Ketika pentingnya pendidikan antikorupsi bagi Indonesia, maka perlu dilakukan penguatan, salah satunya penguatan tersebut dengan mengkaji pendidikan antikorupsi dari perspektif Pancasila dan Pendidikan Antikorupsi. Meski diakui penulis masih ada kekurangan di sana-sini, setidaknya buku ini menjadi wacana akademik tentang pendidikan antikorupsi.
Pendidikan antikorupsi bertujuan untuk memberikan pengetahuan yang cukup tentang korupsi dan pemberantasannya, serta menanamkan nilai-nilai antikorupsi. Pendidikan antikorupsi merupakan upaya yang disengaja dan terencana untuk menciptakan proses belajar mengajar yang kritis terhadap nilai-nilai antikorupsi.
Pengertian Korupsi
Dalam kamus, korupsi diartikan sebagai penyelewengan atau penyalahgunaan dana negara (perusahaan dan sebagainya) untuk keuntungan pribadi atau orang lain (Pusat Bahasa Kementerian Pendidikan. Klitgaard mengartikan korupsi “..perilaku yang menyimpang dari tugas formal) peran publik karena peningkatan status ekonomi swasta (pribadi, keluarga dekat, klik swasta); atau melanggar aturan yang melarang penggunaan jenis pengaruh swasta tertentu”.
Faktor-faktor penyebab korupsi
Negara-negara dengan sistem perekonomian yang sangat monopolistik akan mempunyai kebijakan perekonomian yang pelaksanaan, pengembangan dan pengawasannya dilakukan secara tidak partisipatif, tidak transparan dan tidak bertanggung jawab. Faktor korupsi, menurut Alatas, adalah terbatasnya jumlah pemimpin yang tidak mempunyai pengaruh terhadap korupsi, lemahnya pendidikan agama dan etika, kemiskinan, kolonialisme, hukuman yang tidak tegas, sulitnya menciptakan lingkungan yang kondusif bagi non-korupsi, struktur pemerintahan. dan perubahan radikal. Dalam situasi seperti ini, pelaksanaan, pengembangan, dan pemantauan kebijakan ekonomi dilakukan secara tidak partisipatif, tidak transparan, dan tidak bertanggung jawab.
Kekeluargaan yang tidak bermoral memberikan peluang tumbuhnya perilaku koruptif dan mengukuhkan perilaku yang menyimpang dari nilai-nilai universalisme.
Pola korupsi
Merujuk pada pola korupsi tersebut, maka penanggulangan budaya korupsi harus mengubah pola pikir para penyelenggara negara, korporasi, dan perantara dari unsur masyarakat. Pola korupsi di Indonesia membuat banyak calo yang menjadi penghubung antara pemerintah dan dunia usaha. Untuk menelusuri pola korupsi yang dilakukan, peristiwa tersebut berlangsung berulang-ulang dan dalam waktu yang lama.
Memahami pola korupsi yang terjadi, termasuk di Indonesia, menjadi kunci dalam menentukan strategi pencegahan yang tepat.
Jenis-jenis korupsi
Korupsi yang berkaitan dengan kerugian keuangan negara (Pasal 2 dan 3 UU No. 31 Tahun 1999 juncto UU No. 20 Tahun 2001), meliputi; (1) perbuatan memperkaya diri sendiri yang dapat merugikan keuangan negara adalah melawan hukum, (2) menyalahgunakan hukum untuk menguntungkan diri sendiri dan dapat merugikan keuangan negara. Korupsi yang berkaitan dengan suap, yang meliputi; (1) Menyuap pegawai negeri dengan maksud untuk melakukan atau tidak melakukan sesuatu dalam jabatannya sehingga bertentangan dengan kewajibannya (Pasal 5 ayat (1) huruf a Undang-undang Nomor 31 Tahun 1999 juncto Undang-undang Nomor 20 Tahun Tahun 1999 tentang penyuapan terhadap Pegawai Negeri Sipil karena melakukan atau tidak berbuat sesuatu dalam jabatannya yang bertentangan dengan kewajibannya (Pasal 5 ayat (1) huruf b Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 jo Undang-undang Nomor 20 tentang Pemberian Hadiah kepada pegawai negeri sipil karena jabatannya (Pasal 13 UU No. 31 Tahun 1999 juncto UU No. 20 tentang Pegawai Negeri Sipil yang Menerima Suap tanpa memperhatikan apakah mereka telah memberikan atau tidak melakukan sesuatu dalam jabatannya sehingga bertentangan dengan kewajibannya (Pasal 5 ayat (2) UU No. 31 Tahun 1999 juncto UU No. 20 Tahun 1999) pemberian itu diberikan untuk berpindah, melakukan atau tidak melakukan sesuatu dalam kedudukannya, yang bertentangan dengan kewajibannya (Pasal 12 ).huruf a UU No. 31 Tahun 1999 tentang UU No. 20 Tahun 1999, Pegawai Negeri Sipil menerima suap, padahal diketahui atau patut diduga bahwa pemberian itu diberikan kepada yang bersangkutan karena atau disebabkan agar dia berbuat atau menyebabkan tidak berbuat sesuatu dalam jabatannya, yang bertentangan dengan kewajibannya (Pasal 12 huruf b, UU No. 31 Tahun 1999 juncto UU No. 20 Tahun 1999) PNS menerima hadiah karena ada kekuasaan atau wewenang yang bersangkutan. Korupsi yang terkait dengan benturan kepentingan pengadaan adalah pegawai negeri sipil yang ikut serta dalam pengadaan (Pasal 12 huruf i UU No. 31 Tahun 1999 jo UU No. 21 Tahun 2001).
Korupsi terkait gratifikasi adalah pegawai negeri yang menerima gratifikasi dan tidak melaporkan kepada KPK (Pasal 12B, 12C UU No. 31 Tahun 1999 juncto UU No. 21 Tahun 2001).
Dampak Korupsi
Dampak korupsi terhadap penegakan hukum antara lain munculnya mafia hukum, jual beli keadilan, dan goncangan hukum yang naik turun. KPK dalam Pendidikan Antikorupsi Perguruan Tinggi (th: 93–99), menyebutkan upaya pemberantasan korupsi dengan membentuk lembaga antikorupsi, pencegahan korupsi di sektor publik, pencegahan. Pembentukan lembaga antikorupsi bertujuan untuk menyediakan media dan perantara publik untuk mengkonfirmasi berbagai kebijakan pemerintah dan memberikan pendidikan korupsi kepada publik.
Pencegahan sosial dan pemberdayaan masyarakat dilaksanakan dengan memberikan hak masyarakat untuk mengakses informasi tentang kebijakan yang berdampak pada hajat hidup orang banyak, pendidikan tentang korupsi dan bahayanya, penyediaan sumber daya untuk melaporkan korupsi kepada masyarakat, perlindungan saksi dan jurnalis, kebebasan pers, mereka bekerja dengan organisasi non-pemerintah dan mengoperasikan perangkat pemantauan listrik.
Dekonstruksi Budaya
Aspek lain dalam pembentukan lembaga antikorupsi ini adalah peningkatan kinerja lembaga peradilan dan pemeriksa, reformasi birokrasi dan reformasi pelayanan publik, pemantauan kinerja pemerintah daerah dan pengawasan pengambilan kebijakan publik. Korupsi terjadi di semua negara, sehingga diperlukan kerjasama antar negara, agar tidak muncul jaringan korupsi yang luas. Upaya dekonstruksi budaya melanggengkan korupsi, antara lain dengan mengikis sikap “ewuh pakewuh” atau “enggan” terhadap orang-orang yang mempunyai kedudukan di masyarakat.
Dekonstruksi budaya selanjutnya adalah pemberantasan budaya memberi hadiah, budaya instan, budaya permisif, budaya hedonistik, materialistis, dan komunalistik.
Pendidikan Antikoruspi
Masih terjadi dalam kehidupan bermasyarakat, orang yang korup atau menyimpang dari norma tetap dihormati, bahkan dipuji. Pemimpin yang bersih dan berwibawa mampu menjadi teladan bagi masyarakat serta mampu mewujudkan masyarakat sejahtera, tenteram, dan sejahtera. Pemimpin yang bersih dan berwibawa adalah pemimpin yang mempunyai integritas pribadi, kekuatan moral dan intelektual yang tinggi, cakap, populis, visioner, mempunyai kenegarawanan, mempunyai kemampuan menjalin kerjasama nasional dan internasional, serta mempunyai jiwa reformis.
Perbaikan Sistem dan Penegakan Hukum
Upaya pembuktian terbalik, pelaku wajib membuktikan dirinya tidak korupsi dengan membuktikan asal usul harta kekayaan yang dimilikinya.
Pencegahan dan Penindakan
Sedangkan upaya kuratif meliputi perbaikan sistem pengupahan, debirokratisasi, pembuktian terbalik, pendekatan hukum dan politik serta pembagian reward dan punishment. Menurut Kemendikbud, upaya pemberantasan korupsi harus dilakukan melalui pendidikan, karena pendidikan merupakan wadah yang sangat strategis untuk membina generasi muda, khususnya dalam pendidikan nilai yaitu pengenalan nilai-nilai kehidupan termasuk nilai-nilai antikorupsi. Hal ini semakin diperkuat dengan anggapan bahwa masyarakat pendidikan, khususnya pelajar dan mahasiswa, merupakan calon penerima dan pelaksana tongkat estafet pembangunan bangsa dan negara.
Oleh karena itu, upaya pemberantasan korupsi melalui pendidikan merupakan sebuah keniscayaan, bukan sekedar alternatif.
Pengertian pendidikan antikorupsi
Pendidikan antikorupsi sangat penting untuk memperkuat pemberantasan korupsi yang telah dilaksanakan (reformasi sistem, reformasi kelembagaan dan penegakan hukum). Dalam hal ini pendidikan antikorupsi tidak hanya sekedar sebagai media transfer ilmu pengetahuan (kognitif), namun juga menekankan pada upaya membangun karakter (afektif) dan kesadaran moral dalam melawan (psikomotor) terhadap perilaku koruptif yang menyimpang. Wibowo menyatakan, tujuan pendidikan antikorupsi adalah menciptakan generasi muda yang berakhlak mulia dan berperilaku anti korupsi.
Sebagaimana disampaikan di atas, tujuan pendidikan antikorupsi adalah menciptakan generasi baru yang berakhlak mulia dan berperilaku anti korupsi.
Nilai-nilai pendidikan antikorupsi
Masyarakat merupakan tempat anak berusaha menerapkan secara komprehensif dan utuh nilai-nilai yang telah dibangun melalui keluarga dan sekolah. Benda-benda yang lebih tahan lama (abadi) selalu lebih disukai daripada benda-benda yang bersifat sementara dan cepat berlalu. Hal-hal yang bersifat indrawi pada hakikatnya adalah nilai-nilai yang berubah lebih cepat, artinya mempunyai tingkat nilai yang rendah.
Kedua, nilai vital, yaitu nilai yang berdiri sendiri dan tidak dapat direduksi oleh nilai senang atau tidak senang.
Prinsip-prinsip Pendidikan Antikorupsi
Adanya suatu kebijakan berkaitan dengan nilai, pemahaman, sikap, persepsi dan kesadaran masyarakat terhadap undang-undang atau undang-undang antikorupsi. Pengawasan kebijakan merupakan upaya untuk memastikan bahwa kebijakan benar-benar efektif dan menghilangkan segala bentuk korupsi. Kontrol kebijakan berupa partisipasi yaitu melakukan kontrol terhadap kebijakan dengan berpartisipasi dalam perancangan dan implementasinya, dan kontrol kebijakan berupa oposisi yaitu kontrol dengan menawarkan alternatif politik baru yang tampaknya lebih tepat.
Setelah memahami prinsip terakhir ini, mahasiswa kemudian disuruh berperan aktif dalam implementasi pengendalian kebijakan berupa partisipasi, evolusi dan reformasi kebijakan kehidupan mahasiswa dimana peran mahasiswa sebagai individu dan juga sebagai bagian dari masyarakat, organisasi adalah. dan institusi.
Metode Pendidikan Antikorupsi
Pendekatan penanaman nilai merupakan pendekatan yang menekankan pada penanaman nilai-nilai sosial pada diri peserta didik. Tujuan pendidikan nilai dalam hal ini adalah diterimanya nilai-nilai sosial tertentu oleh siswa, dan perubahan nilai-nilai siswa yang belum atau tidak sesuai dengan nilai-nilai sosial yang diinginkan. Kedua, membantu siswa/peserta didik untuk menggunakan proses berpikir rasional dan analitis untuk menghubungkan dan merumuskan konsep tentang nilai-nilainya.
Tujuan dari pendekatan analisis nilai adalah untuk membantu siswa untuk menyadari dan mengidentifikasi nilai-nilai dirinya dan nilai-nilai orang lain, untuk membantu siswa untuk dapat berkomunikasi secara terbuka dan jujur dengan orang lain dan untuk membantu siswa untuk dapat berbagi. mereka.
Pendidikan Antikorupsi dalam Keluarga
Dalam keluarga, orang tua merupakan pihak utama dan pihak pertama dalam memberikan pendidikan nilai, sekaligus pemerolehan nilai-nilai pada diri anak. Peran orang tua dalam program budaya anti korupsi berbasis keluarga adalah agar ibu bermakna sebagai sumber belajar (source of learning). Selanjutnya materi yang diberikan kepada orang tua dalam program budaya antikorupsi berbasis keluarga adalah pengetahuan dan keterampilan.
Hal berikutnya yang perlu diperhatikan dalam program pengembangan budaya antikorupsi keluarga adalah pedoman teknis bagi orang tua untuk menanamkan nilai-nilai antikorupsi.
Pendidikan Antikorupsi di Sekolah
Sekolah tidak perlu melakukan perubahan kurikulum atau membuat kurikulum, tetapi cukup mengintegrasikan nilai-nilai pendidikan antikorupsi ke dalam kurikulum yang ada. Strategi internalisasi pendidikan antikorupsi adalah nilai dan materi antikorupsi disisipkan dan diintegrasikan ke dalam mata kuliah yang ada. Pengintegrasian pendidikan antikorupsi ke dalam pembelajaran diawali dengan pengembangan nilai-nilai pendidikan antikorupsi dalam silabus mata pelajaran.
Mengkaji standar dan indikator kompetensi untuk memastikan nilai-nilai pendidikan antikorupsi tercakup atau tidak 2.
Pendidikan Antikorupsi dalam masyarakat
Nilai-nilai Pancasila sebagai dasar negara Indonesia telah teruji secara material dan historis. Tujuan pendidikan antikorupsi adalah membentuk karakter antikorupsi. Kurikulum pendidikan antikorupsi meliputi empat aspek kurikulum yaitu materi umum korupsi dan integritas (semesta), upaya pencegahan dan pemberantasan korupsi (silivasi), hukum dan media pembelajaran (budaya), materi nilai-nilai antikorupsi dan prinsip (kepribadian). Pada fase ini, seluruh karyanya merupakan pengembangan disertasinya yang membahas tentang pendidikan Islam, pendidikan anak usia dini, ilmu saraf dan pendidikan antikorupsi.
Ketertarikan tersebut diaktualisasikan dalam karya yaitu pada Pembelajaran seri edukasi Antikorupsi dengan pendekatan tematik-integratif dan saintifik.