1
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang
Perkembangan Industri di Indonesia yang berkembang sangat pesat
baik industri dalam skala besar maupun kecil memberikan dampak positif yaitu menciptakan lapangan pekerjaan baik untuk tenaga ahli dan tentu saja bagi masyarakat setempat serta menjadi pemasukan bagi pemerintah. Pada dasarnya tujuan utama dari suatu perusahaan adalah mendapatkan keuntungan yang sebesar-besarnya. Perusahaan atau industri harus memiliki daya saing yang kuat dan mampu menciptakan produk dengan spesifikasi yang terbaik agar kepuasan konsumen dapat terpenuhi karena konsumen memandang sesuatu berdasarkan kualitas. Oleh karena itu, di perlukan strategi dalam proses produksi. Proses produksi bekerja secara simultan, material, dan proses pro material sampai pemasaran (Ilham, 2021).
Persaingan antar perusahaan yang begitu ketat dalam pasar bebas yang berkembang telah meningkatkan perhatian yang utama terhadap mutu suatu produk. Hanya perusahaan yang memiliki keunggulan tersebut yang mampu menguasai dalam persaingan ini yaitu perusahaan yang dapat menjaga serta mengelola sumber daya yang di milikinya secara efektif dan efisien.
Meningkatnya persaingan itu telah mendorong adanya kebijakan mengenai standar kualitas yang ditentukan (Suardi, 2009). Standar ini menjamin konsistensi kualitas produk baik barang maupun jasa dengan memperhatikan kepuasan pelanggan. Maka dari itu muncul pengaplikasian pengurangan kuantitas produk kecacatan yang dihasilkan mesin serta menekan intensitas
kerugian secara material, menyediakan output yang memenuhi kepuasan dan kebutuhan konsumen.
Untuk mendapatkan produk dengan kualitas tinggi disertai dengan manajemen produksi yang baik. Manajemen produksi yang baik akan mengurangi jumlah produk cacat (defect) dalam proses produksinya, sehingga harus dilakukan perbaikan karena produk tersebut tidak dapat dipasarkan.
Proses perbaikan akan menyebabkan biaya produksi menjadi meningkat dan keuntungan perusahaan berkurang akibat biaya-biaya tersebut. Dalam hal ini, perusahaan melakukan pengendalian pada proses produksinya.
Produk cacat merupakan barang atau jasa yang dibuat dalam proses produksi, namun memiliki kekurangan yang menyebabkan nilai mutunya kurang baik atau kurang sempurna. Menurut Mowen (2012) produk cacat adalah produk yang tidak memenuhi spesifikasinya. Hal ini berarti juga tidak sesuai dengan standar kualitas yang telah ditetapkan. Pengaruh produk cacat pada perusahaan berdampak pada biaya kualitas, image perusahaan dan kepuasan konsumen. Semakin banyak produk cacat yang dihasilkan, maka semakin besar kerugian yang alami. Oleh karena itulah, perusahaan harus dapat menghasilkan produk yang berkualitas dengan cara menekan produk cacat yang dihasilkan. Hal ini juga dilakukan oleh PT.Perkebunan Nusantara XI (Persero) Pabrik Gula Pagotan Madiun.
PT.Perkebunan Nusantara XI (Persero) Pabrik Gula Pagotan Madiun merupakan sebuah industri gula. Beberapa bentuk gula yang dihasilkan oleh PT.Perkebunan Nusantara XI (Persero) Pabrik Gula Pagotan Madiun yaitu gula putih kasar (kristal) dan gula putih halus. Berdasarkan observasi awal yang dilakukan, dapat diketahui bahwa dalam proses produksi pada PT.Perkebunan Nusantara XI (Persero) Pabrik Gula Pagotan Madiun juga mengalami kendala salah satunya yaitu adanya produk yang cacat. Adapun bentuk produk cacat yang sering ditemui pada PT.Perkebunan Nusantara XI (Persero) Pabrik Gula Pagotan Madiun yaitu scrap sugar (SS) yaitu gula skrap yang menempel pada bejana dan peralatan distribusi gula. Gula ini dapat ditemukan ketika proses produksi selesai atau akhir musim giling.
Untuk bentuk produk cacat lainnya yaitu krikilan adalah produk gula yang ukurannya melebihi ukuran standar yang telah ditentukan dengan besar 1,2 mm dan juga gula basah, yaitu gula yang kadar airnya melebihi standar yang telah ditetapkan yakni >0,1%. Tentunya hal ini sangat mempengaruhi kualitas dari produk gula pada PT.Perkebunan Nusantara XI (Persero) Pabrik Gula Pagotan Madiun.
Untuk menanggulangi kondisi tersebut, maka PT.Perkebunan Nusantara XI (Persero) Pabrik Gula Pagotan Madiun melakukan pengendalian kualitas. Menurut Irwan dan Haryono (2015) pengendalian kualitas adalah aktivitas keteknikan dan manajemen, yang dengan aktivitas itu kita ukur ciri-ciri kualitas produk, membandingkannya dengan spesifikasi atau persyaratan dan mengambil tindakan penyehatan yang sesuai apabila ada
perbedaan antara penampilan yang sebenarnya dan yang standar. Dimana pengendalian kualitas dalam penelitian ini meliputi memahami standar produk akhir, mengetahui jenis produk yang cacat, dan memahami faktor penyebab produk cacat.
Adanya pengendalian kualitas yang baik, dapat menekan penyimpangan-penyimpangan yang terjadi dan proses produksi dapat diarahkan pada tujuan yang ingin dicapai, sehingga kualitas produk dapat tetap terjaga sampai ke konsumen serta dapat menekan produk cacat pada PT.
Perkebunan Nusantara XI (Persero) Pabrik Gula Pagotan Madiun. Salah satu metode yang dapat digunakan untuk pengendalian kualitas yaitu six sigma.
Six sigma merupakan kegiatan yang dilakukan oleh semua anggota perusahaan untuk mengendalikan kualitas guna menurunkan produk yang cacat.
Six sigma adalah standar manajemen perusahaan, dan fokusnya adalah menghilangkan cacat produk dengan menekankan pada perbaikan proses, pemahaman dan pengukuran. Dalam six sigma, lima langkah yang harus diikuti yaitu DMAIC, meliputi 1) Define/definisi, 2) Measure/pengukuran, 3) Analyze/analisis, 4) Improve/perbaikan, dan 5) Control/pengendalian yang bertujuan untuk dapat meningkatkan kualitas.
Berdasarkan penjelasan tersebut, dapat diketahui bahwa adanya pengendalian kualitas yang baik dan benar harus dilakukan agar produk cacat tidak terus meningkat dan perusahaan dapat menekan biaya produksi secara maksimal. Untuk mengurangi kecacatan produk tersebut membuat peneliti
tertarik untuk mengambil tema pengendalian kualitas. Oleh karena itu peneliti merekomendasikan sebuah langkah penyelesaian yaitu menggunakan six sigma untuk meminimalisir kecacatan produk yang terjadi di perusahaan.
Hal ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Nova Melisty (2010) yang menjelaskan bahwa DPMO (Defect Per Million Opportunity) digunakan untuk menurunkan persentase cacat produk. DPMO dari cacat koran dalam penelitian diperoleh nilai DPMO (Defect Per Million Opportunity) rata-rata sebesar 12.420 dengan nilai Sigma Level sebesar 3,76.
Menurut diagram pareto yang didapatkan menunjukkan tingkat kecacatan koran yang memberi kontribusi paling besar pada halaman menghitam, sedangkan dari diagram sebab akibat penyebab cacat terdiri dari faktor manusia, mesin, material dan metode.
Berdasarkan latar belakang diatas, maka peneliti tertarik melakukan penelitian dengan judul “Penerapan Six sigma Guna Menekan Produk Cacat pada PT.Perkebunan Nusantara XI (Persero) Pabrik Gula Pagotan Madiun”.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang diatas, maka rumusan masalah dalam penelitian ini yaitu
Bagaimanakah penerapan six sigma guna menekan produk cacat pada PT.Perkebunan Nusantara XI (Persero) Pabrik Gula Pagotan Madiun?
C. Tujuan Penelitian
Berdasarkan rumusan masalah di atas, maka tujuan dari penelitian ini yaitu:
Untuk mengetahui penerapan six sigma guna menekan produk cacat pada PT.Perkebunan Nusantara XI (Persero) Pabrik Gula Pagotan Madiun.
D. Manfaat Penelitian
Hasil dari studi empiris yang dilakukan oleh penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat sebagai berikut:
1. Bagi Perusahaan
Penelitian ini diharapkan dapat menjadi masukan bagi PT.Perkebunan Nusantara XI (Persero) Pabrik Gula Pagotan Madiun dalam menekan produk cacat. Disamping itu, penelitian ini juga diharapkan menjadi pertimbangan mengenai penerapan six sigma guna menekan produk cacat.
2. Bagi Penulis
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan tambahan pengetahuan tentang bagaimana penerapan six sigma guna menekan produk cacat.
3. Bagi Akademisi
Penelitian ini diharapkan dapat dijadikan sebagai referensi bagi peneliti lain tentang penerapan six sigma guna menekan produk cacat.