Tulisan dalam buku ini berawal dari tulisan “lepas” penulis, yang sudah pernah dipublikasikan di berbagai media massa maupun media online. Pengelompokan tulisan ke dalam empat bagian, semata-mata bertujuan memudahkan pembaca untuk menikmati buku ini. Saya sampaikan terima kasih kepada teman-teman dalam kelompok literasi ‘Sahabat Pena Kita (SPK)’ yang se lalu dan terus menginspirasi saya dalam pengembangan dunia literasi.
Terima kasih, juga perlu saya sampaikan kepada istri ter- cinta, Anni Inayah, anakku: Azam, Arjun, & Ilham, yang selalu “men- dukung sekaligus mengiringi” selama proses penerbitan buku ini. Mengakhiri pengantar ini, saya senantiasa berharap, semoga buku ini bermanfaat untuk pengembangan pendidikan dan pembelajaran tanah air tercinta, dan dapat menginpirasi bagi pembaca pada umum- nya khususnya pelaku dan pemerhati pendidikan untuk terus mengem. Yang menjadi kelebihan buku ini adalah buku ini ditulis oleh se orang berpengalaman sebagai konsultan pendidikan dan distance learning-nya dengan Bobbi DePorter sang tokoh Quantum Learning.
Saya mengakui, setelah membaca buku Sekolahnya Manusia, saya terus ketagihan akan bahan bacaan yang terkait dengan multiple intelligences. Di antara dari sekian buku kecerdasan yang saya miliki, saya memiliki kesan ter- sendiri dengan buku yang ditulis Munif Chatib –selain Sekolahnya Manusia.
Per lakuan ini diberikan, agar siswa yang cerdas musik tersebut dapat secara nyaman untuk belajar matematika. Bagi siswa yang memiliki kecenderungan kecerdasan matematik tentu akan memiliki gaya belajar yang belum tentu sama dengan siswa yang memiliki kecenderungan kecerdasan musikal, spasial, kinestetik, atau kecerdasan-kecerdasan lainnya. Guru juga senang, karena punya siswa yang semua- nya cerdas dan berpotensi untuk sukses pada jenis kecerdasan yang dimilikinya.
Kalau merujuk teori multiple intelligences yang digagas Gardner (1983), maka setiap siswa harus dipandang sebagai siswa yang cerdas.”. Kalau merujuk teori multiple intelligences yang digagas Gardner (1983), maka setiap siswa harus dipandang sebagai siswa yang cerdas. 34;berbahagia", karena mereka akan menemukan banyak sekali siswa yang ahli dan menjadi juara di bidangnya masing-masing.
Guru juga senang karena punya siswa yang semuanya cerdas dan berpotensi untuk sukses pada jenis kecerdasan yang dimilikinya. Setelah masuk kelas, Pak A mengucapkan salam dan menyapa semua siswa yang telah duduk tenang di bangkunya masing-masing. Jika soal tes yang dibuat oleh guru dan diujikan kepada siswa, kemudian banyak siswa yang tidak bisa mengerjakannya, maka soal tersebut bisa dikate.
Sehingga banyak siswa yang memiliki anggapan keliru, bahwa pelajaran yang tidak UN dianggap tidak penting, sehingga tidak perlu dipelajari (lagi).
Kebijakan ini bisa dimaklumi, karena pihak sekolah ingin agar label sekolah favorit yang selama ini sudah dikenal, tidak tercoreng garagara ada satu siswa yang gagal lulus dalam UN. Karena penghasilan ekonomi yang tidak menentu dan berbagai hal, akhirnya anak tadi tidak bisa melanjutkan studi di perguruan tinggi. Lembaga pendidikan itu bukan hanya tempat belajar bagi siswa yang sudah pintar ansich, tetapi setiap lembaga pendidikan (juga) justru men jadi pintu gerbang bagi anak siapa pun untuk menemukan dan mengem- bangkan potensi yang dimiliki.
Lembaga pendidikan yang demikian adalah lembaga pen didikan yang menerapkan sistem penerimaan siswa baru tanpa diskriminasi. Bagi siswa yang meng- alami frustasi dalam belajar tidak akan mampu mencapai hasil belajar secara maksimal. Padahal, Bab IV pasal 5 ayat 1 UndangUndang Sisdiknas Nomor 20 Tahun 2003 menyebutkan, “Setiap warga negara mempunyai hak yang sama untuk memperoleh pendidikan yang bermutu.” Dengan demi kian, jelas bahwa sekolah unggulan itu menjadi milik semua warga negara, bukan hanya untuk yang “pintar” saja.
Di Jawa Timur, sesungguhnya ada sekolah yang berani mengambil sikap berbeda dalam penerimaan siswa baru ini. SAAT ini, menjelang pergantian tahun akademik – siswa SMA yang baru saja dinyatakan “lulus”, sibuk mempersiapkan diri untuk ikut ber tarung dalam seleksi penerimaan mahasiswa baru di perguruan tinggi. Terkait hal ini, penulis memberikan refe rensi sekolah yang telah berani menerapkan manajemen yang berbeda dalam hal penerimaan siswa baru.
Sehingga, ke putusan untuk memilih perguruan tinggi mana yang dipercaya dapat mengantarkan lulusannya berhasil dengan baik untuk meraih masa depannya merupakan hal penting yang tidak bisa dilewatkan begitu saja. Perguruan tinggi dapat bekerjasama dengan media massa/elektronik untuk menyosialisasikan hasil penelitian terbaiknya kepada khalayak masyarat. PEMERINTAH menetapkan, dalam penerimaan mahasiswa baru di perguruan tinggi negeri, sebanyak 60 persen dari kapasitas yang ter sedia harus melalui seleksi nasional.
Salah satu fungsi diterapkannya sistem seleksi adalah keinginan perguruan tinggi untuk mendapatkan input mahasiswa baru yang memiliki kemampuan akademik tinggi atau minimal di atas rata. Kalau sekolah hanya bersedia menerima siswa yang pintar saja, lalu bagaimana nasib dan masa depan siswa yang (sementara) dianggap bodoh. Akhirnya, siswa yang tidak lulus seleksi harus merelakan dirinya untuk belajar di sekolah ‘pinggiran’ yang sudah barang tentu kualitas pem belajarannya pun dipertanyakan.
Melihat banyaknya siswa yang ikut les privat atau bimbingan di LBB, maka pihak sekolah pun memutuskan untuk “berubah” seolah-olah menjadi lembaga bimbingan belajar. Kartu ini bisa saya gunakan untuk berkunjung ke perpustakaan-perpustakaan perguruan tinggi yang tergabung dalam FKPPT (Forum Komunikasi Perpustakaan Perguruan Tinggi).
Membincang model pendidikan karakter, Budiastuti (2010:V) ber argumen bahwa pendidikan karakter bukanlah sebagai sesuatu yang baru, namun saat ini (baca: zaman now) pendidikan karakter menjadi isu utama dunia pendidikan. Penanaman pendidikan karakter sudah tidak bisa ditawar untuk diabaikan, terutama pada pem belajaran di sekolah di samping pendidikan dalam lingkungan keluarga dan masyarakat. Bahkan siswa yang akan menempuh ujian nasional diberi tambahan jam pelajaran, dengan harapan nilai ujian nasional (UN) tinggi, banyak yang lulus yang belum menyentuh pendidikan karakter sebagai penunjang prestasi siswa.
Karenanya, sebentar lagi makna pendidikan karakter yang se- lalu didengungkan banyak pihak akan dipertaruhkan dalam UN. Pendidikan karakter merupakan upaya-upaya yang dirancang dan dilaksanakan secara sistematis untuk membantu peserta didik mema hami nilainilai perilaku manusia dalam praktik kehidupan dalam masyarakat. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa pendidikan karakter adalah penting dalam membangun moral dan kepribadian bangsa.
Atas dasar itu, pendidikan karakter bukan sekedar mengajarkan mana yang benar dan mana yang salah, lebih dari itu, pendidikan karak ter menanamkan kebiasaan (habituation) tentang hal mana yang baik sehingga peserta didik menjadi paham (kognitif) tentang mana yang benar dan salah, mampu merasakan (afektif) nilai yang baik dan biasa melakukannya (psikomotor). Pendidikan karakter dengan model pendidikan berasrama ini hanya akan bisa efektif jika dilaksanakan secara bersamaan dan sinergis, serta adanya kesadaran dari pelbagai pihak.”. Pendidikan karakter dengan model pen didikan berasrama ini hanya akan bisa efektif jika dilaksanakan secara bersamaan dan sinergis, serta adanya kesadaran dari pelbagai pihak.
Sebagaimana tema dalam Peringatan Hari Pendidikan Nasional tahun 2010 ini, “Pendidikan Karakter untuk Membangun Peradaban Bangsa”. Oleh karena itu, sangat tepat sekali, jika dengan mo- mentum hardiknas 2010 ini, pemerintah mengusung tema pendidikan karakter. Oleh karena itu, agar dampak pendidikan karakter benar-benar da pat berhasil, maka yang pertama-tama harus dilakukan terkait “proyek”.
Bambang Q-Anees dan Adang Hambali dalam bukunya, menye- but kan bahwa pendidikan karakter berdiri di atas dua pijakan. Namun, yang perlu diingat adalah tugas-tugas guru di atas seharusnya tidak hanya dipandang sebagai formalitasbirokrasi saja, melainkan guru harus menyadari di balik itu semua menyimpan misi pendidikan karakter yang nyata. Pendidikan karakter justru lebih terbentuk ketika guru bersama-sama dengan siswa dan anggota komunitas sekolah berjuang jatuh bangun untuk menghayati visi dan merealisasikan nilainilai pen didikan dalam hidup mereka secara bersama-sama.