• Tidak ada hasil yang ditemukan

Penerapan Teori Belajar dalam Pengembangan Program Perkuliahan Berorientasi Etnosainstek

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2023

Membagikan " Penerapan Teori Belajar dalam Pengembangan Program Perkuliahan Berorientasi Etnosainstek "

Copied!
4
0
0

Teks penuh

(1)

459

Prosiding Seminar Nasional Pascasarjana ISSN 26866404

Pascasarjana Universitas Negeri Semarang http://pps.unnes.ac.id/prodi/prosiding-pascasarjana-unnes/

Penerapan Teori Belajar dalam Pengembangan Program Perkuliahan Berorientasi Etnosainstek

Intan Indiati

Universitas Negeri Semarang, Indonesia Corresponding Author: [email protected]

Abstrak. Guru abad 21 tidak hanya dituntut untuk mengembangkan pengetahuannya terkait pengetahuan konten (termasuk integrasi materi yang diajarkan dengan etnosains), tetapi calon guru juga dapat mengetahui cara menyajikan materi pelajaran dengan pengajaran yang tepat (pengetahuan pedagogi) dan mampu memanfaatkan teknologi sehingga pengajaran dan pembelajaran tersebut dapat berjalan secara efektif dan efisien. Program Perkuliahan Berorientasi Etnosainstek untuk meningkatkan Technological Pedagogical Content Knowledge (TPACK) mahasiswa calon guru perlu dikembangkan. Teori belajar merupakan dasar mengembangkan program perkuliahan yang akan digunakan.

Mempertimbangkan pentingnya teori belajar, maka dalam mengembangkan program perkuliahan berorientasi etnosainstek (PPBE) berdasarkan teori belajar behavioristik, kognitif, konstruktivistik, dan konektivitas.

Kata kunci: teori belajar behavioristik, kognitif, konstruktivistik, dan konektivitas, program perkuliahan berorientasi etnosainstek.

Abstract. 21st-century teachers are not only required to develop their knowledge related to content knowledge (including the integration of material taught with ethnoscience). Prospective teachers can also know how to present subject matter with appropriate teaching (pedagogical knowledge) and utilize technology so that teaching and learning can run effectively and efficiently. The Ethnoscience-Oriented Lecture Program to improve Technological Pedagogical Content Knowledge (TPACK) for prospective teacher students’ needs to be developed.

Learning theory is the basis for developing the lecture program that will be used. The learning theory develops an ethnoscience and technology-oriented lecture program. Based on behavioristic, cognitive, constructivist, and connectivity learning theories.

Key words: learning theory behavioristic, cognitive, constructivist, and connectivity, ethnoscience-oriented lecture program.

How to Cite: Indiati, I. (2021). Penerapan Teori Belajar dalam Pengembangan Program Perkuliahan Berorientasi Etnosainstek. Prosiding Seminar Nasional Pascasarjana, 2021, 459-462.

PENDAHULUAN

Seiring perkembangan sains dan teknologi serta peningkatan kebutuhan peserta didik agar memiliki keterampilan abad 21, maka guru juga harus memiliki keterampilan abad 21, yang menekankan pada keterampilan kerjasama, kreativitas, berpikir kritis, pemecahan masalah dan terutama keterampilan teknologi (Voogt dan Roblin, 2012). Konsekuensinya, selain memiliki kemampuan PCK, guru juga harus dapat mengajarkan materi pelajaran dengan teknologi.

Guru harus dapat menggunakan berbagai pendekatan pedagogis dan teknologi untuk mendukung pengembangan keterampilan abad 21 peserta didik mereka (Voogt & Roblin, 2012). Mahasiswa calon guru juga perlu belajar untuk memiliki sikap responsif terhadap perkembangan budaya dan kearifan lokal, teknologi dan seni yang ada di sekitarnya untuk membangun rasa ingin tahu dan kemampuan peserta didik dalam pelajaran sains mereka.

Mempertimbangkan hal ini, maka perlu dikembangkan Program Perkuliahan Berorientasi Etnosainstek untuk meningkatkan Technological Pedagogical Content Knowledge (TPACK) mahasiswa calon guru.

Program perkuliahan berorientasi etnosainstek dikembangkan dengan mengikuti karakteristik model pembelajaran yang berlaku secara umum, meliputi:

rasional teori, sintaks, sistem sosial, prinsip reaksi,

sistem pendukung dan dampak (Joyce and Weil, 1981).

Program perkuliahan dirancang agar mahasiswa dapat terlibat secara aktif dengan berbagai jenis aktivitas pembelajaran untuk mengembangkan TPACK. Program Perkuliahan Berorientasi Etnosainstek yaitu pembelajaran pada mata kuliah Magang 2 terintegrasi budaya/kearifan lokal dengan memanfaatkan teknologi untuk meningkatkan TPACK mahasiswa calon guru fisika. Pelaksanaan pembelajaran pada program perkuliahan berorientasi etnosainstek menggunakan pendekatan flipped learning berbantuan LMS Etnosains Tik untuk memfasilitasi mahasiswa belajar bukan hanya memiliki komponen pengetahuan konten (etnosains) dan pedagogik saja, melainkan harus juga ditunjang dengan kemampuan dalam mengintegrasikan kedua komponen tersebut dengan teknologi (TPACK). Program perkuliahan berorientasi etnosainstek memiliki karakteristik, yaitu: 1) Pembelajaran melibatkan mahasiswa secara aktif dengan berbagai jenis aktivitas pembelajaran untuk mengembangkan TPACK; 2) Materi pembelajaran disajikan agar mahasiswa belajar tentang etnosains, teknologi, TPACK, dan menyusun perangkat pembelajaran berorientasi etnosainstek dalam kerangka kerja TPACK, 3) Pembelajaran menyediakan aktivitas peer teaching untuk mengimplementasikan perangkat pembelajaran berorientasi etnosainstek dalam kerangka kerja TPACK yang telah disusun. Untuk

(2)

460

Intan Indiati | Prosiding Seminar Nasional Pascasarjana (2021): 459-462 mengembangkan program perkuliahan diperlukan

pemahaman yang memadai tentang konsep-konsep yang berkaitan dengan belajar dan pembelajaran, yang maknanya bisa bervariasi tergantung pada teori belajar yang melandasinya. Hal tersebut berkaitan dengan kajian tentang aspek cara mahasiswa menerima materi perkuliahan dan cara menyampaikan materi tersebut kepada mahasiswa. Berdasarkan hal ini, Program perkuliahan berorientasi etnosainstek dikembangkan berdasarkan teori belajar behavioristik, kognitif, konstruktivistik, dan konektivitas.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Menurut teori behavioristik unsur dasar belajar meliputi pembentukan asosiasi (koneksi) antara persepsi stimulus dan respon yang menunjukkan perilaku (Schunk, 2012). Semakin individu melakukan stimulus (latihan) semakin baik respons individu di atasnya. Jika individu terus melakukan latihan, dia akan belajar dengan mudah. Akan ada koneksi yang kuat antara stimulus dan respon jika individu siap untuk belajar. Penerapan teori behavioristik dalam program perkuliahan ini memberikan konsekuensi untuk menyusun bahan ajar dalam bentuk materi yang sudah siap, dengan disertai rumusan capaian pembelajaran yang jelas. Bahan ajar yang sudah siap saji, dapat diakses mahasiswa kapan dan di mana saja. Bahan ajar dilengkapi dengan instruksi singkat disertai dengan contoh dan dilengkapi tugas-tugas yang disusun secara hirarki agar mahasiswa dapat melakukan latihan tahap demi tahap.

Aktivitas dalam program perkuliahan ini dirancang tidak sekedar untuk mengaktifkan mahasiswa tetapi dibuat untuk memfasilitasi terjadinya interaksi sosial dan negosiasi makna sampai terjadi penciptaan makna.

Kebermaknaan, dalam hal ini, diperoleh dari hasil interaksi sosial dan negosiasi antara pengetahuan dan pengalaman awal mahasiswa dengan informasi baru yang diperolehnya dalam pembelajaran, antara mahasiswa dengan mahasiswa lain, antara mahasiswa dengan dosen dalam konteks etnosains. Proses penciptaan makna melalui proses pembelajaran memiliki beberapa komponen, yaitu tugas yang bermakna, interaksi aktif, penjelasan dan penerapan ilmu secara kontekstual, dan pemanfaatan berbagai sumber belajar (Brooks & Brooks, 1993, dan Krajcik, Czerniak Berger, 1999). Berdasarkan hal ini, maka pembelajaran yang dilakukan pada program perkuliahan yang dikembangkan juga dilandasi oleh teori kognitif Ausubel yang menyatakan mahasiswa akan belajar dengan baik/bermakna jika isi pelajarannya didefinisikan dan kemudian dipresentasikan dengan baik dan tepat kepada mahasiswa (advanced organizer) sehingga akan mempengaruhi pengaturan kemampuan belajar mahasiswa (Suyono, 2012:100). Artinya, agar dapat belajar dengan baik, mahasiswa memerlukan konsep- konsep awal yang sudah dimiliki yang berkaitan

dengan konsep yang akan dipelajari.

Pembelajaran bukan hanya sekedar mentransfer pengetahuan kepada siswa akan tetapi yang paling utama adalah mahasiswa menyadari bahwa belajar sebenarnya bagi diri mereka sendiri. Mereka harus membangun sendiri pengetahuan mereka melalui keterlibatan aktif dalam proses belajar dan mengajar. Pembelajaran harus dikemas menjadi proses ‘mengkonstruksi’ bukan

’menerima’ pengetahuan. Konstruktivisme beranggapan bahwa pengetahuan adalah hasil konstruksi manusia (Komalasari, 2011). Manusia mengkonstruksi pengetahuan mereka melalui interaksi mereka dengan objek, fenomena, pengalaman, dan lingkungan mereka.

Dalam pandangan konstruktivisme, strategi memperoleh lebih diutamakan dibandingkan seberapa banyak siswa memperoleh dan mengingat pengetahuan. Teori konstruktivistik mengarahkan siswa untuk memiliki pengalaman baru menghadapi tantangan, melalui tantangan siswa dapat memahami kegelisahannya dan memiliki informasi baru dari pengalaman baru tersebut (Linschinsky, 2015).

Mempertimbangkan hal tersebut, program perkuliahan yang dikembangkan dalam penelitian ini mengacu pada teori konstruktivistik, yaitu teori yang menjadi dasar bahwa mahasiswa memperoleh pengetahuan adalah karena keaktifan mahasiswa itu sendiri. Oleh karena itu proses pembelajaran harus dirancang dan dikelola sedemikian rupa sehingga mampu mendorong mahasiswa melakukan proses aktif membangun konsep baru, dan pengetahuan baru berdasarkan data serta mengorganisasi pengalamannya sendiri menjadi pengetahuan yang bermakna. Agar mahasiswa memiliki kebiasaan berpikir maka dibutuhkan kebebasan dan sikap belajar. Menurut teori ini juga perlu disadari bahwa mahasiswa adalah subjek utama dalam penemuan pengetahuan. Mereka menyusun dan membangun pengetahuan melalui berbagai pengalaman yang memungkinkan terbentuknya pengetahuan. Mereka harus menjalani sendiri berbagai pengalaman yang pada akhirnya memberikan pemikiran tentang pengetahuan-pengetahuan tertentu. Hal terpenting dalam pembelajaran adalah mahasiswa perlu menguasai cara belajar. Implikasi teori konstruktivistik untuk pengembang instruksional menekankan bahwa hasil pembelajaran harus fokus pada proses konstruksi pengetahuan dan bahwa tujuan pembelajaran harus ditentukan dari tugas otentik dengan spesifik tujuan (Bada & Olisegun, 2015).

Pembelajaran pada program perkuliahan berorientasi etnosains merupakan salah satu cara yang dipersepsikan dapat menjadikan pembelajaran bermakna dan kontekstual. Hal ini sesuai dengan pendapat (Ogunniyi, Jegede, Ogwan, Yandila, & Oladele, 1995) dan (Baker

& Taylor, 1995) menyatakan bahwa latar belakang budaya yang dibawa oleh guru dan siswa ke dalam kelas (terutama pada saat pembelajaran sains) sangat menentukan di dalam penciptaan atau pengkondisian suasana belajar dan mengajar yang bermakna dan

(3)

461

Intan Indiati | Prosiding Seminar Nasional Pascasarjana (2021): 459-462 berkonteks. Budaya lokal dapat berfungsi sebagai

stimulus belajar untuk memotivasi dan membantu mahasiswa mengkonstruksi pengetahuan. Guru/ dosen harus mampu menangkap unsur-unsur budaya untuk diakomodasi dalam pembelajaran (etnosains) agar terjadi penciptaan makna secara kontekstual (Nieto &

Booth, 2010). Kondisi belajar pada pembelajaran berorientasi etnosains yang memungkinkan terjadinya penciptaan makna secara kontekstual merupakan salah satu prinsip dasar dari teori konstruktivistik Vygotsky. Teori konstruktivistik dalam pendidikan terutama berkembang dari hasil pemikiran Vygotsky, yang menyimpulkan bahwa siswa mengkonstruksikan pengetahuan atau menciptakan makna sebagai hasil dari pemikiran dan berinteraksi dalam suatu konteks sosial (Swan, 2005).

Dalam teorinya, Vygotsky menyatakan bahwa pengetahuan tidak terpisahkan dari aktivitas di mana pengetahuan itu dikonstruksikan, dan di mana makna diciptakan, serta dari komunitas budaya, di mana pengetahuan didiseminasikan dan diterapkan. Melalui aktivitas, interaksi sosial, tersebut penciptaan makna terjadi. Program perkuliahan yang dikembangkan dalam penelitian ini juga mengacu pada teori konektivistik sesuai dengan pendapat Bell (2009) yang mengemukakan bahwa teori ini tepat untuk pembelajaran daring. Teori konektivistik yang merupakan teori belajar untuk era digital menyatakan bahwa pengetahuan didistribusikan pada jaringan koneksi, dan karena itu pembelajaran terdiri dari kemampuan untuk membangun dan melintasi jaringan tersebut (Siemens, 2004) dan (Downes, 2005).

Berdasarkan hal ini, maka pembelajaran yang dilakukan pada program perkuliahan yang dikembangkan dilaksanakan berbantuan LMS etnosainstek. Penerapan teori belajar pada sintaks (langkah-langkah pembelajaran) Program perkuliahan berorientasi etnosainstek adalah sebagai berikut:

Fase 1 Eksplorasi Konsep

Pada fase ini, mahasiswa melakukan eksplorasi konsep dengan mempelajari bahan ajar yang dapat diunduh di website etnosainstek. Bahan ajar memuat TPACK, etnosains, konsep pengembangan perangkat pembelajaran berorientasi etnosainstek dalam kerangka kerja TPACK. Mahasiswa dapat melakukan diskusi dengan teman secara daring, atau membaca sumber-sumber yang dibutuhkan melalui penelusuran di internet. Mahasiswa juga membuat rangkuman, mencatat poin-poin penting, ataupun membuat pertanyaan. Selain itu, mahasiswa juga melakukan aktivitas penggalian budaya atau pengetahuan lokal terkait etnosains. Aktivitas pada fase 1 didukung teori Ausubel. Mahasiswa akan belajar dengan baik/bermakna jika isi pelajarannya didefinisikan dan kemudian dipresentasikan dengan baik dan tepat kepada mahasiswa (advanced organizer) sehingga akan mempengaruhi pengaturan kemampuan belajar

mahasiswa (Suyono, 2012:100). Artinya, agar dapat belajar dengan baik, mahasiswa memerlukan konsep- konsep awal yang sudah dimiliki yang berkaitan dengan konsep yang akan dipelajari. Eksplorasi konsep yang dilakukan pada fase 1 juga mengacu pada teori konstruktivisme, yaitu teori yang menjadi dasar bahwa mahasiswa memperoleh pengetahuan karena keaktifan mahasiswa itu sendiri. Mereka menyusun dan membangun pengetahuan melalui berbagai pengalaman yang memungkinkan terbentuknya pengetahuan.

Fase 2 Presentasi Konsep

Mahasiswa datang ke kelas untuk mempresentasikan hasil aktivitas yang sudah dilakukan pada fase 1. Pada fase ini juga dilakukan pengukuran TPACK beserta komponen pendukungnya.

Fase 3 Perancangan Perangkat Pembelajaran

Pada fase 3 mahasiswa mengerjakan tugas untuk mengembangkan perangkat pembelajaran sebagai produk, yaitu Rencana Pelaksanaan Pembelajaran, Lembar Kerja Siswa, Media Pembelajaran, dan Instrumen Penilaian. Perangkat pembelajaran yang disusun mengacu pada konsep pengembangan perangkat pembelajaran berorientasi etnosainstek dalam kerangka kerja TPACK yang telah dipelajari pada fase 1. Media pembelajaran yang dikembangkan berbasis TIK agar peserta didik dapat mencerna materi dengan mudah dan menarik. Rencana pelaksanaan pembelajaran yang ditulis disertai rasionalnya. Perangkat pembelajaran yang telah disusun disimpan di google drive dan linknya diunggah ke LMS etnosainstek untuk memperoleh balikan. Fase 3 didukung teori belajar konstruktivistik, yaitu individu membangun pengetahuan dalam pikirannya (konstruktivis kognitif), dan individu berinteraksi dengan individu lainnya untuk membangun pengetahuan (konstruktivis sosial) (Moreno, 2010).

Fase 4 Presentasi Perangkat Pembelajaran

Mahasiswa datang ke kelas untuk mempresentasikan hasil menyusun perangkat pembelajaran yang sudah dilakukan pada fase 3. Pada fase ini dilakukan pengukuran TPACK mahasiswa melalui perangkat pembelajaran yang disusun.

Fase 5 Peer Teaching dan Refeksi

Pada fase ini, mahasiswa melaksanakan praktik pembelajaran dalam bentuk peer teaching untuk memberikan kesempatan belajar lebih mendalam melakukan latihan membelajarkan siswa, latihan mengelola siswa, latihan mengelola waktu, latihan menilai, latihan menindaklanjuti hasil penilaian, dan keterampilan mengajar lainnya. Peer teaching dilakukan sebagai implementasi perangkat pembelajaran yang telah disusun dan tindak lanjut dari latihan mengajar pada fase 5. Setiap mahasiswa diberi alokasi waktu sekurang-kurangnya 30 menit untuk tampil, dan sekurang-kurangnya 15 menit untuk refleksi serta pemberian umpan balik. Perekaman terhadap mahasiswa

(4)

462

Intan Indiati | Prosiding Seminar Nasional Pascasarjana (2021): 459-462 yang praktik pembelajaran dapat dilakukan untuk

memudahkan proses refleksi. Pada fase ini juga dilakukan pengukuran TPACK mahasiswa. Fase 5 didukung teori self regulated learning, bahwa pencapaian prestasi manakala mahasiswa memiliki kemampuan untuk mengontrol semua aspek pembelajarannya sendiri, dari perencanaan awal sampai mengevaluasi kinerjanya yang dicapainya (Moreno, 2010). Setelah praktik pembelajaran selesai, mahasiswa melakukan refleksi dengan berpedoman pada lembar refleksi. Pada tahap ini juga diadakan diskusi dengan dosen pembimbing terhadap mahasiswa. Melalui diskusi, dosen pembimbing melakukan balikan berdasarkan hasil pengamatan dan refleksi. Menurut Moreno (2010) melalui kegiatan refleksi, mahasiswa akan terlibat dalam proses berpikir kritis, belajar dari proses, dan menerapkan yang dipelajari untuk meningkatkan tindakan masa depan.

KESIMPULAN

Beberapa teori belajar telah memberikan landasan tentang cara agar mahasiswa dapat mencapai tujuan pembelajaran. Proses pembelajaran bukan hanya mentransfer pengetahuan kepada mahasiswa tetapi yang paling utama mahasiswa menyadari pengetahuan diperoleh dengan cara mengonstruksinya. Teori belajar behavioristik, kognitif, konstruktivistik, dan konektivistik merupakan teori belajar yang dipilih untuk melandasi pengembangan Program Perkuliahan Berorientasi Etnosainstek.

REFERENSI

Bada, & Olusegun, S. (2015). Constructivism Learning Theory: A Paradigm for Teaching and Learning. IOSR Journal of Research & Method in Education (IOSR-JRME, 5(ue 6 Ver. I), 66–70.

Baker, D., & Taylor, P. C. (1995). The Effect of Culture on the Learning of Science in Non-Western Countries: The Result of an Integrated Research Review. International Journal of Science Education, 17(6), 695–704.

Bell, F. (2009). Connectivism: A network theory for teaching and learning in a connected world’ , Educational Developments. The Magazine of the Staff and Educational Development Association, 10(3).

Brooks, J. G., & Brooks, M. G. (1993). In search of understanding: The case for constructivist classrooms. Association for Supervision and Curriculum Development.

Downes, S. (2005). An Introduction to Connective Knowledge.

Joyce, B., & Weil, M. (1986). Model of Teaching.

Prentice Hall Inc.

Komalasari, K. (2011). Pembelajaran Kontekstual, Konsep dan Aplikasi, Kualitatif dan R&D. Refika Aditama.

Krajcik, J. S., Czerniak, C. M., & Berger, C. (1999).

Teaching children science: A project-based approach. McGraw Hill College.

Lishchinsky, O. S. (2015). Simulation-based constructivist approach for education leaders.

Educational Management Administration &

Leadership, 43(6), 972–988.

Nieto, C., & Booth, M. (2010). Cultural Competence: Its Influence on the Teaching and Learning of International Education. Journal of Studies in International Education, 14(4), 406–425.

Ogunniyi, M., Jegede, O., Ogwan, M., Yandila, C., &

Oladele. (1995). Nature of worldview Presuppositions Among Science Teachers In Botswana, Indonesia, Japan, Nigeria, And The Philippines. Journal Of Research In Science Teaching, 32(8), 817–831.

Schunk, D. H. (2011). Learning Theories An Educational Perspective Sixth Edition. Pearson Education, Inc., Publishing as Allyn & Bacon.

Siemens, G. (2004). Connectivism: A Learning Theory for the Digital Age.

Suyono. (2012). Belajar Dan Pembelajaran, Teori Dan Konsep Dasar. Remaja Rosdakarya.

Swan, K. (2005). A Constructivist Model for Thinking About Learning Online. In J. Bourne & J. C. Moore (Eds.), Elements of Quality Online Education:

Engaging Communities. Sloan-C.

Voogt, J., & Roblin, N. P. (2010). 21st century skills.

Discussienota (Vol. 23, Issue 03). Kennisnet.

Referensi

Dokumen terkait

Although Nomenclature Nomenclature Bcap SVC capacitive susceptance Bind SVC inductive susceptance Bsh bus shunt susceptance Bsvc SVC susceptance Btotal total bus susceptance Eth

Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini yaitu lembar analisis soal Ujian Akhir Semester UAS ganjil mata pelajaran biologi kelas XI IPA menggunakan taksonomi bloom dengan aturan