• Tidak ada hasil yang ditemukan

PENELITIAN TINDAKAN SEKOLAH: Diajukan sebagai salah satu syarat untuk kenaikan pangkat jabatan guru

N/A
N/A
Heri Mulyana

Academic year: 2023

Membagikan "PENELITIAN TINDAKAN SEKOLAH: Diajukan sebagai salah satu syarat untuk kenaikan pangkat jabatan guru"

Copied!
0
0
0

Teks penuh

(1)

UPAYA MENINGKATKAN MOTIVASI KERJA MELALUI SUPERVISI AKADEMIK

ADA GURU SD NEGERI II JATISRONO WONOGIRI TAHUN 2010

PENELITIAN TINDAKAN SEKOLAH Diajukan sebagai salah satu syarat

untuk kenaikan pangkat jabatan guru dari … ke …

OLEH : xxxxxxxxxx NIP xxxxxxxxxxxxx

SD NEGERI II JATISRONO

UPT DINAS PENDIDIKAN KECAMATAN JATISRONO WONOGIRI

2010

(2)

LEMBAR PENGESAHAN

1. Judul Penelitian : Upaya Meningkatkan Motivasi Kerja Melalui Supervisi Akademik Pada Guru SD Negeri II Jatisrono Wonogiri Tahun 2010

2. Identitas Peneliti :

Nama : xxxxxxxxxxxxxx

Jenis Kelamin : Perempuan Pangkat/Golongan : ………….

Jabatan : Kepala Sekolah

Sekolah : Sekolah Dasar Negeri II Jatisrono

Telepon :

3. Lama Penelitian : 6 Bulan

Mengetahui

Pengawas SD Dabin … Peneliti

______________________ xxxxxxx

NIP. NIP. xxxxxxxxxxx

Disahkan pada :

Hari/Tanggal :_______________________

Oleh : Kepala UPT Disdikpora Kecamatan Jatisrono

Kepala UPT Disdikpora Kecamatan Jatisrono

____________________

Pembina

NIP. xxxxxxxxxxxxxx

(3)

KATA PENGANTAR

Puji syukur peneliti panjatkan kehadirat Tuhan YME karena atas limpahan hidayah Nya peneliti dapat menyelesaikan penelitian tindakan sekolah dan penyusunan laporan nya dengan lancar. Adapun judul penelitian ini adalah “Upaya Meningkatkan Motivasi Kerja Guru melalui Supervisi Akademik di Sekolah Dasar Negeri II Jatisrono Wonogiri Tahun 2010”

Dalam penelitian ini peneliti mendapat banyak bantuan dari berbagai pihak , oleh karena itu peneliti menyampaikan ucapan terima kasih kepada:

1. Kepala UPT Dinas Pendidikan Kecamatan Jatisrono, Kabupaten Wonogiri.

2. Segenap guru SD Negeri II Jatisrono yang telah bersedia bekerjasama dengan peneliti

3. Semua pihak yang telah membantu peneliti, sehingga peneliti dapat menyelesaikan penelitian ini.

Peneliti menyadari bahwa laporan penelitian tindakan sekolah ini masih jauh dari sempurna, oleh karena itulah peneliti meminta saran yang bersifat membangun demi kesempurnaan laporan ini dan guna perbaikan dimasa depan untuk penelitian selanjutnya.

(4)

ABSTRAK

Penelitian dilatarbelakangi oleh kondisi yang berupa: (a) Terdapat cukup banyak guru SD Negeri II Jatisrono (25%) yang memiliki motivasi kerja yang kurang, diukur dari: (1) Kesenangan guru dalam melakukan pekerjaan, (2) Antusias kerja guru dalam mengembangkan dan melaksanakan program pendidikan maupun dalam melaksanakan tugas-tugas pembelajaran dan tugas lainnya; (3) Kesesuaiaian pekerjaan guru terhadap standar kerja, (4) Semangat juang guru dalam mencapai tujuan pendidikan di sekolah, (5) Konsistensi kerja guru ketika tanpa pengawasan, dan (6) Ekspresi kebahagiaan guru ketika menyelesaikan tugas dan komitmen pendidikan di sekolah; (b) Munculnya dampak buruk yang berupa kurangnya keberhasilan tujuan pendidikan di sekolah.

Tujaun dari pelaksanaan penelitian ini adalah untuk mengetahui: (1) Langkah-langkah pelaksanaan supervisi akademis oleh kepala sekolah kepada guru untuk meningkatkan motivasi kerja guru di SD Negeri II Jatisrono, dan (2) Besarnya peningkatan motivasi kerja guru setelah pelaksanaan supervisi akademis dikembangkan oleh kepala sekolah.

Penelitian ini merupakan penelitian tindakan sekolah yang dianalisis dengan pendekatan kualitatif. Penelitian dilaksanakan di SD Negeri II Jatisrono pada semester gasal tahun pelajaran 2011/2012 selama 5 bulan.

Hasil penelitian yang diperoleh adalah: Pelaksanaan supervisi akademik dalam rangka meningkatkan motivasi kerja guru dilakukan dengan: (1) Solusi atas permasalahan guru dalam menyelenggarakan proses pembelajaran maupun dalam menyelesaikan administrasi pembelajaran. Permasalahan yang dialami guru dianggap sebagai factor yang menghambat munculnya motivasi kerja yang tinggi sehingga harus diselesaikan terlebih dahulu; (2) Pemberian motivasi secara langsung, yang dilakukan dengan (a) Menunjukkan fakta-fakta positif yang telah dicapai guru; (b) Memberikan Tantangan untuk Standar Keunggulan yang Tinggi; (c) Memberikan harapan-harapan untuk promosi kenaikan pangkat guru;

(d) Menunjukkan skor pencapaian kerja guru; (e) Menyampaikan sanksi yang mungkin diterapkan bagi guru; (f) Menghadirkan pengawas sekolah dan kepala dinas pendidikan setempat; (g) Menciptakan suasana akrab; (h) Membuat bersama instrument observasi dan daftar sanksi; (i) Menunjukkan hasil observasi dan diskusi terbuka; (j) Memberikan penghargaan secara langsung atas prestasi guru;

(3) Pelaksanaan supervisi akademik terbukti mampu meningkatkan motivasi kerja guru.

(5)

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL... i

HALAMAN PENGESAHAN... ii

KATA PENGANTAR... iii

ABSTRAK ………... iv

DAFTAR ISI... v

BAB I PENDAHULUAN... 1

A.Latar Belakang Masalah... 1

B.Identifikasi Masalah ... 7

C.Ruang Lingkup Penelitian ... 8

D.Rumusan Masalah ... 8

E. Tujuan Penelitian... 8

F. Manfaat Penelitian... 9

G. Definisi Operasional ……... 9

H.Strategi Pemecahan Masalah ... 10

BAB II TINJAUAN PUSTAKA………. 11

A.Landasan Teori... 11

B.Penelitian yang Relevan ... 30

C.Kerangka Pikir Penelitian ... 31

D.Hipotesis Tindakan ... 32

BAB III METODE PENELITIAN... 33

A.Jenis dan Pendekatan Penelitian... 33

(6)

B.Setting Penelitian ... 34

C. Data dan Teknik Pengumpulan Data ... 34

D. Keabsahan Data Penelitian ... 36

E. Prosedur Penelitian ... 38

F. Teknik Analisis Data ... 39

G. Langkah-langkah Penelitian ... 42

BAB. IV. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ... 44

A. Sekilas Kondisi Lokasi Penelitian ... 44

B. Hasil Penelitian ... 47

C. Pembahasan ... 67

BAB. V. KESIMPULAN DAN SARAN ... 75

A.Kesimpulan ... 75

B.Saran ... 76

DAFTAR PUSTAKA ... 77

LAMPIRAN ... 80

(7)

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Negara Republik Indonesia memiliki kesadaran yang tinggi terhadap arti penting dunia pendidikan. Pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia tahun 1945 mengamanatkan bahwa Pemerintah Negara Indonesia harus mencerdaskan kehidupan bangsa, dan ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial. Dengan demikian, Pemerintah Indonesia merasa berkewajiban untuk mengusahakan dan menyelenggarakan satu sistem pendidikan nasional bagi seluruh warga negara Indonesia. Sistem pendidikan nasional dimaksud harus mampu menjamin pemerataan kesempatan dan peningkatan mutu pendidikan, terutama bagi anak-anak, generasi penerus keberlangsungan dan kejayaan Bangsa dan Negara Kesatuan Republik Indonesia.

Saat ini, terjadi peningkatan kesadaran dari pemerintah untuk terus mengembangkan dunia pendidikan melalui berbagai cara. Indikasi dari seriusnya pemerintah tersebut terlihat melalui program subsidi-subsidi dana pendidikan, berbagai pelatihan bahkan bergulirnya ide tentang program sertifikasi untuk para guru merupakan bentuk kepedulian pemangku kebijakan negeri ini demi terwujudnya perkembangan didunia penididkan, serta meningkatnya kompetensi profesionalisasi dan kesesuaian kesejahteraan bagi para guru.

Dalam usaha meningkatkan kualitas sumber daya pendidikan, guru merupakan komponen sumber daya manusia yang harus dibina dan

(8)

dikembangkan terus-menerus. Pembentukan profesi guru dilaksanakan melalui program pendidikan pra-jabatan maupun program dalam jabatan.

Tidak semua guru yang dididik di lembaga pendidikan terlatih dengan baik dan kualified. Potensi sumber daya guru itu perlu terus bertumbuh dan berkembang agar dapat melakukan fungsinya secara potensial. Selain itu pengaruh perubahan yang serba cepat mendorong guru-guru untuk terus- menerus belajar menyesuaikan diri dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi serta mobilitas masyarakat

Salah satu hal penting dalam rangka meningkatkan kualitas atau kinerja guru sehingga dapat meningkatkan kualitas output pendidikan adalah motivasi kerja guru. Menurut A.W. Widjaya, semua kegiatan organisasi, institusi, maupun perusahaan tidak berfaedah jika anggota-anggota yang ada di dalamnya tidak berhasrat menyumbangkan usahanya guna memenuhi tugas yang dibebankan padanya. Hasrat-hasrat yang muncul dari dalam diri sebagai keinginan untuk melakukan pekerjaan yang terbaik tersebut merupakan motivasi kerja. Bagaimanapun dengan cara lain, masing-masing individu harus menjalankan tugas-tugasnya dengan aktif (Anoraga, 1995: 43). Buchari Zainun (dalam Anoraga, 1995: 43) menguraikan bahwa motivasi dapat dilihat sebagai bagian fundamental dari kegiatan manajemen, sehingga sesuatunya dapat ditujukan kepada pengarahan, potensi dan daya manusia dengan jalan menimbulkan, menghidupkan dan menumbuhkan tingkat keinginan yang tinggi, kebersamaan dalam menjalankan tugas perorangan maupun kelompok dalam organisasi. Berdasarkan atas pandangan-pandangan tersebut, maka motivasi kerja guru dianggap sebagai pintu dari optimalnya kinerja guru, sebab motivasi merupakan pendorong awal dalam diri guru untuk melakukan kerja yang terbaik. Tanpa adanya motivasi kerja, segala program yang

(9)

dikembangkan sekolah tidak akan mampu berhasil dalam mendorong terciptanya guru-guru yang mampu memerankan fungsi kependidikannya dengan baik, sehingga output sekolah akan hancur.

Pelaksanaan supervisi dapat menjadi bagian dalam upaya meningkatkan Motivasi kerja guru. Pelaksanaan supervisi dalam PP No 19 tahun 2005 pasal 1 ayat (25) dijelaskan sebagai bagian dari upaya penjaminan mutu satuan pendidikan untuk mencapai standar nasional pendidikan. Pasal 19 ayat (3) PP No 19 Tahun 2005 mengisyaratkan bahwa pengawasan merupakan bagian dalam upaya terlaksananya proses pembelajaran yang efektif dan efisien, sedangkan pasal 23 mengisyaratkan bahwa supervisi menjadi salah satu bagian dari pengawasan. Menurut Sagala (2010: 89), untuk meningkatkan Motivasi guru dalam proses pembelajaran, diperlukan adanya supervisi pembelajaran.

Supervisi dalam konteks yang luas, sebagaimana dikemukakan oleh Purwanto (2007: 13) yaitu sebagai upaya pemberian bantuan bagi guru guna memperbaiki situasi pembelajaran dan meningkatkan kemampuan pengajar agar lebih mampu membantu peserta didik dalam belajar dengan efektif, serta berdasarkan penjelasan dari Kimball Wiles (1967) dimana konsep supervisi modern dirumuskan sebagai “Supervision is assistance in the development of a better teaching learning situation”. Berdasarkan penjelasan tersebut, maka cukup logis apabila dikatakan bahwa supervisi merupakan hal yang berkontribusi terhadap kualitas proses pembelajaran yang diselenggarakan guru, yang pada akhirnya berdampak pada mutu output pendidikan. Dengan kata lain, pelaksanaan supervisi mampu memberikan dampak terhadap kualitas pendidikan di sekolah, yang tercermin dari kualitas output pendidikan atau kualitas lulusan siswa. Supervisi pada prinsipnya

(10)

merupakan pengembangan dari manajemen, khususnya manajemen kepemimpinan dan manajemen kepengawasan yang diterapkan dalam praktik supervisi pendidikan. Supervisi merupakan usaha untuk membantu dan melayani guru meningkatkan kemampuan keguruannya. Supervisi tidak langsung diarahkan kepada murid, akan tetapi kepada guru yang membina murid dalam proses pembelajaran.

Supervisi menurut PP No 19 Tahun 2005 mencakup supervisi manajerial dan akademik. Supervisi manajerial meliputi aspek pengelolaan dan administrasi satuan pendidikan, sedangkan supervisi akademik meliputi aspek-aspek pelaksanaan proses pembelajaran. Menurut Purwanto (2007: 86), salah satu fungsi supervisi adalah memberikan bantuan kepada anggota organisasi (seperti guru) dalam menghadapi dan memecahkan persoalan- persoalan yang dihadapi. Hal ini menunjukkan pentingnya supervisi, sebab persamasalahan akan selalu muncul dalam pelaksanaan proses pembelajaran mengikuti perkembangan-perkembangan situasi yang ada. Masalah-masalah yang tidak terseesaikan atau tidak diperoleh solusi yang mamadai tentunya akan berdampak pada terhambatnya upaya meningkatkan kualitas pendidikan di sekolah.

Tujuan supervisi akademik adalah membantu guru mengembangkan kemampuannya mencapai tujuan pembelajaran yang dicanangkan bagi murid-muridnya (Glickman, 1981: 74). Melalui supervisi akademik diharapkan kualitas akademik yang dilakukan oleh guru semakin meningkat (Neagley, 1980: 212). Pengembangan kemampuan dalam konteks ini janganlah ditafsirkan secara sempit, semata-mata ditekankan pada peningkatan pengetahuan dan keterampilan mengajar guru, melainkan juga pada peningkatan komitmen (commitmen) atau kemauan (willingness) atau

(11)

motivasi (motivation) guru, sebab dengan meningkatkan kemampuan dan motivasi kerja guru, kualitas pembelajaran akan meningkat. Sergiovanni (1987: 117) juga memasukkan motivasi sebagai salah satu tujuan supervisi akademik atau supervisi pembelajaran, dimana dijelaskan bahwa Supervisi akademik diselenggarakan untuk mendorong guru menerapkan kemampuannya dalam melaksanakan tugas-tugas mengajarnya, mendorong guru mengembangkan kemampuannya sendiri, serta mendorong guru agar ia memiliki perhatian yang sungguh-sungguh (commitment) terhadap tugas dan tanggung jawabnya.

Berdasarkan hasil survey pendahuluan melalui wawancara yang dilakukan di SD Negeri II Jatisrono, terdapat temuan awal dimana masih terdapat cukup banyak guru (25%) yang memiliki motivasi kerja yang kurang, diukur dari: (1) Kesenangan guru dalam melakukan pekerjaan, (2) Antusias kerja guru dalam mengembangkan dan melaksanakan program pendidikan maupun dalam melaksanakan tugas-tugas pembelajaran dan tugas lainnya; (3) Kesesuaiaian pekerjaan guru terhadap standar kerja, (4) Semangat juang guru dalam mencapai tujuan pendidikan di sekolah, (5) Konsistensi kerja guru ketika tanpa pengawasan, dan (6) Ekspresi kebahagiaan guru ketika menyelesaikan tugas dan komitmen pendidikan di sekolah. Kondisi ini cukup berdampak pada masih kurangnya keberhasilan tujuan pendidikan di sekolah, yang dilihat berdasarkan (1) Ketercapaian target kualitas pembelajaran berdasarkan KKM yang ditetapkan, dimana masih terdapat 35% siswa yang belum tuntas belajar; (2) Rendahnya inovasi- inovasi program pendidikan yang dilaksanakan guru seperti inovasi model pembelajaran yang dikembangkan melalui penelitian tindakan; (3) Kurangnya Motivasi kerja guru, dimana masih terdapat banyak pekerjaan yang tidak

(12)

terselesaikan tepat waktu serta kualitas kerja administrative yang kurang baik;

(4) Rendahnya daya saing guru dalam mengembangkan program-program pendidikan di sekolah termasuk dalam pengembangan kurikulum.

Berdasarkan atas konsep-konsep dan kondisi yang ditemukan di lapangan, maka dirasa perlu untuk dilakukan penelitian tentang “Upaya Meningkatkan Motivasi Kerja Melalui Supervisi Akademik Pada Guru SD Negeri II Jatisrono Wonogiri Tahun 2010”.

B. Identifikasi Masalah

Berdasarkan atas latar belakang masalah yang telah diuraikan, dapat diidentifikasi adanya permasalahan sebagai berikut:

1. Terdapat cukup banyak guru SD Negeri II Jatisrono (25%) yang memiliki motivasi kerja yang kurang, diukur dari: (1) Kesenangan guru dalam melakukan pekerjaan, (2) Antusias kerja guru dalam mengembangkan dan melaksanakan program pendidikan maupun dalam melaksanakan tugas- tugas pembelajaran dan tugas lainnya; (3) Kesesuaiaian pekerjaan guru terhadap standar kerja, (4) Semangat juang guru dalam mencapai tujuan pendidikan di sekolah, (5) Konsistensi kerja guru ketika tanpa pengawasan, dan (6) Ekspresi kebahagiaan guru ketika menyelesaikan tugas dan komitmen pendidikan di sekolah.

2. Munculnya dampak buruk yang berupa kurangnya keberhasilan tujuan pendidikan di sekolah, yang dilihat berdasarkan (1) Ketercapaian target kualitas pembelajaran berdasarkan KKM yang ditetapkan, dimana masih terdapat 35% siswa yang belum tuntas belajar; (2) Rendahnya inovasi- inovasi program pendidikan yang dilaksanakan guru seperti inovasi model pembelajaran yang dikembangkan melalui penelitian tindakan; (3)

(13)

Kurangnya Motivasi kerja guru, dimana masih terdapat banyak pekerjaan yang tidak terselesaikan tepat waktu serta kualitas kerja administrative yang kurang baik; (4) Rendahnya daya saing guru dalam mengembangkan program-program pendidikan di sekolah termasuk dalam pengembangan kurikulum.

C. Ruang Lingkup Penelitian

Pelaksanaan penelitian ini dikembangkan sebatas pada masalah bentuk-bentuk dan proses pelaksanaan pemberian supervisi akademik oleh kepala sekolah untuk meningkatkan motivasi kerja guru.

D. Rumusan Masalah

Berdasarkan atas latar belakang masalah dan identifikasi masalah yang telah diuraikan, dibuat rumusan masalah penelitian sebagai berikut:

1. Apakah melalui pelaksanaan supervisi akademik dapat meningkatkan intensitas motivasi kerja guru di SD Negeri II Jatisrono tahun 2010?

2. Apakah melalui pelaksanaan supervisi akademis dapat meningkatkan kinerja guru di SD Negeri II Jatisrono tahun 2010?

E. Tujuan Penelitian

Adapun tujuan dari dilaksanakannya penelitian ini adalah untuk mengetahui hal-hal sebagai berikut:

1. Meningkatkan intensitas motivasi kerja guru melalui pelaksanaan supervisi akademik pada guru di SD Negeri II Jatisrono tahun 2010.

2. Meningkatkan hasil kinerja guru melalui pelaksanaan supervisi akademis pada guru di SD Negeri II Jatisrono tahun 2010.

3. Manfaat Penelitian

(14)

Hasil penelitian diharapkan dapat memberikan manfaat dalam dua aspek sebagai berikut:

1. Aspek Teoritis

Hasil penelitian diharapkan dapat memberikan kontribusi dalam studi manajemen kependidikan, khususnya berkaitan dengan manajemen sumberdaya manusia (SDM) kependidikan terkait dengan upaya peningkatan motivasi kerja melalui optimalisasi supervisi akademik.

2. Aspek Praktis a. Untuk Sekolah

Hasil penelitian diharapkan dapat memberikan masukan tentang bagaimana upaya peningkatan motivasi kerja guru di sekolah melalui pengembangan supervisi dalam arti luas.

b. Bagi Guru

Hasil penelitian diharapkan dapat memberikan masukan pada guru terkait dengan peningkatan kompetensi akademik guru melalui prosedur supervisi yang humanisntis.

4. Definisi Operasional

Supervisi pembelajaran (supervisi akademis), merupakan upaya pemberian bantuan bagi guru guna memperbaiki situasi pembelajaran dan meningkatkan kemampuan pengajar agar lebih mampu membantu peserta didik dalam belajar dengan efektif.

Motivasi, merupakan dorongan dari dalam diri seseorang untuk melakukan tindakan tertentu atau untuk tidak melakukan tindakan tertentu secara sengaja.

(15)

5. Strategi Pemecahan Masalah

Masalah motivasi kerja guru yang muncul di sekolah terkait erat dengan masalah supervisi yang dikembangkan kepala sekolah. Oleh karena bentuk permasalahan yang hendak diamati adalah masalah motivasi guru dalam melaksanakan fungsinya sebagai pendidik, maka supervisi yang dikembangkan adalah supervisi akademis yang diharapkan akan mampu memberikan solusia atas permasalahan dalam hal akademis, atau yang terkait dengan meningkatkan dorongan kepada guru untuk bekerja lebih baik.

Unruk mendapatkan proses yang terbaik dan palaing sesuai dengan kondisi guru, kondisi kepala sekolah, dan kondisi sumberdaya sekolah, maka perlu diujicobakan strategi-strategi supervisi akademis dan pemberian motivasi secara langsung melalui tahapan-tahapan perbaikan atau melalui siklus. Perbaikan-perbaikan dalam setiap siklus diharapkan akan menjadi media diperolehnya solusi yang bersifat situasional atau paling sesuai dengan realitas situasi yang ada di sekolah.

(16)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Landasan Teori

1. Supervisi Akademik (supervisi pembelajaran) a. Definisi

Purwanto (2009: 20) menjelaskan bahwa supervisi haruslah mengkaji ada tidaknya kondisi-kondisi yang mampu mewujudkan tercapainya tujuan pendidikan. Supervisi dalam konteks administrasi pendidikan berarti aktivitas-aktivitas untuk menentukan kondisi atau syarat-syarat esensial yang akan menjamin tercapainya tujuan pendidikan. Menurut Carter, supervisi adalah usaha dari petugas-petugas sekolah dalam memimpin guru-guru dan petugas-petugas lainnya dalam memperbaiki pengajaran, termasuk menstimulasi, menyeleksi pertumbuhan jabatan dan perkembangan guru-guru serta merevisi tujuan-tujuan pendidikan, bahan pengajaran dan metode serta evaluasi pengajaran (Sahertian, 2000:17). Supervisi dapat dianggap sebagai aktivitas pembinaan, sebagaimana dikemukakan oleh Purwanto (2003: 32) yang mengemukakan bahwa supervisi adalah suatu aktivitas pembinaan yang direncanakan untuk membantu para guru dan pegawai sekolah lainnya dalam melakukan pekerjaan mereka secara efektif

(17)

Menurut konsep lama (kuno), supervisi dilaksanakan dalam bentuk inspeksi atau mencari kesalahan guru dalam melaksanakan proses pembelajaran, sedangkan dalam pandangan modern, supervisi merupakan suatu usaha untuk memperbaiki situasi proses pembelajaran, yaitu sebagai bantuan kepada guru dalam meningkatkan kualitas mengajar (Sagala, 2010: 89). Menurut Sagala, supervisi merupakan bagian dari manajemen pendidikan khususnya yangberkaitan dengan fungsi kepemimpinan dan controlling, yang mana supervisi identik dengan makna “pengawasan”. Supervisi memiliki kekhususan yaitu membantu dan turut serta dalam usaha- usaha perbaikan dan peningkatan mutu baik personel maupun lembaga. Supervisi dalam konteks akademik adalah supervisi yang berkaitan dengan proses pembelajaran, yang menurut Sagala (2010:

94) adalah bantuan dan pelayanan yang diberikan kepada guru agar mau terus belajar, meningkatkan kualitas pembelajarannya, menumbuhkan kreativitas guru memperbaiki bersama-sama dengan cara melakukan seleksi dan revisi tujuan-tujuan pendidikan, bahan pengajaran, model dan metode pembelajaran, evaluasi pembelajaran untuk meningkatkan kualitas pembelajaran, seleksi kurikulum untuk mendapatkan hasil yang lebih baik. Purwanto(2009:89) menyebutnya dengan istilah supervisi pengajaran, yang dimaknai sebagai pengawasan yang dilakukan untuk memperbaiki kondisi kondisi baik personel maupun material yang memungkinkan

(18)

terciptanya situasi belajar mengajar yang lebih baik demi tercapainya tujuan pendidikan.

Ditinjau dari objek yang disupervisi, ada 3 macam bentuk supervisi (Igneel, 2009: 3):

1) Supervisi Akademik

Supervisi ini disebut juga dengan supervisi pembelajaran atau supervisi pengajaran, yaitu supervisi yang menitikberatkan pengamatan supervisor pada masalah-masalah akademik, yaitu hal-hal yang berlangsung berada dalam lingkungan kegiatan pembelajaran pada waktusiswa sedangdalam proses mempelajari sesuatu

2) Supervisi Administrasi

Supervisi administrasi menitik beratkan pengamatan supervisor pada aspek-aspek administrasi yang berfungsi sebagai pendukung dan pelancar terlaksananya pembelajaran.

3) Supervisi Lembaga

Supervisi lembaga menyebarkan objek pengamatan supervisor pada aspek-aspek yang berada disekolah. Supervisi ini dimaksudkan untuk meningkatkan nama baik sekolah atau kinerja sekolah secarakeseluruhan, misalnya ruang UKS (Unit Kesehatan Sekolah), perpustakaan dan lain-lain.

(19)

b. Teknik-Teknik Supervisi

Menurut Purwanto (2004: 120), secara garis besar cara atau tehnik supervisi dapat digolongkan menjadi dua, yaitu tehnik perseorangan dan teknik kelompok.

1) Teknik perseorangan

Teknik perseorangan ialah supervisi yang dilakukan secara perseorangan. Beberapa kegiatan yang dapat dilakukan antara lain :

a) Mengadakan kunjungan kelas (classroom visition)

Kunjungan kelas ialah kunjungan sewaktu-waktu yang dilakukan oleh seorang supervisor (dalam hal ini adalah kepala sekolah) untuk melihat atau mengamati seorang guru yang sedang mengajar. Tujuannya adalah untuk mengobservasi bagaimana guru mengajar, apakah sudah memenuhi syarat-syarat didaktis atau metodik yang sesuai. Dengan kata lain, untuk melihat apa kekurangan atau kelemahan yang sekiranya masih perlu diperbaiki.

b) Mengadakan kunjungan observasi (observation visits) Guru-guru dari suatu sekolah sengaja ditugaskan untuk melihat atau mengamati seorang guru yang sedang mendemonstrasikan cara-cara mengajar suatu mata pelajaran tertentu, misalnya cara menggunakan alat atau media yang baru, seperti audio-visual aids, cara mengajar

(20)

dengan metode tertentu, seperti misalnya sosiodrama, problem solving, diskusi panel, fish bowl, metode penemuan (discovery), dan sebagainya.

c) Membimbing guru-guru tentang cara-cara mempelajari pribadi siswa dan atau mengatasi problema yang dialami siswa

Banyak masalah yang dialami guru dalam mengatasi kesulitan-kesulitan belajar siswa, misalnya siswa yang lamban dalam belajar, tidak dapat memusatkan perhatian, siswa yang nakal, siswa yang mengalami perasaan rendah diri dan kurang dapat bergaul dengan teman-temannya. Masalah-masalah yang sering timbul di dalam kelas yang disebabkan oleh siswa itu sendiri lebih baik dipecahkan atau diatasi oleh guru kelas itu sendiri daripada diserahkan kepada guru bimbingan atau konselor yang mungkin akan memakan waktu yang lebih lama untuk mengatasinya.

d) Membimbing guru-guru dalam hal-hal yang berhubungan dengan pelaksanaan kurikulum sekolah. Antara lain:

(1) Menyusun program catur wulan atau program semester.

(2) Menyusun atau membuat program ssatuan pelajaran.

(3) Mengorganisasikan kegiatan-kegiatan pengelolaan kelas.

(21)

(4) Melaksanakan teknik-teknik evaluasi pengajaran.

(5) Menggunakan media dan sumber dalam proses belajar- mengajar.

(6) Mengorganisasikan kegiatan-kegiatan siswa dalam bidang ekstrakurikuler, study tour, dan sebagainya.

2) Teknik kelompok

Teknik ini merupakan teknik supervisi yang dilakukan untuk guru secara bersama-sama atau melalui kelompok- kelompok yang dibentuk. Beberapa kegiatan yang dapat dilakukan antara lain :

a) Mengadakan pertemuan atau rapat (meetings)

Seorang kepala sekolah yang baik umumnya menjalankan tugasnya berdasarkan rencana yang telah disusunnya. Termasuk didalam perencanaan itu antara lain mengadakan rapat-rapat secara periodik dengan guru-guru.

b) Mengadakan diskusi kelompok (group discussions)

Diskusi kelompok dapat diadakan dengan membentuk kelompok-kelompok guru bidang studi sejenis.

Kelompok-kelompok yang telah terbentuk itu diprogramkan untuk mengadakan pertemuan atau diskusi guna membahas hal-hal yang berhubungan dengan usaha pengembangan dan peranan proses belajar-mengajar.

(22)

c) Mengadakan penataran-penataran (inservice-training) Teknik supervisi kelompok yang dilakukan melalui penataran-penataran sudah banyak dilakukan. Misalnya penataran untuk guru-guru bidang studi tertentu, penataran tentang metodologi pengajaran, dan penataran tentang administrasi pendidikan. Mengingat bahwa penataran- penataran tersebut pada umumnya diselenggarakan oleh pusat atau wilayah, maka tugas kepala sekolah terutama adalah mengelola dan membimbing pelaksanaan tindak lanjut (follow-up) dari hasil penataran, agar dapat dipraktekkan oleh guru-guru.

Menurut Gwynn dalam Bafadal (2004 :48), teknik supervisi digolongkan menjadi dua kelompok, yaitu teknik perorangan dan teknik kelompok. Teknik supervisi individual meliputi : 1) kunjungan kelas, 2) percakapan pribadi, 3) kunjungan antarkelas, 4) penilaian sendiri. Sedang teknik supervisi kelompok meliputi : 1) kepanitiaan, 2) kursus, 3) laboratorium kelompok, 4) bacaan terpimpin, 5) demonstrasi pembelajaran, 6) perjalanan staf, 7) diskusi panel, 8) perpustakaan profesional, 9) organisasi profesional, 10) bulletin supervisi, 11) sertifikasi guru, 12) tugas belajar, 13) pertemuan guru.

(23)

c. Prinsip-Prinsip Supervisi

Kegiatan supervisi menaruh perhatian utama pada bantuan yang dapat meningkatkan kemampuan profesional guru.

Kemampuan profesional ini tercermin pada kemampuan guru memberikan bantuan belajar kepada peserta didik, sehingga menghasilkan perubahan perilaku akademik sebagai hasil belajar pada peserta didik.

Penerapan supervisi modern menurut Sutina dalam Sagala (2010: 95) merekomendasikan prinsip supervisi yaitu:

1) Supervisi merupakan bagian integral dari program pendidikan.

Supervisi merupakan pelayanan yang bersifat kerjasama.

2) Semua guru memerlukan dan berhak atas bantuan supervisi.

3) Supervisi disesuaikan untuk memenuhi kebutuhan perseorangan dari personil sekolah.

4) Supervisi membantu menjelaskan tujuan-tujuan dan sasaran- sasaran pendidikan dan menerangkan implikasi-implikasi dari tujuan-tujuan dan sasaran-sasaran itu.

5) Supervisi membantu memperbaiki sikap dan hubungan dari semua anggota staf sekolah dan membantu mengembangkan hubungan sekolah dengan masyarakat yang lebih baik.

6) Tanggung jawab mengembangkan program supervisi oleh kepala sekolah bagi sekolahnya dan pada penilik atau pengawas bagi sekolah-sekolah yang berada di wilayahnya.

(24)

7) Harus ada dana yang memadai bagi program kegiatan supervisi dalam anggaran tahunan.

8) Efektivitas program supervisi dinilai oleh para peserta.

9) Supervisi membantu menjelaskan dan menerapkan dalam praktek penemuan penelitian pendidikan yang mutakhir.

Dilihat dari tujuannya, menurut Sir Giovani dan Starat dalam Sagala (2010: 96), prinsip-prinsip supervisi adalah:

1) Tujuan akhir supervisi adalah pertumbuhan murid sebagai pembinaan sumberdaya manusia dan pada akhirnya adalah perbaikan masyarakat.

2) Tujuan umum supervisi pendidikan adalah menyuplai kepemimpinan dalam menjamin kelanjutan dan kekonstanan adaptasi ulang dalam program pendidikan melalui suatu tahun periode.

3) Tujuan jangka menengah supervisi adalah kerjasama untuk mengembangkan suasana yang menyenangkan bagi pembelajaran, yang artinya adalah pelaksanaan supervisi menggunakan metode-metode yang efektif untuk dapat meningkatkan kualitas pengajaran dan juga kualitas belajar peserta didik.

(25)

2. Motivasi

a. Pengertian dan Faktor-Faktor Motivasi

Manullang (1999: 67) mengemukakan bahwa motivasi merupakan dorongan atau power yang muncul dari dalam diri individu untuk melakukan suatu tindakan berdasarkan atas keinginannya sendiri.

Motivasi adalah masalah yang sangat penting dalam setiap usaha sekelompok orang yang bekerja sama dalam rangka pencapaian suatu tujuan tertentu. Zainun (1981: 73) mengemukakan pentingnya motivasi sebagai bagian yang fundamental dari kegiatan manajemen sehingga dapat ditujukan untuk pengarahan potensi dan daya manusia dengan jalan menimbulkan menghidupkan dan menumbuhkan tingkat keinginan yang tinggi, kebersamaan dalam menjalankan tugas-tugas perorangan maupun kelompokdalam organisasi. Steiner mendefinisikan motivasi sebagai satu keadaan batiniah yang memberikan energi kepada aktivitas-aktivitas atau yang memberikan energi untuk menggerakkannya, mengarahkan atau menyalurkan tingkah laku pada suatu tujuan (Kartono 1998: 34). Motivasi yang ada dalam diri seseorang dapat bermacam-macam, ada orang yang didorong oleh motivasi yang bersifat egoistis seperti meraih prestasi, status sosial untuk menonjolkan kelebihan dan keakuannya untuk pamer kesombongan diri sebaliknya ada juga keberhasilan yang diraih didorong oleh motivasi yang luhur sifat patriotis, pengorbanan untuk organisasi, pengabdian kepada kepentingan dan kesejahteraan umum.

(26)

Makmun (2005: 37) mengemukakan bahwa motivasi merupakan suatu kekuatan atau power atau tenaga (forces) atau daya atau suatu keadaan yang kompleks (complex states) dan kesiapsediaan (preparatory set) dalam diri individu untuk bergerak ke arah tujuan tertentu baik disadari maupun tidak. Motivasi timbul dan tumbuh berkembang dengan jalan datang dari dalam diri individu sendiri (intrinsik) dan datang dari lingkungan (ekstrinsik).

Atkinson (1986: 34) mengemukakan bahwa bahwa fakltor-faktor motivasi terdiri dari:

1) Motif.

Motif adalah suatu dorongan yang datang dari dalam diri seseorang untuk melakukan atau sedikitnya adalah suatu kecenderungan menumbangkan perbuatan/ tingkah laku tertentu tersebut dapat datang dari luar ataupun dapat merugikan hasil dari suatu proses pemikiran dari dalam diri sesorang. Sedangkan menurut As'ad (1981: 73) motif adalah dorongan atau tenaga yang merupakan gerak jiwa dan jasmani untuk berbuat. Sehingga dapat dikatakan bahwa motive adalah dorongan yang ada dalam diri sesorang untuk melakukan perbuatan atau tingkah laku dan untukpencapaian tujuan tertentu.

2) Expectation (harapan).

Harapan adalah kekuatan keyakinan bahwa upaya kerja akan menghasilkan penyelesaian suatu tugas. Menurut Gibson (1990:

(27)

130) istilah harapan berkenaan degnan pendapatan mengenahi kemungkinan atau probabilitas seobyektif bahwa perilaku tertentu akan diikuti oleh hasil tertentu, yaitu sesuatu kesempatan yang akan diberikan terjadi karena perilaku.

3) Istentive

Menurut Ranupandojo (1990: 161) insensif dimaksudkan untuk memberikan upah/gaji yang berbeda karena prestasi kerja yang berbeda, sehingga dapat dikatakan intensif merupakan suatu bentuk motivasi yang dinyatakan dalam bentuk uang. Sedangkan menurut.

Gerry Dessler (1986: 411) insetnsif finansial merupakan ganjaran finansial yang diberikan kepada karyawan yang tingkat produksinya melampaui standaryang telah ditetapkan sebelumnya.

Dari pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa insensive adalah suatu perangsang/ dayatarik yang sengaja diberikan pada pegawai dengan tujuan ikut membangun, memelihara dan memperkuat harapan-harapan pegawai agar dalam diri mereka timbul semangat yang lebih besar untuk berprestasi bagi organisasi.

Siswanto (1987: 13) mengemukakan bahwa penggerak motivasi seorang antara lain: (1) adanya keinginan atau kebutuhan untuk berprestasi. (2) adanya pengakuan atau penghargaan atas prestasi .(3) adanya tantangan yang disediakan dalam pekerjaan (4) rasa tanggung jawab. (5) adanya usaha untuk meningkatkan kemampuan. (6)

(28)

keteribatan dalam keputusan organisasi dan (7) adanya kesempatan untuk maju terutama yang berkaitan dengan jenjang karir.

b. Teori Motivasi Maslow

Teori motivasi yang dikembangkan oleh Abraham H.

Maslow pada berkisar pada pendapat bahwa manusia mempunyai lima tingkat atau hierarki kebutuhan, yaitu : (1) kebutuhan fisiologikal (physiological needs), seperti rasa lapar, haus, istirahat dan sex; (2) kebutuhan rasa aman (safety needs), tidak dalam arti fisik semata, akan tetapi juga mental, psikologikal dan intelektual; (3) kebutuhan akan kasih sayang (love needs); (4) kebutuhan akan harga diri (esteem needs), yang pada umumnya tercermin dalam berbagai simbol-simbol status; dan (5) aktualisasi diri (self actualization), dalam arti tersedianya kesempatan bagi seseorang untuk mengembangkan potensi yang terdapat dalam dirinya sehingga berubah menjadi kemampuan nyata (Siagian, 2005: 45).

Kebutuhan-kebutuhan yang disebut pertama (fisiologis) dan kedua (keamanan) kadang-kadang diklasifikasikan dengan cara lain, misalnya dengan menggolongkannya sebagai kebutuhan primer, sedangkan yang lainnya dikenal pula dengan klasifikasi kebutuhan sekunder. Terlepas dari cara membuat klasifikasi kebutuhan manusia itu, yang jelas adalah bahwa sifat, jenis dan intensitas kebutuhan manusia berbeda satu orang dengan yang lainnya karena manusia merupakan individu yang unik. Juga jelas bahwa kebutuhan manusia itu

(29)

tidak hanya bersifat materi, akan tetapi bersifat pskologikal, mental, intelektual dan bahkan juga spiritual.

Menarik pula untuk dipahami bahwa dengan makin banyaknya organisasi yang tumbuh dan berkembang di masyarakat dan makin mendalamnya pemahaman tentang unsur manusia dalam kehidupan organisasional, teori klasik” Maslow semakin banyak dipergunakan, bahkan dikatakan mengalami koreksi. Penyempurnaan atau “koreksi” tersebut terutama diarahkan pada konsep “hierarki kebutuhan” yang dikemukakan oleh Maslow. Istilah “hierarki” dapat diartikan sebagai tingkatan, atau secara analogi berarti anak tangga.

Logikanya ialah bahwa menaiki suatu tangga berarti dimulai dengan anak tangga yang pertama, kedua, ketiga dan seterusnya. Jika konsep tersebut diaplikasikan pada pemuasan kebutuhan manusia, berarti seseorang tidak akan berusaha memuaskan kebutuhan tingkat kedua (dalam hal ini adalah kebutuhan akan keamanan) sebelum kebutuhan tingkat pertama yaitu sandang, pangan, dan papan terpenuhi. Kebutuhan yang ketiga tidak akan diusahakan pemuasan sebelum seseorang merasa aman, demikian pula seterusnya.

Berangkat dari kenyataan bahwa pemahaman tentang berbagai kebutuhan manusia makin mendalam penyempurnaan dan

“koreksi” dirasakan bukan hanya tepat, akan tetapi juga memang diperlukan karena pengalaman menunjukkan bahwa usaha pemuasan berbagai kebutuhan manusia berlangsung secara simultan. Artinya,

(30)

sambil memuaskan kebutuhan fisik, seseorang pada waktu yang bersamaan ingin menikmati rasa aman, merasa dihargai, memerlukan teman serta ingin berkembang. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa lebih tepat apabila berbagai kebutuhan manusia digolongkan sebagai rangkaian dan bukan sebagai hierarki. Menurut Siagian (2005:

50) hubungan ini, perlu ditekankan bahwa:

1) Kebutuhan yang satu saat sudah terpenuhi sangat mungkin akan timbul lagi di waktu yang akan datang.

2) Pemuasaan berbagai kebutuhan tertentu, terutama kebutuhan fisik, bisa bergeser dari pendekatan kuantitatif menjadi pendekatan kualitatif dalam pemuasannya.

3) Berbagai kebutuhan tersebut tidak akan mencapai “titik jenuh”

dalam arti tibanya suatu kondisi dalam mana seseorang tidak lagi dapat berbuat sesuatu dalam pemenuhan kebutuhan itu.

Kendati pemikiran Maslow tentang teori kebutuhan ini tampak lebih bersifat teoritis, namun telah memberikan fundasi dan mengilhami bagi pengembangan teori-teori motivasi yang berorientasi pada kebutuhan berikutnya yang lebih bersifat aplikatif.

c. Teori Motivasi Clayton Alderver

Teori ini dikenal dengan ERG (exitence, relatedness, dan growth needs). Secara konseptual teori ERG mempunyai persamaan dengan teori yang dikembangkan Maslow yang memandang bahwa motivasi muncul sebagai akibat adanya kebutuhan, yaitu: (1)

(31)

Kebutuhan eksistensi (existence needs), meliputi memperoleh makanan, air, perumahan, uang, mebel, dan mobil; (2) Kebutuhan hubungan (relatedness needs), meliputi berkenginan untuk berkomunikasi secara terbuka dengan orang lain yang dianggap penting dalam kehidupan mereka dan mempunyai hubungan yang bermakna dengan keluarga, teman, dan rekan kerja; (3) Kebutuhan pertumbuhan (growth needs),meliputi kebutuhan yang dimiliki seseorang untuk mengembangkan kecakapan mereka secara penuh (Williams, 2003: 2).

d. Teori Dua Faktor Frederic Herzberg

Faktor-faktor yang menimbulkan kepuasan kerja, yang ia namakan faktor motivator mencakup faktor-faktor yang berkaitan dengan isi pekerjaan, yaitu : tanggung jawab (responsibility), kemajuan (advancement), pekerjaan itu sendiri, capaian (achievement), pengakuan (recognition) (Manisera, Dusseldorp, and Kooij, 2005: 4).

e. Teori Kebutuhan Mc. Clelland dan Atkinson

Dalam konsep ini, motivasi juga diyakini muncul akibat tuntutan untuk memenuhi kebutuhan, yaitu: (1) Kebutuhan untuk berprestasi (need for achievement) dimana manusia lebih mengejar prestasi pribadi daripada imbalan terhadap keberhasilan, manusia bergairah untuk melakukan sesuatu lebih baik dan lebih efisien dibandingkan hasil sebelumnya; (2) kebutuhan untuk berkuasa (need for power), yaitu adanya keinginan yang kuat untuk mengendalikan orang lain, untuk mempengaruhi orang lain, dan untuk memiliki

(32)

dampak terhadap orang lain; (3) Kebutuhan untuk berafiliasi (need for affliation), yaitu orang yang berusaha mendapatkan persahabatan, ingin disukai dan diterima oelh orang lain, lebih menyukai situasi-situasi kooperatif dari situasi kompetitif dan sangat menginginkan hubungan- hubungan yang melibatkan saling pengertian dalam derajat yang tinggi, dan berusaha untuk menghindari konflik (Slade dan Rush, 1991: 165).

f. Teori X dan Y

McGregor (dalam Umam, 2010: 163) mengemukakan bahwa pandangan pimpinan (manager) terhadap manusia didasarkan pada kelompok asumsi tertentu (asumsi negative sebagai X dan positif sebagai Y), dan menurut asumsi ini pimpinan cenderung menularkan perilakunya pada bawahan. Menurut teori X dan Y ini, empat asumsi yang dipegang para pimpinan atau manajer adalah:

1) Karyawan secara inhern tidak menyukai kerja, dan apabila memungkinkan maka akan menghindarinya.

2) Karena karyawan tidak menyukainya, maka harus dipaksa, diawasi, atau diancam dengan hukuman.

3) Karyawan akan menghindari tanggung jawab dan mencari pengarahan formal bila mungkin.

4) Kebanyakan karyawan menempatkan keamanan diatas factor lain yang terkait dengan kerja dan akan menunjukkan ambisi yang rendah.

(33)

Kontras dengan pandangan negative mengenai kodrat manusia ini, McGregor mencatat empat asumsi positif yang disebutnya dengan teori Y, yaitu:

1) Karyawan dapat memandang kerja sebagai kegiatan alami yang sama dengan bermain.

2) Orang-orang akan melakukan pengarahan diri dan pengawasan diri jika mereka memiliki komitmen dan sasaran.

3) Rata-rata orang dapat belajar untuk menerima, bahkan mengusahakan tanggung jawab.

4) Kemampuan untuk mengambil keputusan inovatif menyebar luas kepada semua orang dan tidak hanya milik mereka yang berbeda dalam posisi manajemen.

Umam (2010: 164) menjelaskan bahwa teori X berkenaan dengan individu yang didominasi kebutuhan tingkat rendah, sedangkan teori Y terjadi pada individu yang didominasi kebutuhan tingkat tinggi.

g. Ciri-Ciri Motivasi

Dorothy (2005: 46) mengemukakan berbagai ciri dari tingkat motivasi kerja seseorang. Ciri tersebut adalah:

1) Kesenangan dalam bekerja

Kesenangan dalam bekerja merupakan suatu hal abstrak yang dapat diukur melalui ekspresi-skspresi seseorang ketika melaksanakan pekerjaan atau ketika menerima tugas pekerjaan. Ekspresi ini

(34)

mampu menggambarkan bagaimana dorongan dalam diri seseorang dalam menerima dan melaksanakan pekerjaan.

2) Antusiasme dalam bekerja

Antusiasme dapat dipahami sebagai respon positif, hasrat mencapai tujuan yang maksimal dalam melaksnakan pekerjaan. Antusias dapat pula dipahami sebagai semangat seseorang dalam bekerja, dimana semangat yang tinggi berarti terbentuknya keuletan dalam bekerja, jauh dari rasa menyerah, dan upaya maksimal untuk menyelesaikan masalah.

3) Kesesuaian pekerjaan terhadap standar

Motivasi kerja yang rendah pada umumnya berdampak pada pekerjaan yang buruk dan tidak sesuai dengan standar, sebaliknya, motivasi kerja yang tinggi berdampak pada pekerjaan yang baik yang mampu mencapai standar yang ditetapkan.

4) Semangat Juang dalam Bekerja

Semangat juang dalam bekerja merupakan bentuk kegigihan seseorang dalam menyelesaikan masalah yang muncul meskipun suatu permasalahan berkali-kali muncul.

5) Konsistensi Bekerja dalam Keadaan Tanpa Pengawasan

Bekerja yang baik dalam kondisi adanya pengawasan bukan merupakan indicator dari motivasi kerja yang tinggi. Motivasi kerja muncul dari dalam diri dan membentuk pendorong untuk menyelesaikan pekerjaan secara optimal berdasarkan kemauan dari

(35)

dalam. Motivasi kerja yang tinggi tetap mampu mendorong seseorang untuk bekerja secara maksimal meskipun tanpa adanya pengawasan, sebab pengawasan bukan lagi menjadi factor yang berpengaruh besar dalam bekerja ketika motivasi mendominasi diri seseorang.

6) Perasaan Bahagia

Perasaan bahagia ketika melaksanakan pekerjaan merupakan salh satu ciri dari motivasi seseorang. Motivasi mampu berperan menggantikan perasaan terbebani, sebab yang dominan tinggal semangat dan keinginan melakukan yang terbaik.

B. Penelitian yang Relevan

Hendar (2006) dalam penelitiannya menemukan adanya temuan bahwa supervisi kepala sekolah secara simultan simultan yang dilakukan secara bersamaan dengan upaya membangun motivasi kerja berpengaruh signifikan terhadap kinerja, yang berarti juga bahwa pelaksanaan supervisi yang memadai mampu menjadi faktor atas Motivasi kerja. Hal ini menunjukkan bahwa semakin tinggi supervisi kepala sekolah dan motivasi kerja akan diikuti dengan tingginya kinerja guru, begitu sebaliknya. Besarnya pengaruh supervisi dan motivasi kerja terhadap kinerja mencapai 20,7%.

Penelitian ini dilaksanakan di SMK negeri 1 Purbalingga tahun 2007, dengan simpulan penelitian yaitu secara simultan supervisi kepala sekolah dan motivasi kerja berpengaruh terhadap kinerja guru SMK Negeri 1 Purbalingga

(36)

Tahun 2007. Dalam penelitian yang dilakukan oleh Kurniati ini, faktor motivasi bukan dijadikan sebagi faktor pengontrol atas pengaruh yang ditimbulkan oleh supervisi terhadap Motivasi kerja, akan tetapi menjadi faktor yang bersama-sama dengan supervisi menciptakan pengaruh terhadap Motivasi kerja.

Suardan (1974) dalam penelitiannya menemukan bahwa supervisi akademik memiliki hubungan yang kuat terhadap motivasi kerja melalui proses penyelesaian masalah-masalah sulit yang berperan menurunkan motivasi kerja guru, mengupayakan terpenuhinya kebutuhan esteem, kebutuhan eksistensi dan kebutuhan–kebutuhan tingkat tinggi lainnya.

C. Kerangka Pikir Penelitian

Supervisi akademis dilakukan untuk memperbaiki kondisi kondisi baik personel maupun material yang memungkinkan terciptanya situasi belajar mengajar yang lebih baik demi tercapainya tujuan pendidikan.

Supervisi ini berkaitan dengan tindakan menstimulasi, mengoordinasi, membimbing, dan mengarahkan perkembangan guru secara terus menerus baik secara individual maupun kolektif agar guru memahami secara efektif pelaksanaan pembelajaran dalam rangka membangun pertumbuhan peserta didik secara kontinu. Pelaksanaan supervisi mengarah pada peningkatan peluang untuk mencapai tujuan pendidikan secara lebih baik, lebih efisien dan efektif atau untuk membangun Motivasi kerja yang lebih baik.

(37)

Supervisi yang baik dikembangkan berdasarkan permasalahan- permasalahan actual yang muncul, dan supervisi akademik diselenggarakan untuk mendorong guru menerapkan kemampuannya dalam melaksanakan tugas-tugas mengajarnya, mendorong guru mengembangkan kemampuannya sendiri, serta mendorong guru agar ia memiliki perhatian yang sungguh- sungguh (commitment) terhadap tugas dan tanggung jawabnya. Dengan demikian, pelaksanaan supervisi akademik yang baik mampu meningkatkan motivasi kerja guru.

D. Hipotesis Tindakan

Berdasarkan atas rumusan masalah dan konsep-konsep yang telah diuraikan, maka dibuat hipotesis penelitian sebagai berikut diduga, pelaksanaan supervisi akademis dapat meningkatkan motivasi kerja guru SD Negeri II Jatisrono tahun 2010”.

Referensi

Dokumen terkait

.28 ىلعأ ةيدام تايناكمإ تاينقتلا نم عون اذكه بلطتي تادعمو ةزهجأ نم هبلطتي امل ميمصتلاب ةيديلقتلا ةقيرطلا نم .روطتلا نم ٍلاع ىوتسم ىلع تاءاضفو .29 ةيدودحم ريثأت ناسنلاا ساوح يف ماظن

Dengan ditolaknya Ho maka hipotesis alternatif diterima, yang berarti ada pengaruh supervisi akademik kepala sekolah dan motivasi kerja guru terhadap kompetensi profesional guru SD Al