Penerapan Extreme Programming dalam Pengembangan Fitur Interoperabilitas Pada Aplikasi Bioinformatika
Edrian Hadinata*, Tantri Hidayati Sinaga
Fakultas Teknik dan Komputer, Program Studi Sistem Informasi, Universitas Harapan Medan, Medan, Indonesia Email: 1[email protected], 2[email protected]
Email Penulis Korespondensi: [email protected]
Abstrak−Extreme Programming atau XP Model adalah Framework pengembangan aplikasi yang digunakan untuk membuat aplikasi yang membutuhkan pengembangan dengan adaptasi secara cepat. Bahkan dalam kondisi aplikasi masih digunakan, penggunaan model pengembangan ini cukup sesuai jika diterapkan pada pengembangan beberapa fitur Aplikasi Bioinformatika. Maraknya penggunaan fitur interoperabilitas yang terdapat pada banyak aplikasi telah memudahkan banyak pengembang sistem dalam mengembangkan aplikasi di berbagai perangkat sistem. Begitu pula aplikasi bioinformatika yang banyak melakukan beragam telaah secara in silico. Pengembangan aplikasi menggunakan XP Model untuk aplikasi khusus jarang digunakan terlebih untuk penambahan fitur, kesulitannya adalah susahnya menerapkan adaptasi cepat pada pengembangan fitur interoperabilitas tanpa desain dan analisis pada aplikasi khusus. Kontribusi dari penulisan paper ini adalah untuk membuat catatan dan blueprint dari penambahan fitur interoperabilitas aplikasi bioinformatika. Disamping itu XP model merupakan metode yang berbeda ketika digunakan untuk melakukan proses pengembangan aplikasi terlebih jika digunakan untuk penambahan fitur pada aplikasi khusus. Kesuksesan yang diperoleh dalam pengembangan aplikasi ini tidak lepas dari kelebihan XP model itu sendiri, karena XP model mampu dilaksanakan dalam kondisi kekurangan sumber daya manusia serta berkemungkinan menerapkan prinsip dan teknik praktis dalam proses pengerjaannya. Hasilnya, pengembangan dilaksanakan secara cepat dan aplikasi tersebut berjalan dengan baik melalui hasil tes sehingga aplikasi bioinformatika dapat digunakan untuk melakukan proses in silico melalui interaksi antar aplikasi ke aplikasi kepenyedia dataset.
Kata Kunci: Extreme Programming; Aplikasi; Bioinformatika; SDLC; Interoperabilitas
Abstract−Extreme Programming or XP Model is an application development framework used to create applications that require rapid adaptation. Even in the condition that the application is still in use, the use of this development model is quite appropriate if it is applied to the development of Several features of Bioinformatics Applications. The widespread use of interoperability features found in many applications has made it easier for many system developers to develop applications on various system devices. Likewise, bioinformatics applications that carry out various in silico studies. Application development using the XP Model for special applications that are rarely used for feature additions, the difficulty is implementing rapid adaptation to interoperability feature development without design and analysis of specific applications. The contribution of this paper is to make notes and blueprints for adding interoperability features for bioinformatics applications. Besides that, the XP model is a different method when used to carry out the application development process, especially if it is used to add features to special applications. The success obtained in the development of this application cannot be separated from the advantages of the XP model itself, because the XP model can be implemented in conditions of lack of human resources and the possibility of applying practical principles and techniques in the process. As a result, development is carried out quickly and the application runs well through testing results and then applications can be used to perform processes in silico through interaction between applications to applications to the dataset provider.
Keywords: Extreme Programming; Application; Bioinformatics; SDLC; Interoperability
1. PENDAHULUAN
Salah satu metode pendekatan agile adalah XP Model atau Extreme Programming[1][2]. XP Model memungkinkan suatu pengembangan software dilaksanakan secara cepat disebabkan oleh proses pengembangan difokuskan pada pengkodean. Proses dari tahapan pengembangan software disederhanakan dan dipermudah[3].
Untuk itu metode ini termasuk kedalam Agile Software Development System[4]. Dimana pengembangan software ini adalah pengembangan sistem jangka pendek berlandaskan pada rapid adaptation[5][6]. Penggunaan XP Model sangat sesuai dengan kondisi dimana aplikasi tersebut masih digunakan, terlebih jika aplikasi dikembangkan dengan sangat sedikit tim kerja[7].
Dalam prosesnya pengembangan, aplikasi akan membutuhkan berbagai unit organisasi kerja yang mana setiap unit kerja tersebut memiliki keahlian dibidang masing-masing baik itu gaya dan landasan platform aplikasi yang dibuat[8], yang terkadang terjadi adalah setiap programmer dan pengembang sistem membuat dengan gaya tersendiri[9]. Hasilnya ketua tim akan kesulitan untuk mengidentifikasi alur dan informasi yang terdapat didalam sistem informasi tersebut.
Maraknya penggunaan dan koneksi interoperabilitas antar aplikasi telah banyak digunakan, tidak tertutup pula kemungkinan mekanisme ini digunakan oleh aplikasi bioinformatika dimana aplikasi ini juga banyak memanfaatkan data untuk berbagai kebutuhan analisis[10]. Penggunaan Representational State Transfer(REST) sebagai bagian dari salah satu arsitektur Application Programming Interface(API) yang digunakan untuk komunikasi client dimanfaatkan agar dapat mengakses resource yang ada pada server[11].
Pengembangan aplikasi dan penambahan fitur selalu menuntun pengembang sistem untuk menganalisis kondisi yang ada. Proses pengembangan aplikasi menggunakan XP model cenderung menggunakan paradigma pemrograman berorientasi objek[12]. Tentunya pengembangan skala besar akan mungkin dilaksanakan jika
mekanisme pemrogramannya berbeda dan kemampuan pendekatan agile telah terbukti cocok untuk menangani pengembangan aplikasi bioinformatika[13].
Pengembangan aplikasi menggunakan metode yang serupa dilakukan oleh Bernardus[14] yang menggunakan XP Model untuk menggembangkan sistem informasi reservasi hotel. Didalam penelitian tersebut terlihat penggunakan metode Classroom Responsibility Collaborator (CRC) cocok diterapkan untuk mendesain sistem karena basis XP Model tersebut adalah pemograman berorientasi objek. Sedangkan penelitian lain[15]
menggabungkan XP Model dengan metode scrum untuk meningkatkan proses mekanisme manajemen agar lebih menambah performanya. Pengembangan lain [16] digunakan untuk menyelesaikan pengembangan aplikasi permainan. Alasannya adalah tidak adanya metode yang pasti didalam pengembangan sistem sehingga penggunaan XP Model dimanfaatkan sebagai alternatif model lain untuk memperkecil resiko dalam pengembangan sistem.
Aplikasi bioinformatika adalah aplikasi dengan multidisiplin ilmu pengetahuan kimia, biologi, matematika dan Ilmu komputer[17]. Menurut ahli terdapat tantangan utama dalam pengembangan aplikasi bioinformatika antara lain cross disiplin ilmu[18], stakeholder yang beragam[19], tidak bisa digunakan ulang, kendala proyek pengerjaan, minim dokumentasi dan lack teamwork[20]. Selain itu, pengerjaan aplikasi dilaksanakan dalam kondisi sistem masih berjalan sehingga resiko aplikasi tidak bisa digunakan oleh user dalam masa update sistem berkemungkinan besar terjadi[21].
Dalam praktiknya pengembangan aplikasi menggunakan metode XP model ini jarang digunakan terlebih untuk penambahan fitur pada aplikasi yang khusus seperti bioinformatika. Susahnya menerapkan adaptasi cepat terlebih digunakan untuk membuat proses interoperabilitas dengan tanpa desain dan analisis sebelumnya telah membuat pengembang banyak melakukan improvisasi dengan menambahkan metode lain untuk meningkatkan performa dan manajemen pengembangan sistem. Namun dengan penggunaan XP model dalam menyelesaikan persoalan pengembangan fitur interoperabilitas pada aplikasi bioinformatika diharapkan mampu untuk menyelesaikan persoalan tersebut.
2. METODOLOGI PENELITIAN
2.1 Tahapan Penelitian
Dalam proses penelitian tentang pengembangan dan penambahan fitur interoperabilitas aplikasi terdapat metodologi yang bisa dilaksanakan, yaitu dengan menggunakan pendekatan metode Extreme Programming antara lain, adalah:
Step 1 : Analyze Existing System and Design
Pada tahapan ini setiap fitur yang terdapat pada aplikasi yang sedang berjalan di analisis dan dilihat hubungan dan keterkaitan setiap komponen aplikasi. Selain itu juga jika memungkinkan untuk memahami spesifikasi sistem yang digunakan dan mekanisme teknikal arsitekturnya. Proses ini penting dilakukan di awal karena untuk mengetahui besaran aplikasi pada tahap awal yang berhubungan dengan negosiasi harga dan deadline yang biasanya dilakukan setelah proses step 2.
Step 2 : Planning and Managing
Proses dalam tahapan ini adalah klien menjelaskan kebutuhan-kebutuhan di dalam aplikasi, bisnis proses, mendefinisikan output yang diinginkan oleh klien, yang mana nantinya setiap kebutuhan tersebut akan dibuatkan ke dalam modul sederhana yang biasa disebut user stories. Gunanya adalah agar pengembang mendokumentasikan dan memahami visi serta ruang lingkup pekerjaan serta menentukan waktu dan biaya.
Step 3 : Designing
Walaupun XP model merupakan metode dengan pengembangan aplikasi secara singkat yang berfokus pada coding dan testing tetapi sebaiknya pengembang harus memahami apa saja bagian yang akan dilakukan dalam proses re-develop dan apa mekanismenya, apakah pengambilan data berasal dari luar sistem, apakah ada proses perhitungan, algoritma, apakah cukup komplek, apa dampak terhadap modul- modul lain dan bagaimana relasional antar tabelnya.
Semua itu berbagai kemungkinan yang harus dipikirkan. Tentu saja lebih cepat membuat modul, database atau tabel baru dibandingkan harus mempelajari dan menyisipkan fungsi baru di dalam class atau yang lebih rumit adalah merubah mekanisme dan alur algoritma di dalam sebuah fungsi. Tetapi kemungkinan akan terjadi duplikasi tabel, fungsi atau class yang lebih kurang manfaatnya hampir sama.
Maka dari itu kunci dari penggunaan XP model ini terletak pada dokumentasi program.
Step 4 : Coding
Dalam proses ini pengembang melakukan pembuatan baris program, selain itu termasuk diantaranya pembuatan tabel, penambahan kolom, class baru, dokumentasi dan pembuatan user guide.
Step 5 : Testing
Pada tahap pengujian dilakukan dengan seluruh database dan keseluruhan software pendukungnya.
Step 6 : Reporting
Pada bagian ini adalah melakukan penulisan laporan dari setiap step atau proses yang telah terjadi serta mendokumentasikannya ke dalam catatan.
Gambar 1. Langkah Metodologi Penelitian 2.2 Bioinformatika
Bioinformatika adalah ilmu yang berbasis multidisipliner yang menggabungkan pendekatan biologi molekuler dan teknik informatika[22]. Sejak kebangkitan dunia internet dimulai pada tahun 1990an berbagai penelitian dilakukan dan perkembangan web membuka tantangan baru terhadap studi-studi penting terkait dataset dan bioinformatika salah satunya didunia adalah sequence nucleotide database yang telah tersedia didatabase pada tahun 1993[23].
2.3 XP Model
Extreme programming (XP) merupakan suatu pendekatan pengembangan perangkat lunak secara cepat, sedangkan proses alurnya memiliki empat fase antara lain Planning, Desain, Coding dan Testing[24]. Pada tahap planning proses dilakukan dengan mendengarkan sekumpulan kebutuhan dan mengidentifikasi masalah, tahap desain pengembang mulai membangun arsitektur sistem, sedangkan Coding pengembang melaksanakan proses pengkodean dan Testing melakukan pengujian sistem[25].
3. HASIL DAN PEMBAHASAN
3.1 Analyze Existing System and Design A. Desain dan Arsitektur Sistem
Aplikasi yang dibangun terdapat sebelas proses bisnis yang ada termasuk proses login. Detail penjelasan dari proses tersebut ditunjukkan pada tabel 3, sebagai berikut:
Tabel 3. Tabel Proses UML
No Proses Penjelasan
1 Login Bermanfaat sebagai pintu masuk pengguna untuk mengakses informasi dan fasilitas yang terdapat didalam sistem disamping itu bermanfaat juga untuk memisahkan hak akses setiap pengguna aplikasi.
2 View Tracking User Tracking bermanfaat untuk menyimpan semua proses yang telah dilakukan oleh user dalam aplikasi. Data tracking disimpan kedalam database. Data tracking bermanfaat untuk melihat apa proses yang paling banyak dilakukan oleh user dalam aplikasi tersebut.
3 Manage User Agar aplikasi dapat dijalankan dengan banyak pengguna dengan beragam hak akses maka perlu dilakukan pengaturan dan penambahan user. Disamping itu manage user bermanfaat untuk menonaktifkan user tersebut jika ada terindikasi melakukan proses-proses yang merugikan aplikasi. Dalam manage user ini terdapat jenis role yang bisa dipilih. Setiap jenis role memiliki beragam hak akses yang berbeda didalam aplikasi.
4 Manage Permission Manage Permission digunakan untuk menambah dan menghapus jenis hak akses. Penambahan jenis hak akses dilakukan pada proses ini. Jenis hak akses dibuat beragam agar user memperoleh servis dari aplikasi ini secara beragam.
Menambah hak akses dalam menu ini dilakukan tetapi tidak
No Proses Penjelasan
langsung diberikan kepada user. Memberikan hak akses kepada jenis role dilakukan pada proses Manage Role
5 Manage Role Manage Role digunakan untuk memberikan jenis hak akses kepada user dan administrator. Role adalah aturan yang ditentukan oleh sistem. Pengembang menentukan jenis role di dalam aplikasi. Jenis Role contohnya User dan Administrator.
6 Manage Bankdata Proses ini dimanfaatkan untuk menambah dan mengurangi bankdata, serta melakukan hubungan terhadap proses analisis tertentu seperti cluster analysis dan sequence analysis.
7 Manage API Proses manage API ini digunakan untuk mengatur manajemen API, mulai dari link hingga apikey dan deskripsi. API berperan sebagai pembawa pesan yang menerima request pengguna dan memberitahu sistem apa yang harus dilakukan.
8 Analysis and Sequence
Sekuensing atau disebut dengan DNA Sequencing adalah metode yang digunakan untuk menentukan urutan nukleotida. Ini adalah fitur standar dari aplikasi bioinformatika secara umum.
9 View Any Profile Fitur ini berguna untuk melihat profil semua user. Fitur ini digunakan dan dimiliki oleh role yang bernama Administrator 10 View Own Profile Fitur ini bermanfaat untuk melihat profil pribadi.
11 Cluster Analysis Fitur bermanfaat dalam melakukan proses analisis clustering terhadap data-data bioinformatika.
Untuk flow bisnis proses yang terdapat pada aplikasi ini, maka dirancang grafik sebagai berikut:
Gambar 2. Alur Cross Functional
Dari gambar 2 yang terlihat dapat dijelaskan bahwa terdapat tiga jenis penggerak sistem yaitu User(pengguna umum), administrator sistem, sistem itu sendiri yang berjalan menggunakan automasi yang dipicu opsi-opsi dari pemrosesan bioinformatika. Sistem yang dijelaskan disini adalah sistem operasi yang juga berjalan secara automasi melaksanakan proses-proses di layer terminal dan mengeksekusi setiap perintah python dalam kaitannya membentuk gambar dari susunan DNA, diagram serta menjalankan dan menangkap hasil luaran dari bahasa pemrograman python.
Dari sisi pemanfaatan terbagi tiga bagian antara lain Preparation, Utilization dan Output. Preparation adalah proses persiapan agar pengguna bisa memanfaatkan aplikasi yang ada. Proses preparasi diselesaikan oleh administrator.
Utilization adalah lapisan dimana pengguna dapat menggunakan aplikasi dan memanfaatkan sistem. Secara manual, dikarenakan pengguna atau user yang memanfaatkan aplikasi ini maka proses download dan upload dataset dilakukan oleh user sendiri.
Layer output adalah pemrosesan yang dilaksanakan dari terminal melalui trigger yang diletakkan pada bagian middleware Framework Laminas. Proses automasi dilakukan berdasarkan data yang dimasukkan oleh pengguna pada presentation layer. Setelah diperoleh hasil maka proses yang terjadi di sisi middleware adalah menangkap output tersebut dan menampilkannya melalui presentation layer atau view di dalam Framework Laminas.
Kode program yang terkait dengan perintah terminal dipisah dan dibuat dengan nama Logic. Kemudian controller akan mempekerjakan class Logic. Modul tersebut berisi berbagai perintah untuk melaksanakan algoritma dalam bidang pengetahuan bioinformatika, contoh : cluster analysis, sequencing, microarray dan lain- lain. Untuk teknikal arsitektur ditunjukkan pada gambar 3.
Arsitektur Dasar Setelah pengimplementasian modul biopython Gambar 3. Teknikal Arsitektur
Disamping itu di dalam modul logic berisi class yang bertugas membentuk file python dan menjalankan perintah algoritma tersebut kemudian mengcompilenya di terminal melalui perintah PHP. Untuk hasil dari perintah kompilasi tersebut di dalam server ditangkap oleh controller dan diteruskan ke view atau presentation layer agar dapat dilihat oleh user.
3.2 Planning and Managing
Pada proses planning menggunakan XP model, pengembang sistem menerima inputan dari klien dalam bentuk user stories ditunjukkan pada tabel 4, sebagai berikut:
Tabel 4. User Stories User Stories
Selama ini pengguna memasukkan data secara manual ke dalam sistem dengan cara unggah data, buat sistem yang dapat menarik data dari luar sistem seperti dari situs http://ncbi.nlm.nih.gov dan
http://amp.pharm.mssm.edu, situs tersebut sudah menyediakan sarana agar data bisa diambil dan langsung dioperasikan di dalam sistem, sehingga tanpa harus melalui mekanisme download dan upload yang dilakukan user seluruh data dapat langsung dioperasikan. Buat laporan hasil transaksi perpindahan data dan simpan juga data tersebut ke dalam database. Selain itu, hasil operasi algoritma bioinformatika yang dilakukan oleh sistem terhadap data dari luar tersebut juga disimpan didalam database.
Dari cerita yang telah diutarakan oleh klien maka dibentuk sebuah tabel pemetaan untuk memperjelas detail dari permintaan dan kebutuhan sistem ditunjukkan pada tabel 5, sebagai berikut:
Tabel 5. Luaran Aplikasi
No Luaran Penjelasan
1 Laporan transaksi data Laporan perpindahan data dari sistem external ke dalam sistem internal, melaporkan waktu, alamat API(Application Programming Interface) dan meta data.
2 Modul interoperabilitas Modul yang berguna untuk melaksanakan perintah untuk menghubungkan aplikasi internal dan external. serta menjalankan sistem komunikasi antar aplikasi.
3 Modul konfigurasi interoperabilitas
Modul yang berguna untuk menyimpan, antara muka konfigurasi sistem interoperabilitas
3.3 Designing
Dalam fase ini pemetaan prototipe dirancang, seluruh pengembangan sistem difokuskan diagram arsitektur dan pengembangan sistem konsep pemrograman berorientasi objek. Pembuatan aplikasi menggunakan XP model lebih diutamakan menggunakan paradigma pemrograman berorientasi objek selain lebih mudah memetakan sistem juga lebih ringkas di dalam mengembangkan sistem.
3.3.1 Arsitektur
Untuk arsitektur sistem ditunjukkan pada gambar 4, sebagai berikut:
Gambar 4. Arsitektur Interoperabilitas
Untuk mekanisme arsitektur interoperabilitas, terlebih dahulu yang harus diperhatikan apa saja luaran yang diberikan oleh aplikasi eksternal dan bagaimana memanage data tersebut. Data yang dishare adalah data ringkasan dari carbonic anhydrase 5A pseudogene 1 yang dapat dibuka dengan laman sebagai berikut:
https://eutils.ncbi.nlm.nih.gov/entrez/eutils/esummary.fcgi?db=gene&id=764 dan hasilnya seperti terlihat dalam format XML seperti pada gambar 5, sebagai berikut:
z
Gambar 5. Halaman antarmuka API dalam format XML
Sedangkan untuk download bisa menggunakan link yang memberikan feedback file dalam format fasta contohnya sebagai berikut:
https://eutils.ncbi.nlm.nih.gov/entrez/eutils/efetch.fcgi?db=nucleotide&id=1509580163,1509580026,150958002 4,1509580022&rettype=fasta&retmode=text.
Agar penggunaan aplikasi lebih dinamis dalam menghandle setiap objek yang diambil dari API website NCBI maka penggunaan modul Bio.Entrez yang terdapat pada biopython. Interface nya hanya memilih jenis fungsi, memasukkan data jenis database id dan tipenya saja yang nanti menjadikan link API menjadi lebih dinamis, contohnya {jenis fungsi}.fcgi?db={jenis database}&id={id}.
Sementara untuk pemanfaatan data yang lain, contohnya data yang terdapat pada UCSC Genome Institute didapat dari pilihan link berikut https://api.genome.ucsc.edu/list/publicHubs. Disamping itu untuk mengakses data DNA tersebut bisa dilakukan dengan menggunakan link
https://api.genome.ucsc.edu/getData/sequence?genome=hg38;chrom=chrM.
Karena terdapat beberapa variabel yang harus diisi untuk itu beberapa pilihan yang harus ditentukan dan form pengisian tentu saja harus dibuat.
3.3.2 Pemetaan Kelas
Untuk pemetaan class atau kelas ditunjukkan pada tabel 6 dibawah ini, sebagai berikut:
Tabel 6. Pemetaan Kelas
No Desain Penamaan Kelas
1 Interoperability (user)
Controller :InteroperabilityController Form : InteroperabilityForm
Interface : Interoperability
Table: InteroperabilityRecordTable Factory : InteroperabilityFactory 2 Interoperability configuration
(admin)
Controller :InteropconfigController Form : InteropconfigForm
Interface : Interopconfig Table: InteropconfigTable Factory : InteropconfigFactory 3 Python Scripting Interoperability Logic : Interopcommand
4 Interoperability Report Controller :InteropreportController Form : InteropreportForm
Interface : Interopreport Factory : InteropreportFactory 3.4 Coding
Pada tahap pengkodean, pengembang aplikasi membuat pemetaan table yang akan dibentuk dan melakukan proses deployment. Seperti yang ditunjukkan pada tabel 7
Tabel 7. Pemetaan Tabel
No Nama Tabel Deskripsi
1 InteroperabilityRecord Tabel yang digunakan untuk menyimpan semua transaksi API yang dilakukan oleh pengguna
2 Interopconfig Tabel ini dimanfaatkan untuk menyimpan pengaturan yang dilakukan oleh admin
Selain itu pemetaan interface juga dibuat agar pembuatan aplikasi lebih terarah, konsisten dan sistematis ditunjukkan pada tabel 8.
Tabel 8. Pemetaan Interface
No Nama Tampilan Deskripsi
1 forminteroperability Menampilkan form pengisian data dan pemilihan link API yang telah tersedia 2 reportinteroperability Menampilkan hasil eksekusi program yang
telah dilaksanakan
3 listinteroperability Menampilkan daftar koneksi keluar aplikasi menggunakan API
4 formconfiginteroperability Menampilkan form konfigurasi interoperability seperti mekanisme enkripsi dan keamanan API dan seterusnya
5 reportsuccessadmin menampilkan laporan sukses atau tidaknya proses yang dilaksanakan
Proses yang lainnya terkait dengan fase ini tentu saja adalah pengkodean itu sendiri, dikarenakan keterbatasan dalam penulisan paper ini maka proses pengkodean hanya menyertakan beberapa tampilan, sebagai berikut:
Gambar 6. Contoh Kode PHP Bio Entrez
Hasil dari kompilasi dari kode pada gambar 6 akan dibentuk sebuah file berekstensi *.py yang nantinya akan langsung di kompilasi menggunakan perintah terminal dengan trigger dari program PHP. Untuk fungsi- fungsi dan class yang masih dikategorikan di dalam satu manfaat dengan modul class yang sudah ada maka cukup dibuat fungsi turunannya saja atau di extend sehingga tidak merubah apapun pada modul sebelumnya.
3.5 Testing
Dalam menggunakan XP model, proses tes dilakukan dengan menggunakan metode white box testing dimana setiap modul dilakukan pengujian secara simultan sejak program dibuat seperti yang ditunjukkan pada tabel 9 dibawah ini.
Tabel 9. Unit Testing
Nama Dokumen : Unit Testing
Nama Aplikasi : Biokiba
Aktifitas : Pengujian White Box
Lama Pengujian : 12/4/2022 sampai 24/4/2022
No Modul Uji Sesuai dengan proses bisnis
Iya Belum
1 Interoperability ✓
2 Konfigurasi Interoperability (Admin) ✓
3 Laporan Interoperability ✓
4 Python Script Interoperability ✓ 3.5 Reporting
Proses selanjutnya pada paper ini adalah reporting yang terdapat pada tabel 10 dibawah ini, dimana setiap hasil dari setiap proses dilaporkan secara lebih sistematis. Namun disebabkan oleh keterbatasan pelaporan dalam paper ini maka penulis hanya melampirkan beberapa laporan saja.
Tabel 10. Laporan Tampilan Interoperability Nama Dokumen : Laporan Interoperability
Nama Aplikasi : Biokiba
Aktifitas : Desain User Interface
Pembuatan : 15/4/2022 sampai 24/4/2022
No Tampilan Hasil Deskripsi
1 Halaman Home digunakan
sebagai dashboard atau awal pusat kontrol aplikasi
2 Halaman Bank data digunakan
untuk menampilkan hasil detail pencarian
3.6 Implementasi
Agar lebih memahami bagaimana luaran yang dihasilkan dari penelitian ini, berikut ini ditampilkan beberapa tampilan dari program yang dibuat.
Gambar 7. Tampilan halaman bank data.
Gambar 8. Tampilan halaman download dataset.
4. KESIMPULAN
Dari tahapan yang telah dilakukan diperoleh bahwa aplikasi yang di ditambahkan fiturnya menggunakan XP model tidak hanya melakukan proses code dan testing saja, tetapi juga melakukan proses pemetaan arsitektur sistem agar proses coding dan testing bisa dilaksanakan tanpa mengganggu sistem yang ada sebelumnya. Proses analisis sistem yang telah berjalan dilaksanakan dalam rangka lebih memahami alur kerja sistem. Pentingnya memiliki dokumentasi aplikasi adalah kunci keberhasilan dalam proses penambahan fitur aplikasi. Kemudahan penambahan dan pengembangan modul, fungsi dan servis yang ada pada sistem sangat dipengaruhi oleh konsep dan paradigma dalam pemrograman berorientasi objek. Hasilnya proses menjadi lebih mudah dan releasable. Selama proses akuisisi informasi dari server data sumber atau REST Server ke client perlu diperhatikan setiap response code yang diterima terkadang harus mereplikasi response code asal karena terkadang permasalahan lebih kompleks. Hasilnya pengembangan lebih cepat dan aplikasi tersebut berjalan dengan baik sehingga aplikasi bioinformatika dapat digunakan untuk melakukan proses in silico melalui interaksi antar aplikasi ke aplikasi kepenyedia dataset.
REFERENCES
[1] E. Bayu Pratama Program Studi Manajemen Informatika and A. BSI Pontianak Jl Abdurrahman Saleh, “Pendekatan Metodologi Extreme Programming pada Aplikasi e-Commerce Berbasis M-Commerce (Studi Kasus: Toko Buku An’Nur di Pontianak),” J. Khatulistiwa Inform., vol. 5, no. 2, Dec. 2017, doi: 10.31294/JKI.V5I2.2885.
[2] L. Rusdiana, “Extreme programming untuk rancang bangun aplikasi pengelolaan surat keterangan kependudukan,”
Regist. J. Ilm. Teknol. Sist. Inf., vol. 4, no. 1, 2018, doi: 10.26594/register.v4i1.1191.
[3] R. Rahmi, R. P. Sari, and R. Suhatman, “Pendekatan Metodologi Extreme Programming pada Aplikasi E-Commerce (Studi Kasus Sistem Informasi Penjualan Alat-alat Telekomunikasi),” J. Komput. Terap., vol. 2, no. 2, 2016.
[4] R. Vallon, B. J. da Silva Estácio, R. Prikladnicki, and T. Grechenig, “Systematic literature review on agile practices in global software development,” Inf. Softw. Technol., vol. 96, 2018, doi: 10.1016/j.infsof.2017.12.004.
[5] I. G. N. Suryantara and J. F. Andry, “Development of Medical Record With Extreme Programming SDLC,” Int. J. New Media Technol., vol. 5, no. 1, 2018, doi: 10.31937/ijnmt.v5i1.706.
[6] A. Fatoni and D. Dwi, “Rancang Bangun Sistem Extreme Programming Sebagai Metodologi Pengembangan Sistem,”
Prosisko, vol. 3, no. 1, 2016.
[7] G. Marthasari, W. Suharso, and F. A. Ardiansyah, “Personal Extreme Programming with MoSCoW Prioritization for Developing Library Information System,” Proceeding Electr. Eng. Comput. Sci. Informatics, vol. 5, no. 5, 2018, doi:
10.11591/eecsi.v5i5.1701.
[8] D. Özkan and A. Mishra, “Agile Project Management Tools: A Brief Comprative View,” Cybern. Inf. Technol., vol. 19, no. 4, 2019, doi: 10.2478/cait-2019-0033.
[9] G. Ahmad, T. Rahim Soomro, and S. Mehmood Raza Naqvi, “An Overview: Merits of Agile Project Management Over Traditional Project Management in Software Development,” J. Inf. Commun. Technol., vol. 10, no. 1, 2016.
[10] A. Soni and V. Ranga, “API features individualizing of web services: REST and SOAP,” Int. J. Innov. Technol. Explor.
Eng., vol. 8, no. 9 Special Issue, 2019, doi: 10.35940/ijitee.I1107.0789S19.
[11] H. P. Safitri, R.K., dan Putro, “Implementasi REST API untuk Komunikasi Antara ReactJS dan NodeJS (Studi Kasus : Modul Manajemen User Solusi247),” Automata, vol. 2, no. 1, 2021.
[12] S. Al-Saqqa, S. Sawalha, and H. Abdelnabi, “Agile software development: Methodologies and trends,” Int. J. Interact.
Mob. Technol., vol. 14, no. 11, 2020, doi: 10.3991/ijim.v14i11.13269.
[13] T. Aldwairi, “Planning computational biology projects using agile approach,” 2019. doi: 10.29007/r5x9.
[14] B. G. Sudarsono, “Using an Extreme Programming Method for Hotel Reservation System Development,” Int. J. Emerg.
Trends Eng. Res., vol. 8, no. 6, 2020, doi: 10.30534/ijeter/2020/01862020.
[15] J. P. Hubner, K. P. Sotomayor, and P. V. L. Miguel, “Extreme programming software development model on scrum for agile software management,” RISTI - Rev. Iber. Sist. e Tecnol. Inf., vol. 2021, no. E39, 2021.
[16] P. Sharma and N. Hasteer, “Analysis of linear sequential and extreme programming development methodology for a gaming application,” 2016. doi: 10.1109/ICCSP.2016.7754505.
[17] G. Syahputra, “Peran Bioinformatika Dalam Desain Kandidat Molekul Obat,” Biotrends, vol. 6, no. 1, 2015.
[18] N. Mulder et al., “The development and application of bioinformatics core competencies to improve bioinformatics training and education,” PLoS Comput. Biol., vol. 14, no. 2, 2018, doi: 10.1371/journal.pcbi.1005772.
[19] A. T. Rahma, I. Elbarazi, B. R. Ali, G. P. Patrinos, L. A. Ahmed, and F. Al-Maskari, “Stakeholders’ Interest and Attitudes toward Genomic Medicine and Pharmacogenomics Implementation in the United Arab Emirates: A Qualitative Study,”
Public Health Genomics, vol. 24, no. 3–4, 2021, doi: 10.1159/000513753.
[20] Z. Ibrahim, M. G. M. Johar, and N. R. A. Rahman, “The quality of teamwork on methodology in software development workflow,” Int. J. Eng. Technol., vol. 7, no. 4, 2018, doi: 10.14419/ijet.v7i4.28.22641.
[21] H. Hijazi, S. Alqrainy, H. Muaidi, and T. Khdour, “RISK FACTORS IN SOFTWARE DEVELOPMENT PHASES,”
2014.
[22] A. A. PARIKESIT, D. ANUROGO, and R. A. PUTRANTO, “Pemanfaatan bioinformatika dalam bidang pertanian dan kesehatan (The utilization of bioinformatics in the field of agriculture and health),” E-Journal Menara Perkeb., vol. 85, no. 2, 2017, doi: 10.22302/iribb.jur.mp.v85i2.237.
[23] J. Gauthier, A. T. Vincent, S. J. Charette, and N. Derome, “A brief history of bioinformatics,” Brief. Bioinform., vol. 20, no. 6, 2019, doi: 10.1093/bib/bby063.
[24] A. Nurkholis, E. R. Susanto, and S. Wijaya, “Penerapan Extreme Programming dalam Pengembangan Sistem Informasi Manajemen Pelayanan Publik,” J. Sains Komput. Inform. (J-SAKTI, vol. 5, no. 1, 2021.
[25] A. Supriyatna, “METODE EXTREME PROGRAMMING PADA PEMBANGUNAN WEB APLIKASI SELEKSI PESERTA PELATIHAN KERJA,” J. Tek. Inform., vol. 11, no. 1, 2018, doi: 10.15408/jti.v11i1.6628.