Dalam konteks ini, pembelajaran tentang integrasi sains dan agama menjadi salah satu faktor yang dapat membentuk nilai pada diri siswa. Artinya dengan penalarannya siswa mampu mengembangkan keyakinan dan pemahaman bahwa ada keselarasan antara sains dan agama. Artinya, integrasi sains dan agama dalam pembelajaran dijadikan sebagai bahan atau sumber penyusunan nilai-nilai bagi siswa.
Tujuan pengajaran pembelajaran sains dan agama jurusan IAI adalah membekali siswa dengan dasar-dasar Al-Qur'an dan Hadits tentang teori-teori atau temuan-temuan ilmu pengetahuan dan teknologi yang menjadi fokus siswa. Dengan demikian, tujuan pembelajaran integrasi sains dan agama pada jurusan IPA adalah agar mahasiswa mampu mengetahui dan memahami teori atau temuan ilmiah serta kesesuaiannya dengan Al-Qur'an dan Hadist. Al-Qur'an dalam konteks pembelajaran ini layak dijadikan ensiklopedia, yaitu Al-Qur'an menjadi rujukan utama pembelajaran integrasi sains dan agama bagi guru dan siswa.
Idealnya pengajaran integrasi sains dan agama mempunyai sistem untuk memperoleh informasi tentang gambaran perilaku siswa. Tujuan kurikuler pengajaran integrasi sains dan agama dengan sains sebagai jurusan adalah untuk “membentuk” peserta didik menjadi calon ilmuwan (ilmuwan) yang mampu menerapkan Al-Qur’an dalam pemahamannya terhadap sains dan teknologi.
PENGANTAR
Melalui pilar ini kita akan mengidentifikasi hakikat “yang ada” dalam rangka pengembangan integrasi ilmu pengetahuan dalam agama. Positivisme sebagai landasan filosofis ilmu pengetahuan modern menyatakan bahwa “apa yang ada itu nyata/positif” dan. Istilah 'scientia' berasal dari kata 'scire' yang berarti belajar dan mengetahui.
Karya ilmiahnya telah dimuat di beberapa jurnal, antara lain pada “Ilmu Syukur Pendidikan” tahun 2012 di Jurnal Media Pendidikan UIN Bandung; Pada tahun 2012, “Revolusi Kepemimpinan dalam Pendidikan” dimuat di Jurnal Insania STAIN Purwokerto; Tahun 2012 “Pendidikan Nilai Moral Dalam Perspektif Filsafat Pendidikan”.
AGAMA DAN SAINS
Sains
Kedua tawaran tersebut jika ditelaah secara mendalam identik dengan persoalan integrasi ilmu pengetahuan dan agama (Islam) serta keselarasan alam semesta dan manusia. Berdasarkan hasil kajian pendahuluan, peneliti mengidentifikasi bahwa penerapan integrasi sains dan agama dalam pembelajaran mampu menciptakan identitas yang melambangkan integrasi.
Agama
Dalam tradisi Islam, kitab sucinya adalah Al-Qur'an dan risalah Rasul Allah adalah Hadits. Dalam Islam, Al-Qur'an dan Hadits merupakan sumber aturan bagi manusia yang hakikat kebenarannya tetap dan mutlak.
Integrasi Sains dan Agama
Para pendukung integrasi ilmu pengetahuan dan agama meyakini bahwa manusia tidak akan pernah mempunyai pikiran kosong tanpa ilmu pengetahuan (Bagir, 2000). Sebagai satu-satunya agama yang tidak ada konflik antara ilmu pengetahuan dan agama, hal ini mendorong sebagian pemikir Islam untuk menawarkan konsep mengenai integrasi ilmu pengetahuan dan agama.
Pola-pola Integrasi dalam Islam
Objektivikasi Agama
Kepercayaan terhadap ayat-ayat Kitab Suci bersifat subjektif, sedangkan fenomena objektif dan teori-teori ilmiah (sains) merupakan gejala objektif. Mungkin inilah yang disebut dengan pergerakan dari teks ke konteks, yaitu upaya memahami dan menafsirkan ayat-ayat kitab suci (teks) dari sudut pandang ilmiah.
Objektivikasi Sains
Jika cara pandang integratif ini bisa dihadirkan dalam setiap pembahasan ilmiah, maka sangat mungkin banyak ilmuwan atau peneliti yang bisa menjadi orang-orang yang berilmu ('alim). Paradigma ‘alim tidak hanya sekedar mengetahui sesuatu yang ilmiah, namun harus mengetahui sesuatu baik yang bersifat ilmiah (fisika) maupun wahyu (metafisika).
Filosofi Integrasi Sains dalam Agama
- Pilar Ontologi
- Pilar Epistemologi
- Pilar Aksiologi
- PENDIDIKAN NILAI
Menurut Leaman (2002), Al-Qur’an telah menjelaskan bahwa pengetahuan manusia dapat dikelompokkan menjadi pengetahuan yang bersumber dari yang nyata dan yang tidak nyata (gaib). Alam semesta ini akan menginformasikan sesuatu yang nyata, dan Al-Qur'an akan menginformasikan sesuatu yang tidak nyata dan berorientasi pada masa depan.
Pengertian dan Dimensionalitas Nilai
Seperti yang dikatakan Rokeach (1963) atau Shaver (1980) bahwa nilai berada dalam domain pikiran seseorang. Namun Rokeach berpendapat bahwa nilai adalah sesuatu yang berkaitan dengan dimensi kognitif dan afektif, sedangkan Shaver berpendapat bahwa nilai hanya berkaitan dengan dimensi kognitif. Nilai akan berkaitan dengan pertimbangan seseorang terhadap sesuatu, sehingga nilai dikatakan ada dalam pikiran seseorang, tergantung subjeknya.
Sebagai sesuatu yang ada dalam pikiran seseorang, kajian nilai hanya dapat dikaitkan pada ranah kognitif atau afektif.
Pendidikan Nilai
Menurut Fraenkel (1977), pendidikan nilai memerlukan perencanaan yang dapat mengembangkan perkembangan emosi dan kemampuan intelektual siswa. Bentuk pembelajaran yang tepat menggambarkan pendidikan nilai adalah pembelajaran yang mampu membuat siswa memikirkan sesuatu secara kognitif dan emosional. Pendidikan nilai dalam konteks ini sebenarnya adalah upaya anak untuk menemukan sesuatu yang penting bagi hidupnya.
Asumsi ini didasarkan pada model pendidikan nilai yang memadukan pengetahuan dan nilai sebagai tujuan pembelajaran.
Pendidikan Nilai dalam Konteks Sekolah
Nilai-Nilai dalam Sistem Sekolah
Hal inilah yang disebut sebagai upaya membangun nilai (subjektivisasi) berdasarkan pengetahuan tertentu, yang biasanya menjadi tujuan dalam pembelajaran. Jika sekolah diibaratkan sebagai perusahaan yang menghasilkan nilai, bagaimana nilai-nilai tersebut dipersiapkan dan diajarkan. Untuk mempersiapkan (menghasilkan) dan mengajarkan (menjual) nilai-nilai tersebut tentunya diperlukan pendekatan, metode, modal, strategi dan lain sebagainya agar produk tersebut layak dibeli untuk menjadi investasi bagi siswa dan orang tua.
Pengamalan pendidikan nilai bersifat tidak langsung, nilai tidak diajarkan sebagai seperangkat perintah atau larangan yang baik atau buruk, tetapi nilai-nilai tersebut terdapat dalam setiap aspek persekolahan atau setiap sudut sekolah.
Pembelajaran sebagai Pendidikan Nilai
Menurut Aspin dan Chapman (2007), pendidikan nilai dapat diartikulasikan dan diterapkan dalam semua proses sekolah, misalnya etos kerja sekolah, pembelajaran belajar mengajar, program ko-kurikuler dan interaksi sekolah. Namun modalitas tersebut harus ditata sedemikian rupa sehingga pendidikan nilai menjadi lebih efektif dan efisien, serta sejalan dengan visi dan misi sekolah. Penyelenggaraan pendidikan nilai di sekolah salah satu caranya adalah melalui pembelajaran, misalnya melalui kurikulum tersembunyi, materi pembelajaran tematik, integrasi isi materi pembelajaran, keteladanan pola hubungan guru-siswa, dan sebagainya.
Menurut Nasr (dalam Azra, 2005), model pengembangan integrasi ilmu pengetahuan dan agama hendaknya didasarkan pada gagasan kesatuan transenden yang merupakan hakikat wahyu dalam Islam.
Pengembangan Model Pendidikan Nilai
Pembelajaran integrasi sains dan agama merupakan strategi dan prinsip untuk mendorong lahirnya pengembangan model pendidikan nilai. Jika pengembangan penalaran moral Kohlberg memerlukan kasus-kasus dilematis sebagai bahan diskusi siswa, maka integrasi sains dan agama dalam konteks ini dapat dijadikan bahan diskusi (pembelajaran). Jika pengembangan nilai secara rasional cenderung melihat nilai sebagai sesuatu yang konseptual, maka nilai-nilai yang dihasilkan dari pembelajaran integrasi sains dan agama akan melahirkan nilai-nilai emosional (afektif).
Hal ini dimungkinkan karena ilmu pengetahuan dan agama sebagai sumber nilai mempunyai dimensi objek dan sifat yang berbeda.
Hakekat dan Potensi Manusia untuk Mengetahui
- Hakekat Manusia
- Potensi Manusia untuk Bersyukur
- Kekuatan Potensi Fu’ad
- PEMBELAJARAN
Ini juga dijelaskan dalam al-Quran: “Katakanlah: Dialah yang menciptakan kamu dan menciptakan pendengaran, penglihatan dan hati (fuad) kamu. Contohnya, apa yang didengari oleh ibu Imam Siafi ketika dia sedang menyusukan anaknya, mendengar bacaan ayat-ayat al-Quran. Apa yang berlaku ialah selepas lebih kurang tujuh tahun, Imam Syafii dapat menghafaz al-Quran.
Berbeda dengan qalbu yang juga diartikan hati dalam Al-Qur'an relatif lebih banyak dijelaskan.
Pembelajaran dalam Undang-Undang
Komponen-komponen Pembelajaran
Media akan membantu guru mengajarkan materi pembelajaran yang telah disiapkan dan membantu siswa mencapai hasil belajar yang maksimal. Media pembelajaran sebagai alat bantu dalam proses pembelajaran mampu membangun kondisi yang memungkinkan siswa memperolehnya. Dalam konteks pendidikan nasional saat ini, media merupakan sumber belajar yang menjadi bagian dari interaksi antara guru dan siswa.
Informasi tentang tercapainya tujuan pembelajaran yang telah ditentukan, terutama yang berkaitan dengan keberhasilan siswa dalam belajar (Sanjaya, 2008a).
Guru dan Peserta Didik
Istilah pelajar merupakan salah satu pilihan dalam konteks sistem pendidikan nasional saat ini untuk menggantikan istilah pelajar atau mahasiswa. Penggunaan istilah pembelajar dipilih dengan tujuan untuk menekankan partisipasi aktif anak dalam proses pembelajaran (Tafsir, 2006). Oleh karena itu, pilihan bagi siswa untuk menyebut anak belajar adalah agar anak aktif mengembangkan potensi dirinya secara mandiri melalui proses pembelajaran yang diikutinya.
Keyakinan tersebut telah menjadi bagian dari perubahan paradigma pendidikan nasional yang mencoba memahami kompleksnya kehidupan peserta didik, sebagaimana dijelaskan dalam Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 19 Tahun 2005 Bagian Umum Ayat Tiga yaitu.
Pembelajaran Integratif
Integrasi Sains dan Agama sebagai Materi
Pergeseran paradigma ini memerlukan kemandirian dan keaktifan peserta didik untuk secara mandiri membangun pengetahuan, keterampilan dan sikap untuk menghadapi kehidupan yang kompleks. Oleh karena itu kesadaran tentang integrasi diri dengan lingkungan harus menjadi bagian dari proses pembelajaran, sehingga terbangun proses pembelajaran yang mengantarkan siswa menjadi bagian dari lingkungan. Organisasi ini menawarkan penyatuan pengetahuan ke dalam suatu kurikulum agar lebih mudah diterima oleh siswa dan bermakna sehingga siswa mampu mengembangkan pemahamannya tentang dirinya dan dunia yang lebih luas (Beane, 1997).
Dalam pelaksanaannya, isu-isu terkini atau penting mengenai ilmu pengetahuan dan agama dijadikan bagian dari kurikulum inti, yaitu salah satu bentuk materi pembelajaran di sekolah.
Kebutuhan Kognitif Pembelajaran
Abstraksi individu merupakan sublevel yang menggambarkan bahwa anak usia 13 tahun mampu merangkai banyak deskripsi sifat-sifat yang mereka sukai, namun mempunyai sedikit kesempatan untuk membandingkan sifat-sifat yang masih mereka pahami secara terpisah. Akibatnya, mereka akan mengenali kualitas-kualitas yang agak bertentangan dan pengalaman-pengalaman yang sedikit membingungkan dalam deskripsi mereka. Pemetaan abstrak merupakan subtahap perkembangan kognitif yang menggambarkan bahwa anak usia 15 tahun mulai aktif membandingkan dan mengontraskan konsep-konsep abstrak, berharap dapat mengenali banyak fitur kontradiktif dalam konsep diri mereka dan menafsirkan kontradiksi tersebut sebagai konfliktual dan menyedihkan. .
Sistem abstrak merupakan subtahap perkembangan kognitif yang menggambarkan bahwa anak usia 17 tahun sudah mampu mengintegrasikan berbagai abstraksi yang bertentangan dan mengganggu menjadi abstraksi yang harmonis dan tidak membingungkan (Shaffer: 1994).
Dampak Pembelajaran: Instructional
PEMBELAJARAN INTERGRASI
Teori Sains dan Ayat yang Diintegrasikan
- Kasus Materi Pembelajaran Kelas I/X
- Kasus Materi Pembelajaran Kelas II/XI tentang
- Kasus Materi Pembelajaran Kelas III/XII tentang
- Kasus Materi Pembelajaran Isu-Isu Perenialitas
- Kasus Pembelajaran Laboratorium
Pada bagian ini akan diuraikan teori-teori dalam bidang ilmu pengetahuan dan ayat-ayat Al-Qur'an atau Hadits yang diintegrasikan dalam pembelajaran di MA Darul Ulum Jombang. Pada bagian ini ayat-ayat Al-Qur’an lebih dominan dalam menggambarkan keanekaragaman kehidupan hewan. Pada bagian ini akan diuraikan bagian IPA dan agama yang diintegrasikan dalam pembelajaran dan contohnya adalah pembahasan mengenai minyak bumi.
Pada bagian ini akan diuraikan kegiatan laboratorium yang berkaitan dengan “produksi tepung dan pati berbahan dasar talas”.
Pembelajaran Integrasi Sains dan Agama
Tujuan Pembelajaran Integrasi Sains dan Agama
Penentuan integrasi sains dan agama dalam pembelajaran di MA Darul Ulum Jombang didasarkan pada pertimbangan untuk mencapai tujuan tertentu. Surat al-Alaq inilah yang disebut integrasi (app.1/.wks.4) atau yang menginspirasi pembelajaran tentang integrasi sains dan agama di MA Darul Ulum. Tujuan pembelajaran integrasi IPA dan agama di MA Darul Ulum Jombang dirancang berbeda antara jurusan IPA dan IAI.
Tujuan pembelajaran integrasi sains dan agama pada jurusan IAI di MA Darul Ulum adalah untuk membekali siswa dengan keterampilan sains terintegrasi dengan agama sehingga mengetahui dan memahami isi ajaran Islam.
Materi Pembelajaran Integrasi Sains dan Agama
Metode Pembelajaran Integrasi Sains dan Agama
- Aktivitas Pembelajaran Klasikal
- Aktivitas Pembelajaran Laboratorium
- Aktivitas Pembelajaran Alam
- Aktivitas Pembelajaran Studium General
Strategi dan metode pembelajaran harus dirancang dan dikembangkan dengan menyesuaikan tujuan pembelajaran yang telah ditetapkan (Sanjaya, 2008a). Adaptasi dapat diartikan sebagai upaya memilih metode pembelajaran yang dianggap tepat untuk mencapai tujuan pembelajaran yang telah ditetapkan. Tidak menutup kemungkinan tujuan yang sama dapat dicapai dengan metode atau strategi yang berbeda karena konteks pembelajaran yang berbeda.
Setiap guru dalam interaksinya dengan siswa bebas menentukan pilihan metode pengajaran yang akan digunakan, sepanjang ia menghendakinya.
Media Pembelajaran Integrasi Sains dan Agama
- Laboratorium
- Alam Semesta
- Internet
- Peristiwa-Peristiwa di Masyarakat
Media pembelajaran akan memberikan pengalaman belajar yang lebih nyata kepada siswa, sehingga siswa mempunyai pengalaman belajar yang lebih luas. Media pembelajaran merupakan pembawa pesan dari berbagai saluran kepada penerima pesan. Media pembelajaran yang digunakan biasanya sangat bergantung pada kondisi lingkungan sosial budaya yang berkembang (Sanjaya, 2008a).
Improvisasi media pembelajaran sangat penting mengingat banyak sekali media pembelajaran yang dapat digunakan untuk mendongkrak kinerja.
Evaluasi Pembelajaran Integrasi Sains dan Agama
Evaluasi Formal
Bentuk evaluasi formal tersebut meliputi Ulangan Harian I, Ujian Tengah Semester (UTS), Ulangan Harian II, dan Ujian Akhir Semester (UAS).
Catatan Peserta Didik
Review
Tingkah Laku
Secara umum metode pengajaran yang menghubungkan sains dan agama adalah ceramah, diskusi, penugasan, observasi dan laboratorium. Secara umum media pembelajaran integrasi sains dan agama adalah laboratorium, ruang angkasa, internet, dan peristiwa-peristiwa yang berkembang di masyarakat. Evaluasi integrasi ilmu pengetahuan dan agama adalah evaluasi formal, catatan siswa, evaluasi dan observasi.
Dampak pengajaran pengajaran integrasi ilmu pengetahuan dan agama meliputi (i) nilai keimanan dan (ii) pengembangan ilmu pengetahuan baru.
PENUTUP