spurious) dan suatu kebetulan.
Berdasarkan argumentasi pecking order theory, hipotesis penelitian dinyatakan sebagai berikut:2
2 H1 dalam penelitian ini sama dengan hipotesis nul dalam pengujian secara statistik %
Dividen
Leverage
0 waktu
_______________________________________________________________
Gambar 1: Pergerakan Hipotetis Sticky Dividend dan Stochastic Leverage
H1: Kebijakan dividen tidak berpengaruh terhadap kebijakan pendanaan (leverage) perusahaan
Berdasarkan asumsi dividen sticky, profitabilitas yang semakin tinggi akan meningkatkan sumber internal sehingga proporsi penggunaan utang menjadi relatif kecil.
Konsep ini konsisten dengan studi empiris Carleton dan Silberman (1977), Barton dan Sundaram (1989), Baskin (1989), serta Chang dan Rhee (1990). Oleh karena itu dapat disusun hipotesis sebagai berikut:
H2: Profitabilitas berdampak negatif terhadap leverage perusahaan.
Hipotesis kedua relatif lemah karena profitabilitas cenderung bersifat jangka pendek, sedangkan keputusan pendanaan lebih bersifat jangka panjang. Dalam jangka pendek, manajemen dapat melakukan earning management sehingga dapat menyebabkan white noise efek jangka pendek profitabilitas terhadap leverage.
Pendekatan pertumbuhan perusahaan merupakan komplemen profitabilitas sebagai proksi pecking order theory untuk menilai prospek perusahaan di masa yang akan datang.
Dua pertumbuhan ukuran perusahaan yang terkait tetapi memiliki implikasi yang berbeda terhadap leverage adalah pertumbuhan penjualan dan pertumbuhan total aktiva. Pertumbuhan penjualan mencerminkan prospek perusahaan dengan horison waktu lebih panjang dari profitabilitas tetapi lebih pendek dari pertumbuhan total aktiva. Pertama, pertumbuhan penjualan mencerminkan tingkat produktifitas terpasang yang siap beroperasi, kedua mencerminkan kapasitas saat ini yang dapat diserap pasar dan mencerminkan daya saing perusahan dalam pasar. Peningkatan penjualan mencerminkan peningkatan penerimaan.
Berdasarkan asumsi skala ekonomis maka efek pertumbuhan penjualan terhadap leverage perusahaan cenderung negatif. hal ini paralel dengan efek profitabilitas terhadap leverage perusahaan. Konsep ini konsisten dengan studi Carleton dan Silberman (1977), Barton et al.
(1989).
H3: Pertumbuhan penjualan berdampak negatif terhadap leverage perusahaan.
Pertumbuhan total aktiva juga mencerminkan prospek perusahaan tetapi membawa implikasi yang berbeda terhadap leverage dibandingkan dengan dua hipotesis sebelumnya.
Pertumbuhan total aktiva cenderung berdampak positif terhadap leverage perusahaan.
Konsep ini didasarkan pada dua argumentasi. Pertama, berbeda dengan pertumbuhan penjualan yang setiap upaya (termasuk biaya) yang dilakukan secara langsung membawa implikasi pada penerimaan, pertumbuhan aktiva perusahaan lebih mencerminkan horison waktu lebih panjang dari pertumbuhan penjualan. Investasi pada aktiva membutuhkan waktu3 sebelum siap dioperasikan sehingga aktivitas yang dilakukan tidak langsung terkait dengan penerimaan. Oleh karena itu, peningkatan aktiva dilakukan perusahaan bila terdapat prospek bagus. Kebutuhan dana internal yang tidak mencukupi akan mendorong perusahaan menggunakan utang. Oleh karena itu pertumbuhan total aktiva cenderung berdampak positif terhadap leverage perusahaan. Konsep ini konsisten dengan studi empiris Baskin (1989), serta Chang dan Rhee (1990).
H4: Pertumbuhan total aktiva berdampak positif terhadap leverage perusahaan.
C. METODE PENELITIAN
1. Definisi Operasional Variabel
Tabel 1 menunjukkan pengukuran variabel terikat dan variabel bebas. Variabel terikat (IBD.TA) dalam penelitian ini disesuaikan dengan ketersediaan data laporan keuangan perusahaan. Penelitian ini menggunakan total aktiva sebagai penyebut karena selama periode penelitian terdapat banyak perusahaan memiliki ekuitas negatif, sehingga istilah leverage lebih tepat daripada struktur modal.
Variabel bebas yang digunakan dalam penelitian ini meliputi dividen, profitabilitas, pertumbuhan penjualan, pertumbuhan aktiva, dan risiko perusahaan. Semua variabel bebas diukur berdasarkan data lima tahun periode, kecuali variabel penghasilan dividen (DY).
3 Proses dari perencanaan hingga pembangunan pabrik (asset in place) mungkin membutuhkan waktu lebih dari 1 periode sebelum siap dioperasikan. Produksi awal tidak dapat meningkatan penerimaan secara substansial melainkan secara bertahap sesuai dengan konsep siklus hidup produk.
Pertimbangan tersebut didasarkan pada argumentasi bahwa keputusan leverage cenderung bersifat jangka panjang, perubahan struktur modal dalam jangka pendek membutuhkan adjustment cost yang sangat besar (Myers, 1984). Hasil analisis pendahuluan (tidak disajikan dalam tabel) menunjukkan bahwa data tahunan kurang robust dibandingkan data rata-rata.
Tabel 1 meringkas pengukuran operasional variabel bebas.
Tabel 1: Pengukuran Variabel
Simbol Operasionalisasi Variabel Proksi IBD.TA IBDit / TAit Financial policy
DY *) Dt / Pt-1 Dividend Policy
M.ROA
n
{ [OIit / TAit] } / n
t=1
Pecking order theory
M.SG n
{ ([Sit – Sit-1] / Sit-1 ) } / n
t=1
Pecking order theory
M.TAG n
{ ([TAit – TAit-1] / TAit-1 ) } / n
t=1
Pecking order theory
SD.ROI n _____
{ ([ROIit – ROI] / [n – 1] ) }0,5
t=1
Balancing theory (as a control variable)
Keterangan:
*) juga diukur dengan dummy, 1 untuk perusahaan yang menyediakan dividend yield, dan 0 lainnya
IBD.TA = interest bearing debt to total assets DY = dividend yield, D= dividen, P = stock price M.ROA = mean return on assets, OI = operating income M.SG = mean sales growth, S = sales
M.TAG = mean total assets growth, TA = total assets SD.ROI = standard deviation of return on investment n = jumlah periode
2. Sampel dan Data
Sampel yang digunakan dalam penelitian ini adalah perusahaan manufaktur yang go- public di Indonesia. Beberapa perusahaan dikeluarkan dari sampel penelitian karena data memiliki distribusi yang tidak normal (outlier) dengan penyimpangan lebih dari 3 kali deviasi
standar dari variabel analisis. Terdapat 83 perusahaan yang memenuhi syarat untuk dianalisis lebih lanjut setelah data outlier dikeluarkan dari sampel. Data yang dibutuhkan dalam penelitian ini adalah laporan keuangan perusahaan dari 1994-1998 (untuk analisis 1998) dan 1995-1999 (untuk analisis 1999). Data 5 periode (tahun) untuk menghitung nilai rata-rata. Data diperoleh dari Indonesian Capital Market Directory.
3. Teknik Analisis
Hipotesis penelitian diuji dengan menggunakan uji t untuk setiap koefisien parameter yang diperoleh dari model regresi. Model analisis regresi untuk kedua periode tersebut secara umum dapat dinyatakan sebagai berikut:
IBD.TAi98 = 0 + 1DYi98 + 2MROAi1 + 3MSGi1 + 4MTAGi1 + 5 ROI i1.+ uit1
IBD.TAi99 = 0 + 1DYi98 + 2MROAi2 + 3MSGi2 + 4MTAGi2 + 5 ROI i2 + it
Keterangan:
IBD.TAi98 = interest bearing debt to total assets perusahaan ke i periode 1998 IBD.TAi99 = interest bearing debt to total assets perusahaan ke i periode 1999 DYi98 = dividend yield perusahaan ke i periode 1998
DYi99 = dividend yield perusahaan ke i periode 1999 MROAi = rata-rata return on assets perusahaan ke i
MSG i = rata-rata pertumbuhan penjualan perusahaan ke i MTAG i = rata-rata pertumbuhan total aktiva perusahaan ke i
i.ROI i = deviasi standar return on investment perusahaan ke i
subscript 1 = periode data perhitungan rata-rata dan deviasi standar (1994-1998) subscript 2 = periode data perhitungan rata-rata dan deviasi standar (1995-1999)
dan = koefisien parameter
= kesalahan pengganggu
Deviasi standar ROI digunakan sebagai variabel kontrol karena pertimbangan ketidakpastian lingkungan bisnis sejak krisis ekonomi pada pertengahan 1997. Variabel
dummy untuk dividend yield juga digunakan karena terdapat cukup banyak perusahaan yang tidak membagikan dividen selama periode penelitian, sehingga mungkin dapat menyebabkan spurious correlation bila hanya menggunakan data dividend yield dengan skala rasio.
D. HASIL PENELITIAN 1. Deskripsi Data
Tabel 2 menunjukkan deskripsi variabel penelitian. Tingkat leverage (IBD.TA) perusahaan pada periode 1998 dan 1999 relatif tinggi, tetapi terdapat penurunan leverage relatif rendah pada periode 1999 dari periode1998. Penurunan leverage lebih disebabkan oleh keputusan manajemen untuk tidak menggunakan utang baru setelah utang jangka panjang jatuh tempo pada periode 1998, bukan karena peningkatan laba ditahan karena pada periode 1999, profitabilitas perusahaan relatif lebih rendah daripada periode 1998.
Rata-rata pertumbuhan penjualan maupun pertumbuhan total aktiva pada kedua periode relatif tinggi, hasil ini mengindikasikan bahwa walaupun menghadapi ketidakpastian lingkungan bisnis akibat krisis ekonomi, manajemen berkeyakinan bahwa masih terbuka peluang investasi untuk mengembangkan bisnis perusahaan. Peningkatan risiko bisnis pada periode 1999 dari periode 1998 tidak mengherankan karena pada periode 1999 mencakup data 5 periode sebelumnya, yakni tiga periode ekonom krisis dan dua periode ekonomi normal. Oleh karena itu tingkat risiko menjadi cenderung lebih tinggi pada periode ekonomi krisis.
Tabel 2: Statistik Deskriptif
Variabel n 1998 1999
Mean DS Mean DS
IBD.TA 83 0,7495 0,5502 0,7216 0,7345 DY 83 1,3083 4,6158 1,1999 2,3658 ROA 83 0,1058 0,1283 0,1034 0,1274 MROA 83 0,1027 0,0733 0,0997 0,0756 MSG 83 0,3601 0,5729 0,3908 0,4984 MTAG 83 0,3201 0,5468 0,3136 0,3724 SDROI 83 0,1138 0,1502 0,1203 0,1451 Keterangan: n = ukuran sampel; DS = deviasi standar
Secara keseluruhan, hanya ada dua perubahan menyolok pada kedua periode.
Pertama, peningkatan deviasi standar leverage yang cukup besar pada periode 1999 dari periode 1998. Kedua, penurunan dividen yield pada periode 1999 dari periode 1998 juga relatif tinggi.
2. Analisis Regresi Tanpa Variabel Kontrol untuk Setiap Periode
Tabel 3 menunjukkan ringkasan hasil analisis regresi tanpa memasukkan variabel kontrol. White Heteroskedasticity-Consistent Standard Errors & Covariance digunakan sebagai pengganti ordinary least square karena terdapat masalah heteroskedastisitas dalam model regresi. Hasil analisis pada semua persamaan (kecuali 3b) menunjukkan bahwa dividend yield berpengaruh negatif dan signifikan terhadap leverage, sedangkan studi Baskin (1989) berpengaruh positif terhadap leverage. Hasil signifikan tidak konsisten dengan hipotesis dividen sticky sebagai asumsi dasar pecking order theory.
Tabel 3 menunjukkan bahwa penghasilan dividen berpengaruh negatif dan signifikan terhadap leverage pada semua model regresi kecuali pada persamaan [3b]. Analisis dengan menggunakan variabel dummy digunakan sebagai alternatif karena terdapat cukup banyak perusahaan yang tidak membayarkan dividen. Hasil analisis dengan menggunakan variabel dummy terbukti berpengaruh signifikan terhadap leverage. Hasil ini menunjukkan bahwa dividen tidak sticky seperti yang diasumsikan dalam pecking order theory. Penyimpangan asumsi pecking order theory ini akan dibahas secara terperinci pada bagian berikutnya.
ROA (diukur berdasarkan pada periode t) berpengaruh negatif terhadap leverage sesuai dengan prediksi teori, tetapi pengaruhnya tidak konsisten karena hanya signifikan pada periode 1999. Pengaruh MROA (rata-rata ROA lima periode sebelumnya) terbukti negatif dan signifikan terhadap leverage pada semua periode sesuai dengan prediksi pecking order theory. Tabel 3 menunjukkan bahwa MROA berpengaruh negatif dan signifikan terhadap leverage pada semua model regresi, sedangkan ROA hanya berpengaruh signifikan pada periode 1999 saja. Hasil ini membuktikan bahwa MROA dapat mengurangi white noise dari kemungkinan earning management.
Tabel 3: Ringkasan Hasil Analisis Regresi Leverage tanpa Variabel Kontrol untuk Data Setiap Periode (Angka dalam kurung adalah nilai t)
Variabel Pre- diksi Teori
1998 1999 1998 1999 1998 1999 1998 1999
1a 1b 2a 2b 3a 3b 4a 4b
Konstan 0,959*** 1,042*** 0,970*** 1,061*** 1,107*** 1,249 1,106*** 1,261***
(5,623) (5,119) (5,693) (5,108) (5,271) (3,821) (5,306) (3,968)
DY TS -0,0123* -0,043*** - - -0,019*** -0,020 - -
(-1,927) (-3,067) - - (-2,647) (-0,752) - -
Dum DY TS - - -0,250*** -0,240*** - - -0,288*** -0,155*
- - (-3,851) (-2,786) - - (-3,922) (-1,677)
ROA (–) -1,289 -1,532** -1,200 -1,491*** - - - -
(-1,376) (-2,493) (-1,276) (-2,639) - - - -
MROA (–) - - - - -2,569** -3,955* -2,400* -3,823*
- - - - (-2,037) (-1,826) (-1,932) (-1,912) MSG (–) -0,171* -0,141 -0,168* -0,141 -0,193* -0,093 -0,188*** -0,097
(-1,888) (-1,183) (-1,879) (-1,189) (-3,248) (-0,923) (-3,160) (-0,980) MTAG (+) 0,015 -0,177 0,010 -0,176 0,000 -0,232 -0,003 -0,229
(0,109) (-0,557) (0,071) (-0,559) (0,003) (-0,708) (-0,021) (-0,712)
R2 0,1465 0,1365 0,1594 0,1393 0,1765 0,2052 0,1857 0,2098 Adj. R2 0,1027 0,0922 0,1162 0,0952 0,1343 0,1645 0,1440 0,1693 F 3,3464** 3,082** 3,697*** 3,156** 4,179*** 5,035*** 4,447*** 5,177***
CI maks. 3,306 3,867 3,361 3,924 4,086 4,748 4,143 4,666
VIF maks. 1,796 1,783 1,798 1,783 1,802 1,792 1,803 1,790
Chow test 0,347 0,132 0,369 0,333
Keterangan: *** sig, pada = 0,01; ** sig, pada = 0,05; * sig, pada = 0,10;
TS = tidak signifikan; CI = condition index, VIF = variance inflating factor
Rata-rata pertumbuhan penjualan berpengaruh negatif dan signifikan terhadap leverage sesuai dengan prediksi teori hanya pada periode 1998, sedangkan periode 1999 terbukti tidak berpengaruh signifikan terhadap leverage. Rata-rata pertumbuhan total aktiva juga tidak berpengaruh signifikan terhadap leverage pada semua model regresi.
Secara keseluruhan, model-model persamaan pada Tabel 3 menyediakan hasil yang relatif lemah, selain sebagian besar hasil analisis tidak konsisten dengan teori, kemampuan variabel analisis dalam menjelaskan leverage relatif rendah. Semua persamaan tidak menunjukkan penyimpangan asumsi multikolinearitas karena nilai condition index (CI) maksimum dan variance inflating factor (VIF) maksimum relatih rendah.
438 Hermeindito Kaaro
tidak terdapat perbedaan struktur model regresi dari kedua periode, sehingga pooling regression dapat diterapkan. Tabel 4 menunjukkan ringkasan hasil regresi dengan White Heteroskedasticity-Consistent Standard Errors & Covariance dari penggabungan data 1998 dan 1999.
Tabel 4: Ringkasan Hasil Analisis Regresi Leverage tanpa Variabel Kontrol untuk Data Gabungan (Angka dalam kurung adalah nilai t)
Variabel Prediksi Teori
1998-1999 1998-1999 1998-1999 1998-1999
1 2 3 4
Konstan 0,988*** 1,005*** 1,172*** 1,176***
(7,975) (8,072) (6,417) (6,458)
DY TS -0,019** - -0,021*** -
(-2,082) - (-2,973) -
Dum DY TS - -0,250*** - -0,233***
- (-4,295) - (-4,311)
ROA (–) -1,476*** -1,313** - -
(2,684) (-2,380) - -
MROA (–) - - -3,244*** -3,019***
- - (-2,859) (-2,648)
MSG (–) -0,161** -0,162** -0,159*** -0,159***
(-2,367) (-2,419) (-3,175) (-3,171)
MTAG (+) -0,044 -0,044 -0,072 -0,070
(-0,329) (-0,333) (-0,537) (-0,523)
R2 0,1309 0,1433 0,1858 0,1930
Adj. R2 0,1093 0,1220 0,1655 0,1729
F 6,064*** 6,734*** 9,182*** 9,626***
VIFmaks. 1,764 1,763 1,771 1,770
CI maks. 3,443 3,536 4,165 4,300
Keterangan: *** sig, pada = 0,01; ** sig, pada = 0,05; * sig, pada = 0,10;
TS = tidak signifikan; CI = condition index, VIF = variance inflating factor
Hasil analisis pooling regression pada Tabel 4 menunjukkan bahwa penghasilan dividen yang diukur dengan skala rasio maupun nominal terbukti berpengaruh negatif dan signifikan pada semua model regresi. Hasil ini menolak hipotesis penelitian bahwa kebijakan
dividen tidak relevan dengan kebijakan pendanaan. Penyimpangan asumsi pecking order theory ini akan dibahas secara terperinci pada bagian berikutnya.
Profitabilitas yang diukur dari data per periode (ROA) maupun rata-rata lima periode (MROA) serta rata-rata pertumbuhan penjualan terbukti berpengaruh negatif dan signifikan sesuai dengan prediksi pecking order theory pada semua model regresi. Hanya rata-rata pertumbuhan total aktiva yang tidak berpengaruh signifikan terhadap leverage perusahaan.
Semua persamaan tidak menunjukkan penyimpangan asumsi multikolinearitas karena nilai condition index (CI) maksimum dan variance inflating factor (VIF) maksimum relatih rendah. Secara keseluruhan, hanya profitabilitas dan pertumbuhan penjualan menunjukkan pengaruh negatif dan signifikan terhadap leverage konsisten dengan prediksi teori, sedangkan dividend yield dan pertumbuhan total aktiva menunjukkan hasil yang tidak konsisten dengan prediksi teori. Berdasarkan nilai adjusted R2, tampak bahwa kemampuan model regresi dalam menjelaskan leverage relatif lemah, tetapi persamaan dengan MROA relatif lebih baik daripada ROA.
Hasil analisis tanpa variabel kontrol, baik berdasarkan pada analisis regersi data per periode maupun analisis regersi data gabungan tidak memberikan hasil yang sesuai dengan prediksi pecking order theory. Seperti telah disinggung sebelumnya, ketidakpastian lingkungan bisnis mencerminkan risiko yang dihadapi manajemen maupun investor, sehingga risiko bisnis sebagai proksi dari balancing theory menjadi relevan untuk dipertimbangkan dalam studi ini. Sub bab berikut ini membahas analisis dengan mempertimbangkan risiko bisnis dalam model regresi.
3. Analisis Regresi dengan Variabel Kontrol
Tabel 5 menunjukkan ringkasan hasil analisis regresi setelah mempertim-bangkan variabel risiko bisnis dalam model regresi dengan White Heteroskedas-ticity-Consistent Standard Errors & Covariance. Dalam analisis ini, profitabilitas yang dipertimbangkan hanya MROA, sedangkan ROA tidak dipertimbangkan karena MROA terbukti lebih superior daripada ROA.
Hasil analisis pada Tabel 5 menunjukkan bahwa dividend yield, baik diukur dengan skala rasio maupun skala nominal (variabel dummy) terbukti tidak berpengaruh signifikan terhadap leverage pada semua persamaan regresi. Hasil analisis pada persamaan 3a dan 3b relatif tidak mengalami perubahan substansial dengan maupun tanpa variabel dividend yield.
Hasil ini konsisten dengan asumsi dividen sticky dalam pecking order theory dan terbukti mendukung hipotesis pertama bahwa kebijakan dividen tidak relevan dengan kebijakan pendanaan.
Tabel 5: Ringkasan Hasil Analisis Regresi Leverage dengan Variabel Kontrol untuk Data Setiap Periode (Angka dalam kurung adalah nilai t)
Variabel Prediksi Teori
1998 1999 1998 1999 1998 1999
1a 1b 2a 2b 3a 3b
C 0,505 0,425*** 0,503*** 0,439*** 0,496*** 0,434***
(8,010***) (4,018) (7,913) (4,210) (8,168) (4,195)
DY TS -0,005 -0,021 - - - -
(-1,180) (-1,173) - - - -
Dum DY TS - - -0,048 -0,093 - -
- - (-0,684) (-0,947) - -
MROA (–) -0,969** -1,674*** -0,947** -1,747*** -0,974** -2,001***
(-2,542) (-2,824) (-2,449) (-3,058) (-2,566) (-4,986) MSG (–) -0,200*** -0,241*** -0,199*** -0,240*** -0,200*** -0,233***
(-3,796) (-2,777) (-3,777) (-2,805) (-3,783) (-2,800) MTAG (+) 0,201*** 0,262** 0,202*** 0,259** 0,205*** 0,254**
(3,878) (2,219) (3,867) (2,213) (3,995) (2,187) SDROI (+) 3,141*** 4,156*** 3,142*** 4,142*** 3,163*** 4,155***
(11,646) (5,154) (11,441) (5,122) (12,407) (5,281)
R2 0,8251 0,7976 0,824 0,797 0,8235 0,7943
Adj. R2 0,8137 0,7845 0,813 0,784 0,8144 0,7838
F 72,652*** 60,692*** 72,272*** 60,474*** 90,962*** 75,311***
CI maks. 5,079 5,880 5,132 5,827 4,967 5,490
VIF maks. 1,863 1,898 1,867 1,895 1,851 1,892
Ramsey 11.057*** 55.223*** 12.098*** 53.934*** 9.372*** 47.205***
Chow test 2,882** 2,532** 3,308***
Keterangan: *** sig, pada = 0,01; ** sig, pada = 0,05;
TS = tidak signifikan; CI = condition index, VIF = variance inflating factor
Rata-rata profitabilitas dan pertumbuhan penjualan berpengaruh negatif dan signifikan terhadap leverage secara konsisten pada semua persamaan regresi. Hasil ini konsisten dengan pecking order theory dan mendukung hipotesis kedua dan ketiga.
Pertumbuhan total aktiva pada model tanpa variabel kontrol tidak berpengaruh signifikan terhadap leverage. Pada analisis dengan variabel kontrol, pertumbuhan total aktiva terbukti berpengaruh positif dan signifikan terhadap leverage pada semua persamaan regresi.
Hasil ini konsisten dengan pecking order theory dan mendukung hipotesis keempat.
Variabel deviasi standar ROI berpengaruh positif dan signifikan terhadap leverage konsisten dengan prediksi balancing theory. Hasil analisis menunjukkan bahwa deviasi standar ROI merupakan variabel yang dominan dalam menjelaskan leverage perusahaan.
Hasil ini tidak mengherankan karena dalam kondisi ketidakpastian lingkungan bisnis, pertimbangan terhadap risiko kegagalan bisnis menjadi sangat penting bagi manajemen.
4. Teka-teki Dividen
Analisis dengan variabel kontrol terbukti memberikan hasil terbaik dan mendukung semua hipotesis penelitian, tetapi model regresi yang digunakan terbukti tidak akurat.
Pengujian bentuk model regresi linear versus non linear dengan MacKinnon-White-Davidson test (tidak ditunjukkan dalam tabel)4 (Gujarati, 1995: 265) menunjukkan bahwa model regresi lebih berbentuk linear daripada log-linear, tetapi pengujian linear versus non linear dengan Ramsey RESET test pada Tabel 5 menunjukkan bahwa model regresi periode 1998 dan 1999 tidak berbentuk linear.
Variabel deviasi standar ROI merupakan variabel yang berpotensi memiliki bentuk non linear. Hasil Ramsey RESET test berikutnya (tidak ditunjukkan dalam tabel)5 membuktikan bahwa analisis regresi dengan mempertimbangkan SDROI kuadrat terbukti tepat hanya pada model regresi 1998. Hasil analisis memberikan kesimpulan yang relatif sama dengan model linear, tetapi dividen berubah menjadi berpengaruh signifikan secara marjinal terhadap leverage.
Pada model regresi 1999, telah dilakukan beberapa modifikasi non linear pada variabel SDROI maupun variabel bebas yang lain dalam bentuk kuadratik maupun kubik, tetapi hasil Ramsey RESET test masih mengindikasikan bahwa berbagai modifikasi model
4 Tersedia bila diminta
5 Tersedia bila diminta
regresi tersebut tidak akurat. Modifikasi model regresi juga menyebabkan multikolinearitas antar variabel bebas. Oleh karena itu model regresi 1999 tidak dapat memberikan solusi bentuk model terbaik. Oleh karena itu, walaupun hasil studi cukup robust, studi ini masih belum memberikan hasil yang valid untuk menjawab hipotesis 1 bahwa tidak terdapat relevansi antara kebijakan dividen dengan kebijakan pendanaan. Hal ini menunjukkan bahwa dividen masih menjadi teka-teki yang belum terpecahkan secara memuaskan dalam studi ini.
Myers dan Majluf (1984) juga memberikan kesimpulan yang berbeda dengan dividen sticky bahwa perusahaan tidak harus membayar dividen bila pembayaran tersebut diperoleh dari penjualan saham atau sekuritas lain yang berisiko. Oleh karena itu dividen lebih cenderung digunakan untuk membantu manajer menyampaikan informasi superior kepada pasar, tetapi Myers dan Majluf tidak menjelaskan mekanisme tersebut dalam model mereka.
E. KESIMPULAN
Penelitian ini menyelidiki apakah pecking order theory berlaku di Indonesia dalam lingkungan ketidakpastian karena krisis ekonomi sejak 1997. Selain itu penelitian ini juga menelaah hubungan paradoks antara kebijakan pendanaan dan kebijakan dividen menurut pecking order theory. Hasil analisis menunjukkan bahwa pecking ordert theory hanya berlaku dengan baik bila mempertimbangkan risiko bisnis yang merupakan proksi balancing theory. Semua variabel penelitian terbukti berpengaruh signifikan terhadap leverage dan konsisten dengan prediksi pecking order theory setelah dikontrol oleh risiko bisnis. Hasil analisis juga menunjukkan bahwa balancing theory terbukti lebih superior daripada pecking order theory dalam menjelaskan leverage perusahaan.
Hasil analisis juga menunjukkan bahwa setelah dikontrol oleh risiko bisnis, kebijakan dividen terbukti tidak relevan dengan kebijakan pendanaan sesuai dengan prediksi pecking order theory. Hasil ini berbeda dengan studi paradoks dari Baskin (1989) dan Adedeji (1998) yang menemukan bukti bahwa dividen berpengaruh positif dan signifikan terhadap leverage.
Penelitian ini memiliki beberapa keterbatasan yang sekaligus merupakan arah bagi penelitian lebih lanjut. Pertama, penelitian ini hanya difokuskan pada data 1998 danh 1999,
sehingga tidak dapat diketahui apakah hasil studi berbeda bila periode waktu diperpanjang hingga masa sebelum krisis ekonomi. Penelitian selanjutnya perlu memperluas periode analisis untuk mengetahui tingkat validitas eksternal dengan mempertimbangkan kondisi lingkungan bisnis yang berbeda.
Kedua, distribusi data dividen dalam penelitian ini relatif tidak proporsional. Dalam penelitian ini, perusahaan yang membagikan dividen pada tahun 1998 hanya 14,5%, sedangkan pada tahun 1999 sebesar 31,3%, alternatif dengan menggunakan variabel dummy sesungguhnya kurang robust. Penelitian lebih lanjut perlu mempertimbangkan penggunaan data yang lebih representatif bila tersedia data yang memadai.
Ketiga, interelasi antar kebijakan finansial seperti kebijakan leverage, kebijakan dividen, dan kebijakan investasi secara simultan mungkin perlu dikembangkan guna mengetahui causal order relationship antar kebijakan. Penelitian selanjutnya dapat mengacu pada metode yang dipakai oleh Adedeji (1998) dalam menganalisis interelasi antar kebijakan keuangan.
Keempat, penelitian ini hanya difokuskan pada analisis leverage berdasarkan pecking order theory, tetapi analisis belum menyelidiki pengaruh teori tersebut terhadap nilai perusahaan. Penelitian selanjutnya dapat dikembangkan dengan mempertimbangkan relevansi pecking order theory dengan nilai perusahaan.
REFERENSI
Adedeji, A, (1998), Does The Pecking Order Hypothesis Explain the Dividend Payout Ratios of Firms in The UK? Journal of Business Finance & Accounting, 25 (9) & (10), Nov/Dec, 1127-1155.
Barnea, R.A. Haugen, L.W. Senbet, (1981), An Equilbrium Analysis of Debt Financing under Costly Tax Arbritage and Agency Problem, Journal of Finance, 32 (3), June, 569-581.
Barton, S.L., N.C. Hill, and S. Sundaram, (1989), An Empirical Test of Stakeholder Theory Prediction of Capital Structure, Financial Management, Spring, 36-44.
Baskin, J., (1989), An Empirical Investigation of the Pecking Order Hypothesis, Financial Management, Spring, 26-35.
Baxter, N.D., 1967, Leverage, Risk of Ruin and the Cost of Capital: Journal of Finance 23, September, 395-403.
Bayless, M.E., and J.D. Diltz, (1994), Securities offering and Capital Structure Theory, Journal of Business Finance and Accounting, 21 (1), 77-91.
Brigham, E.F., L.C. Gapenski, and P.R. Dave (1999), Intermediate Financial Management, Sixth Edition, The Dryden Press, Harcourt Brace College Publisher.
Carleton, W.T., and I.H. Silberman, (1977), Joint Determination of Rate of Return and Capital Structure; An Econometric Analysis, Journal of Finance, 32, (3) June, 811- 821.
Chang, R.P., and S.G. Rhee, (1989), The Impact of Personal Taxes on Corporate Dividend Policy and Capital Structure Decisions, Financial Management, Summer, 21-31.
Chirinko, R.S. and A.R. Singha, (2000), Testing static tradoff against Pecking order Models of Capital Structure: A Critical Comment, Journal of Financial Economics, 58, 417- 425.
Copeland, T.E., and J.F. Weston, (1988), Financial Theory and Corporate Policy, Third Edition, Addison –Wesley Publishing Company, Massachusetts.
Crutchley, C.E., and R.S Hansen, (1989), A Test of the Agency Theory of Managerial Ownership, Corporate Leverage, and Corporate Dividends, Financial Management, Winter, 36-46.
DeAngelo, H., and R.W. Masulis, (1980a), Leverage and Dividend Policy Irrelevancy Under Corporate and Personal Taxation, Journal of Finance, 35, (2), May, 453-464.
DeAngelo, H., and R.W. Masulis, (1980b), Optimal Capital Structure Under Corporate and Personal Taxation, Journal of Financial Economics, 8, (1), March, 3-29.
Gale, B.T., (1972), Market Share and Rate of Return, Review of Economic and Statistics, November, 412-423.
Gardner, J.C., and C.A. Trzcinka, (1992) All-equity Firms and the Balancing Theory of Capital Structrure, The Journal of Financial Research, 15 (1), Spring, 77-90.
Gujarati, D.N., (1995), Basic Econometric, Third Edition, McGraw-Hill, Book Co., Singapore.
Harriss, M., and A. Raviv (1990), Capital Structure and Information Role of Debt, Journal of Finance, 35 (2), June, 321-349.
Jensen, M.C., and W.H. Meckling, (1976), Theory of the Firm: Managerial Behavior, Agency Cost, and Ownership Structure, Journal of Financial Economics, 3, 305-360.
Koch, P.D., and C. Shenoy, (1999), The Information Content of Dividend and Capital Structure Policies, Financial Management, 28 (4), Winter, 16-35.
Kraus, A., and R.H. Litzenberger, 1973, A State-Preference Model on Optimal Financial Leverage, The Journal of Finance, 28, September, 911-922.
Megginson, W.L., (1997), Corporate Financial Theory, Addison Wesley, Massachusetts.
Myers, S.C., (1996), Still Search for Optimal Capital Structure; from Advance in Business Financial Management, Edited by Cooley, Philip, L., Second Edition, The Dryden Press, 147-164.
Myers, S.C., (1984), Capital Structure Puzzle, Journal of Finance, 39, (3), July, 575-592.
Myers, S.C., and N. S. Majluf, (1984), Corporate Financing and Investment Decisions When Firms Have Information that Investor Do Not Have, Journal of Financial Economics, 13 (2), 187-221.
Taggart, R., Jr., (1980), Taxes and Corporate Capital Structure of the Firm, Journal of Finance, 35, (1), March, 119-127.
Shyam-Sunder, L., and S.C. Myers, (1999), Testing Static Tradeoff against Pecking Order Models of Capital Structure, Journal of Financial Economics, 51, 219-244.
Wibowo, A.J., dan F. Indri Erkaningrum, 2002, Studi Kerterkaitan antara Dividend Payout Ratio, Financial Leverage, dan Investasi dalam Pengujian Pecking order Theory, Jurnal Ekonomi dan Bisnis 17 (4), Oktober, 506-519.
Zion, U.B., and S.S., Shalit (1975), Size, Leverage, and Dividend Record as Determinant of Equity Risk, The Journal of Finance, 30, (4), 1015-1027.