Rasmini, Iis Nurasiah, Irna Khaleda Nurmeta Hasil Belajar Siswa...
68
Volume 6 Nomor 2 September 2023 ISSN 2599-3291 (Cetak), ISSN 2614-3933 (Online)
HASIL BELAJAR SISWA DALAM PEMBELAJARAN MATEMATIKA DI KELAS VI MADRASAH IBTIDAIYAH (MI) MELALUI PENERAPAN METODE PROBLEM SOLVING
Rasmini1), Iis Nurasiah2), Irna Khaleda Nurmeta3)
1) Pendidikan Guru Sekolah Dasar, Universitas Muhammadiyah Sukabumi [email protected]
2) Pendidikan Guru Sekolah Dasar, Universitas Muhammadiyah Sukabumi [email protected]
3) Pendidikan Guru Sekolah Dasar, Universitas Muhammadiyah Sukabumi [email protected]
ABSTRAK
Dengan menggunakan model pembelajaran Problem Solving pada operasi hitung bilangan bulat, tujuan penelitian ini adalah untuk meningkatkan kemampuan pemecahan masalah matematis siswa kelas VI MI Pamoyanan. Untuk tahun ajaran 2022/23, 16 siswa kelas VI MI Pamoyanan dijadikan sebagai subjek penelitian ini. Penelitian tindakan kelas merupakan jenis penelitian yang dilaksanakan dalam dua siklus, dengan setiap siklus terdiri dari dua kali pertemuan. Tes kemampuan pemecahan masalah siswa, lembar observasi guru, dan hasil belajar siswa dalam menggunakan model pembelajaran Problem Solving dijadikan dasar pengumpulan data. Hasil tes pra siklus, siklus I, dan siklus II menunjukkan seberapa baik siswa dapat menyelesaikan masalah. Nilai rata-rata tes pra siklus adalah 58,75 yang merupakan persentase ketuntasan belajar sebesar 25%. Pada siklus 1 pertemuan I nilai rata- rata siswa adalah 61,87 yang merupakan persentase ketuntasan belajar sebesar 34%, dan pada siklus 1 pertemuan II nilai rata-rata siswa adalah 70,62 yang merupakan persentase ketuntasan belajar sebesar 59%.
Pertemuan pertama mengalami peningkatan dengan skor rata-rata 75,00 yang menunjukkan tingkat penyelesaian belajar sebesar 73%, dan pertemuan kedua mengalami peningkatan dengan skor rata-rata 81,25 yang menunjukkan tingkat penyelesaian belajar sebesar 84%. Berdasarkan temuan penelitian dapat ditarik kesimpulan bahwa model pembelajaran Problem Solving berpotensi untuk meningkatkan kemampuan pemecahan masalah matematis siswa yang mempelajari materi MI Pamoyanan kelas VI pada operasi hitung.
Kata Kunci: Kemampuan Memecahkan Masalah, Model Pembelajaran Pemecahan Masalah, dan Matematika
STUDENT LEARNING OUTCOMES IN MATHEMATICS LEARNING IN CLASS VI MADRASAH IBTIDAIYAH (MI) THROUGH THE APPLICATION OF THE PROBLEM
SOLVING METHOD
ABSTRACT
Using the Problem Solving learning model on whole number arithmetic operations, the purpose of this study is to improve the mathematical problem-solving abilities of students in Class VI of MI Pamoyanan. For the academic year 2022/23, 16 students in class VI at MI Pamoyanan served as the subjects of this study. Classroom action research is a type of study that is carried out in two cycles, with each cycle consisting of two meetings. Tests of students' problem-solving skills, teacher observation sheets, and student achievement in using the Problem Solving learning model served as the basis for data collection. The results of the pre-cycle tests, cycle I, and cycle II show how well students can solve problems. The average score on the pre-cycle test was 58.75, representing a learning completeness percentage of 25%. In cycle 1 meeting I, the average student score was 61.87, representing a learning completeness percentage of 34%, and in cycle 1 meeting II, the average score was 70.62, representing a learning completeness percentage of 59%. The first meeting saw an increase with an average score of 75.00, representing a learning completion rate of 73%, and the second meeting saw an increase with an average score of 81.25, representing an 84% learning completion rate. According to the findings of the study, it is possible to draw the conclusion that the Problem Solving learning model has the potential to enhance the mathematical problem-solving abilities of students studying MI Pamoyanan's material for class VI on arithmetic operations.
Keywords: Ability to solve problems, the learning model for solving problems, and mathematic
Rasmini, Iis Nurasiah, Irna Khaleda Nurmeta Hasil Belajar Siswa...
69
Volume 6 Nomor 2 September 2023 ISSN 2599-3291 (Cetak), ISSN 2614-3933 (Online)
PENDAHULUAN
Matematika merupakan ilmu tentang logika mengenai bentuk, susunan, besaran dan konsep-konsep yang berhubungan dengan satu dengan yang lainnya dengan jumlah yang banyak yang terbagi ke dalam 3 bidang, yaitu aljabar, analisis dan geometri (MKPBM, 2021.).
Matematika adalah ilmu deduktif karena dalam proses mencari kebenaran harus dibuktikan teorema, sifat dan dalil setelah dibuktikan (Maryati dan Priatna, 2017)
Matematika merupakan salah satu mata pelajaran wajib pada setiap jenjang pendidikan dari Sekolah Dasar (Liberna, 2018) terbukti dari pernyataan sebelumnya bahwa matematika sekolah dasar sangat membantu pengetahuan deduktif siswa sekolah dasar tentang bagaimana menghadapi lingkungannya, mengembangkan pola pikirnya, dan mempelajari sains dan logika di masa depan. Manfaat atau kegunaan matematika bagi siswa sekolah dasar sudah tidak perlu dipertanyakan lagi, apalagi di era kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi saat ini. Oleh karena itu, diharapkan guru mampu menyampaikan konsep matematika dengan berbagai cara agar siswa dapat memahami dan menemukan kebermaknaan.
Menurut Sulistyaningrum, Karyanto, &
Sunarno (2015), matematika merupakan salah satu mata pelajaran yang wajib diajarkan di setiap jenjang pendidikan, mulai dari sekolah
dasar hingga perguruan tinggi. Akibatnya, ini menunjukkan bahwa matematika memainkan peran penting dalam kemajuan teknologi dan pendidikan. Terlepas dari peran penting yang dimainkan matematika, banyak siswa terus memandangnya sebagai mata pelajaran yang menantang (Putra, 2017). Mata pelajaran matematika adalah mata pejaran yang sukar untuk siswa dsekolah dasar (Maula, 2022). Hal ini diduga terjadi karena siswa menjadi semakin tidak tertarik untuk belajar matematika karena sifatnya yang abstrak dan membutuhkan pemahaman.
Keberhasilan pembelajaran matematika dapat diukur dari keberhasilan siswa yang mengikuti kegiatan pembelajaran tersebut. Keberhasilan itu dapat dilihat dari tingkat pemahaman, penguasaan materi, serta prestasi belajar siswa. Semakin tinggi pemahaman dan penguasaan materi serta prestasi belajar maka semakin tinggi pula tingkat keberhasilan pembelajaran. Dari hasil pengamatan pengajaran matematika di MI Pamoyanan di antaranya adalah hasil belajar matematika pada materi pecahan sederhana dalam soal cerita yang dicapai siswa masih rendah.
Selain faktor siswa yang menyebabkan rendahnya hasil belajar matematika, peran guru juga sangat penting.
Hal ini didukung dengan observasi yang menunjukkan kurangnya motivasi dan
Rasmini, Iis Nurasiah, Irna Khaleda Nurmeta Hasil Belajar Siswa...
70
Volume 6 Nomor 2 September 2023 ISSN 2599-3291 (Cetak), ISSN 2614-3933 (Online)
keaktifan siswa dalam proses pembelajaran matematika. Hal ini disebabkan guru biasanya menggunakan strategi pembelajaran konvensional, pembelajaran didominasi oleh guru, dan siswa hanya menerima konsep atau materi dari guru.
Rendahnya hasil belajar siswa yang berujung pada pencapaian nilai rata-rata kelas 60 pada akhirnya disebabkan oleh permasalahan dalam proses pembelajaran. Tujuh dari enam belas siswa kelas VI belum berhasil mencapai KKM. Dengan demikian, ketuntasan klasikalnya hanya mencapai 48%
atau tujuh siswa seluruhnya.
Sudah sewajarnya guru bertanggung jawab dan berkewajiban untuk memecahkan masalah belajar siswanya berdasarkan masalah tersebut. karena pada dasarnya masalah ini dapat diselesaikan dengan mengembangkan metode pembelajaran afektif terkait alternatif pemecahan masalah.
Pemanfaatan media pembelajaran dengan tujuan membangkitkan keinginan siswa untuk belajar matematika dan mengurangi kecemasan siswa dalam belajar matematika merupakan salah satu inovasi terkini di bidang yang harus dilaksanakan jika pembelajaran matematika ingin dikomunikasikan secara efektif kepada siswa dan diterima oleh mereka.
Hal tersebut didukung oleh apa yang diungkapkan (Sari, Farida, dan Putra, 2017)
bahwa ada pengaruh positif dari pelibatan media pendidikan dalam pembelajaran matematika. Selain memberikan pengetahuan akademik kepada siswa dan mengajarkan mereka pentingnya kerja sama dalam sebuah kompetisi, hal ini akan membuat pembelajaran menjadi lebih bermakna.
Pemilihan metode pembelajaran yang menarik yang dapat mendorong siswa untuk berpartisipasi aktif dalam kegiatan pembelajaran, atau metode pembelajaran aktif, merupakan salah satu pilihan untuk mengatasi permasalahan tersebut di atas. Pada hakikatnya pembelajaran aktif adalah pembelajaran yang mendorong siswa untuk aktif belajar. Di mana siswa didorong untuk terlibat secara fisik dan mental dalam proses pembelajaran. Metode pemecahan masalah merupakan salah satu strategi pembelajaran aktif yang dapat membantu dalam menyelesaikan masalah tersebut.
Menurut Marta Rusdial (2017), pemecahan masalah adalah penggunaan model dalam kegiatan pembelajaran untuk mengajarkan siswa bagaimana menghadapi berbagai masalah, baik itu masalah individu atau kelompok yang harus diselesaikan secara individu atau kolektif. Siswa menggunakan seluruh pikirannya, memilih strategi untuk memecahkan masalah, dan menganalisisnya selama proses pembelajaran.
Rasmini, Iis Nurasiah, Irna Khaleda Nurmeta Hasil Belajar Siswa...
71
Volume 6 Nomor 2 September 2023 ISSN 2599-3291 (Cetak), ISSN 2614-3933 (Online)
Menurut Octavia (2020), model pembelajaran pemecahan masalah adalah model pembelajaran yang memungkinkan siswa terlibat langsung dengan masalah materi, sehingga terjadi peningkatan aktivitas dan tanggung jawab di pihak mereka. Menurut Nurhidayati (2016), inti dari model pembelajaran pemecahan masalah adalah siswa diharapkan berpikir kritis dan ilmiah, yang berujung pada peningkatan keterlibatan siswa dalam identifikasi, pengolahan, dan perumusan masalah.
Berikut ciri-ciri model pembelajaran problem solving seperti yang dikemukakan oleh Utami dan Sarumpaet (2018):
a. Pengajaran berbasis masalah berputar di sekitar pertanyaan dan masalah yang signifikan bagi anak dan memiliki signifikansi pribadi bagi mereka. Ini selain mengatur prinsip atau keterampilan akademik tertentu. Masalah yang akan diselidiki telah dipilih secara nyata sehingga siswa dapat meninjau masalah dari berbagai mata pelajaran sambil mencoba menyelesaikannya. Fokus kursus adalah pada interdisipliner antar hubungan berpusat pada mata pelajaran tertentu.
b. Investigasi asli untuk menemukan solusi dunia nyata terhadap masalah
c. Menciptakan barang atau karya dan menampilkannya untuk menghasilkan barang tertentu dalam bentuk karya nyata dan demonstrasi yang menjelaskan atau mewakili metode pemecahan masalah yang mereka temukan.
Menurut Maulidya (2018), proses pemecahan masalah dipengaruhi oleh empat faktor yaitu:
a. Sementara motivasi tinggi akan membatasi fleksibilitas, motivasi rendah akan mengalihkan perhatian.
b. Asumsi dan keyakinan salah bisa menipu. Jika Anda percaya bahwa kekayaan materi dapat mendatangkan kebahagiaan, Anda akan kesulitan menemukan solusi atas masalah.
c. Kecenderungan untuk mempertahankan cara berpikir tertentu atau untuk mendekati masalah hanya dari satu perspektif, serta ketergantungan yang berlebihan dan tidak kritis pada pendapat otoritas, menghambat pemecahan masalah yang efektif dan menyebabkan pemikiran yang kaku.
d. Emosi yang secara tidak sadar terlibat secara emosional ketika berhadapan dengan berbagai
Rasmini, Iis Nurasiah, Irna Khaleda Nurmeta Hasil Belajar Siswa...
72
Volume 6 Nomor 2 September 2023 ISSN 2599-3291 (Cetak), ISSN 2614-3933 (Online)
situasi. Cara berpikir seseorang secara keseluruhan dipengaruhi oleh perasaan tersebut. Namun, ketika emosi mencapai tingkat intensitas yang tinggi, itu bisa membuat stres dan sulit untuk berpikir jernih.
Menurut Fahmi et al., model pembelajaran pemecahan masalah dapat menawarkan kepada siswa berbagai pendekatan pemecahan masalah, memungkinkan mereka untuk melakukan penelitian mendalam dan membantu mereka dalam mengolah informasi yang telah mereka kumpulkan. 2017). Siswa dapat belajar untuk memahami suatu masalah dan menganalisis cara penyelesaiannya secara tepat melalui model pembelajaran problem solving yang menyajikan masalah dunia nyata sebagai konteks untuk melatih berpikir cerdas dan kritis (Amrulloh et al., 2019). Selain itu, siswa akan berusaha menghubungkan apa yang sudah mereka ketahui untuk menyelesaikan berbagai masalah tersebut (Argusni & Sylvia, 2019).
Model pembelajaran berpikir kritis mendorong siswa untuk berpikir secara konsisten, bijaksana, mendasar, cermat, sungguh-sungguh dan berhasil. Selain itu, dapat mengetahui apa masalahnya, merencanakan solusi, dan memeriksa kembali langkah-langkah yang dapat diambil untuk
menyelesaikannya (Manik, 2020) adalah semua keterampilan yang diperlukan untuk menyelesaikannya. Siswa akan dapat berpartisipasi dalam kegiatan pembelajaran, berpikir sistematis, merancang penemuan, berpikir imajinatif dan realistis, melakukan penyelidikan menyeluruh, serta mengevaluasi dan menginterpretasikan temuan jika diterapkan model pembelajaran pemecahan masalah (Suhardi et al., 2020). Karena pembelajaran telah bergeser dari berpusat pada guru menjadi berpusat pada siswa, maka model pembelajaran pemecahan masalah menjadi salah satu alternatif model pembelajaran yang inovatif.
Berikut adalah beberapa manfaat model pembelajaran pemecahan masalah:
Mengajarkan siswa cara belajar sendiri, menjadikan pengetahuan dan informasi yang mereka peroleh menjadi nyata dan berguna, mempertajam kemampuan analisis mereka, menanamkan rasa pencapaian dalam diri mereka ketika mereka belajar. berhasil menyelesaikan masalah, dan menjadikan informasi yang mereka peroleh permanen sehingga tertanam dalam ingatan mereka (Muliawan, 2016).
Model pembelajaran pemecahan masalah memiliki kekurangan sebagai berikut: Menurut Muliawan (2016), guru biasanya mengalami kesulitan untuk
Rasmini, Iis Nurasiah, Irna Khaleda Nurmeta Hasil Belajar Siswa...
73
Volume 6 Nomor 2 September 2023 ISSN 2599-3291 (Cetak), ISSN 2614-3933 (Online)
menemukan masalah yang relevan dengan bidang studi yang mereka ajar. tugas yang diberikan kepada siswa untuk berbagai mata pelajaran memerlukan biaya tenaga kerja tambahan. Karena banyaknya orang yang terlibat dalam model pembelajaran pemecahan masalah, langkah-langkah tertentu cenderung mengecualikan siswa dari proses pembelajaran. Menurut Limbanadi et al. (2020), siswa pasif biasanya merasa sulit untuk beradaptasi dengan masalah yang lebih kompleks, terutama yang melibatkan pemecahan masalah.
Sistem sosial merupakan gambaran tentang peran maupun hubungan guru dan siswa, serta norma yang dibangun dalam model pembelajaran. Guru bertindak aktif dalam pengendalian pembelajaran, namun ada masanya peran guru dan siswa harus seimbang. Sistem sosial dalam model pembelajaran dapat diamati saat terjadi interaksi antara guru dan siswa. Interaksi tersebut menggambarkan pola komunikasi yang digunakan saat pembelajaran.
Umumnya, interaksi sosial terjadi secara timbal balik antara guru dan siswa, maupun siswa dengan siswa.
Instruksi yang berpusat pada siswa dalam hubungannya dengan sistem sosial model pembelajaran pemecahan masalah.
Suatu kegiatan yang disebut "memainkan peran guru" mencakup penggambaran
bagaimana guru memperlakukan dan menanggapi siswa. Menurut Effendi &
Fatimah (2019), pendidik berfungsi sebagai pemandu, fasilitator, motivator, dan mediator.
Sebagai seorang manajer, guru adalah tempat untuk mengajukan pertanyaan ketika siswa mengalami kesulitan, dan membimbing siswa untuk secara bebas dapat mengatasi masalah tersebut. Guru berfungsi sebagai fasilitator dan motivator dengan menyediakan literatur, sumber belajar, dan informasi lain yang relevan kepada siswa. memiliki pengetahuan awal yang memadai. Langkah selanjutnya adalah menggugah siswa untuk berpartisipasi dengan antusias dalam kegiatan pembelajaran. Sebagai perantara, pendidik hadir sebagai delegasi dengan asumsi bahwa ada perbedaan perasaan selama percakapan sehingga diperoleh pemahaman yang benar (Sugiono et al, 2016).
Pada penerapan Metode Problem Solving terdapat beberapa aktivitas yang ada pada metode pembelajaran yang lain, meliputi diskusi, kerja kelompok, dan tanya jawab. Berikut langkah-langkah Metode menurut J.Dewey dalam bukunya W.Gulo (2002) yaitu : Table 1. Tahap – Tahap Metode Problem Solving menurut J.Dewey
1. Membuat isu Keterampilan yang dibutuhkan adalah: memahami dan mengartikulasikan isu dengan jelas.
Rasmini, Iis Nurasiah, Irna Khaleda Nurmeta Hasil Belajar Siswa...
74
Volume 6 Nomor 2 September 2023 ISSN 2599-3291 (Cetak), ISSN 2614-3933 (Online)
2. Meneliti masalah Persyaratan meliputi:
Menganalisis masalah dari berbagai perspektif dengan menggunakan pengetahuan hingga detail.
3. Mengembangkan hipotesis tentang kemampuan yang diperlukan adalah:
membayangkan dan memahami ruang lingkup, serta sebab, akibat, dan solusi yang mungkin.
4. Pengumpulan dan klasifikasi data sebagai bukti pembuktian hipotesis Persyaratan meliputi keterampilan berikut: kemampuan untuk mengatur dan mencari data.
menggunakan gambar, diagram, atau tabel untuk menyajikan data.
5. Keterampilan yang diperlukan untuk membuktikan hipotesis meliputi:
keterampilan menghubungkan dan menghitung, analisis data dan diskusi, serta pengambilan keputusan dan kesimpulan.
6. Tentukan pilihan penyelesaian. Keahlian yang dibutuhkan adalah: kapasitas untuk menghasilkan solusi alternatif, kapasitas untuk mengevaluasi opsi dengan mempertimbangkan hasil dari setiap opsi.
Rumusan masalah dalam kajian ini adalah apakah model pembelajaran problem solving dapat lebih mengembangkan kemampuan berpikir kritis numerik siswa kelas VI MI Pamoyanan. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui peningkatan hasil belajar
matematika siswa kelas VI MI Pamoyanan berdasarkan uraian di atas. Oleh karena itu, peneliti ingin menggunakan model pembelajaran kontekstual dalam penelitian tindakan kelas untuk meningkatkan hasil belajar matematika siswa kelas VI MI Pamoyanan.
METODE PENELITIAN
Menurut Jakni (2017) PTK adalah suatu bentuk kajian yang bersifat reflektif yang dilakukan oleh pelaku tindakan untuk meningkatkan kemantapan rasional dari tindakan mereka dalam melaksanakan tugas, memperdalam pemahaman dalam tindakan- tindakan yang dilakukan, serta memperbaiki kondisi dimana praktik pembelajaran tersebut dilakukan. Jenis penelitian ini adalah Penelitian Tindakan Kelas (PTK) model Kemmis dan Taggart. Penelitian siklus spiral adalah suatu putaran kegiatan yang meliputi tahap rancangan pada setiap putaran yaitu (a) perencanaan /planning, tindakan/acting,observasi/observation, refleksi/reflection dan akan diadakan revisi perencanaan pada siklus ulang jika masih diperlukan (Nurasiah, 2016). Penelitian ini dilaksanakan di kelas VI MI Pamoyanan Kabupaten Sukabumi. Subjek penelitian ini adalah siswa kelas VI MI Pamoyanan Kabupaten Sukabumi tahun ajaran 2022/2023.
dengan jumlah siswanya 16 orang, yang terdiri dari 13 orang siswa laki-laki dan 3 orang siswa
Rasmini, Iis Nurasiah, Irna Khaleda Nurmeta Hasil Belajar Siswa...
75
Volume 6 Nomor 2 September 2023 ISSN 2599-3291 (Cetak), ISSN 2614-3933 (Online)
perempuan.
Instrumen penelitian adalah sarana atau alat yang peneliti gunakan untuk mengumpulkan data agar pekerjaannya lebih mudah dan menghasilkan data yang lebih akurat, lengkap, dan sistematis serta lebih mudah untuk diolah.
Mempersiapkan instrumen untuk penelitian ini sangat penting untuk keberhasilan penyelesaiannya. Berikut instrumen penelitian yang harus disiapkan:
1. Lembar Observasi Penjelasan model pembelajaran Problem Solving yang digunakan untuk memperoleh data tentang aktivitas siswa selama proses pembelajaran dirujuk dalam lembar observasi mengenai aktivitas siswa selama pelaksanaan penelitian ini.
2. Lembar Tes Lembar tes yang digunakan dalam penelitian ini adalah soal-soal yang dilengkapi mengikuti proses pembelajaran yang diperlukan untuk mengumpulkan data penyelesaian masalah matematika. Di antaranya soal-soal berdasarkan indikator yang harus dipenuhi guna menentukan kualitas penyelesaian masalah matematika.
3. Lembar Dokumentasi Dokumen ini digunakan untuk memeriksa kelengkapan foto dan Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) yang digunakan dalam proses pembelajaran dan kegiatan penelitian.
Karena mendapatkan data adalah tujuan utama dari penelitian, metode
pengumpulan data adalah langkah yang paling strategis. Metode pengumpulan data berikut harus digunakan:
1. Tes Tujuan dari tes kemampuan pemecahan masalah adalah untuk menentukan seberapa baik siswa telah memahami pelajaran dengan meminta mereka mengerjakan soal-soal pemecahan masalah matematika yang relevan. Cara pengumpulan tes adalah dengan mengumpulkan hasil akhir jawaban siswa.
2. Observasi Selama proses pembelajaran dilakukan observasi untuk mengamati aktivitas siswa yang menggunakan model pembelajaran problem solving dengan mengisi kolom-kolom pada lembar kegiatan siswa dengan menggunakan metode check list aktivitas siswa.
3. Dokumentasi adalah proses pengumpulan informasi tentang sarana dan prasarana sekolah, profil guru, data siswa, dan lainnya.
Analisis data yang digunakan dalam dalam penelitian ini adalah analisis data kualitatif dan kuantitatif. Analisis kualitatif digunakan untuk menganalisis lembar observasi aktivitas guru dan siswa saat proses pembelajaran.
Sedangkan analisis data kuantitatif untuk menganalisis nilai kemampuan pemecahan masalah matematika siswa berikut penjelasannya:
1. Analisis Kuantitatif
Rasmini, Iis Nurasiah, Irna Khaleda Nurmeta Hasil Belajar Siswa...
76
Volume 6 Nomor 2 September 2023 ISSN 2599-3291 (Cetak), ISSN 2614-3933 (Online)
a. Kemampuan Pemecahan Masalah Rumus berikut dapat digunakan untuk menghitung kemampuan siswa dalam menggunakan model pembelajaran Problem Solving dalam memecahkan masalah matematika:
P = ∑ skor yang diperoleh x 100 Skor maksimal
Keterangan : P = Nilai akhir.
Tabel 1. Interval Kategori Kemampuan Pemecahan Masalah
Persentase Interval Kategori 90-100 Sangat baik
80-89 Baik
70-79 Cukup
60-69 Kurang
<60 Sangat kurang
Sumber: (Mawaddah & Anisah, 2015)
a. Jika ketuntasan klasikal siswa telah mencapai 80% dari seluruh siswa, maka secara klasikal telah tercapai dengan baik.maka penguasaan klasikal telah tercapai dengan baik. Rumus yang digunakan untuk menentukan ketuntasan klasikal adalah sebagai berikut:
KK= Jumlah siswa yang tuntas x 100 Jumlah seluruh siswa Keterangan:
KK = Ketuntasan Klasikal
Adapun kriteria ketuntasan klasikal sebagai berikut:
Tabel 2. Interval Kategori Kriteria Ketuntasan Klasikal
Persentase Interval Kategori
90-100% Sangat Baik
80-89% Baik
70-79% Cukup
60-69% Kurang
<60% Sangat Kurang Mengamati proses pembelajaran, ada atau tidaknya perbedaan dengan pembelajaran sebelumnya. Tahap Refleksi, di mana pembaharuan dilakukan dengan mengevaluasi pembelajaran yang telah dilakukan. Selanjutnya dilakukan diskusi tentang keberhasilan keragaman karakter global siswa menggunakan media wayang sukuraga, dan dilakukan perbaikan pada siklus yang terputus. Pelaksana tindakan, analis data, dan pelapor hasil penelitian adalah petugas dalam penelitian ini.
setiap siklus dilaksanakan pada bulan Mei di MI Pamoyanan yang berada di Kecamatan Waluran Kabupaten Sukabumi. Siswa yang mengikuti penelitian ini berjumlah 16 orang, terdiri dari 13 laki-laki dan 3 perempuan. Wawancara, observasi, dan kuesioner digunakan untuk mengumpulkan data. Pelaksana tindakan, analis data, dan pelapor hasil penelitian selanjutnya merupakan petugas dalam penelitian ini.
HASILDANPEMBAHASAN Deskripsi Prasiklus
Prasiklus merupakan tahapan pembelajaran di kelas VI MI Pamoyanan
Rasmini, Iis Nurasiah, Irna Khaleda Nurmeta Hasil Belajar Siswa...
77
Volume 6 Nomor 2 September 2023 ISSN 2599-3291 (Cetak), ISSN 2614-3933 (Online)
sebelumnya metode ceramah diterapkan pada matematika. Di akhir pembelajaran diadakan ujian tertulis. Nilai prasiklus diperoleh peneliti pada pembelajaran sebelum melaksanakan siklus yang telah direncanakan. Nilai ini berfungsi sebagai titik awal untuk membandingkan dan meningkatkan hasil pada tahap selanjutnya.
Selama siklus I dan siklus II, peneliti akan melakukan tindakan perbaikan untuk memastikan hasil memenuhi kriteria ketuntasan minimal yang diharapkan. Berikut hasil belajar pada pra siklus:
Tabel 3. Hasil Belajar Pra Siklus Keterangan Nilai
Jumlah Siswa 16
Jumlah Nilai 940
Rata-rata Nilai 58.75
Siswa Tuntas 4
Siswa Tidak Tuntas 12 Persentase Ketuntasan 25%
Kriteria Ketuntasan Sangat Kurang Berdasarkan observasi yang dilakukan selama pra siklus terlihat bahwa hasil tes matematika masih kurang. Dari 16 siswa, hanya 4 siswa yang dapat mencapai nilai KKM 25%, dan 12 siswa mendapat nilai di bawah KKM yaitu 70%. Grafik di bawah ini menunjukkan perbandingan antara siswa yang lulus dan siswa yang tidak memahami materi matematika.
Gambar 1. Hasil Belajar Prasiklus Penulis menyimpulkan bahwa hasil belajar siswa belum mencapai tingkat keberhasilan atau masih kurang setelah mencermati hasil prasiklus sebelumnya.
Peneliti berharap untuk meningkatkan siklus pembelajaran dengan menggunakan pendekatan pemecahan masalah mengingat situasi ini.
Rincian Siklus Penelitian
Penelitian ini akan diuraikan secara bertahap, atau siklus pembelajaran, yang terjadi selama proses belajar mengajar di kelas.
Presentasi berikut menunjukkan dua siklus di mana pembelajaran akan terjadi dalam penelitian ini:
1. Siklus I
Penelitian tindakan kelas siklus pertama terdiri dari dua pertemuan yang terbagi dalam empat tahapan yaitu perencanaan, pelaksanaan, observasi, dan refleksi.Perencanaan.
a. Perencanaan
Rencana pada siklus awal sebagai berikut.
1) Melakukan analisis kurikulum untuk mengidentifikasi kompetensi dasar dan
0 5 10 15
TUNTAS TIDAK TUNTAS
TUNTAS
TIDAK TUNTAS
Rasmini, Iis Nurasiah, Irna Khaleda Nurmeta Hasil Belajar Siswa...
78
Volume 6 Nomor 2 September 2023 ISSN 2599-3291 (Cetak), ISSN 2614-3933 (Online)
standar kompetensi yang akan diajarkan kepada siswa melalui pendekatan pemecahan masalah.
2) Membuat rencana pembelajaran (RPP) 3) Membuat instrumen yang digunakan
dalam siklus PTK.)
4) Membina perangkat penilaian pembelajaran.
b. Pelaksanaan
1) Kelas dimulai dengan dibuka dengan salam dengan membaca do’a dipimpin oleh seorang siswa
2) Melafalkan Asmaul Husna bersama- sama
3) Guru mengecek kehadiran siswa
4) Murid bersama guru melakukan ice breaking untuk menumbuhkan konsentrasi belajar
5) Guru menyampaikan tujuan pembelajaran yang akan dicapai pada pembelajaran kali ini
6) Guru mengajak siswa untuk melihat tayangan video pembelajaran tentang Bangun datar persegi, persegi panjang dan segitiga jajaran genjang, trapesium, layang layang dan lingkaran
7) Guru dan siswa melakukan tanya jawab untuk menganalisis informasi pada video unsur-unsur bangun datar tersebut.
8) Guru mengajak siswa untuk mengelilingi
kelas dan menunjukan benda-benda yang termasuk bangun datar
9) Guru memberikan sebuah masalah,
“Bagaimana cara menemukan luas suatu benda-benda kertas, penggaris, papan tulis dan leptop? “yang tersedia dikelas.
10) Siswa menyimak kembali vidio tentang menghitung luas bangun datar.
11) Siswa menyimak penjelasan guru tentang materi pada video yang di tampilkan.
12) Guru menjelaskan langkah-langkah pengerjaan LKPD.
13) Guru memberikan kesempatan untuk menanyakan hal yang belum dipahami 14) Siswa mendiskusikan dengan teman
atau guru jika mengalami kesulitan dalam proses mengerjakan tugas yang diberikan
15) Guru menunjuk beberapa siswa untuk Hasil tes matematika cukup baik, terlihat dari menuliskan hasil pekerjaan didepan kelas secara bergantian
16) Guru memberikan refleksi dan tindak lanjut
17) Guru kemudian menarik kesimpulan tentang pembelajaran yang telah dilakukan setelah evaluasi selesai 18) Guru dan siswa menutup pembelajaran
Berikut adalah daftar l hasil tes pada pembelajaran siswa:
Rasmini, Iis Nurasiah, Irna Khaleda Nurmeta Hasil Belajar Siswa...
79
Volume 6 Nomor 2 September 2023 ISSN 2599-3291 (Cetak), ISSN 2614-3933 (Online)
Tabel 4. Hasil Belajar Siklus 1 Pertemuan 1 Keterangan Nilai
Jumlah Siswa 16
Jumlah Nilai 990
Rata-rata Nilai 61.87
Siswa Tuntas 5
Siswa Tidak Tuntas 11 Persentase
Ketuntasan 31.25%
Kriteria Ketuntasan Sangat Kurang Dari pertemuan pertama siklus 1 terlihat bahwa hasil tes matematika masih kurang. Dari 16 siswa, hanya 5 siswa yang memiliki nilai KKM 31,25 persen, dan 11 siswa memiliki nilai di bawah KKM yaitu 68,75 persen.
Tabel 5. Hasil Belajar Siklus 1 Pertemuan 2 Keterangan Nilai
Jumlah Siswa 16
Jumlah Nilai 1130
Rata-rata Nilai 70.62
Siswa Tuntas 9
Siswa Tidak Tuntas 7 Persentase
Ketuntasan 56.25%
Kriteria Ketuntasan Kurang
19) Hasil siklus 1 pertemuan 2. Hal ini terlihat dari 16 siswa, hanya 9 siswa yang mencapai nilai KKM 56,25 persen, dan 7 siswa mendapat nilai kurang dari KKM, yaitu 43,75 persen.
b. Observasi
Kegiatan pembelajaran yang dilakukan oleh siswa yang tidak optimal mempengaruhi
hasil belajar yang tidak optimal pada siklus I.
Hasil observasi siswa diuraikan di bawah ini.
Untuk mengetahui bagaimana guru menggunakan model pembelajaran pemecahan masalah, dilakukan observasi guru. Berdasarkan temuan observasi, indikator aspek yang diamati sudah dilaksanakan, namun masih kurang pada siklus I. Hal ini terjadi karena beberapa indikator yang masih kurang, antara lain kurangnya interaksi dengan teman sebaya dan guru untuk bertukar pikiran, kurang memahami setiap rumus, dan kurang memahami operasi hitung.
Grafik yang menggambarkan hasil observasi siswa selama siklus 1 pertemuan 1 dan 2 disajikan di bawah ini.
Gambar 2. Hasil Observasi Siklus 1 Berdasarkan grafik tersebut, rata-rata nilai observasi siswa pada siklus 1 pertemuan I adalah 66,87 (37.5%) yang berarti berada pada kategori kurang. Pada siklus 1 pertemuan 2 nilai rata-rata observasi siswa adalah 73,43 (62.5%) yang menunjukkan berada pada kategori cukup.
c. Refleksi dan Perencanaan Ulang
Setelah merencanakan, melaksanakan, dan mengamati, peneliti
0 20 40 60 80
Siklus I Pertemuan I
Siklus I Pertemuan II
Rata-rata Ketuntasan
Rasmini, Iis Nurasiah, Irna Khaleda Nurmeta Hasil Belajar Siswa...
80
Volume 6 Nomor 2 September 2023 ISSN 2599-3291 (Cetak), ISSN 2614-3933 (Online)
kemudian melakukan refleksi. Melalui refleksi, proses pembelajaran yang telah selesai pada tahap pelaksanaan tindakan ditinjau.
Peneliti melakukan refleksi pada siklus 1 dengan dua kali pertemuan untuk merencanakan kegiatan pembelajaran tambahan berdasarkan hasil observasi. Hasil siklus 1 pertemuan 1 masih banyak kekurangan dengan rata-rata 66,87 persen, dan siklus 1 pertemuan 1 cukup dengan rata- rata 73,43 persen.
Dengan tujuan untuk lebih mengembangkan hasil belajar siswa, pendidik mendesain lebih maju dengan menunjukkan rekaman menarik lainnya sehingga siswa lebih fokus dengan persamaan aktivitas aritmatika dan siswa berkonsentrasi dalam kelompok sehingga mereka berkolaborasi dan bertukar pikiran.
2. Siklus II
Siklus kedua meliputi perencanaan, pelaksanaan, observasi, dan refleksi, sama seperti siklus pertama. Lebih jelasnya dapat diuraikan sebagai berikut:
a. Perencanaan
Rencana pada siklus ini yaitu;1) Guru mendorong siswa untuk belajar matematika dengan semangat dan semangat; 2) Guru memberikan waktu kepada siswa untuk berlatih operasi hitung (seperti perkalian dan pembagian); 3) Guru memuji dan memberi
semangat kepada siswa yang telah mencapai penguasaan khususnya materi bangun datar;
dan 4) Guru mendorong siswa untuk berpartisipasi lebih aktif dalam proses pembelajaran; 5) Mengarahkan dan memberi energi kepada siswa yang nilainya masih di bawah KKM; 6) Memberikan penghargaan atau pengakuan; 7) Membuat metode yang lebih baik untuk belajar.
b. Pelaksanaan
1. Sebelum pembelajaran dimulai guru menyiapkan bahan ajar serta mengkondisikan kelas.
2. Guru melakukan pembukaan dengan salam dan dilanjutkan dengan membaca doa.
3. Guru menanyakan kabar siswa, mengecek kehadiran dan kesiapan siswa.
4. Guru mengintruksikan kepada siswa bersama-sama melakukan tepuk semangat.
5. Guru memberikan apersepsi dengan bertanya kepada siswa:
6. Guru menyampaikan materi dan tujuan pembelajaran yang akan dicapai.
7. Siswa mengamati tayangan video tentang unsur-unsur bangun datar yang ditampilkan oleh guru melalui LCD.
Rasmini, Iis Nurasiah, Irna Khaleda Nurmeta Hasil Belajar Siswa...
81
Volume 6 Nomor 2 September 2023 ISSN 2599-3291 (Cetak), ISSN 2614-3933 (Online)
8. Guru melakukan tanya jawab untuk menganalisis informasi pada video unsur-unsur bangun datar tersebut.
9. Siswa menyimak kembali vidio tentang menghitung bangun datar
10. Siswa dibagi menjadi beberapa kelompok secara heterogen yang terdiri dari 4-5 orang siswa.
11. Siswa diberikan LKPD dan guru menjelaskan langkah-langkah pengerjaan LKPD.
12. Siswa melakukan diskusi untuk menyelesaikan permasalahan tentang bangun datar berdasarkan LKPD.
13. Siswa mempresentasikan hasil kerja kelompok di depan kelas
14. Siswa mendapatkan penghargaan (Reward) bagi kelompok belajar yang paling aktif dan hasil diskusi yang paling baik.
15. Guru memberikan tindak lanjut denga meminta siswa mengerjakan PR dan meminta siswa membaca materi berikutnya
16. Guru menutup pelajaran dengan berdo’a bersama-sama.
Pembelajaran berlangsung dalam dua kali pertemuan dengan nilai sebagai berikut selama siklus II.
Tabel 6. Hasil Belajar Siklus 2 Pertemuan 1 Keterangan Nilai
Jumlah Siswa 16
Jumlah Nilai 1200
Rata-rata Nilai 75.00
Siswa Tuntas 12
Siswa Tidak Tuntas 4 Persentase
Ketuntasan 73%
Kriteria Ketuntasan Cukup
Berdasarkan tabel di atas, hasil tes siklus 2 menunjukkan peningkatan dari siklus 1.
Pada siklus 1 siswa memperoleh skor rata-rata 56,25, dan pada pertemuan kegiatan siklus 2 skor tersebut meningkat menjadi 75.
Tabel 7. Hasil Belajar Siklus 2 Pertemuan 2 Keterangan Nilai
Jumlah Siswa 16
Jumlah Nilai 1280
Rata-rata Nilai 80
Siswa Tuntas 13
Siswa Tidak Tuntas 3 Persentase
Ketuntasan 81.25%
Kriteria Ketuntasan Baik
Berdasarkan tabel di atas, hasil tes pada kegiatan siklus II pertemuan 2 mengalami peningkatan dari siklus sebelumnya. Pada siklus 2 kegiatan pertemuan 1 nilai rata-rata yang diperoleh siswa adalah 75, dan pada siklus 2 kegiatan pertemuan 2 nilai rata-rata meningkat menjadi 80 atau 81,25 persen. Pencapaian ini sangat membanggakan bagi para pengamat karena seluruh siswa kelas VI MI Pamoyanan
Rasmini, Iis Nurasiah, Irna Khaleda Nurmeta Hasil Belajar Siswa...
82
Volume 6 Nomor 2 September 2023 ISSN 2599-3291 (Cetak), ISSN 2614-3933 (Online)
telah mencapai nilai KKM yang ditetapkan sebesar 70.
Berdasarkan data di atas dapat ditarik kesimpulan bahwa nilai rata-rata 80 pada tes tulis matematika kelas VI mengalami peningkatan.
c. Observasi
Hasil observasi guru selama siklus II menunjukkan bahwa setiap langkah pembelajaran telah dilaksanakan dengan benar. Demikian pula untuk mengetahui aktivitas belajar siswa, digunakan observasi siswa. Hasil pengamatan menunjukkan bahwa sebagian besar indikator telah menunjukkan kinerja yang memuaskan selama siklus kedua ini. Berikut grafik hasil observasi siswa siklus II
Gambar 3. Hasil Observasi Siklus II Gambar tersebut menunjukkan bahwa nilai rata-rata persepsi siswa pada siklus 2 pertemuan 1 adalah 79.12 (81.25%) yang menunjukkan kelas yang cukup dan persepsi siswa yang khas pada siklus 2 pertemuan 2 rata-rata adalah 82.56 (87.5%) yang menunjukkan kelas yang layak.
d. Refleksi
Setelah penerapan strategi pemecahan masalah, kepala sekolah berpendapat bahwa hasil belajar siswa meningkat, nilai rata-rata tes tertulis juga meningkat, dan strategi tersebut cocok untuk siswa kelas VI MI Pamoyanan.
Begitu pula dengan tingkat keberhasilan pengamatan (observasi) siswa setelah penerapan metode pemecahan masalah lebih tinggi dibandingkan siklus sebelumnya.Hal ini menunjukkan bahwa berdasarkan pengamatan peneliti terhadap pemahaman matematika khususnya di kelas VI,Motivasi dan semangat siswa dalam mengikuti pembelajaran mengalami peningkatan.
Proses belajar mengajar sudah mengarah ke metode pemecahan masalah secara lebih baik. Siswa mampu membangun kerjasama dalam antar siswa dan guru untuk memahami tugas yang diberikan guru. Hasil nilai evaluasi terhadap kemampuan siswa menguasai materi pelajaran menunjukkan peningkatan dengan pencapaian nilai rata- rata 80 dengan nilai ketuntasan sebesar 81.25%. Aktivitas guru dalam proses belajar mengajar juga terjadi peningkatan dengan menggunakan metode problem solving. Guru intensif membimbing siswa, terutama saat siswa mengalami kesulitan dalam proses belajar mengajar dapat dilihat dari hasil
79.12 81.25 82.56 87.5
Siklus I Pertemuan I Siklus I Pertemuan II
Hasil Observasi Siklus II
Rata-rata Ketuntasan
Rasmini, Iis Nurasiah, Irna Khaleda Nurmeta Hasil Belajar Siswa...
83
Volume 6 Nomor 2 September 2023 ISSN 2599-3291 (Cetak), ISSN 2614-3933 (Online)
observasi aktivitas siswa dalam proses belajar mengajar meningkat 87.5% pada siklus kedua.
Data berikut diperoleh dari penelitian yang dilakukan sesuai dengan pendekatan pemecahan masalah:
1) Selama kegiatan pra siklus, siswa mencapai skor rata-rata 58,75 dan skor ketuntasan belajar 25%.
2) Selanjutnya pada siklus I pertemuan 1 nilai rata-rata yang diperoleh siswa meningkat menjadi 61,87 dengan nilai ketuntasan 31,25 persen.
3) Kemudian pada pola awal pertemuan 2 nilai normal yang diperoleh siswa meningkat menjadi 70,62 dengan nilai ketuntasan 59%.
4) Pada siklus II pertemuan 1, siswa memperoleh nilai rata-rata 75 atau ketuntasan 73%.
5) Siklus II diakhiri dengan skor rata-rata 80 dan skor ketuntasan 81,25 persen.
6) Pada siklus I pertemuan pertama, keterlibatan siswa dalam proses belajar mengajar meningkat sebesar 37,5%; pada siklus II pertemuan pertama meningkat sebesar 62,5 persen; pada siklus II pertemuan pertama meningkat sebesar 81,25 persen; dan pada siklus II pertemuan kedua meningkat sebesar 87,5 persen. Grafik berikut memberikan informasi tambahan mengenai peningkatan hasil belajar siswa.
Data hasil prasiklus, siklus satu, dan siklus dua grafik di bawah memberikan rincian tambahan
sebagai berikut.
Gambar 4. Hasil Tindakan Tiap Siklus Grafik di atas menunjukkan bahwa pada prasiklus siswa belum tuntas karena hanya menggunakan teknik bicara sehingga siswa kurang giat belajar dan membosankan. Dalam hal ini menyebabkan siswa kurang tertarik dan berakibat pada belum maksimalnya hasil belajar siswa (Alsancak Sirakaya & Ozdemir, 2017).
Meskipun belum tuntas pada siklus 1, tetapi hasil belajar siswa mengalami peningkatan. Hal ini dikarenakan tersedianya bahan ajar/media. Dalam proses belajar mengajar ada beberapa faktor yang mempengaruhi tercapainya tujuan pembelajaran salah satunya yaitu media atau alat peraga (Khaleda, I., & Nurasiah, I. (2021). Media pembelajaran memiliki banyak macam antara lain media visual, media suara, dan media umum. Media pembelajaran yang bermakna digabungkan dengan model pembelajaran
58.75 61.87 70.62 75 80
25.00 31.25
56.25
73.00 81.25
Hasil Tindakan Tiap Siklus Rata-rata Ketuntasan
Rasmini, Iis Nurasiah, Irna Khaleda Nurmeta Hasil Belajar Siswa...
84
Volume 6 Nomor 2 September 2023 ISSN 2599-3291 (Cetak), ISSN 2614-3933 (Online)
logika, khususnya media audio-visual. Menurut Djamarah dan Zain (2010:124), “media audio- visual adalah media yang mempunyai unsur suara dan unsur gambar,sehingga pembelajaran menjadi efektif dan memudahkan untuk menyajikan berbagai topik pembelajaran yang sulit disampaikan melalui informasi verbal serta meningkatkan hasil belajar siswa. Dalam proses belajar mengajar ada beberapa faktor yang mempengaruhi tercapainya tujuan pembelajaran salah satunya yaitu media atau alat peraga (Khaleda, I., & Nurasiah, I. (2021). Hal ini didukung didukung juga oleh penelitian Daniel (2013) yang menyimpulkan bahwa media audio- visual sangat membantu dalam meningkatkan hasil belajar.
Siswa belajar secara berkelompok pada siklus 2 dengan bantuan materi audio visual yang menyebabkan peningkatan hasil belajar secara signifikan. Oleh karena itu, ada jalinan antar siswa untuk saling mendorong dan mendukung dalam penguasaan materi dan mencapai pelaksanaan yang maksimal.Salah satunya dengan memasukkan pembelajaran kelompok kooperatif tipe STAD. Menurut Kezia dan Gamaliel (2021) model pembelajaran ini mampu meningkatkan hasil belajar kognitif siswa karena siswa dapat belajar secara berkelompok dan bertukar pikiran dan pengetahuan tetapi peran guru juga tetap dibutuhkan untuk menyampaikan materi, setelah itu siswa dibagi dalam kelompok. Seingga siswa
mampu memecahkan masalah dalam belajar matematika secara bersama-sama.
Siswa yang telah memenuhi hasil belajar tuntas klasik (KHB) sudah menunjukkan tanda-tanda keberhasilan. Seperti yang ditunjukkan pada bagan di atas, kemampuan siswa untuk menangani masalah numerik menggunakan metode problem solving dan dengan skor rata-rata yang lebih tinggi telah meningkat.
Beberapa aspek dalam penelitian ini akan dibahas berdasarkan temuan penelitian sebelumnya, antara lain: Kemampuan pemecahan masalah matematis siswa meningkat atau menjadi lebih aktif ketika model pembelajaran Problem Solving digunakan dengan benar seperti yang telah dikemukakan sebelumnya.
Hasil tersebut di atas dicapai sebagai hasil dari partisipasi aktif siswa dalam proses pembelajaran melalui penggunaan model Problem Solving. Mereka juga berinteraksi dengan teman sebaya dan guru, bertukar pikiran, dan mencoba secara kreatif untuk mencari solusi dari masalah yang disajikan.
Ketika dihadapkan pada suatu pertanyaan, siswa akan dapat menggunakan keterampilan pemecahan masalah mereka untuk memilih dan mengembangkan tanggapan mereka dari pada hanya menghafal tanpa memperdalam dan memperluas pemikiran mereka. Hal ini akan sangat membantu siswa dalam meningkatkan
Rasmini, Iis Nurasiah, Irna Khaleda Nurmeta Hasil Belajar Siswa...
85
Volume 6 Nomor 2 September 2023 ISSN 2599-3291 (Cetak), ISSN 2614-3933 (Online)
kemampuan pemecahan masalah matematisnya.
Peneliti sampai pada kesimpulan bahwa pelaksanaan pembelajaran pada siklus 1 masih belum berhasil berdasarkan data tersebut. Oleh karena itu, peneliti dan observer bertindak pada siklus berikutnya dengan pemahaman bahwa kekurangan yang muncul pada siklus 1 akan diperbaiki pada siklus II. Pada siklus II model pembelajaran Problem Solving sangat membantu siswa dalam kemampuan memecahkan masalah matematika. Pada siklus II kemampuan siswa dalam memecahkan masalah matematika mengalami peningkatan yaitu mencapai 81.25% yang termasuk dalam kategori tuntas karena memenuhi syarat ketuntasan minimal.
Tiga siswa dalam penelitian ini tidak mampu memahami cara menyelesaikan soal matematika, terbukti dengan nilai mereka yang tidak lengkap. Ini karena ketidakmampuan mereka untuk memahami operasi aritmatika.
Oleh karena itu pendidik hendaknya mempersiapkan kemampuan siswa untuk menyelesaikan suatu perhitungan, memperbaiki dan menyempurnakan informasi siswa sebelum mempelajari materi baru.
Peneliti sampai pada kesimpulan bahwa pembelajaran berhasil dilaksanakan selama siklus II. Akibatnya peneliti hanya menyelesaikan siklus II pelaksanaan tindakan.
Penerapan model pembelajaran Problem Solving untuk meningkatkan kemampuan pemecahan masalah matematis siswa kelas VI MI Pamoyanan secara keseluruhan telah mencapai titik keberhasilan. Setiap siklus membawa peningkatan dan perubahan tingkat keberhasilan yang dialami siswa kelas VI MI Pamoyanan dalam pembelajaran matematika.
SIMPULAN
Berikut kesimpulan yang dapat ditarik dari temuan penelitian yang dilakukan peneliti dengan menggunakan model pembelajaran Problem Solving untuk meningkatkan kemampuan pemecahan masalah matematis siswa kelas VI MI Pamoyanan tahun ajaran 2022/2023:
1. Berdasarkan hasil pengujian model pembelajaran Problem Solving dapat meningkatkan kemampuan pemecahan masalah matematika siswa kelas VI MI Pamoyanan yang tergolong baik. Hasil tes siklus 1 pertemuan I menunjukkan 5 siswa (31.25%) dari 16 siswa dinyatakan belum lulus dalam kategori sangat kurang (60), siklus 1 pertemuan II menunjukkan 9 siswa (59%) dari 16 siswa dinyatakan lulus dalam kategori cukup. kategori (70-79%), siklus 2 pertemuan 1 menunjukkan 16 siswa (73%) lulus dalam kategori cukup (70-79%), dan siklus 2 pertemuan II menunjukkan 13
Rasmini, Iis Nurasiah, Irna Khaleda Nurmeta Hasil Belajar Siswa...
86
Volume 6 Nomor 2 September 2023 ISSN 2599-3291 (Cetak), ISSN 2614-3933 (Online)
siswa (81.25%) lulus dalam kategori baik.
(80-89%).
2. Dengan menggunakan model pembelajaran Problem Solving, siswa VI MI Pamoyanan mampu meningkatkan kemampuan pemecahan masalah matematis dengan cara sebagai berikut: a) siswa terlibat langsung dengan soal, kemudian mencari data yang diketahui dan data yang ditanyakan, dan mempresentasikan soal secara sistematis; b) siswa menemukan pemecahan masalah, menghubungkan data yang ditanyakan, dan memilih konsep, rumus, atau strategi yang akan digunakan;
c) siswa dapat memecahkan model matematika, termasuk kemampuan mengembangkan rumus atau strategi yang dipilih siswa.
Para peneliti telah membuat rekomendasi berikut untuk penelitian ini berdasarkan temuan penelitian sebelumnya:
1. Siswa akan lebih tertarik untuk mengikuti pembelajaran jika guru menerapkan pendekatan inovatif dalam proses belajar mengajar. Selain itu, guru harus menggunakan berbagai strategi pengajaran. Salah satunya adalah mengajarkan siswa cara menyelesaikan masalah matematika dengan menggunakan model pembelajaran Problem Solving.
2. Siswa harus meninjau kembali apa yang telah mereka pelajari di kelas di rumah untuk memahami sepenuhnya apa yang telah mereka pelajari. Diharapkan siswa dapat lebih memperhatikan lagi bagaimana cara guru menjelaskan materi sehingga apa yang disampaikan guru dapat dipahami dengan benar.
3. Bagi Peneliti Selanjutnya Penelitian ini diharapkan dapat menjadi model pengembangan model pembelajaran Problem Solving untuk digunakan di sekolah dasar lain untuk meningkatkan kemampuan pemecahan masalah matematis.
DAFTAR PUSTAKA
Alsancak Sirakaya, D., & Ozdemir, S. (2017).
The Effect Of A Flipped Classroom Model On Academic Achievement, Self- Directed Learning Readiness, Motivation And Retention. Malaysia Online Journal Of Educational Techology, 6(1), 76–91.
Amrulloh, A., Sukamto, & Hadi, H. (2019).
Penerapan Model Problem Solving Berbantu Media Kalkulator Ajaib untuk Meningkatkan Kemampuan Pemahaman Konsep Operasi Hitung.
Indonesian Journal Of Educational Research and Review. 2(1),101-109.
Rasmini, Iis Nurasiah, Irna Khaleda Nurmeta Hasil Belajar Siswa...
87
Volume 6 Nomor 2 September 2023 ISSN 2599-3291 (Cetak), ISSN 2614-3933 (Online)
Argusni, R., & Sylvia, I. (2019). Pelaksanaan Model Problem Based Learning Untuk Meningkatkan Kemampuab Problem Solving Siswa kelas XI SMAN 16 Padang. Jurnal Sikola: Jurnal Kajian Pendidikan dan Pembelajaran. 1(1),52- 59.
Djamarah, Syaiful Bahri dan Aswan Zain.
(2006). Strategi Belajar Mengajar.
Jakarta: PT Rineka Cipta.
Effendi, A. & Fatimah, A.T. (2019).
Implementasi Model Pembelajaran Creative Problem Solving Untuk Siswa Kelas Awal Sekolah Menengah Kejuruan. Teorema: Teori dan Riset Matematika, 4(2), 89-98.
Fahmi, S., Syahrir, & Kurniawan. (2017).
Penerapan Metode Pembelajaran Problem Solving Untuk Meningkatkan Motivasi dan kemampuan pemecahan masalah Matematika Siswa kelas VIII B SMP negeri 3 Batukliang Tahun Pelajaran 2016/2017. 5(1), 6-10.
Gulo, W. 2002. Metode Penelitian. Jakarta:
PT. Grasindo.
Jakni, 2017. Penelitian Tindakan Kelas.Bandung : Alfabet.
Limbanadi, S., Subandi, & Munzil.
(2020).Pengaruh Model Pembelajaran Problem Solving Think Pair Share terhadap pengetahuan Metakognitif
siswa. Jurnal.Pendidikan:Teori, Penelitian, dan Pengembangan.
5(6),774-779..
Liberna. 2018. Hubungan Gaya Belajar Visual dan Kecemasan Diri Terhadap Pemahaman Konsep Matematika Siswa Kelas X SMK Negeri 41 Jakarta, Jurnal Nasional Pendidikan Matematika. (Online), Vol.3.No1, Hal 98- 108. Maret 2018.
Maesari, C., Marta, R., & Yusnira. (2020).
Penerapan Model Pembelajaran Problem Solving Untuk Meningkatkan Kemampuan Pemecahan Masalah Matematika Siswa Sekolah Dasar.
Jurnal Pendidikan Dan Konseling,1(2), 12–22.
Manik, I.K. (2020). Penerapan Model Pembelajaran Problem Solving Sebagai Upaya Meningkatkan Prestasi BelajarMatematika. Journal of Education Action Research, 4(2), 153- 163.
Marta Rusdial. (2017). Peningkatan Hasil Belajar Matematika Dengan Pendekatan Problem Solving Siswa Sekolah Dasar. Journal Cendekia:Jurnal Pendidikan Matematika.
Rasmini, Iis Nurasiah, Irna Khaleda Nurmeta Hasil Belajar Siswa...
88
Volume 6 Nomor 2 September 2023 ISSN 2599-3291 (Cetak), ISSN 2614-3933 (Online)
Maryati, I. dan Priatna, N. 2017. Integrasi Nilai- Nilai Karakter Matematika melalui Pembelajaran Kontekstual. Jurnal Mosharafa, 6 (3), 333-344.
Maula, L. H. (2022). Pembelajaran Matematika Selama Masa Pandemi di Sekolah Dasar. Jurnal Basicedu, 6(5), 7872-7878.
Maulidya, A. (2018). Berpikir dan Problem Solving. Ihya al-Arabiyah: Jurnal Pendidikan Bahasa dan Sastra, 1(1), 11–29.
Mawaddah, S., & Anisah, H. (2015).
Kemampuan Pemecahan Masalah Matematis Siswa Pada Pembelajaran Matematika dengan Menggunakag) di SMPn Model Pembelajaran Generatif (Generative Learning) di SMP. EDU- MAT: Jurnal Pendidikan Matematika.
https://doi.org/10.20527/edumat.v3i2.644 MKPBM, T. (2021). Strategi pembelajaran matematika kontemporer. J Bandung:
UPI, 3.
Muliawan. J. U. (2016). 45 Model Pembelajaran Spektakuler.
Yogyakarta: Ar-Ruzz Media.
Nurasiah, I. (2016). Peningkatan Keterampilan Dasar Sains melalui Metode Penemuan Terbimbing (Guided Discovery) dengan Teknik Bermain Penelitian Tindakan di Kelas Ii RSD-Bi Al Azhar Syifa Budi
Legenda Bekasi. utile: Jurnal Kependidikan, 2(1), 81-93.
Nurhidayati, D. D. (2016). Peningkatan Pemahaman Manajemen Waktu Melalui Bimbingan Kelompok Dengan TeknikProblem Solvingpada Siswa.
Psikopedagogia. 5(1).24-32
Octavia, S. A. (2020). Model-Model Pembelajaran. Deepublish: Sleman.
Putra, F. G. (2017). Eksperimentasi Pendekatan Kontekstual
Berbantuan Hands On Activity (HoA) Terhadap Kemampuan Pemecahan Masalah Matematik. Al-Jabar :Jurnal Pendidikan Matematika, 8(1), 73–80.
Sari, A. U., Farida, F., & Putra, F. G. (2017).
Pengembangan Media Pembelajaran berbantuan Web dengan Pendekatan Etnomatematika pada Pokok Bahasan Bangun Ruang Sisi Datar. Prosiding Seminar Nasional Matematika dan Pendidikan Matematika, 1(1), 209–214.
Suhardi, D., Chaerunnisa, H., & Santoso, A. S.
(2020). Panduan Pengisian Opak Jabar. Deepublish.
Sugiyono, (2018. Metode penelitian kuantitatif, kualitatif dan R&D. Bandung : Alfabet Utami, L. O., Utami, I. S., & Sarumpaet,
N. (2018). Penerapan Metode Problem Solving Dalam Mengembangkan Kemampuan Kognitif Anak Usia Dini
Rasmini, Iis Nurasiah, Irna Khaleda Nurmeta Hasil Belajar Siswa...
89
Volume 6 Nomor 2 September 2023 ISSN 2599-3291 (Cetak), ISSN 2614-3933 (Online)
Melalui Kegiatan Bermain.Tunas Siliwangi, 3(2), 175-180.