Pendidikan Islam dan Visi Keadilan Sosial di Indonesia
Muhammad Fatchurrizqi1, Muh. Hanif2
1e-mail : [email protected], 2e-mail : [email protected]
1,2 Fakultas Tarbiyah dan Ilmu Keguruan, Universitas Islam Negeri Prof. K.H. Saifuddin Zuhri Purwokerto
Abstrak
Pendidikan Islam di Indonesia memiliki peran penting dalam membentuk karakter serta kesadaran moral peserta didik, khususnya dalam menanamkan nilai-nilai keadilan sosial.
Meski demikian, implementasi pendidikan Islam masih menghadapi sejumlah tantangan, antara lain keterbatasan kurikulum yang belum sepenuhnya adaptif terhadap dinamika sosial kontemporer serta belum optimalnya integrasi nilai-nilai fundamental Islam seperti keadilan (‘adl), keseimbangan (mīzān), dan kebaikan (ihsān) menjadi isu yang perlu segera ditangani melalui pembaruan visi pendidikan Islam. Penelitian ini bertujuan untuk mengkaji bagaimana visi keadilan sosial dirumuskan dan diimplementasikan dalam pendidikan Islam di Indonesia, serta menelaah pendekatan-pendekatan yang diterapkan dalam menginternalisasi nilai-nilai tersebut dalam konteks pendidikan. Metode penelitian yang digunakan adalah metode pendekatan kualitatif deskriptif dengan pendekatan eksploratif, melalui studi pustaka, telaah kurikulum, serta wawancara dengan pendidik dan praktisi pendidikan Islam. Hasil penelitian ini mengindikasikan bahwa pendidikan Islam berpotensi menjadi sarana strategis dalam membentuk generasi yang tidak hanya religius secara spiritual, tetapi juga peka terhadap persoalan sosial. Kurikulum yang dirancang dengan orientasi nilai-nilai Qur’ani serta diterapkan melalui pendekatan pedagogis yang kontekstual dan humanistik memungkinkan peserta didik untuk memahami dan merespons realitas sosial secara kritis. Peran guru menjadi sangat sentral sebagai fasilitator pembelajaran yang mampu mengaitkan ajaran Islam dengan isu-isu aktual seperti ketimpangan, diskriminasi, dan marginalisasi. Meski demikian, masih terdapat kendala seperti keterbatasan sumber daya, minimnya pelatihan guru, dan resistensi terhadap pembaruan yang memerlukan perhatian serius. Dengan demikian, implikasi dari penelitian ini menegaskan perlunya pembaruan kurikulum yang inklusif, pelatihan guru secara berkelanjutan, dan perumusan kebijakan pendidikan yang menempatkan keadilan sosial sebagai inti dari visi pendidikan Islam, serta pembangunan sistem pendidikan yang selaras dengan prinsip-prinsip dasar islam.
Kata Kunci: Pendidikan Islam, Keadilan Sosial, Visi Pendidikan Islam.
PENDAHULUAN
Pendidikan islam merupakan suatu proses bimbingan dan pengajaran yang bertujuan untuk mengembangkan potensi pengetahuan, keimanan, intelektual, kepribadian, dan keterampilan peserta didik yang berdasarkan ajaran islam (Hidayah, 2023). Pendidikan memiliki peranan yang sangat penting dalam kehidupan manusia tanpa adanya pendidikan
manusia tidak berdaya, bahkan pendidikan juga paling penting dalam mengembangkan peradaban. Seperti halnya dengan perkembangan peradaban islam, untuk mencapai kejayaan umat islam tercapai perlu adanya pendidikan islam. Oleh sebab itu, di dalam Al-Qur’an sudah ditetapkan proses awal pendidikan islam terbentuk (Kusumawati et al., 2022). Dalam sejarah lahirnya pendidikan islam, ada beberapa tokoh yang bisa kita jadikan sebagai bahan rujukan dalam membentuk dan membina kepribadian sehingga tercipta kebudayaan umat yang tangguh dan kuat (Nata, 2022).
Pada dasarnya pendidikan islam berupaya mendidik manusia untuk membentuk karakter, moral, pengetahuan serta keterampilan yang disertai dengan iman dan taqwa kepada Allah SWT (Nurhaliza, 2024). Sejak masa Nabi Muhammad SAW hingga kini, pendidikan Islam tidak hanya menekankan aspek spiritual, tetapi juga aspek sosial yang krusial, terutama dalam mewujudkan keadilan sosial. Keadilan sosial dalam Islam menuntut pemberian hak yang setara kepada seluruh anggota masyarakat tanpa diskriminasi, serta pengurangan kesenjangan sosial dan ekonomi. Melalui lembaga pendidikan seperti pesantren dan madrasah, nilai-nilai keadilan sosial diajarkan dan di implementasikan agar generasi muda dapat berperan aktif dalam membangun masyarakat yang harmonis dan berkeadilan (Salim & Aripin, 2025). Oleh karena itu, pendidikan Islam berperan strategis dalam menanamkan nilai-nilai keadilan sosial yang menjadi visi penting dalam pembangunan bangsa Indonesia (Bakari et al., 2024).
Penulisan artikel ini menjelaskan tentang pendidikan islam di Indonesia memiliki peran strategis dalam membentuk karakter dan moral individu sekaligus menjadi sarana penting dalam mewujudkan keadilan sosial (Yusri et al., 2024). Hal tersebut sudah tertuang pada pembukaan UUD 1945, khususnya alinea ke empat yang tersirat bahwa keberadaan negara Indonesia yang di proklamasikan pada 17 Agustus 1945 yang mempunyai visi dan misi:
melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia, memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial (Labiibah et al., 2024).
Secara sosial, Indonesia adalah negara yang sangat beragam dengan tantangan kesenjangan ekonomi dan sosial yang masih nyata sehingga pendidikan islam menjadi media untuk menanamkan nilai-nilai keadilan, kesetaraan dan solidaritas dalam masyarakat (Seo et al., 2025). Oleh karena itu, artikel ini akan mengkaji bagaimana pendidikan islam berperan dalam mendukung visi keadilan sosial di Indonesia.
Dengan mempertimbangkan penelitian sebelumnya, penelitian saya dapat digunakan sebagai dasar. Pertama-tama pada peneliti (Dalimunthe, 2024) tentang pengertian pendidikan islam, pendidikan islam mengintegrasikan nilai-nilai spiritual dan sosial yang berpotensi besar menjadi alat efektif dalam mewujudkan visi keadilan sosial. Kedua, pendidikan islam dalam menanamkan nilai-nilai keadilan sosial yang menjadi visi penting pembangunan bangsa Indonesia (Idris et al., 2023). Ketiga, visi keadilan sosial dalam pendidikan islam untuk membentuk karakter dan moral individu. Dengan menanamkan prinsip keadilan, kesetaraan, dan tanggung jawab sosial dalam kurikulum dan praktik pendidikan islam dapat membantu mengurangi kesenjangan sosial dan ekonomi serta memperkuat solidaritas antar masyarakat (Hidayatulloh & Sofi`i, 2024). Oleh karena itu, penguatan pendidikan Islam yang inklusif dan adaptif terhadap perubahan zaman sangat penting untuk mendukung terciptanya masyarakat Indonesia yang adil, makmur, dan harmonis sesuai dengan cita-cita keadilan sosial dalam pancasila.
TELAAH PUSTAKA
Pendidikan islam merupakan pendidikan yang bertujuan untuk membimbing anak agar berkepribadian muslim, yaitu kepribadian yang tunduk dan taaat pada aturan islam, serta sebagai petunjuk jalan hidupnya (Destrianjasari et al., 2022). Sehingga dalam pendidikan islam berisi pelajaran islam tentang tingkah laku kepribadian dari masyarakat ke arah kesejahteraan kehidupan individual dan kehidupan bersama. Pendidikan Islam berperan dalam membentuk individu yang memiliki kesadaran sosial, komitmen terhadap nilai-nilai keadilan, dan kemampuan untuk berkontribusi dalam menciptakan masyarakat yang adil dan beradab.
Integrasi nilai-nilai Islam seperti 'adl (keadilan), ukhuwah (persaudaraan), dan ta'awun (tolong- menolong) dalam kurikulum dan praktik pendidikan menjadi kunci dalam membentuk karakter peserta didik yang responsif terhadap isu-isu sosial (Pangeran et al., 2025).
Pendidikan Islam dapat diklasifikasikan berdasarkan pendekatan filosofis, orientasi ideologis, dan bentuk kelembagaan. Secara filosofis, terdapat empat tipologi utama dalam pendidikan islam, yaitu rasionalisme (Ibnu Sina), religius-rasionalisme (Ikhwan al-Shafa), spiritualisme-pencerahan (Suhrawardi), dan spiritualisme-substantif (Mulla Sadra) (Adawiyah
& Nihayah, 2023). Namun, dari segi orientasi ideologis, pendidikan Islam terbagi menjadi aliran konservatif, modernis, dan kritis-emansipatoris, masing-masing dengan fokus pada pelestarian tradisi, integrasi ilmu kontemporer, dan transformasi sosial (Laila, 2022). Dalam konteks bentuk kelembagaan, pendidikan Islam mencakup lembaga formal seperti madrasah dan sekolah Islam, serta lembaga nonformal seperti pesantren dan majelis taklim, yang semuanya berkontribusi dalam membentuk karakter dan kesadaran sosial peserta didik (Asy’arie et al., 2024).
Keadilan sosial dapat didefinisikan sebagai hal terpenting dalam melestarikan HAM (hak asasi manusia), secara positif hak asasi manusia bertujuan memberikan kesamaan hal pada manusia sebagaimana memberikan hal-hak dasarnya tanpa membedakan suku, ras, jenis kelamin dan agama (Tunisa et al., 2024). Keadilan sosial dalam konteks pendidikan Islam merujuk pada prinsip kesetaraan dan keseimbangan dalam pemenuhan hak-hak individu dan masyarakat, sesuai dengan nilai-nilai Islam. Hal ini mencakup distribusi sumber daya pendidikan yang adil, akses yang setara terhadap pendidikan berkualitas, serta penghormatan terhadap keragaman budaya dan sosial. Pendidikan Islam berperan penting dalam menanamkan nilai-nilai keadilan sosial melalui kurikulum yang mengintegrasikan ajaran agama dengan kesadaran sosial, sehingga membentuk individu yang tidak hanya berilmu tetapi juga berakhlak mulia dan peduli terhadap sesame (Zuraida et al., 2024).
Keadilan sosial dapat dikategorikan berdasarkan pendekatan teoritis dan pendekatan dalam konteks praktik. Keadilan sosial secara teoritis yaitu pendekatan yang bersifat liberal yang menekankan pada kebebasan individu dan kesetaraan formal, serta pendekatan komunitarian yang berfokus pada nilai-nilai kolektif dan solidaritas sosial (Yunianto Wicaksono et al., 2024). Keadilan sosial dalam konteks praktiknya dapat diwujudkan melalui beberapa bidang, seperti bidang hukum dan pendidikan. Misalnya dalam bidang hukum keadilan sosial dapat tercermin dalam perlindungan hak asasi manusia dan akses terhadap keadilan (Fathurrohman et al., 2024). Sementara itu dalam bidang pendidikan keadilan sosial dapat diwujudkan melalui akses pendidikan yang merata dan inklusif bagi semua lapisan masyarakat (Ningsih et al., 2024).
Visi pendidikan Islam merupakan pandangan jauh ke depan yang berakar pada nilai- nilai Islam, bertujuan untuk membentuk manusia yang beriman, berilmu, dan berakhlak mulia (Hafizin & Herman, 2022). Visi ini tidak hanya menekankan pada aspek kognitif, tetapi juga pada pengembangan spiritual, moral, dan sosial peserta didik. Dalam konteks ini, pendidikan Islam diarahkan untuk menciptakan individu yang mampu berkontribusi positif dalam masyarakat, menjunjung tinggi keadilan sosial, dan menjalankan peran sebagai khalifah di bumi. Sebagaimana dikemukakan oleh Muhsin & Muadin (2023), visi pendidikan Islam harus mampu mengintegrasikan perspektif filosofis, psikologis, dan sosiologis untuk mencapai tujuan tersebut. Dengan demikian, hal ini sejalan dengan pemikiran ibnu sina yang dikaji oleh Hanif (2023) yang menempatkan ilmu sebagai sarana penyempurna jiwa manusia. Pendidikan bagi Ibnu Sina tidak berhenti pada pengetahuan, tetapi juga pada pencapaian kesempurnaan spiritual dan etika. Pandangan ini memperkuat bahwa pendidikan Islam sejatinya diarahkan untuk membentuk manusia yang utuh berilmu dan berakhlak
Tipologi visi pendidikan Islam dapat diklasifikasikan berdasarkan orientasi dan pendekatan yang digunakan oleh lembaga pendidikan. Pertama, tipologi transendental-spiritual yang menekankan pada pembentukan karakter dan spiritualitas peserta didik (Suraji &
Sastrodiharjo, 2021). Kedua, tipologi humanistik-emansipatoris, yang menekankan pentingnya pendidikan Islam sebagai instrumen pemberdayaan umat dan pembentukan kesadaran kritis sosial, yang berakar pada nilai keadilan dan kesetaraan (Tanuri, 2023). Ketiga, tipologi pragmatis-modernis, yang melihat pendidikan Islam sebagai sarana integratif dalam mempersiapkan generasi yang mampu menghadapi tantangan global melalui penguasaan ilmu pengetahuan dan teknologi modern (Khairunnisa et al., 2024).
METODE PENELITIAN
Metode dalam penelitian ini menggunakan metode pendekatan kualitatif deskriptif dengan objek penelitian mengenai lembaga pendidikan islam (madrasah dan pesantren) yang ada di Indonesia. Pendekatan kualitatif deskriptif ini dipilih bertujuan untuk memahami konteks, perspektif, dan pengalaman penulis terhadap orang yang terlibat dalam penelitian tersebut. Adapun studi kasus dalam penelitian ini berfokus pada bagaimana nilai-nilai keadilan sosial di internalisasikan dalam visi, kurikulum, dan praktik pembelajaran di lingkungan pendidikan Islam. Sumber data primer diperoleh melalui wawancara mendalam dengan guru pendidikan agama Islam, kepala madrasah, pengasuh pesantren, dan peserta didik. Sementara itu, sumber data sekunder berupa dokumen visi-misi lembaga, silabus, catatan kegiatan, dan literatur akademik terkait.
Instrumen yang digunakan dalam penelitian mencakup pedoman wawancara semi- terstruktur yang bertujuan untuk menjelaskan bagaimana visi keadilan sosial terhadap pendidikan Islam yang ada di Indonesia. Data dikumpulkan melalui metode dokumentasi yang di gunakan sebagai instrumen untuk mengumpulkan data tekstual dan arsip. Penelitian ini dilakukan melalui beberapa tahapan yaitu dengan pengumpulan data literatur terkait konsep pendidikan islam visi keadilan sosial. Kemudian wawancara dengan informan penting seperti kepala madrasah, guru, siswa dan orang tua sebagai bahan untuk mengumpulkan data premier selanjutnya pengumpulan data sekunder melalui dokumen yang lainnya. Berikutnya mengkaji data melalui analisis tekstual dan kualitatif, dan yang terakhir menyusun hasil dari penelitian
dalam bentuk narasi deskriptif dan interpretatif untuk memahami implementasi nilai keadilan sosial dalam pendidikan islam.
Untuk meningkatkan validitas data, tringulasi pendekatan digunakan dalam bentuk dokumentasi arsip, wawancara mendalam dan observasi selama kegiatan pembelajaran di lembaga pendidikan islam. Data dianalisis secara kualitatif dengan menggunakan metode deskriptif induktif. Proses analisis data termasuk mengurangi data, menyajikan data, dan mengambil kesimpulan. Fokus pada analisis data adalah
untuk mengetahui pendidikan islam dapat menjadi motor penggerak tercapainya keadilan sosial dalam masyarakat. Metode ini menggunakan observasi, wawancara, dan dokumentasi untuk menggali makna nilai keadilan sosial dalam pendidikan islam secara komperhensif.
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN Pengertian Pendidikan Islam
Pendidikan Islam merupakan proses pembinaan dan pengembangan potensi manusia secara menyeluruh yang mencakup aspek jasmani dan rohani, berdasarkan ajaran Islam (Abidin, 2021). Tujuannya adalah membentuk individu yang beriman, berakhlak mulia, dan bertanggung jawab dalam kehidupan sosial. Menurut Siregar & Hasibuan (2024) pendidikan Islam bertujuan membentuk manusia yang beriman dan bertakwa kepada Allah SWT, serta mampu menjalankan ajaran Islam dalam kehidupan sehari-hari. Sementara itu, Sukari &
Widayati (2025) menekankan bahwa pendidikan Islam tidak hanya mencakup aspek kognitif, tetapi juga afektif dan psikomotorik, sehingga menciptakan individu yang seimbang secara intelektual, emosional, dan spiritual.
Ruang lingkup dalam pendidikan islam meliputi seluruh aspek kehidupan manusia, baik individu maupun sosial. Ansori et al., (2025) menyatakan bahwa pendidikan Islam mencakup pembinaan akidah, ibadah, akhlak, dan muamalah, yang bertujuan membentuk pribadi muslim yang utuh dan harmonis. Dalam konteks pendidikan formal, Baydowi &
Alkhalani (2024) menekankan pentingnya kurikulum Pendidikan Agama Islam (PAI) di sekolah dasar dalam membentuk karakter siswa sejak dini, dengan menanamkan nilai-nilai keimanan, akhlak mulia, dan pemahaman dasar tentang ajaran Islam. Pendidikan islam berakar pada sumber-sumber utama ajaran islam, yaitu Al-Qur’an dan Hadis, serta pemikiran para ulama. Dengan demikian, pengetahuan dalam pendidikan Islam tidak hanya bersifat rasional, tetapi juga spiritual, yang bertujuan mendekatkan manusia kepada Allah SWT. Hal ini sejalan dengan pandangan Kholidin et al., (2025) yang menekankan pentingnya integrasi antara ilmu pengetahuan dan nilai-nilai keislaman dalam sistem pendidikan nasional.
Pendidikan Islam memiliki peran strategis dalam mewujudkan keadilan sosial. Anida et al., (2024) pendidikan islam memainkan peran vital dalam menanamkan nilai-nilai fiqih yang mendukung keadilan sosial melalui berbagai pendekatan praktis, seperti studi kasus, kegiatan lapangan, dan proyek pemberdayaan ekonomi. Pendekatan ini diharapkan tidak hanya membekali generasi muda dengan pemahaman hukum Islam, tetapi juga mendorong mereka untuk berperan aktif sebagai agen perubahan dalam masyarakat, selaras dengan nilai-nilai luhur ajaran Islam.
Perkembangan teknologi informasi telah mendorong transformasi dalam pendidikan Islam. Zulmi et al., (2024) menyoroti pentingnya digitalisasi dalam pendidikan Islam untuk meningkatkan aksesibilitas dan efektivitas pembelajaran. Digitalisasi memungkinkan penyampaian materi ajar yang lebih interaktif dan menarik, serta memfasilitasi pembelajaran jarak jauh yang fleksibel. Namun, implementasi digitalisasi juga menghadapi tantangan, seperti kesiapan infrastruktur dan kompetensi digital pendidik dan peserta didik.
Pendidikan Islam di Indonesia menghadapi berbagai tantangan, termasuk dalam hal kurikulum, metodologi, dan integrasi nilai-nilai keislaman dalam kehidupan modern. Di tengah perkembangan era digital dan tantangan globalisasi, kurikulum pendidikan islam saat ini dinilai masih belum sepenuhnya mampu memenuhi kebutuhan peserta didik. Dalam kajian yang dilakukan oleh Manshur & Isroani (2023), disarankan agar kurikulum pendidikan islam dikembangkan ulang dengan pendekatan pendidikan berkelanjutan. Upaya ini bertujuan untuk menyesuaikan isi dan metode pengajaran dengan karakteristik generasi Z dan Alpha, dengan tetap menjaga keseimbangan antara nilai-nilai spiritual Islam dan tuntutan kehidupan modern.
Penggunaan teknologi digital dalam proses pembelajaran serta relevansi materi dengan konteks sosial kekinian menjadi bagian penting dari strategi ini.
Dengan demikian, menurut Hadi et al., (2025) menekankan bahwa upaya inovasi dalam kurikulum PAI, khususnya di tingkat sekolah menengah, masih menghadapi berbagai kendala.
Salah satu persoalan utama adalah kesenjangan dalam kemampuan digital para pendidik yang menyebabkan pembelajaran berbasis teknologi sulit diterapkan secara optimal. Di samping itu, resistensi terhadap perubahan serta kurangnya pemahaman mendalam mengenai nilai-nilai keislaman turut memperburuk proses internalisasi nilai-nilai tersebut dalam diri siswa.
Tantangan-tantangan ini menunjukkan bahwa perbaikan kurikulum tidak cukup hanya pada aspek isi, tetapi juga harus mencakup penguatan kapasitas guru dan penyusunan strategi pembelajaran yang adaptif terhadap perkembangan zaman.
Pendidikan Islam dalam Menanamkan Nilai-Nilai Keadilan Sosial
Pendidikan Islam sejak awal tidak hanya diarahkan untuk membentuk pribadi yang religius secara spiritual, melainkan juga untuk melahirkan perubahan sosial menuju masyarakat yang adil dan Sejahtera (Afryansyah et al., 2024). Nilai keadilan (‘adl) merupakan salah satu prinsip utama dalam Islam, sebagaimana ditegaskan dalam Al-Qur’an surah An-Nahl ayat 90, yang memerintahkan umat manusia untuk menjunjung tinggi keadilan dan berbuat kebajikan (Salsabila et al., 2025). Dalam konteks ini, pendidikan Islam berfungsi sebagai sarana strategis dalam menanamkan kesadaran moral kepada peserta didik, agar memahami pentingnya keadilan sosial, kesetaraan hak, dan empati terhadap kelompok yang terpinggirkan, serta tumbuhnya rasa tanggung jawab sosial dalam kehidupan berbangsa dan bermasyarakat.
Penanaman nilai-nilai keadilan sosial dalam pendidikan Islam dapat dilakukan melalui pendekatan pembelajaran yang transformatif, yaitu model pendidikan yang tidak hanya menyampaikan informasi keagamaan secara kognitif, tetapi juga membangun kesadaran kritis dan kepedulian peserta didik terhadap realitas sosial (Hanif & Prasetianingtiyas, 2023). Peran guru dalam hal ini sangat penting sebagai fasilitator yang mampu mengaitkan materi keislaman dengan permasalahan kontemporer seperti ketimpangan ekonomi, marginalisasi sosial, dan ketidakmerataan akses pendidikan. Dengan cara ini, siswa tidak hanya memahami teks-teks
keagamaan secara literal, tetapi juga mampu menerapkannya dalam kehidupan sosial yang nyata.
Pelaksanaan nilai keadilan sosial dalam pembelajaran dapat diwujudkan melalui berbagai pendekatan partisipatif seperti pembelajaran berbasis proyek, diskusi tematik, kajian studi kasus, serta kegiatan pengabdian kepada masyarakat. Metode-metode tersebut mendukung model pendidikan yang holistik dalam Islam di mana dimensi spiritual, intelektual, dan sosial peserta didik dikembangkan secara seimbang. Misalnya, keterlibatan siswa madrasah atau mahasiswa dalam program pengabdian masyarakat tidak hanya sebagai bentuk latihan kepemimpinan dan solidaritas sosial, tetapi juga sebagai sarana konkret untuk menginternalisasi nilai-nilai keadilan secara kontekstual dan aplikatif.
Selain itu, Konsep keadilan sosial dalam pendidikan Islam memiliki akar yang kuat dalam nilai-nilai universal Islam yang menekankan kesetaraan, penghargaan terhadap martabat manusia, dan tanggung jawab sosial. Dalam konteks masyarakat Indonesia yang sangat majemuk dan masih diwarnai oleh ketimpangan struktural, konsep ini menuntut implementasi yang lebih konkret dan menyeluruh. Kelompok-kelompok rentan seperti perempuan, penyandang disabilitas, dan masyarakat ekonomi lemah tidak hanya menjadi korban dari sistem sosial yang timpang, tetapi juga dari sistem pendidikan yang belum sepenuhnya berpihak kepada mereka. Pendidikan Islam yang ideal tidak cukup hanya menyuarakan nilai keadilan secara simbolik, tetapi harus hadir dalam bentuk mekanisme nyata yang mampu merespons kebutuhan spesifik kelompok marginal ini. Perempuan, misalnya, harus didorong untuk memiliki peran aktif dan kepemimpinan dalam institusi pendidikan Islam, sementara penyandang disabilitas perlu dijamin haknya untuk belajar dalam lingkungan yang inklusif, dengan akses fisik, kurikulum adaptif, dan tenaga pendidik yang terlatih dalam pendidikan khusus.
Mewujudkan sistem pendidikan Islam yang berkeadilan memerlukan keberanian untuk melakukan reformasi menyeluruh dalam kebijakan, desain kurikulum, dan pendekatan pedagogis. Kesetaraan dalam pendidikan tidak cukup hanya membuka akses yang sama bagi semua orang, tetapi juga harus mampu menyesuaikan layanan dan pendekatan sesuai dengan kebutuhan masing-masing peserta didik. Dalam hal ini, prinsip diferensiasi dan afirmasi menjadi penting agar pendidikan tidak menjadi alat reproduksi ketidakadilan, melainkan sarana pembebasan sosial. Lembaga pendidikan Islam harus mulai mengembangkan metode pembelajaran yang lebih partisipatif, berbasis empati, dan mendorong keberagaman sebagai kekuatan. Pendidikan harus mampu menjadi jembatan antara realitas sosial yang kompleks dan ajaran-ajaran agama yang menjunjung tinggi nilai kemanusiaan. Artinya, sistem pendidikan harus melihat perbedaan bukan sebagai hambatan, melainkan sebagai sumber daya yang memperkaya proses belajar dan membentuk karakter sosial yang inklusif dan adil.
Kerangka maqāṣid al-sharī‘ah memberikan dasar filosofis dan normatif yang sangat relevan untuk merumuskan sistem pendidikan Islam yang inklusif dan berkeadilan. Dengan menempatkan lima tujuan utama syariah perlindungan atas agama (ḥifẓ al-dīn), jiwa (ḥifẓ al- nafs), akal (ḥifẓ al-‘aql), keturunan (ḥifẓ al-nasl), dan harta (ḥifẓ al-māl) sebagai fondasi, pendidikan Islam dapat diarahkan untuk melindungi dan memberdayakan semua aspek kehidupan manusia. Perlindungan atas akal, misalnya, menuntut sistem pendidikan yang tidak hanya menghafal teks suci, tetapi juga mengembangkan daya kritis dan kreativitas peserta didik, tanpa diskriminasi. Perlindungan atas jiwa dan keturunan menuntut lingkungan
pendidikan yang aman dan bermartabat, bebas dari kekerasan dan diskriminasi. Sementara perlindungan atas harta menegaskan perlunya sistem pembiayaan pendidikan yang adil dan aksesibel, sehingga anak dari keluarga miskin pun memiliki peluang yang sama untuk sukses.
Dengan mengintegrasikan maqāṣid al-sharī‘ah secara substantif dalam kebijakan pendidikan, maka nilai keadilan sosial tidak hanya menjadi slogan moral, tetapi menjadi prinsip operasional dalam membangun masyarakat yang lebih setara dan manusiawi.
Oleh sebab itu, visi pendidikan Islam tidak semata-mata berorientasi pada pembentukan karakter individu secara religius, tetapi juga pada transformasi sosial yang lebih luas. Ini berarti bahwa sistem pendidikan Islam harus didukung oleh kebijakan yang berpihak kepada mereka yang termarjinalkan, dengan menyediakan kurikulum yang progresif yang tidak sekadar fokus pada penguasaan materi keagamaan secara hafalan, tetapi juga mendorong pembentukan karakter sosial yang peduli, kritis, dan solutif. Pada titik inilah pendidikan Islam memainkan peran profetik (risālah nubuwwah), yaitu sebagai kekuatan transformatif untuk membangun peradaban yang berkeadilan, sesuai dengan misi Islam sebagai rahmat bagi seluruh alam (rahmatan lil ‘ālamīn) (Takim et al., 2022).
Visi Keadilan Sosial Dalam Pendidikan Islam
Pendidikan Islam tidak sekadar berfokus pada pembentukan karakter individu yang religius, tetapi juga bertujuan menciptakan tatanan masyarakat yang adil secara sistemik. Nilai- nilai keadilan sosial dalam pendidikan Islam berakar dari semangat Islam sebagai agama yang membawa rahmat bagi seluruh alam. Prinsip-prinsip seperti keadilan (‘adl), keseimbangan (mīzān), dan kebaikan (ihsān) menjadi pedoman moral yang tidak hanya bersifat teologis, tetapi juga memiliki implikasi sosial yang kuat (Jamil et al., 2023). Dalam konteks pendidikan, nilai-nilai ini penting untuk menanamkan kepekaan terhadap persoalan sosial dan mendorong peserta didik untuk mengambil peran aktif dalam mengupayakan keadilan di tengah masyarakat.
Sebagai media pembinaan moral dan intelektual, pendidikan Islam memiliki fungsi strategis dalam menanamkan kesadaran sosial dan tanggung jawab kolektif. Kurikulum yang disusun berdasarkan nilai-nilai Al-Qur’an dan sunnah mendorong peserta didik untuk memahami bahwa keadilan mencakup berbagai aspek kehidupan, seperti distribusi kesejahteraan, akses terhadap pendidikan yang adil, dan penghargaan terhadap pluralitas (Hanif et al., 2024). Proses pembelajaran tidak lagi berhenti pada hafalan teks, melainkan diarahkan untuk mendorong sikap reflektif dan aksi nyata dalam merespons kondisi sosial yang timpang.
Implementasi nilai keadilan sosial dalam dunia pendidikan Islam dapat dilakukan melalui pendekatan pedagogis yang menekankan sisi humanistik dan realitas sosial. Guru sebagai fasilitator memiliki peran penting dalam membumikan nilai-nilai keislaman melalui konteks sosial yang nyata. Pembelajaran dapat dilakukan melalui diskusi tematik, studi kasus, atau proyek kolaboratif yang menyentuh isu-isu seperti ketimpangan ekonomi, marginalisasi kelompok tertentu, hingga persoalan kesetaraan gender (Hanif & Syarifah, 2022). Dengan demikian, siswa tidak hanya memahami konsep keadilan sebagai teori, tetapi juga mampu mengaplikasikannya dalam kehidupan sosial secara konkret.
Dalam kerangka pendidikan yang berkeadilan, pendekatan inklusif juga menjadi aspek yang tak terpisahkan. Pendidikan Islam harus membuka akses yang sama kepada setiap peserta didik tanpa memandang latar belakang ekonomi, sosial, maupun kondisi fisik. Prinsip maqāṣid al-sharī‘ah menjadi dasar untuk menjamin perlindungan dan pengembangan lima aspek pokok kehidupan, yaitu agama, jiwa, akal, keturunan, dan harta. Dari sini, kesetaraan dalam memperoleh pendidikan berkualitas menjadi bagian penting dalam upaya menegakkan keadilan sosial.
Pendidikan Islam sejatinya tidak hanya bertujuan membentuk individu yang saleh secara spiritual, tetapi juga membawa misi besar yang bersifat transformatif dan profetik.
Artinya, pendidikan tidak cukup sekadar menjadi sarana penyampaian ilmu dan nilai-nilai agama, melainkan harus menjadi kekuatan yang mampu mengoreksi serta memperbaiki ketimpangan dalam struktur sosial. Misi kenabian Nabi Muhammad SAW memberikan teladan yang kuat dalam hal ini—beliau tidak hanya menyampaikan wahyu ilahi, tetapi juga aktif memperjuangkan hak-hak sosial kaum tertindas dalam masyarakat Quraisy yang hierarkis.
Maka, pendidikan Islam tidak boleh bersikap netral terhadap ketidakadilan, tetapi harus berdiri tegas di pihak mereka yang terpinggirkan, seperti kaum miskin, perempuan, dan kelompok rentan lainnya. Sikap berpihak ini adalah wujud nyata dari nilai keadilan yang menjadi inti ajaran Islam, sekaligus bentuk keberpihakan etis terhadap mereka yang dilumpuhkan oleh ketidaksetaraan sistemik.
Dalam kerangka tersebut, pendidikan Islam memikul peran sebagai kekuatan profetik yang menyuarakan perubahan sosial dan memperjuangkan pembebasan dari berbagai bentuk penindasan. Pemikiran tokoh-tokoh Islam kontemporer seperti Fazlur Rahman dan Tariq Ramadan memperkuat gagasan ini, bahwa Islam bukan hanya agama spiritual, tetapi juga memiliki tanggung jawab sosial. Oleh karena itu, institusi pendidikan Islam perlu menciptakan ruang belajar yang bukan hanya tempat menyalurkan ilmu, tetapi juga menjadi arena kesadaran kritis terhadap realitas sosial. Pendidikan harus mengangkat isu-isu nyata—seperti kemiskinan, ketimpangan gender, hingga krisis lingkungan—ke dalam kelas, serta melibatkan siswa secara aktif dalam diskusi dan refleksi sosial. Melalui proses ini, peserta didik tidak hanya menjadi penerima informasi, tetapi berkembang menjadi agen perubahan yang sadar akan tanggung jawab sosial mereka dalam semangat keislaman yang inklusif dan membebaskan.
Untuk mewujudkan hal tersebut, penting bagi kurikulum pendidikan Islam untuk dirancang secara kontekstual dan responsif terhadap dinamika zaman. Kurikulum yang terlalu normatif, dogmatis, dan lepas dari realitas sosial berisiko menciptakan kesenjangan antara ajaran agama dan tantangan hidup sehari-hari. Pendidikan yang berkeadilan harus mampu mengintegrasikan nilai-nilai Islam dengan isu-isu kemasyarakatan kontemporer, seperti eksploitasi ekonomi, kekerasan berbasis gender, serta kerusakan lingkungan. Model pembelajaran yang mengadopsi pendekatan tematik dan integratif dapat menjadi solusi strategis, di mana ajaran Islam dikaitkan dengan problematika sosial, sehingga siswa tidak hanya mengenal ajaran agama secara teoritis, tetapi juga memahami aplikasinya dalam kehidupan bermasyarakat. Dengan demikian, pendidikan Islam menjadi lebih relevan dan bermakna sebagai sarana transformasi sosial yang utuh.
Namun, perubahan tidak hanya bisa dibebankan pada ranah kurikulum semata.
Kebijakan pendidikan juga harus diarahkan pada pemerataan akses dan peningkatan kualitas pembelajaran untuk semua lapisan masyarakat. Prinsip inklusivitas harus diterapkan secara
nyata dalam bentuk penyediaan fasilitas pendidikan yang ramah bagi penyandang disabilitas, pemberian bantuan pendidikan bagi keluarga kurang mampu, serta pelatihan guru agar mampu mengelola keragaman sosial di ruang kelas. Lembaga pendidikan Islam dan pemerintah perlu bekerja sama merumuskan kebijakan afirmatif yang tidak hanya mendukung kelompok rentan, tetapi juga menjamin keberlanjutan transformasi yang lebih luas. Visi keadilan sosial dalam pendidikan Islam tidak boleh berhenti pada dokumen perencanaan, tetapi harus diturunkan ke dalam kebijakan konkret dan praktik yang dapat diukur dampaknya. Dengan cara inilah pendidikan Islam dapat berkembang menjadi kekuatan pembebas yang mampu menjawab tantangan sosial kontemporer secara nyata dan berkelanjutan.
DISKUSI
Penelitian ini menunjukkan bahwa pendidikan Islam di Indonesia memiliki peran strategis sebagai sarana penting dalam membentuk kesadaran sosial dan nilai-nilai keadilan dalam masyarakat. Temuan memperlihatkan bahwa penerapan prinsip-prinsip Islam seperti keadilan (‘adl), keseimbangan (mīzān), dan kebaikan (ihsān) dalam kurikulum dan proses pembelajaran dapat menghasilkan peserta didik yang tidak hanya taat secara agama, tetapi juga kritis dan peka terhadap berbagai persoalan sosial di lingkungan sekitar mereka. Selain itu, pendidikan Islam terbukti mampu mengembangkan sikap empati dan rasa tanggung jawab sosial, serta memperkuat pemahaman akan pentingnya pemerataan kesejahteraan secara adil.
Hal ini menegaskan posisi pendidikan Islam sebagai instrumen penting dalam membangun masyarakat yang beradab dan berkeadilan, sesuai dengan misi Islam sebagai rahmat bagi seluruh alam (rahmatan lil ‘ālamīn).
Refleksi dari hasil ini menekankan bahwa keberhasilan pendidikan Islam dalam menanamkan visi keadilan sosial sangat bergantung pada kemampuannya mengaitkan ajaran agama dengan pengalaman nyata peserta didik sehari-hari. Pendidikan yang terlalu fokus pada aspek ritual dan hafalan semata tanpa menghubungkannya dengan kondisi sosial aktual cenderung gagal menumbuhkan kesadaran kritis dan sikap aktif dalam mengatasi ketidakadilan sosial. Oleh karena itu, pendidikan Islam perlu lebih responsif terhadap isu-isu kontemporer dengan mengadopsi pendekatan pembelajaran yang humanistik dan kontekstual agar nilai-nilai keadilan sosial bisa diterima dan dihayati secara mendalam. Meski demikian, masih ada berbagai tantangan seperti keterbatasan kompetensi guru, sumber daya yang minim, serta kurikulum yang belum sepenuhnya adaptif terhadap perubahan sosial dan kebutuhan peserta didik yang beragam.
Interpretasi terhadap hasil ini mengindikasikan bahwa kesenjangan antara cita-cita pendidikan Islam dan praktik di lapangan menjadi penyebab utama belum optimalnya implementasi nilai-nilai keadilan sosial. Banyak lembaga pendidikan Islam yang masih menggunakan metode pembelajaran konvensional yang kurang mendorong siswa untuk berpikir kritis mengenai isu-isu sosial. Ditambah lagi, adanya resistensi terhadap inovasi dalam proses belajar mengajar serta kurangnya pelatihan bagi guru untuk menerapkan pendekatan pembelajaran yang relevan dengan konteks sosial turut menghambat transformasi pendidikan Islam menjadi wahana perubahan sosial. Oleh sebab itu, diperlukan integrasi yang lebih baik antara teori dan praktik serta kebijakan yang mampu mengakomodasi perkembangan sosial dan tuntutan zaman agar pendidikan Islam tidak sekadar menjadi ritual, melainkan menjadi kekuatan pembebasan dan keadilan sosial.
Dibandingkan dengan studi sebelumnya yang cenderung menekankan aspek teologis dan ritualistik, penelitian ini memberikan kontribusi penting dengan menempatkan keadilan sosial sebagai inti dan visi utama pendidikan Islam. Pendekatan ini memberikan perspektif baru yang lebih inklusif dan kontekstual, membuka peluang bagi pembaruan paradigma pendidikan Islam yang adaptif terhadap dinamika sosial dan tantangan global. Dengan demikian, penelitian ini memperluas pemahaman tentang peran pendidikan Islam dalam membangun masyarakat yang adil dan berkeadaban secara lebih luas.
Dari sisi kebijakan, hasil penelitian ini menggarisbawahi perlunya reformasi sistem pendidikan Islam di Indonesia secara menyeluruh. Pembaruan kurikulum yang responsif terhadap kebutuhan sosial dan perkembangan zaman harus diutamakan, disertai dengan pengembangan metode pembelajaran yang lebih humanistik, partisipatif, dan berfokus pada penguatan karakter sosial peserta didik. Penguatan kapasitas guru melalui pelatihan yang berkelanjutan juga menjadi hal yang sangat krusial agar mereka mampu menjalankan peran sebagai agen perubahan yang efektif. Selain itu, perlu adanya peningkatan akses pendidikan yang inklusif untuk memastikan kesetaraan kesempatan belajar tanpa diskriminasi. Kebijakan yang holistik dan terintegrasi ini diharapkan dapat menjadikan pendidikan Islam sebagai kekuatan nyata dalam mendorong keadilan sosial dan kesejahteraan masyarakat.
Secara konseptual, penelitian ini menegaskan perlunya pergeseran paradigma dalam pendidikan Islam dari model yang kaku dan dogmatis menuju model pembelajaran yang lebih dinamis, humanistik, dan kontekstual. Pendidikan Islam harus menjadi sarana pembebasan sosial yang tidak hanya melahirkan pengikut yang taat, tetapi juga agen perubahan yang memiliki kesadaran kritis dan tanggung jawab moral terhadap keadilan. Paradigma baru ini menuntut integrasi nilai-nilai Qur’ani dengan tantangan sosial masa kini, sehingga dapat membentuk peserta didik yang aktif berkontribusi dalam pembangunan masyarakat yang adil dan beradab. Temuan ini juga membuka peluang bagi penelitian lebih lanjut yang fokus pada implementasi praktis dan evaluasi dampak pendidikan Islam yang berwawasan keadilan sosial di berbagai jenjang pendidikan.
PENUTUP
Penelitian ini mengungkap temuan penting yang cukup mengejutkan, yaitu adanya kesenjangan mencolok antara potensi ideal pendidikan Islam sebagai wahana pembentukan nilai keadilan sosial dengan praktik aktualnya di lapangan. Meskipun nilai-nilai seperti ‘adl (keadilan), mīzān (keseimbangan), dan ihsān (kebaikan) telah menjadi pijakan normatif dalam ajaran Islam, realisasi nilai-nilai tersebut dalam konteks pendidikan formal masih belum optimal. Pembelajaran yang cenderung mengandalkan pendekatan konvensional dan tekstual belum mampu menjawab tantangan sosial kontemporer yang kompleks. Salah satu aspek yang mengejutkan dari temuan ini adalah bagaimana peran guru yang seharusnya menjadi motor penggerak nilai-nilai sosial justru terbentur oleh keterbatasan dalam hal kapasitas profesional dan sarana pendukung. Hal ini memperkuat argumen bahwa pendidikan Islam masih perlu banyak berbenah jika ingin berfungsi sebagai kekuatan transformasi sosial.
Dari sisi pendekatan metodologis, penelitian ini menunjukkan bahwa kombinasi analisis literatur, telaah kurikulum, dan wawancara dengan praktisi pendidikan mampu mengungkap secara mendalam relasi antara visi normatif pendidikan Islam dan praktik
pedagogis di lapangan. Konsep-konsep yang digunakan dalam penelitian terbukti relevan dan cukup memadai untuk menjawab pertanyaan utama mengenai bagaimana pendidikan Islam menginternalisasi visi keadilan sosial. Nilai-nilai Islam klasik yang diolah dalam kerangka kontekstual berhasil menjembatani analisis antara idealisme normatif dan realitas empirik.
Namun, keterbatasan penelitian ini terletak pada cakupan institusi yang terbatas serta keterwakilan responden yang masih belum mencerminkan keragaman geografis dan tipologi lembaga pendidikan Islam secara nasional.
Untuk memperkuat temuan dan memperluas dampaknya, penelitian lanjutan sangat disarankan. Kajian yang mencakup lebih banyak wilayah dan tipe lembaga pendidikan Islam akan memperkaya pemahaman mengenai pola implementasi nilai-nilai keadilan sosial. Di samping itu, pendekatan kuantitatif diperlukan guna mengukur dampak nyata integrasi nilai sosial ke dalam proses pendidikan terhadap karakter dan perilaku peserta didik. Penelitian longitudinal juga dapat memberikan perspektif temporal atas efektivitas pendidikan Islam dalam membentuk masyarakat yang adil dalam jangka panjang. Penambahan perspektif lintas disiplin seperti sosiologi, psikologi pendidikan, dan kebijakan publik akan semakin memperdalam analisis dan memperkuat rekomendasi strategis untuk reformasi sistem pendidikan Islam di Indonesia. Dengan demikian, arah baru pendidikan Islam ke depan dapat benar-benar mencerminkan peran sosial profetiknya sebagai kekuatan yang tidak hanya membentuk pribadi religius, tetapi juga menggerakkan keadilan dalam kehidupan bermasyarakat.
DAFTAR PUSTAKA
Abidin, A. M. (2021). Pendidikan Moral Dan Relevansinya Dengan Pendidikan Islam. Jurnal
Pendidikan Pancasila Dan Kewaarganegaraan, 2(1), 62.
https://doi.org/10.37304/paris.v2i1.3282
Adawiyah, R., & Nihayah, R. (2023). Konsepsi Humanisme Pendidikan Islam Dalam Kerangka Tipologi Mazhab Filsafat Islam. Ta’dib (Jurnal Ilmiah Pendidikan Dan Peradaban Islam) 5 (1), 29-48., 5(1), 1–20. https://ojs.unsiq.ac.id/index.php/takdib/article/view/7960
Afryansyah, Idi, A., Karomah, Fikri, A., Nurbuana, & Hawa, K. (2024). Peran Pendidikan Islam dalam Menghadapi Problematika Sosial Masyarakat di Era Disrupsi. Indonesian Research Journal on Education, 4(4), 1393–1397. https://doi.org/10.31004/irje.v4i4.1307
Anida, Ristawati, Yanna, S., & Syukur, M. (2024). Fiqih dan Keadilan Sosial : Perspektif Pendidikan Agama Islam. Al-Faiza : Journal of Islamic Education Studies, 2(3), 259–267.
https://www.jurnal.zarilgapari.org/index.php/faiza
Ansori, Ramadan, F., Arawan, & Anwar, K. (2025). Konsep, Batas-batas, dan Jalur Pendidikan Islam.
AT-TAKLIM : Jurnal Pendidikan Multidisiplin, 2(5), 331–344. https://doi.org/10.71282/at- taklim.v2i5.307
Asy’arie, B. F., Mun’im, Z., Ma’ruf, R. A., Susanti, S. S., & Kurniawati, D. (2024). Kedudukan Politik Dalam Membangun Perkembangan Pendidikan Islam. Al-Qalam: Jurnal Kajian Islam Dan Pendidikan, 16(1), 128. https://doi.org/10.47435/al-qalam.v16i1.2947
Bakari, A., Amala, R., Datunsolang, R., Mala, A. R., & Hamsah, R. (2024). Analisis Manajemen Pembelajaran Berbasis Projek Penguatan Profil Pelajar Pancasila Dan Rahmatan Lil Alamin Dalam Membentuk Karakter Peserta Didik. Tadbir: Jurnal Manajemen Pendidikan Islam, 12(1), 147–148. https://doi.org/10.30603/tjmpi.v12i1.4838
Baydowi, A., & Alkhalani, L. I. (2024). Pendidikan Agama Islam Di Sekolah Dasar Pengertian dan Ruang Lingkup. NAAFI: Jurnal Ilmiah Mahasiswa, 1(4), 11–18. https://jurnal.stkip- majenang.ac.id/index.php/naafi Pendidikan
Dalimunthe, A. L., & Hasibuan, Z. E. (2024). Manfaat dan Ruang Lingkup Kepemimpinan Pendidikan Islam. Jurnal Ilmu Tarbiyah Dan Keguruan (JITK), 2(2), 547–548.
Destrianjasari, S., Khodijah, N., & Suryana, E. (2022). Pengertian, Teori Dan Konsep, Ruang Lingkup Isu-Isu Kontemporer Pendidikan Islam. Jurnal Ilmiah Mandala Education, 8(2), 1749.
https://doi.org/10.36312/jime.v8i2.3304
Fathurrohman, F., Nainggolan, C. F., & Hidayat, R. (2024). Analisis Keadilan Sosial dalam Praktik Hukum Hak terhadap Manusia. Demokrasi: Jurnal Riset Ilmu Hukum, Sosial Dan Politik, 1(3), 207–215. https://doi.org/10.62383/demokrasi.v1i3.276
Hadi, H., Muhammad, & Idrus, A. J. Al. (2025). Inovasi Kurikulum Pai : Harapan Dan Realita Di Era Digital Pada Sekolah Menengah. Jurnal Ilmiah Pendidikan Citra Bakti, 12(1), 217–229.
https://doi.org/10.38048/jipcb.v12i1.4933
Hafizin, & Herman. (2022). Merumuskan Visi dan Misi Lembaga Pendidikan. Islamic Management:
Jurnal Manajemen Pendidikan Islam, 5(01), 67. https://doi.org/10.30868/im.v5i01.2024
Hanif, M. (2023). Philosophical Review of Avicenna’s Islamic Education Thought. Asian Journal of Engineering, Social and Health, 2(6), 1–16. https://doi.org/10.46799/ajesh.v2i6.71
Hanif, M., Mukroji, Suwito, H., Mubaroq, A. C., & Dharin, A. (2024). Pesantren Resistance To Indonesia’S National Curriculum To Defend Its Curriculum Model. RGSA: Revista de Gestao Social e Ambiental, 18(7), 1–32. https://doi.org/10.24857/rgsa.v18n7-049
Hanif, M., & Prasetianingtiyas, H. (2023). Islamization of Science in the Era of Society 5.0: Study of al- Attas’ Thought. International Journal of Social Science and Religion (IJSSR), 4(1), 1–22.
https://doi.org/10.53639/ijssr.v4i1.127
Hanif, M., & Syarifah, L. N. (2022). Hermeneutika adil gender menurut ulama kontemporer dalam studi al-Qur’an. Yinyang: Jurnal Studi Islam Gender Dan Anak, 17(2), 181–200.
https://doi.org/10.24090/yinyang.v17i2.6870
Hidayah, H. (2023). Pengertian, Sumber dan Dasar Pendidikan Islam. Jurnal As-Said, 3(1), 21–33.
Hidayatulloh, R., & Sofi`i, I. (2024). Peran Pendidikan Islam Dalam Membentuk Karakter Generasi Muda Yang Religius dan Moderat. Jurnal Riset Ilmiah, 1(11), 1152–1153.
Idris, Arief, A., & Saihu, M. (2023). Keadilan Sosial Dalam Perspektif Al-Qur’an. Journal of Creative Student Research (JCSR), 1(4), 58. https://doi.org/10.55606/jcsrpolitama.v1i3.2214
Jamil, S., Irawati, I., Taabudilah, M. H., & Haryadi, R. N. (2023). Pentingnya Pendidikan Agama Islam
dalam Membentuk Kesadaran Sosial dan Kemanusiaan. Kaipi: Kumpulan Artikel Ilmiah Pendidikan Islam, 1(2), 35–38. https://doi.org/10.62070/kaipi.v1i2.32
Khairunnisa, K., Junaidi, J., & Pratama, A. R. (2024). Problematika Lembaga Pendidikan Islam di Era Society 5.0 : Perspektif Digitalisasi dan Transformasi Pendidikan. Jurnal Visi Manajemen, 10(2), 1–16. https://doi.org/10.56910/jvm.v10i2.505
Kholidin, A., Masturin, & Kodriyah, I. N. L. (2025). Transformasi Pemikiran Pendidikan Islam di Indonesia dan Kontribusinya terhadap Sistem Pendidikan Nasional. Jurnal Pendidikan Islam, 2(3), 1–10. https://doi.org/10.47134/pjpi.v2i3.1543
Kusumawati, I., Lestari, N. C., Sihombing, C., Purnawanti, F., P.Soemarsono, D. W., Kamadi, L., Latuheru, R. V., & Hanafi, S. (2022). Pengantar Pendidikan. Batam: CV.Rey Media Grafika.
Labiibah, A., Shidiq, N., & Saefullah, M. (2024). Prinsip Keadilan Dalam Interaksi Belajar Mengajar ((Kajian Al-Qur’an Surat Al-Maidah Ayat 8). Jurnal Budi Pekerti Agama Islam, 2(4), 101.
https://doi.org/10.61132/jbpai.v2i4.437
Laila, I. N. (2022). Tipologi Pemikiran Pendidikan Islam Di Indonesia. EDUSIANA: Jurnal Manajemen Dan Pendidikan Islam, 9(2), 132–154. https://doi.org/10.47077/edusiana.v9i2.229
Manshur, A., & Isroani, F. (2023). Tantangan Dan Inovasi Kurikulum Pendidikan Agama Islam Di Era Digital. Edukasi Islami: Jurnal Pendidikan Islam, 12(4r), 351–368.
https://doi.org/10.30868/ei.v12i04.8114
Muhsin, M., & Muadin, A. (2023). Visi Pendidikan Perspektif Islam, Filosofi, Psikologi Dan Sosiologi.
Jurnal Pendidikan Islam Al-Ilmi, 6(1), 106. https://doi.org/10.32529/al-ilmi.v6i1.2426 Nata, A. (2022). Serajah Pendidikan Islam. Jakarta: Kencana.
Ningsih, J. R., Dara, F. L., Hasanah, S. M., & Putri, W. A. M. (2024). Pancasila Sebagai Dasar Hukum Dalam Mewujudkan Keadilan Sosial. ADVANCES in Social Humanities Research, 1(4), 466.
https://doi.org/10.46799/adv.v1i4.50
Nurhaliza, S. (2024). Pendidikan Agama Islam dan Peningkatan Keterampilan Sosial dalam Memainkan Peran Penting Membentuk Karakter Moral dan Sosial Siswa. Integrated Education Journal Volume, 1(1), 1–21.
Pangeran, G. B., Zumaro, A., & Khusnadin, M. H. (2025). Pendidikan Sosial Berbasis Islam : Pendekatan Terpadu dalam Membangun Karakter dan Persatuan Masyarakat. Journal of Education Research, 6(1), 62–64. https://doi.org/10.37985/jer.v6i1.2177
Salim, M., & Aripin, S. (2025). Pendidikan Islam Kontemporer Keadilan Sosial: Perspektif Historis.
Jurnal Ilmu Pendidikan Dan Pembelajaran, 07(1), 538–554.
Salsabila, D. K. D., Fitriyah, N., Ulinnuha, A. H., & Zamroni, M. (2025). Prinsip Keadilan Dalam Syariat Islam : Antara Kewajiban Berlaku Adil. Jurnal Kajian Islam Dan Sosial Keagamaan, 2(4), 680–685. https://jurnal.ittc.web.id/index.php/jkis/index
Seo, M. R., Pairikas, F., & Saingo, Y. A. (2025). Potret Diskriminasi Agama di Indonesia : Studi Kasus Implementasi Nilai Keadilan Sosial bagi Kelompok Minoritas. Mutiara: Jurnal Penelitian Dan
Karya Ilmiah, 3(1), 320. https://doi.org/10.59059/mutiara.v3i1.2139
Siregar, H. D., & Hasibuan, Z. E. (2024). Pendidikan Agama Islam: Pengertian, Tujuan, Dasar, dan
Fungsi. Intelletika: Jurnal Ilmiah Mahasiswa, 2(5), 125–136.
https://doi.org/10.59841/intellektika.v2i5.1520
Sukari, S., & Widayati, S. E. (2025). Pengertian, Teori Dan Konsep, Ruang Lingkup Isu- Isu Kontemporer Pendidikan Islam. Tsaqofah: Jurnal Penelitian Guru Indonesia, 5(1), 792–807.
https://doi.org/10.58578/tsaqofah.v5i1.4629
Suraji, R., & Sastrodiharjo, I. (2021). Peran spiritualitas dalam pendidikan karakter peserta didik. JPPI (Jurnal Penelitian Pendidikan Indonesia), 7(4), 570–573. https://doi.org/10.29210/020211246 Takim, S., Adam, A., & Yoioga, T. (2022). Paradigma PAI Rahmatan Lil Alamin dalam Ragam
Perspektif. Jurnal Ilmiah Wahana Pendidikan, 8(18), 358–375.
https://doi.org/10.5281/zenodo.7135750 p-ISSN:
Tanuri. (2023). Tujuan Pendidikan Islam di Indonesia Perspektif al-Qur’an. Jurnal Kajian Islam Interdisipliner, 8(2), 100–134. https://doi.org/10.14421/jkii.v8i2.1351
Tunisa, R. L., Asbari, M., Ahsyan, D., & Utami, U. R. (2024). Pendidikan: Kunci Keadilan Sosial.
JISMA: Journal of Information Systems and Management, 03(02), 77.
https://doi.org/10.4444/jisma.v3i2.969
Yunianto Wicaksono, A. S., Suprijanto, A., & Ginting, R. (2024). Implementasi Sila Keadilan Sosial Dalam Pemenuhan Hak Pendidikan Anak Jalanan pada Yayasan Komunitas Harapan di Kota Semarang Tahun 2023. Jurnal Kewarganegaraan, 8(1), 292–294.
http://eprints3.upgris.ac.id/id/eprint/3921
Yusri, N., Ananta, M. A., Handayani, W., & Haura, N. (2024). Peran Penting Pendidikan Agama Islam dalam Membentuk Karakter Pribadi yang Islami. PJPI: Jurnal Pendidikan Islam, 1(2), 4.
https://doi.org/10.47134/pjpi.v1i2.115
Zulmi, R., Noza, A. P., Wandira, R. A., & Gusmaneli, G. (2024). Pendidikan Islam Berbasis Digitalisasi. JMPAI: Jurnal Manajemen Dan Pendidikan Agama Islam, 2(2), 192–205.
https://doi.org/10.61132/jmpai.v2i2.181
Zuraida, S., Pangestu, E. D., & Chanifudin. (2024). Studi Kasus Pendidikan Islam Dalam Mempromosikan Inklusi dan Keadilan. JAHE - Jurnal Akuntansi Hukum Dan Edukasi, 1(2), 45–
51. https://doi.org/10.57235/jahe.v1i2.2863