• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pendidikan Multikultural dalam Bingkai Horizon Keilmuan

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2024

Membagikan "Pendidikan Multikultural dalam Bingkai Horizon Keilmuan"

Copied!
214
0
0

Teks penuh

Di Indonesia, terdapat banyak sistem kepercayaan lokal yang hidup berdampingan dengan pemeluk agama dunia. Sistem kepercayaan lokal ini tetap bertahan dan tidak hilang seiring masuknya agama-agama dunia ke nusantara. 5 Ahmad Syafi'i Mufid, ed., Dinamika Perkembangan Sistem Kepercayaan Lokal di Indonesia (Jakarta: Pusat Penelitian dan Pengembangan Kehidupan Beragama, Badan Penelitian dan Pengembangan serta Diklat Kementerian Agama Republik Indonesia, 2012) , xv.

Dari daratan Sulawesi Utara juga terdapat sistem kepercayaan lokal yang disebut Agama Lama Minahasa.

PENDIDIKAN

MULTIKULTURAL DALAM PERSPEKTIF

EPISTEMOLOGIS

Desain pedagogi mereka dalam masyarakat yang penuh dengan permasalahan antar kelompok, budaya, suku dan lain sebagainya, seperti Indonesia, mengandung tantangan yang tidak mudah. Pertama, kita tidak lagi menyamakan pandangan edagogic dengan persekolahan, atau edagogic edagogics dengan kurikulum sekolah formal. Secara edagogis dapat diketahui perkembangan sikap seseorang dalam kaitannya dengan budaya lain dalam masyarakat ekonomi terhadap masyarakat dunia global.

Pendidikan pedagogi hanya berupaya menjadi jembatan emas bagi pemisahan lembaga pendidikan dari humanisme masyarakat. Hal ini didasari oleh asumsi bahwa pendidikan selalu mengakomodasi seluruh keinginan dan kebutuhan seluruh masyarakat. Sementara Nieto sebagai salah satu yang juga fokus di bidang ME membahas agenda penting materi pendidikan.

Praktik pedagogi ta edagogik di Indonesia dapat dilaksanakan secara fleksibel, tidak harus dalam bentuk mata pelajaran atau edagogi tersendiri. Dalam pembelajaran IPS seperti pada desain berbasis TA pedagogik ini, prosesnya dilakukan dari awal pembukaan pembelajaran sampai dengan akhir pembelajaran. Di sisi lain, pendidikan agama-edagogis di sekolah pada umumnya kurang memberikan pengetahuan pedagogi yang baik, bahkan cenderung sebaliknya.

Dalam hal ini, penting bagi lembaga pendidikan di masyarakat multikultural untuk mengajarkan perdamaian dan resolusi konflik sebagai bagian dari pekerjaan pedagogi mereka. Keberagaman budaya daerah sungguh memperkaya khasanah budaya dan menjadi modal berharga untuk membangun Indonesia pendidikan.

Gambar 1. Kerangka Pendidikan Multikultural
Gambar 1. Kerangka Pendidikan Multikultural

CULTURAL STUDIES

Untuk itu, Cultural Studies sejalan dengan ilmu sosial kritis (critical theory) yang diciptakan oleh Mazhab Frankfurt dan antropologi reflektif oleh kaum poststrukturalis dan postmodernis. Latar belakang lahirnya Cultural Studies adalah situasi keilmuan dan kebudayaan yang muncul sebelum dan sesudah Perang Dunia Kedua. Dengan demikian, Ilmu Budaya bukannya tanpa nilai, melainkan termasuk dalam nilai-nilai moral masyarakat, tindakan politik, dan konstruksi sosial.

Keempat, Kajian Budaya berupaya mendekonstruksi (meruntuhkan, mendobrak) kaidah ilmiah konvensional dan kompartementalisasi, kemudian merekonsiliasi pengetahuan objektif-subyektif (intuitif), universal-lokal. Kajian budaya tidak hanya menghargai identitas bersama (jamak), kepentingan bersama, namun juga mengakui keterkaitan dimensi subjek (tivity) dan objek (tivity) dalam penelitian. Oleh karena itu kajian budaya tidak hanya bertujuan untuk memahami realitas masyarakat atau kebudayaan, tetapi juga untuk mengubah struktur struktur sosial budaya yang dominan, menindas, dan diskriminatif, khususnya pada masyarakat industri kapitalis.4.

Namun Cultural Studies dan studi multikultural berkaitan erat satu sama lain berdasarkan pandangan atau keyakinan yang mengakui keberadaan banyak kebudayaan (pluralisme budaya, multikultural, multiras, multireligius, multilingual) yang memungkinkan adanya suara dan tuntutan yang berbeda. Pada tahun 1970-an ia mengembangkan konsep ideologi dan hegemoni yang sangat penting bagi kajian budaya dalam melihat fenomena budaya. Pasalnya, terdapat perbedaan mendasar: antara Cultural Studies dengan paradigma multikultural dan budaya modern.

MULTIKULTURAL DALAM PERSPEKTIF IDEOLOGIS DAN

YURIDIS INDONESIA

Maksud dan tujuan pendidikan multikultural cenderung berbeda antara para filsuf pendidikan dan ahli teori politik liberal. Perlunya pendidikan multikultural sebagaimana disebutkan Mahfud13 adalah: pertama, pendidikan multikultural berperan sebagai salah satu alternatif pemecahan masalah. Penerapan pendidikan multikultural diyakini dapat menjadi solusi nyata atas konflik dan disharmoni yang terjadi khususnya pada masyarakat Indonesia yang merupakan realitas majemuk.

Tilaar dalam Mahfud, pendidikan multikultural sudah menjadi kebutuhan yang tidak bisa ditawar lagi dalam pembangunan Indonesia.14. 20 Tahun 2003 yang dipetakan oleh Anwar Arifin dalam Choirul Mahfud29 didasarkan pada lima aspek di atas yang dapat dijadikan landasan hukum bagi penyelenggaraan pendidikan multikultural di Indonesia. Selain itu, pemerintah pusat dan/atau pemerintah daerah menyelenggarakan paling sedikit satu satuan pendidikan pada semua jenjang pendidikan, untuk dikembangkan menjadi satuan pendidikan bertaraf internasional (Pasal 50 ayat ketiga).

Pemerintah pusat dan pemerintah daerah wajib memfasilitasi satuan pendidikan dengan tenaga pendidik dan tenaga kependidikan yang diperlukan untuk menjamin terselenggaranya pendidikan yang bermutu (Pasal 41 ayat 3). Setiap satuan pendidikan formal dan nonformal yang didirikan harus mendapat izin dari pemerintah pusat atau daerah (Pasal 62(1)). Sebagaimana disebutkan di atas, pemerintah pusat dan/atau pemerintah daerah menyelenggarakan paling sedikit satu satuan pendidikan pada semua jenjang pendidikan, yang harus dikembangkan menjadi satuan pendidikan bertaraf internasional (Pasal 50(3)).

MULTIKULTURAL DALAM PERSPEKTIF ISLAM

MERAJUT PENDIDIKAN ISLAM MULTIKULTURAL

DI INDONESIA

Ia menggambarkan bagaimana wadah peleburan itu tercipta melalui ilustrasinya tentang percampuran darah seorang imigran miskin Eropa yang kemudian menjadi kaya dan menjadi orang Amerika. Teori tempat peleburan kemudian dikritik dan dianggap tidak memadai karena susunan etnis Amerika menjadi lebih beragam dan budayanya menjadi lebih beragam. Jika teori panci peleburan cenderung menghilangkan budaya asal, maka teori mangkuk salad justru mempertahankan dan menghormatinya.

John de Crèvecoeur, “Melting Pot: Apa yang Menjadikan Orang Amerika?” https://www.laphamsquarterly.org/foreigners/melting-pot diakses 1 Desember 2020 pukul 12.25 WITA. 6 Dede Rosyada, “Materi, Kurikulum, Pendekatan dan Metode Pendidikan Keagamaan Dalam Perspektif Multikulturalisme,” dalam Pendidikan, Jurnal Penelitian Agama dan Pendidikan Keagamaan, Vol. 7 Parsudi Suparlan, “Menuju Masyarakat Indonesia Multikultural,” dalam http://www.scripps.ohiou.edu/news/cmdd/article_ps.htm, diakses 1 November 2008.

Resistensi terhadap konsep ini juga bersumber dari ketidaksesuaian pola pikir Islam terkait permasalahan pluralitas sosial, budaya, dan agama; Secara teologis, sebagian besar umat Islam masih menganut mentalitas eksklusivisme. 10 Paduan Suara Fuad Yusuf, “Multikulturalisme: Tantangan Transformasi Pendidikan Nasional,” dalam Pendidikan, Jurnal Penelitian Agama dan Pendidikan Keagamaan, Vol. Nampaknya dalam hal ini umat Islam telah menginternalisasikan dengan baik pesan-pesan pada Qs.

ساَّنلا اَّنِإ

Mengenai ketidaksesuaian mental tersebut, penjelasan penulis di bawah ini bertujuan untuk memperjelas posisi konseptual multikulturalisme dalam perspektif doktrin Islam, Al-Qur'an dan Hadits. Artikel ini tidak bertujuan untuk menjustifikasi kebenaran doktrinal konsep multikulturalisme berdasarkan Al-Qur'an atau Hadits, melainkan untuk memahami bahwa umat Islam memang memiliki bekal dan alat doktrinal untuk menghadapi konsep "baru" tersebut. Fenomena pluralitas yang muncul dalam bentuk multiras, multietnis, multikultural, dan multibahasa tidak menimbulkan permasalahan apa pun dalam sejarah panjang umat Islam.

Umat ​​Islam meyakini bahwa tidak ada ras, suku, budaya dan bahasa yang mempunyai kedudukan lebih istimewa dari yang lain, sehingga menjadi alasan untuk melakukan diskriminasi terhadap orang lain yang berbeda. Fakta bahwa banyak nabi, termasuk Nabi Muhammad SAW, berasal dari ras Semit dan etnis Arab tidak membuat ras dan etnis tersebut menjadi istimewa. Al-Qur'an ditulis dalam bahasa Arab dan ditulis dalam bahasa Arab tidak menjadikan bahasa Arab lebih mulia dibandingkan bahasa lainnya.

رَكَذ نِ م ىَثن أ َو

م كاَنْلَعَج َو

ابو ع ش

لِئاَبَق َو

او ف َراَعَتِل

دنِع

للّا

م كاَقْتَأ

ميِلَع

ريِبَخ

Berbeda dengan sudut pluralitas di atas yang tidak mengandung permasalahan, sudut pluralitas yang berupa realitas multireligius merupakan sudut yang paling problematis. Hal ini karena terdapat perbedaan yang sangat besar antara pandangan umat Islam yang menganut dan mengapresiasi kenyataan ini di satu sisi dan mereka yang mengingkari dan menolaknya di sisi lain. Kelompok terakhir ini meyakini bahwa Islam adalah satu-satunya agama yang sempurna dan memiliki kebenaran Tuhan yang hakiki; Agama lain adalah agama yang sudah tidak otentik lagi dan bahkan hanya rekaan manusia.

Mereka terus menganut siklus pandangan agama eksklusivisme, atau setidaknya inklusivisme, dan menolak pluralisme.11 Dalam tingkat yang berbeda-beda, dua pandangan agama pertama (eksklusivisme dan inklusivisme) bersifat arogan atau angkuh dalam memandang pandangan mereka. 11 Eksklusivisme adalah pandangan dan sikap yang menuntut kebenaran dan keselamatan hanya pada agama yang dianutnya, dan tidak pada agama lain. Inklusivisme adalah suatu pandangan dan sikap yang menyatakan bahwa agama yang dianutnya mempunyai kebenaran dan keselamatan yang lebih sempurna dibandingkan agama lain; Artinya agama lain tetap bisa benar dan aman asalkan memenuhi kriteria tertentu.

Pluralisme adalah suatu pandangan dan sikap yang tidak cenderung menilai kualitas dan kebenaran agama lain sebagai 'tidak benar' atau 'kurang benar' dibandingkan dengan agama yang menganutnya, penilaian ini merupakan hak prerogratif Tuhan sendiri; ada banyak jalan menuju Dia yang bermanifestasi dalam berbagai cara. Eksklusivisme sepenuhnya menolak kemungkinan adanya kebenaran dan keselamatan di luar iman penganutnya; Sementara itu, inklusivitas tetap memberikan kemungkinan adanya kebenaran dan keamanan bagi kelompok lain, selama kelompok tersebut mempunyai lebih banyak kriteria atau tuntutan yang ditentukan secara sepihak. Ayat Alquran yang sering mereka jadikan landasan pandangan mereka adalah Q.

نيِ دلا

مَلاْسِلإااَم َو

فَلَتْخا

نيِذَّلا

باَتِكْلا

م هءاَج

مْلِعْلا

ايْغَب

تاَيآِب

عي ِرَس

باَس ِحْلا

مَلاْسِلإا

انيِدنَلَف

ة َر ِخلآا ُيِف

ني ِرِساَخْلا

Oleh itu, semua agama yang diajar oleh nabi-nabi terdahulu dari Adam hingga Muhammad, termasuk Musa dan Isa, tidak lain adalah Islam...; Ikhlas berserah kepada Tuhan, bertawakkal kepada-Nya, hanya kepada-Nya. Itulah Islam, dan semua orang yang telah berserah diri kepada Tuhan Yang Esa dan tidak menyekutukan-Nya, tanpa mengira agama apa yang mereka anuti, telah mencapai Islam dengan sendirinya. Syariat para nabi mungkin berubah kerana perubahan masa dan tempat, tetapi intipati agama yang mereka bawa hanyalah satu; Islam.

Inilah yang dimaksud dengan kata ISLAM.”13 (Cetak miring dan tebal oleh penulis – M) Hamka menekankan bahwa Islam tidak hanya merujuk pada umat Islam, tetapi juga umat beragama lain. Mereka bisa datang dari agama apa saja, Islam, Yudaisme, Kristen, penyihir, sabi'in, dll. 15. Selain persoalan kebenaran agama, topik lain juga berkaitan dengan pluralisme agama, misalnya topik keselamatan, keragaman cara beribadah; keberagaman tempat ibadah, kesatuan umat beragama, kesatuan profetik, sifat pluralitas dan toleransi—.

Hamka memaparkan tafsir yang komprehensif dan pluralistik. 16 Mengenai topik-topik tersebut, Hamka menyampaikan pendapat yang penulis rangkum dalam poin-poin berikut.

او نَمآ

نيِذَّلا َو

او داَه ى َراَصَّنلا َو

نيِئِباَّصلا َو

نَمآ

للّاِب

م ْوَيْلا َو

ر ِخلآا

احِلاَص

نو ن َزْحَي

او داَه

لِمَعو

لاَف

نيِذَّلا و نَمآ

نيِذَّلا َو ُا

سو جَمْلا َو

او ك َرْشَأ

ةَماَيِقْلا

للّاىَلَع

ديِهَش

و هاَهيِ ل َو م

تْساَف

او قِب

تا َرْيَخْلا

او نو كَت

اعيِمَج

ريِدَق

اكَسنَم

هو كِساَن

كَّن ع ِزاَن ي

كَّنِإىَلَعَل

ميِقَتْسُّم ى د(

كو لَداَج

مَلْعَأاَمِب

نو لَمْعَت(

م تن ك

هيِف

نو فِلَتْخَت(

مَلْظَأنَّمِم

د ِجاَسَم

اَهيِف

ه مْسا ىَعَس َو

ناَك

م هَلاَهو ل خْدَينَأ

نيِفِئآَخ

هل

ماَيْنُّدلايِف

خلآا

باَذَع

ميِظَع

Bagi mereka kehinaan di dunia, dan di akhirat mereka beroleh azab yang besar.”25 (Qs. al-Baqarah/2:114).

مِه ِراَيِد نِم

ساَّنلام هَضْعَب

عِما َوَص

تا َوَلَص َو

د ِجاَسَم َو

مْسا

اريِثَك

ن َر صنَيَل َو

للّا نَم

ه ر صنَي

زي ِزَع

ع َرَشم كَل

نيِ دلااَم

احو ن يِذَّلا َو

كْيَلِإاَم َو

ميِها َرْبِإىَسو م َو

ىَسيِع َو

او ميِقَأ

دلا

ل َو َُني

او ق َّرَفَتَت

نيِك ِرْش مْلا اَم

م هو عْدَت

هْيَلِإ يِبنَم

ءاَشَي يِدْهَي َو

هْيَلِإنَم

بيِن ي

Maksudnya: “Dia telah mensyariatkan bagi kamu perkara agama, seperti apa yang diwajibkan-Nya ke atas Nuh dan apa yang Kami wajibkan ke atas kamu dan apa yang Kami wajibkan kepada Ibrahim, Musa dan Isa (iaitu) kamu mengikut agama yang ditegakkan dan tidak bercerai-berai. daripadanya, Allah memilih apa yang dikehendaki-Nya dan memberi petunjuk kepada orang-orang yang kembali kepada-Nya.” 28 (Qs. al-Shurā/42:13).

كِلَذِلَف عْداَف

مِقَتْسا َواَمَك

م هءا َوْهَأ

تنَمآاَمِب

ل َزنَأ

باَتِك نِم

للّااَنُّب َر

م كُّب َر َواَنَل

م ك لاَمْعَأ

ج حاَنَنْيَبَُة

ري ِصَمْلا

كاَنْلَس ْرَأ

قَحْلاِب

اريِشَب

اريِذَن َونِإ َو

لاخ اَهيِف

ريِذَن

هْنِمنَّمم

لو س َرِل

ةَيآِب

اَذِإَفءاَج

كِلاَن ه

نو ل ِطْب مْلا

كُّب َر ءاَش

نَملآنَم

تنَأَفَأ

ساَّنلا

او نو كَي

نيِنِم ْؤ م

ةَد ِحا َو

نو لا َزَي

نيِفِلَتْخ م

للّا ءاَش

ةَد ِحا َونِكل َو

ءاَشَي

عاَّم

نو لَم

نو مِلاَّظلا َواَم

ري ِصَن

Sedangkan orang-orang yang zalim tidak mempunyai pelindung dan penolong bagi mereka.”37 (Vs. al-Shūrā/42:8).

كنَع

دو هَيْلا

ل َوى َراَصَّنلا

نِإىَد ه

و هىَد هْلا

دْعَبيِذَّلا

كءاَج

مْلِعْلا اَم

ها َرْكِإ َُل

نيِ دلا يِف

نِمدْش ُّرلا

يَغْلا

كَسْمَتْسا

ة َو ْر عْلاِب

ىَقْث وْلا

ماَصِفنا َُلاَهَل

للّا َو

عيِمَس

قَحْلا

نيِمِلاَّظلِل

اراَن

طاَحَأ

اَه قِدا َر سنِإ َو

او ثيِغَتْسَي

او ثاَغ ي ءاَمِب

لْه مْلاَك

هو ج وْلا

با َرَّشلا

تءاَس َو

اقَفَت ْر م

Gambar

Gambar 1. Kerangka Pendidikan Multikultural

Referensi

Dokumen terkait