• Tidak ada hasil yang ditemukan

Tujuan dari penelitian ini adalah menggunakan fungsi PoS pada mesin penerjemah statistik dari Bahasa Indonesia ke Pontianak untuk meningkatkan akurasi hasil terjemahan

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2023

Membagikan "Tujuan dari penelitian ini adalah menggunakan fungsi PoS pada mesin penerjemah statistik dari Bahasa Indonesia ke Pontianak untuk meningkatkan akurasi hasil terjemahan"

Copied!
17
0
0

Teks penuh

(1)

2.1 Tinjauan Pustaka

Dalam mendukung penelitian ini digunakan tinjauan pustaka dari beberapa penelitian terdahulu yang dijadikan alur dalam penelitian ini, diantaranya:

1) Bahasa merupakan alat komunikasi yang digunakan sebagai sarana berinteraksi dengan masyarakat sekitar. Oleh karena itu, dibutuhkan penerjemah yang baik untuk meningkatkan pengetahuan tentang berbagai bahasa yang ada. Statistical Machine Translation adalah metode terjemahan mesin yang hasil terjemahannya dihasilkan berdasarkan model statistik yang parameternya diambil dari hasil analisis korpus paralel. Salah satu fitur yang digunakan untuk meningkatkan akurasi hasil terjemahan adalah fitur Part of Speech (PoS).

Tujuan dari penelitian ini adalah menggunakan fungsi PoS pada mesin penerjemah statistik dari Bahasa Indonesia ke Pontianak untuk meningkatkan akurasi hasil terjemahan. Penelitian ini menggunakan korpus paralel sebanyak 3.050 korpora. Pengujian dilakukan dengan dua cara, yaitu pengujian otomatis menggunakan BLEU dan pengujian oleh ahli bahasa Melayu Pontianak. Dari hasil penelitian, penggunaan PoS dapat meningkatkan kualitas terjemahan mesin terjemahan dari Bahasa Indonesia ke Bahasa Melayu Pontianak. Dari hasil pengujian penambahan fitur PoS terlihat bahwa nilai BLEU tes otomatis meningkat 0,6% dan nilai tes ahli bahasa meningkat 21,67% (Indrayana, Sujaini dan Safriadi, 2016).

(2)

2) Statistical Machine Translation merupakan sebuah pendekatan mesin penerjemah dengan hasil terjemahan yang dihasilkan atas dasar model statistik yang parameter-parameternya diambil dari hasil analisis korpus paralel. Tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini adalah mengetahui peranan kuantitas korpus pada mesin penerjemah statistik bahasa Bugis Wajo ke bahasa Indonesia untuk mendapatkan nilai akurasi dalam melakukan pengujian hasil terjemahan. Pengujian untuk mendapatkan nilai akurasi dilakukan dengan dua cara, pertama pengujian otomatis menggunakan BLEU. Kedua, pengujian manual oleh ahli bahasa Bugis Wajo. Pengujian dengan BLEU menggunakan kelipatan mesin 200 terhadap 2000 kalimat uji diperoleh hasil bahwa semakin banyak jumlah mesin, maka semakin tinggi tingkat akurasi. Sedangkan pengujian manual diperoleh persentase ratarata akurasi sebesar 80,2% terhadap 20 kalimat uji (Apriani, Sujaini dan Safriadi, 2015).

3) Korpus paralel memainkan peran yang sangat penting dalam mesin penerjemah statistik (MPS). Korpora paralel yang diperoleh dari berbagai sumber biasanya berkualitas buruk, selain itu jumlah korpora paralel merupakan syarat utama untuk memperoleh hasil terjemahan yang baik. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh ukuran dan kualitas korpus paralel terhadap MPS.

Penelitian ini menggunakan metode BLEU untuk mengklasifikasikan pasangan kalimat paralel menjadi kalimat berkualitas tinggi atau rendah. Metode ini diterapkan pada korpus paralel yang berisi 1,5 juta pasangan kalimat bahasa Inggris-Indonesia paralel, dan diperoleh 900.000 pasangan kalimat paralel berkualitas tinggi. Beberapa sistem MPS dengan korpora paralel asli dan korpora terfilter berkualitas tinggi dengan ukuran berbeda dilatih menggunakan

(3)

MOSES, dan kinerjanya dievaluasi. Hasil eksperimen menunjukkan bahwa ukuran korpus paralel merupakan faktor utama yang mempengaruhi kinerja penerjemahan. Selain itu, penggunaan metode penyaringan kualitas dapat mencapai kinerja terjemahan yang lebih baik melalui korpus berkualitas tinggi yang lebih kecil. Hasil eksperimen pada MPS Inggris-Indonesia menunjukkan bahwa penggunaan 60% kalimat dengan kualitas terjemahan yang baik dapat meningkatkan kualitas terjemahan sebesar 7,31%. (Sujaini, 2020).

4) Kualitas terjemahan dari mesin penerjemah statistik (MPS) dipengaruhi oleh banyak faktor. Faktor yang paling mendasar adalah jumlah korpora yang digunakan sebagai dasar penyusunan model terjemahan dan model bahasa yang digunakan dalam MPS. Kecuali kuantitas korpus merupakan faktor utama untuk menjamin kualitas hasil terjemahan, kualitas korpus tidak dapat diabaikan. Tentu saja sangat sulit untuk memeriksa secara manual kalimat sumber dan terjemahannya dalam korpus paralel dan membutuhkan banyak sumber daya. Dalam penelitian ini menggunakan strategi untuk melaporkan hasil eksperimen untuk meningkatkan kualitas korpora Indonesia-Melayu dan Indonesia-Jawa tanpa memeriksa dan mengoreksi kalimat dalam korpus. Filter yang digunakan adalah nilai minimum setiap kalimat yang diuji dengan metode BLEU. Hasil menunjukkan bahwa optimasi korpus paralel dapat meningkatkan tingkat akurasi terjemahan bahasa Indonesia-Melayu sebesar 6,97% dan bahasa Indonesia-Jawa sebesar 5,55% (Sujaini, 2018).

5) Bahasa merupakan sarana komunikasi yang penting bagi manusia, karena bahasa membuat kita dapat mengetahui informasi yang kita butuhkan, disisi lain kita dapat menyampaikan gagasan kita. Dengan pesatnya perkembangan

(4)

teknologi di segala bidang, saat ini telah banyak dikembangkan mesin terjemahan untuk mengatasi permasalahan penerjemahan bahasa. Mesin Penerjemah Statistik adalah metode terjemahan mesin yang hasil terjemahannya dihasilkan berdasarkan model statistik, di mana parameternya diambil dari hasil analisis korpus teks dwibahasa (parallel corpus). Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengembangkan dan mengimplementasikan mesin penerjemah statistik untuk penerjemahan bahasa Indonesia ke bahasa Melayu Sambas dan bahasa Melayu Sambas ke bahasa Indonesia, serta melakukan pengujian untuk mendapatkan akurasi dan kualitas mesin penerjemah statistik yang berkualitas. Pada Tes 1 (SMT Bahasa Indonesia ke Bahasa Melayu Sambas), skor BLEU adalah 0,5555 atau 55%, sedangkan pada Tes 2 (SMT Bahasa Melayu Sambas ke Bahasa Indonesia) skor BLEU adalah 0,4950 atau 49% (Hadi, 2014).

6) Bahasa Jawa yang dulu merupakan bahasa yang besar, dengan bertambahnya waktu, penggunaannya semakin berkurang. Untuk mencegah terjadinya kepunahan bahasa atau biasa disebut dengan istilah kematian bahasa, maka sudah seharusnya masyarakat menyadari pentingnya pemeliharaan bahasa daerah. Diantaranya meliputi pemekaran kosakata dan kodifikasi berupa penyusunan kamus. Dalam era ini dengan pendekatan teknologi, kamus dapat dikembangkan dalam bentuk mesin penerjemah. Penelitian ini mengembangkan mesin penerjemah statistik berbasis frasa, yaitu yang merupakan suatu paradigma dari mesin penerjemah dimana penerjemahan dilakukan berbasis model statistik dengan parameterparameter yang diturunkan dari analisis paralel korpus. Penelitian ini menggunakan 4.500 pasang kalimat

(5)

sebagai korpus paralel yang bersumber dari Alkitab. Hasil dari implementasi mesin penerjemah statistik berbasis frasa ini diuji dan dievaluasi menggunakan evaluasi otomatis, BLEU yang menghasilkan nilai evaluasi sebesar 42,78%

(Pranata dan Muljono, 2016).

7) Dalam sistem SMT, masalah penataan ulang merupakan salah satu masalah yang paling penting dan sulit untuk diselesaikan. Masalahnya menjadi sangat serius karena perbedaan pola tata bahasa antara bahasa sumber dan bahasa sasaran. Penelitian sebelumnya tentang penataan ulang model di SMT menggunakan pendekatan penataan ulang berbasis distorsi. Namun, pendekatan ini tidak cocok untuk terjemahan Indonesia-Korea. Alasan utamanya karena urutan kata antara bahasa Indonesia dan Korea kebanyakan terbalik. Oleh karena itu, dalam studi ini, kami mengembangkan aturan penyusunan ulang sisi sumber dengan menggunakan informasi tag POS dan penyelarasan kata. Teknik ini menjanjikan untuk menyelesaikan masalah penataan ulang berdasarkan hasil percobaan. Dengan menerapkan 130 aturan penataan ulang pada ID– KR dan 50 aturan penataan ulang untuk terjemahan KR – ID, kualitas terjemahan dalam hal skor BLEU meningkat 1,25% untuk terjemahan ID – KR dan 0,83% untuk terjemahan KR – ID. Selain itu, menggabungkan aturan penyusunan ulang ini dengan aturan pembentukan kata kerja Korea untuk terjemahan ID – KR dapat meningkatkan skor BLEU dari 38,07 menjadi 49,46 (dalam evaluasi 50 kalimat sederhana) (Mawalim, Lestari dan Purwarianti, 2018).

8) NMT adalah metode baru dalam teknologi terjemahan mesin, yang bekerja dengan menggabungkan encoder dan decoder. Encoder adalah komponen

(6)

berupa jaringan syaraf berulang, yang mengkodekan bahasa sumber menjadi vektor dengan panjang tetap, dan decoder adalah komponen berupa jaringan syaraf berulang, yang menghasilkan hasil terjemahan yang komprehensif.

Penelitian NMT dimulai dengan membuat 3000 kalimat paralel dalam bahasa Lampung (dialek A)-Indonesia, kemudian menentukan parameter model NMT untuk proses data latih.Langkah selanjutnya adalah membangun model NMT dan menguji model NMT. Pengujian menggunakan metode NMT digunakan 25 kalimat tunggal tanpa out of vocabulary (OOV), 25 kalimat tunggal dengan OOV, 25 kalimat majemuk tanpa OOV, dan 25 kalimat majemuk dengan OOV.

Hasil tes menerjemahkan kalimat bahasa Lampung ke bahasa Indonesia menunjukkan bahwa nilai rata-rata BLEU yang diperoleh dengan menggunakan metode NMT adalah 51,96% (Abidin, Sucipto dan Budiman, 2018).

Berdasarkan tinjauan pustaka dari delapan literatur penelitian yang telah dilakukan di atas, maka terdapat beberapa perbedaan dengan penelitian yang akan di lakukan yaitu:

1) Mesin penerjemah pada penelitian ini menggunakan Bahasa Lampung A sebagai masukan dan Bahasa Indonesia sebagai keluaran hasil,

2) Mesin penerjemah pada penelitian ini menggunakan pendekatan DMT berbasis kamus,

3) Pengujian pada penelitian ini menggunakan tiga skenario yaitu penerjemahan langsung, penerjemahan dengan stemming, dan penerjemahan dengan stemming dan penambahan kosa kata.

(7)

2.2 Mesin Penerjemah

Neural Machine Translation (NMT) merupakan paradigma yang sedang dikembangkan, sebelumnya paradigma Statistical Machine Translation (SMT) mendominasi industri mesin penerjemahan. Sebelumnya, Example-Based Machine Translation (EBMT) diperkenalkan pada awal 1980-an. Kedua paradigma ini, baik SMT maupun EBMT, bergantung pada ketersediaan contoh terjemahan yang disebut parallel corpora. Metode mesin penerjemah dapat dikategorikan menggunakan segitiga Vauquois atau piramida Vauquois yang dapat dilihat pada Gambar 2.1 di bawah ini:

Gambar 2.1 Segitiga Vauquois Mengekspresikan Pendekatan Terjemahan Mesin (Bhattacharyya, 2015)

Informasi yang dijelaskan oleh segitiga Vauquois di atas adalah bahwa dibutuhkan banyak operasi untuk menerjemahkan dari bahasa sumber ke bahasa target. Sisi kiri segitiga adalah sisi naik, dan sisi kanan adalah sisi bawah. Sudut kiri mewakili bahasa sumber, dan sudut kanan mewakili bahasa target. Ketika kita bergerak ke atas ke sisi kiri segitiga, kita akan melakukan berbagai jenis analisis pada kalimat bahasa sumber. Kalimat-kalimat dalam bahasa sumber dapat melalui proses analisis morfologis, part-of-speech tagging, pengenalan kelompok kata benda dan kata kerja, parsing, semantik, discource and coreference. Kalimat bahasa

(8)

sumber yang telah melewati sisi di sebelah kiri lalu pindah ke kanan, yang merupakan sisi tempat kalimat bahasa target dihasilkan (Bhattacharyya, 2015).

Tiga paradigma utama pada mesin penerjemah yaitu Rule-Based Machine Translation (RBMT), Statistical Machine Translation (SMT) dan Example-Based Machine Translation (EBMT). Pada bentuk aslinya dari ketiga paradigma tersebut, RBMT berbasis rule atau knowledge, SMT dan EBMT berbasis data yaitu korpus paralel.

Gambar 2.2 Perspektif Mesin Penerjemah (Bhattacharyya, 2015)

2.3 Direct Machine Translation

Penerjemahan sebuah kalimat secara langsung dilakukan dengan cara memproses pemetaan satu per satu kata yang terdapat dalam kalimat dari bahasa sumber menuju bahasa tujuan dengan menggunakan bantuan kamus dwi bahasa.

Dalam proses penerjemahan secara langsung, mesin penerjemah tidak mengamati struktur kalimat bahasa sumber melainkan hanya melakukan prapemrosesan dan analisis morfologi yang dangkal guna menjadikan kalimat tersebut menjadi sebuah daftar kata-kata. Daftar kata-kata yang dihasilkan, dari bahasa sumber, akan

(9)

dilakukan pencocokan satu per satu dengan menggunakan kamus dwi bahasa.

Daftar padanan kata-kata, dari bahasa sumber menuju bahasa target, yang menemui kecocokan dengan kamus dwi bahasa akan dikumpulkan kembali guna dilakukan penyusunan ulang sesuai tata susunan bahasa target. Langkah yang terakhir adalah pembangkitan hasil terjemahan secara langsung secara morfologi untuk mendapatkan susunan kalimat yang sesuai dengan bahasa tujuan (Jurafsky dan Martin, 2008).

Gambar 2.3 Direct Machine Translation (Jurafsky dan Martin, 2008)

2.4 Stemming

Stemming adalah proses untuk menemukan akar kata (root) atau kata dasar dengan memisahkan semua affix atau imbuhan yang melekat pada kata tersebut.

Affix (imbuhan) bisa terdiri dari awalan (prefix), akhiran (suffix), sisipan (infix), dan gabungan awalan-akhiran (confix). Pada banyak bahasa, kata-kata biasanya dihasilkan dengan menambahkan imbuhan pada kata dasarnya (root). Hasil dari stemming adalah stem (akar kata) yang merupakan bagian kata yang tersisa setelah dihilangkan imbuhannya (Amin dan Alfa Razaq, 2018).

(10)

Proses pengembangan stemming membutuhkan banyak rujukan acuan, dan sejumlah stemmer dengan berbagai jenis telah dikembangkan selama beberapa dekade. Metode stemming dapat berupa pendekatan sederhana seperti penghapusan bentuk jamak hingga pendekatan kompleks yang menghilangkan berbagai sufiks dan menyertakan lexicon. Secara umum algoritma stemming dapat dikategorikan menjadi tiga yaitu: Rule Based, Statistical, dan Hybrid. Masing-masing kategori ini menemukan akar kata varian dengan caranya masing-masing. Kategorisasi algoritma stemming dapat dilihat pada Gambar 2.4 di bawah ini (Singh dan Gupta, 2016).

Gambar 2.4 Kategorisasi Algoritma Stemming (Singh dan Gupta, 2016)

2.4.1 Brute Force Stemmer

Brute-force stemmer menggunakan tabel lookup untuk mengembalikan kata dasar. Tabel lookup ini menghubungkan antara kata berimbuhan dan bentuk akarnya. Tabel diperiksa untuk menemukan infleksi yang cocok, dan mengembalikan kata dasar terkait yang ditemukan. Teknik stemming ini juga disebut lookup table atau teknik berbasis kamus (dictionary-based techniques).

Satu keuntungan penting dari stemmer ini adalah dapat menangani bentuk kata infleksi dari suatu bahasa yang tidak mematuhi aturan khusus bahasa dengan tepat.

(11)

Misalnya, algoritma penghapusan sufiks dapat membendung kata "eating" menjadi

"eat" tetapi tidak dapat membendung infleksi alternatif "ate". Batasan utama dari algoritma ini adalah bahwa semua varian kata tidak dapat dikumpulkan dan dicatat secara manual dalam tabel pencarian. Jadi tidak bisa membendung kata-kata yang tidak ada di tabel. Selain itu, Teknik ini menghabiskan banyak ruang untuk menyimpan daftar relasi (Singh dan Gupta, 2016).

2.5 Evaluasi Mesin Penerjemah

Evaluasi hasil terjemahan dilakukan dengan membandingkan kalimat terjemahan dengan kalimat referensi menggunakan Bilingual Evaluation Understudy (BLEU) (Papineni et al., 2002). BLEU adalah algoritma yang digunakan untuk mengevaluasi kualitas terjemahan mesin dari bahasa sumber ke bahasa target. BLEU secara otomatis mengukur skor akurasi koreksi berbasis statistik antara hasil terjemahan dan terjemahan referensi. Analisis Morfologi Transfer secara leksikal menggunakan kamus dwi bahasa Kalimat sumber pengurutan ulang kata pembangkitan kalimat secara Morfologi Kalimat tujuan dicapai dengan menggunakan konstanta yang disebut brevity penalty. Rumus BLEU sebagai berikut (Maruli Manurung dan Tanuwijaya, 2009) :

𝐵𝑃𝐵𝐿𝐸𝑈 = {1 𝑗𝑖𝑘𝑎 𝑐 > 𝑟 𝑒(1−

𝑟 𝑐)

𝑗𝑖𝑘𝑎 𝑐 ≤ 𝑟 Persamaan (2.1) 𝑝𝑛 = 𝐶∈{𝐶𝑎𝑛𝑑𝑖𝑑𝑎𝑡𝑒𝑠} 𝑛𝑔𝑟𝑎𝑚∈𝐶𝐶𝑜𝑢𝑛𝑡𝑐𝑙𝑖𝑝(𝑛𝑔𝑟𝑎𝑚)

𝐶′∈{𝐶𝑎𝑛𝑑𝑖𝑑𝑎𝑡𝑒𝑠} 𝑛𝑔𝑟𝑎𝑚′∈𝐶𝐶𝑜𝑢𝑛𝑡𝑐𝑙𝑖𝑝(𝑛𝑔𝑟𝑎𝑚′) Persamaan (2.2) 𝐵𝐿𝐸𝑈 = 𝐵𝑃. exp (∑𝑁𝑛=1𝑊𝑛. log 𝑝𝑛) Persamaan (2.3)

Simbol BP adalah brevity penalty, c adalah jumlah kata dari terjemahan mesin otomatis, r adalah jumlah kata dari kata referensi, dan Pn adalah modified precision score. Nilai Wn adalah 1/N. Nilai N standar BLEU adalah 4, karena nilai

(12)

akurasi BLEU umumnya hanya dihitung hingga 4-gram. Simbol Pn diperoleh dengan membagi jumlah n-gram yang cocok dengan referensi dalam terjemahan dengan jumlah n-gram dalam hasil terjemahan (Maruli Manurung dan Tanuwijaya, 2009).

Berikut contoh penggunaan BLEU sebagai alat mengevaluasi hasil mesin penerjemah bahasa Lampung-Indonesia. Contoh yang digunakan menggunakan satu acuan kalimat.

Kalimat asal bahasa Lampung : nyak mak mepoh kawai di wai Referensi arti bahasa Indonesia : saya tidak mencuci baju di sungai Hasil terjemahan mesin : saya tidak mencuci baju di air

Berikut cara mencari nilai BLEU dari hasil contoh di atas. Diketahui nilai c adalah jumlah kata hasil terjemahan otomatis, r adalah jumlah kata dari rujukan dan pn adalah nilai Modified Precision Score (MPS). Standar nilai N pada BLEU adalah 4 maka nilai modified precision score dihitung sampai pn.

Untuk mencari nilai BLEU untuk kalimat hasil otomatis di atas adalah sebagai berikut:

1) Nilai c = 6, nilai r = 6. Oleh karena nilai 𝑐 ≤ 𝑟 maka nilai dari brevity penalty adalah 𝑒(1−𝑟𝑐) = 𝑒(1−

6 6)

= 𝑒0 = 1.

2) Nilai p1, p2, p3, dan p4 disajikan pada tabel di bawah ini.

Tabel 2.1 Perhitungan MPS

Ukuran Nilai pn

Precision (1grams) p1 5 6 Precision (2grams) p2 4

5 Precision (3grams) p3 3

4 Precision (4grams) p4 1

3

(13)

Nilai BLEU dihitung sebagai berikut : 𝐵𝐿𝐸𝑈 = 𝐵𝑃. exp (∑𝑁𝑛=1𝑊𝑛. log 𝑝𝑛) 𝐵𝐿𝐸𝑈 = 1. exp (∑1

4. log 𝑝𝑛

4

𝑛=1

) = 𝑒𝑥𝑝 (∑1 4(log5

6+ log4

5+ log3

4+ log1 3)

4

𝑛=1

)

𝐵𝐿𝐸𝑈 = 𝑒𝑥𝑝 (∑1 4(log5

6+ log4

5+ log3

4+ log1 3)

4

𝑛=1

) = exp(−0,19454)

= 1

exp (0,19454)= 0,8232

2.6 Karakteristik Bahasa Lampung

Bahasa Lampung adalah salah satu bahasa daerah di Indonesia. Bahasa ini digunakan oleh masyarakat Lampung untuk berkomunikasi sehari-hari, baik dalam lingkungan keluarga maupun dalam pawai upacara adat. Bahasa Lampung termasuk ke dalam rumpun bahasa Austronesia dari rumpun Melayu Polinesia..

Bahasa Lampung memiliki dua dialek utama yang hidup berdampingan, dan setiap pengguna dialek secara aktif menggunakan kedua dialek tersebut. Dialek yang dimaksud adalah dialek A (api) dan dialek O (nyo), yang merujuk pada kata “apa”

(MEGARIA, 2013).

Struktur gramatikal bahasa Lampung mirip dengan bahasa Indonesia.

Diantaranya adalah subjek, predikat, objek, keterangan, dll. Kalimat-kalimat di Bahasa Lampung juga mirip dengan kalimat bahasa Indonesia, antara lain kalimat tunggal, kalimat majemuk, kalimat tanya, kalimat perintah, kalimat tanya, kalimat berita, dll. Pada bagian ini diperkenalkan berbagai kalimat dalam bahasa Lampung dan terjemahan bahasa Indonesia.

(14)

a. Kalimat tunggal

Contoh : 'Burhan lapah mit sekula'.

b. Kalimat majemuk

Contoh : 'Burhan lapah mit sekula kipak badanni mak sihat'.

c. Kalimat perintah Contoh : 'Mejong pai!'.

d. Kalimat tanya

Contoh : 'Apingeba sanak lunik miwang juga?'.

e. Kalimat berita

Contoh : 'Induk cawa , nyak mak aga nutuk mit Jakarta'.

f. Kalimat sempurna

Contoh : 'Nyak nulung ulun tuhani di khani minggu'.

2.6.1 Morfologi Bahasa Lampung

Penelitian yang dilakukan oleh (Ariyani, 2014) menunjukan bahwa prefiks {N-} yang paling banyak digunakan pada verba bahasa Lampung berupa lima bentuk alternative (alomorf) yaitu ng-, n-, ny-, m- dan nge- dan masing-masing memiliki pendistribusian verba sebagai berikut :

1) Distribusi Bentuk Prefiks {N-} dengan Bentuk Alternatif (Alomorf) ng- 1. (3) Abang haga ngiirm surat guwai apakui di Metro

a. {N-} + kirim (Verba) → ngirim (V)

b. ‘kirim’ → ‘mengirim’

2. (54) Makku lagi ngekuk di dapur

a. {N-} + kekuk (Nomina) → ngekuk (V)

b. ‘bubur’ → ‘membubur’

(15)

3. (15/2) Badan sekelikni pagun ngiram, retini hati ni tadok.

a. {N-} + iram (Adjektiva) → ngiram (V)

b. ‘rindu’ → ‘merindu’

4. (45) Dang liyom ngakon jelema tiyuh

a. {N-} + akon (Pronomina) → ngakon (V)

b. ‘aku’ → ‘mengaku’

2) Distribusi Bentuk Prefiks {N-} dengan Bentuk Alternatif (Alomorf) ny- 1. (42) Nyepok haghta …

a. {N-} + sepok (Verba) → nyepok (V)

b. ‘cari’ → ‘menari’

2. (47) Bebingi adikku nyusu kedelai

a. {N-} + susu (Nomina) → nyusu (V)

b. ‘susu’ → ‘menyusu’

3. (49)..kedua pihak, imbang rega perkara sina tanda ni mak nyilor di segala putusan Perwatin.

a. {N-} + silor (Adjektiva) → nyilor (V)

b. ‘salah’ → ‘menyalahi’

3) Distribusi Bentuk Prefiks {N-} dengan Bentuk Alternatif (Alomorf) n- 1. (54) Sikam nanom …

a. {N-} + tanom (Verba) → nanom (V)

b. ‘tanam’ → ‘menanam’

2. (78) Pemburu sina buhasil numbak napuh

a. {N-} + tumbak (Nomina) → numbak (V)

b. ‘tombak’ → ‘menombak’

(16)

3. (68) Karet sina ulah ia kendor jadi nijang

a. {N-} + tijang (Adjektiva) → nijang (V)

b. ‘panjang’ → ‘memanjang’

4. (92) Nenggalan di tengah bingi

a. {N-} + tenggalan (Adverbia) → nenggalan (V)

b. ‘sendri’ → ‘menyendiri’

4) Distribusi Bentuk Prefiks {N-} dengan Bentuk Alternatif (Alomorf) m- 1. (12) Sanak sina lagi musai kucingni

a. {N-} + pusau (Verba) → musau (V)

b. ‘elus’ → ‘mengelus’

2. (23) Nyak lagi maku ulah ia cadang

a. {N-} + paku (Nomina) → maku (V)

b. ‘paku’ → ‘memaku’

3. (25) Hulun sina misah anak sekula sai lagi ghibut a. {N-} + pisah (Adjektiva) → misah (V)

b. ‘pisah’ → ‘memisah’

5) Distribusi Bentuk Prefiks {N-} dengan Bentuk Alternatif (Alomorf) nge- 1. (82) Ya ngebangun segala kecadangan sai mati sina, dan ongkos-ongkos

ni.

a. {N-} + bangun (Verba) → ngebangun (V)

b. ‘bangun’ → ‘membangun’

2. (91) Ngeramat ngeracunnama hukum sinapun, tapi ki wat haban ni atau wat sai ditarik ni atau ya tekanjat dang dihukum.

(17)

a. {N-} + racun (Nomina) → ngeracun (V)

b. ‘racun’ → ‘meracun’

3. (149) Maka wat ngelepuk hewan 5 perkara

a. {N-} + lepuk (Adjektiva) → ngelepuk (V)

b. ‘lepas’ → ‘melepas’

4. (88) Hagana ngelebih ja perjanjian

a. {N-} + lebih (Adverbia) → ngelebih (V)

b. ‘lebih’ → ‘melebih’

2.7 Python

Python adalah bahasa pemrograman yang bersifat open source. Bahasa pemrograman ini dioptimalisasikan untuk software quality, developer productivity, program portability, dan component integration. Python telah digunakan untuk mengembangkan berbagai macam perangkat lunak, seperti internet scripting, systems programming, user interfaces, product customization, numberic programming, dll. Python selalu menduduki posisi 5 besar bahasa pemrograman paling sering digunakan diseluruh dunia.

Bahasa pemrograman Python memiliki beberapa fitur yang dapat digunakan oleh pengembang perangkat lunak. Berikut adalah beberapa fitur yang ada pada bahasa pemrograman Python yaitu Multi Paradigm Design, Open Source, Simplicity, Library Support, Portability, Extendable, Scalability (Lutz, 2015).

Referensi

Dokumen terkait

2 empty Trial completion date empty Scientific title The effect of IL-6 inhibitor Tocilizumab on the prognosis of covid-19 patients with acute respiratory failure Public title The

Although the positive environmental perception of Expo 2020 positively impacts involvement of residents +0.473 the association was absent 0.006 between perceived negative environmental