PENGAJUAN JUDUL SKRIPSI PROGRAM STUDI AGRIBISNIS
JURUSAN SOSIAL EKONOMI PERTANIAN FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS BENGKULU
Judul : Kemiskinan Multidimensi Rumah Tangga Masyarakat Desa Pinggiran Kota Bengkulu (Study Kasus Desa Dusun Baru Satu 1, Kabupaten Bengkulu Tengah)
Nama : Eksya Triniati Atthallah
NPM : E1D021013
Pembimbing Akademik : Dr. Ir. Irnad, M.Sc
I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang
Indonesia merupakan Negara Kesatuan yang dibagi atas daerah-daerah provinsi dan daerah provinsi itu dibagi atas kabupaten dan kota di mana setiap provinsi, kabupaten dan kota memiliki pemerintahan daerah yang diatur dengan Undang-Undang (Pasal 18 UUD 1945). Dengan -Undang yang dimilikinya, pemerintahan provinsi dan kabupaten/kota melakukan kegiatan pembangunan lingkup daerahnya masing-masing yang dilaksanakan oleh struktur pemerintahan terkait dengan tujuan untuk mensejahterakan masyarakatnya sehingga memperkecil status tingkat kemiskinan (Sigit dan Kosasih, 2020).
Kemiskinan adalah kondisi dimana seseorang memiliki angka kebutuhan lebih tinggi dari pada penghasilannya. Menurut pendapat (Syawie, 2011) mendefinisikan kemiskinan sebagai kondisi dimana makhluk sosial sebagai individu ataupun kelompok yang tidak mempunyai kemampuan untuk memenuhi atas dasar kebutuhan hidupnya dalam mempertahankan diri secara ekonomi dan meningkatkan taraf hidupnya menjadi lebih.
Berdasarkan hasil penelitian terdahulu, menyatakan bahwa tingkat kemiskinan pada masyarakat desa memiliki angka lebih tinggi dibandingkan masyarakat perkotaan, pernyataan ini selaraskan dengan hasil survey soisal ekonomi nasional yang dilakukan oleh Badan Pusat Statistik (BPS) 2023. Fakta ini juga terkonfirmasi dalam penelitian (Sarah Nita 2019) bahwa salah satu karakteristik kemiskinan Indonesia yaitu kemiskinan di daerah perdesaan. Dimana sebagian besar penduduk miskin terdapat pada daerah perdesaan.. Salah satu yang menjadi
faktor penyebab tingginya angka kemiskinan tersebut karena sebagian besar penduduk desa bekerja disektor pertanian, umumnya sebagai buruh tani dan buruh kasar, sehingga pendapatan masyarakat sangat rendah. (Dominicus Savio,2023) menyatakan di Indonesia masyarakat miskin umumnya tinggal di wilayah perdesaan. Fenomena kesenjangan angka kemiskinan desa-kota ini menarik dikaji, dkarenakan mencerminkan dinamika pembangunan wilayah terkhususnya yang terkait dengan ketimpangan antar wilayah.
Badan Pusat Statistika (BPS) Provinsi Bengkulu mendata bahwa Garis Kemiskinan, Jumlah Penduduk Miskin,dan Presentase Penduduk Miskin dalam waktu 5 tahun (2018-2022) selalu mengalami peningkatan angka kemiskinan baik itu perkotaan maupun pedesaan.
Namun angka kemiskinan pada wilayah pedesaan selalu memiliki angka lebih tinggi dari pada wilayah perkotaan. Pada presentase penduduk miskin antara perkotaan dan perdesaan di tahun terakhir (September,2020) memiliki selisih 0,29%.
Garis Kemiskinan Jumlah Penduduk Miskin
Persentase Penduduk Miskin
Tahun (September)
Perkotaan pedesaan perkotaan pedesaan perkotaan pedesaan
2018 530.655 474.010 96,74 206,8 14,94 15,64
2019 568.783 499.623 93,52 204,49 14,13 15,3
2020 576.921 509.487 99,4 206,6 15,06 15,42
2021 624.573 548.327 98,83 192,97 14,73 14,28
2022 686.223 599.973 99,08 193,85 14,53 14,24
Sumber: BPS Provinsi Bengkulu.
Pada wilayah pedesaan terutamanya yang berbatasan langsung dengan wilayah perkotaan atau yang sering dikenal sebagai desa pinggiran kota dikarenakan secara administatif menyatakan bahwa wilayah tersebut berada pada wilayah kabupaten namun dikarenakan berbatasan dengan perkotaan sehingga terjadinya aktivitas-aktivitas yang berkolerasi antara aktivitas desa dan kota. Dengan keadaan wilayah desa pinggiran kota tersebut dapat menjadi suatu keuntungan/nilai kelebihan untuk desa, ataupun sebaliknya..
Sejalan dengan penelitian (Hartono, 2023; Mediana, 2022) menyatakan bahwa rural transformation (transformasi perdesaan) adalah gejala yang ditandai dengan meningkatnya
kegiatan offfarm atau kesempatan kerja di luar usahatani di perdesaan. Kebijakan yang mendorong terjadinya rural transformation perlu dilakukan untuk mengurangi angka kemiskinan di desa, karena subsistem usahatani lazimnya menghasilkan proporsi nilai tambah terkecil di antara subsistem-subsistem lainnya dalam sebuah sistem agribisnis.
Untuk mengurangi presentase kemiskinan di desa, terutama pada sektor pertanian sendiri diperlukannya peningkatan produktifitas sektor pertanian dengan adanya pergeseran kegiatan dari subsektor subsistem menjadi subsektor yang mana menghasilkan output bernilai ekonomi tinggi. Pergeseran ini juga dikeneal sebagai transformasi pertanian (agricultural transformation). (Webster. 2022) berpendapat definisi dari transformasi perdesaan sendiri merupakan suatu proses di mana daerah perdesaan yang terletak di pinggiran kota menjadi lebih berkarakter perkotaan, di istilah fisik, ekonomi, dan sosial adanya proses transformasi menghasilkan suatu perubahan yaitu perubahan penggunaan lahan, ekologi social, sistem perkotaan, dan urbanisme.
Perubahan lahan menjadi isu utama dalam menentukan faktor yang akan terjadi pada wilayah desa. Lahan pertanian merupakan pemersatu dalam sistem sosial pedesaan sekaligus sebagai landasan kehidupan, faktor produksi, kemakmuran dan tempat tinggal. Umumnya lahan dijadikan sebagai aset masyarakat desa sebagai lahan untuk pertanian. Namun dikarenakan transformasi pertanian, tidak sedikit lahan pertanian yang sekarang beralih fungsi, terutama beralih menjadi lokasi pemukiman dan industri. Hasil penelitian (Nandi, 2008) tentang perilaku petani dalam pemanfaatan lahan menunjukkan bahwa kepemilikan lahan pertanian yang sempit mengakibatkan petani tidak mampu lagi memberikan kesejahteraan kepada keluarganya. Mata pencaharian petani bergeser dari pekerja pertanian murni produktif bergerak ke arah pekerja sektor jasa. Pekerjaan petanian semakin terjepit seiring beralihnya fungsi lahan pertanian untuk keperluan nonpertanian. Masyarakat pedesaan telah berubah dari rural ke suburban, dari pedesaan ke transisi, dari petani tradisi ke industri dan hidup dalam suasana metropolis (MCDC, 2007).
Sebab terjadinya perubahan lahan dan mata pencaharian masyarakat desa pinggiran kota memunculkan dinamika permasalahan dan tantangan yang perlu di hadapi oleh masyarakat itu tersendiri dan juga kebijakan yang tepat oleh pemerintah guna mensejahterakan masyarakatnya dengan memanfaatkan sumber daya alam ke arah pertanian berkelanjutan selaraskan dengan potensi-potensi unggulan desa dan memanfaatkan sumber daya manusia sebagai penggeraknya.
Kesejahteraan masyarakat desa berkaitan dan sejalan dengan status tingkat kemiskinan masyarakatnya. Masyarakat desa dapat dikatakan tidak miskin apabila
masyarakatnya mampu mencukupi semua kebutuhan fisik maupun psikologis. Sehingga dibutuhkan pengukuran kemiskinan secara menyeluruh dan kompleks melalui pendekatan multidimensi. Sejalan dengan pernyataan (Nurul Izzah, 2020) bahwa untuk mengukur keperitan hidup rakyat maka butuhkannya sistem pengukuran yang tepat,supaya dasar-dasar yang dihasilkan berdasarkan ukuran ini benar-benar dapat membantu mereka yang paling memerlukan dengan cara yang tersasar. Justeru, kemiskinan perlu dilihat dari segi multidimensi supaya fenomena kemiskinan dapat difahami dari sudut yang lebih menyeluruh.
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah yang telah diuraikan, maka dapat dikemukakan rumusan masalah sebagai berikut :
1. Menganalisis Status Kemiskinan Rumah Tangga Masyarakat Desa Pinggiran Kota Bengkulu (Study Kasus Desa Dusun Baru Satu 1 Kabupaten Bengkulu Tengah) 2. Menganalisis Faktor-Faktor yang mempengaruhi Status Kemiskinan Rumah Tangga
Masyarakat Desa Pinggiran Kota Bengkulu (Study Kasus Desa Dusun Baru Satu 1 Kabupaten Bengkulu Tengah)
1.3 Tujuan Penelitian
Berdasarkan rumusan masalah tersebut, maka tujuan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :
1. Untuk Menganalisis Status Kemiskinan Rumah Tangga Masyarakat Desa Pinggiran Kota Bengkulu (Study Kasus Desa Dusun Baru Satu 1 Kabupaten Bengkulu Tengah)
2.Untuk Menganalisis Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Status Kemiskinan Rumah Tangga Masyarakat Desa Pinggiran Kota Bengkulu (Study Kasus Desa Dusun Baru Satu 1 Kabupaten Bengkulu Tengah)
1.4 Manfaat Penelitian
Adapun manfaat yang diharapkan dalam penelitian ini yaitu :
1. Sebagai referensi guna untuk mengembangkan topik penelitian yang serupa dimasa yang akan datang dan juga menjadi sumber informasi bagi pembaca penelitian ini.
2. Sebagai evaluasi bagi pengambilan kebijakan dan keputusan terutaman pemerintahan untuk menindaklanjuti status kemiskinan dan faktor penyebab kemiskinan guna memaksimalkan keberlanjutan ekonomi rumah tangga masyarakat Desa Dusun Baru 1, Kota Bengkulu.
II. KERANGKA PEMIKIRAN
Masyarakat desa pinggiran kota merupakan sekumpulan makhluk sosial yang menempati wilayah administratif kabupaten namun berbatasan langsung dengan wilayah perkotaan. Berdasarkan penelitian terdahulu dan data bersumber BPS, fenomena kemiskinan di wilayah ini memiliki angka yang selalu lebih tinggi dibandingkan dengan wilayah perkotaan. Imron Rosyadi( 2017) menyatakan bahwa hasil perhitungan tingkat kemiskinan sektoral-regional menunjukkan bahwa hampir di semua daerah, sektor pertanian, perkebunan, dan perikanan merupakan penyumbang terbesar bagi tingginya tingkat kemiskinan di Indonesia.
Kemiskinan adalah suatu kondisi di mana penghasilan individu atau kelompok tidak dapat mencukupi kebutuhan dasar kehidupannya, sehingga tercipta kondisi di mana pendapatan lebih kecil daripada pengeluaran. Dalam mengukur status tingkat kemiskinan masyarakat, diperlukan metode multidimensi yang terukur secara menyeluruh dan berfokus pada aspek kemanusiaan, sehingga mempertimbangkan aspek sosial dan psikologis. Sejalan dengan penelitian Jacobus E.H. (2021) secara konseptual, hadir pengukuran kemiskinan multidimensi disebabkan oleh konsep kemiskinan yang biasanya hanya mengacu pada aspek pendapatan. Sehingga pada konseptual kemiskinan multidimensi ini melihat dari berbagai aspek, seperti pendidikan, kesehatan, dan standar hidup.
Penelitian ini dimulai dengan menganalisis masyarakat yang memiliki akses terdekat dan berbatasan langsung dengan wilayah perkotaan. Aktivitas masyarakat desa tersebut diduga juga berkolerasi dengan aktivitas perkotaan. Penelitian terdahulu oleh Inoki Hasibuan (2020) menyatakan bahwa perkembangan dan pertumbuhan suatu daerah terkait dengan interaksi yang terjadi dengan daerah-daerah sekitarnya. Interaksi tersebut membentuk tatanan yang utuh dan dimanfaatkan untuk memperkuat struktur perekonomian wilayah, di mana arah perubahan struktural desa-kota diharapkan dapat berlangsung secara seimbang, dan tata guna lahan yang berubah dapat diimbangi dengan kemampuan ekonomi serta pengelolaan kota dan desa secara komplementer dan sepadan.
Selanjutnya, penelitian ini dilakukan dengan menganalisis tingkat kemiskinan rumah tangga pada masyarakat desa pinggiran kota. Sama halnya dengan penelitian Dominicus Savio (2023), dalam kesimpulannya, penelitian ini mengonfirmasi bahwa produktivitas sektor pertanian dan pendidikan di perdesaan secara efektif telah menurunkan kesenjangan kemiskinan desa-kota. Dengan kata lain, dapat disimpulkan bahwa kedua variabel tersebut secara efektif telah menurunkan angka kemiskinan di perdesaan Indonesia, sehingga kesenjangan kemiskinan desa-kota menyempit dalam kurun waktu 2000-2020.
Analisis kemiskinan dalam penelitian ini selanjutnya dilakukan dengan pendekatan multidimensi. Pendekatan ini bertujuan agar tingkat kemiskinan dapat terukur secara komprehensif. Dalam bukunya (Cut Nurul dkk, 2020) meyakini bahwa pendekatan multidimensi akan memberikan evidensi yang lebih mendekati realitas, sehingga intervensi kebijakan atau program penanggulangan kemiskinan juga akan lebih sesuai kebutuhan dan tepat sasaran.
Dalam pendekatan multidimensi ini, digunakan tiga analisis, yaitu berdasarkan Multidimensional Poverty Index (MPI), Badan Pusat Statistik (BPS), dan Bank Dunia (World Bank). Pada penggunaan MPI, terdapat 10 indikator yang perlu dianalisis; pada penggunaan BPS, terdapat 14 indikator yang perlu dianalisis; dan pada penggunaan Bank Dunia, digunakan indikator Purchasing Power Parity (PPP) 2017 yaitu $2,15 per kapita per hari. Penggunaan ketiga analisis melalui pendekatan multidimensi diharapkan dapat menentukan status kemiskinan secara holistik.
Dari hasil analisis tersebut, selanjutnya pada penelitian ini akan dilakukan analisis faktor-faktor penyebab terjadinya kemiskinan pada masyarakat rumah tangga di desa pinggiran kota. Adapun Faktor-faktor yang mempengaruhi kemiskinan rumah tangga adalah:
tingkat pendidikan, tingkat kesehatan dan kepemilikan asset (Elvira Handayani, 2018).
Pendidikan memiliki keterkaitan yang kuat dengan pembentukan karakter, serta merupakan salah satu bentuk investasi dalam pengembangan sumber daya manusia untuk mencapai kualitas hidup yang lebih baik. Melalui pendidikan yang memadai, penduduk miskin akan mendapat kesempatan yang lebih baik untuk keluar dari status miskin di masa depan (Purnami, 2016). Sehingga tingkat pendidikan memiliki dampak yang kuat terhadap kemiskinan. Pada rumah
Jacobus (2021) mendefinisikan kesehatan adalah salah satu modal utama dalam pelaksanaan pembangunan ekonomi dimana kondisi kesehatan sekelompok penduduk tersebut harus baik. Dalam pembangunan ekonomi, pembangunan kesehatan juga harus diperhatikan. Untuk mencapai kemakmuran dan kesejahteraan bagi seluruh penduduk Indonesia maka keduanya harus berjalan seimbang.
(Sari danPurwanti, 2012) Berpendapat bahwa kepemilikan aset diartikan sebagai kepemilikan alat-alat produktif oleh suatu rumah tangga yang pada akhirnya dapat mempengaruhi pendapatan yang akan diterima oleh rumah tangga dari kepemilikan asset tersebut. Sehingga dapat disimpulkan bahwa kepemilikan asset oleh rumah tangga dapat mempengaruhi tingkat kemiskinan rumah tangga.
Faktor lain yang dapat mempengaruhi kemiskinan rumah tangga yaitu pekerjaan utama dan jumlah tanggungan yang berada dalam rumah tangga tersebut. Jenis pekerjaan utama dalam rumah tangga merupakan faktor penentu besarnya pendapatan (dan pengeluaran) yang diterima oleh rumah tangga. Menurut Andrianto (2016) pekerjaan utama kepala rumah tangga sangat berpengaruh terhadap tingkat kemiskinan suatu rumah tangga, hal ini dikarenakan tiap jenis pekerjaan memiliki tingkat upah yang berbeda-beda. Selain itu, Menurut Yanny,W (2018) jumlah tanggungan dalam rumah tangga (baik anak-anak, anggota usia produktif yang tidak bekerja dan lansia) kemungkinan akan menurunkan kesejahteraan dalam rumah tangga dan pada akhirnya terjadi kemiskinan rumah tangga. Hasil ini sama dengan penelitian yang dilakukan oleh Hasibuan (2018) yang menyatakan bahwa pendidikan berpengaruh negatif terhadap kemiskinan di Kota Medan.
Berdasarkan analisis dari referensi studi pustaka terdahulu dan literarur diasumsikan bahwasannya kemiskinan pada rumah tangga masyarakat desa dipengaruhi oleh faktor-faktor sebagai berikut: tingkat pendidikan, tingkat kesehatan, kepemilikan asset, pekerjaan utama.
Dan jumlah tanggungan keluarga. Selanjutnya analisis faktor-faktor penyebab tersebut nantinya diolah dari data hasil kuesioner menggunakan metode statistik yaitu Regresi Linear Berganda. Adapun kerangka pemikiran dari judul penelitian “Kemiskinan Multidimensi Rumah Tangga Masyarakat Desa Pinggiran Kota Bengkulu (Study Kasus Desa Dusun Baru Satu 1, Kabupaten Bengkulu Tengah)” sebagai berikut:
Masyarakat Desa Pinggiran Kota
Kemiskinan Rumah Tangga Masyarakat Desa Pinggiran Kota
Pendekatan Multidimensi
Analisis Berdasarkan Multidimensional Poverty Index
(MPI) Indikator:
1. Imunisasi 2. Kematian bayi 3. Lama sekolah
4. Kehadiran dalam platihan 5. Melek huruf
6. Bahan bakar untuk memasak 7. Sanitasi
8. Air Bersih
9. Sumber penerangan 10. Kondisi lantai rumah
Analisis Berdasarkan Badan Pusat Statistik
(BPS) Indikator:
1. Luas bangunan 2. Lantai rumah
3. Dinding rumah tipe A 4. Sanitasi
5. Listrik 6. Air minum
7. Bahan bakar memasak 8. Konsumsi
Daging/Susu/Ayam 9. Pembelian baju baru 10. Makan sehari
11. Biaya perawatan sehat 12. Pendapatan kepala rumah
tangga 13. Pendidikan 14. Tabungan
Faktor-Faktor Yang Berpengaruh
Regresi Linear Berganda Faktor Kemiskinan
1. Pendidikan 2. Kesehatan
3. Kepemilikan asset 4. Pekerjaan utama
(Kepala keluarga) 5. Jumlah Tanggungan
Analisis Berdasarkan Bank Dunia Indikator:
Purchasing Power Parity 2017 (PPP)
US $2,15/Orang/Hari.
Atau sama dengan Rp. 32.745.
(Kurs Rp 15.230/ US $1)
III. METODE PENELITIAN 3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian
Lokasi penelitian ini dipilih secara sengaja (purposive), tepatnya di Desa Dusun Baru 1, Kabupaten Bengkulu Tengah, Kota Bengkulu. Penelitian dilakukan terhadap masyarakat rumah tangga desa yang berada di pinggiran Kota Bengkulu, dengan ketentuan batas lokasi penelitian sejauh ... km dari Kota Bengkulu. Peneliti memilih lokasi ini berdasarkan pertimbangan bahwa Desa Dusun Baru 1 memiliki potensi besar di sektor pertanian terutama perkebunan (BPS, 2023). Namun, lahan pertanian tersebut dimiliki oleh orang yang bukan merupakan bagian dari masyarakat desa setempat. Akibatnya, mayoritas masyarakat desa beralih mata pencaharian ke profesi alternatif lain. Perubahan ini didukung dan dipengaruhi oleh lokasi Desa Dusun Baru 1 yang berbatasan langsung dengan wilayah perkotaan.
3.2 Metode Penentuan dan Pengambilan Sampel (Responden)
Pengambilan sampel merupakan suatu proses yang dilakukan dengan tujuan untuk mengambil sebagian kecil dengan ketentuan yang ditetapkan dari sejumlah populasi yang ada sebagai suatu subjek yang akan diteliti. Pada penelitian ini metode yang akan digunakan yaitu Accidental sampling. Penggunaan metode ini berdasarkan bahwa jumlah populasi yang diteliti memiliki cakupan yang sangat luas, sehingga metode ini diyakini efektif digunakan.
Accindental sampling merupakan metode untuk pengambil sampel yang dilakukan berdasarkan kebetulan. Yang artinya bahwa siapa saja yang secara kebetulan bertemu dengan peneliti maka akan dijadikan sampel. Namun sampel tersebut harus selaras dengan ketentuan dan kriteria yang dibutuhkan untukmenjadi narasumber data, yakni merupakan masyarakat rumah tangga desa pinggiran kota (Desa Dusun Baru I) yang berlokasikan maksimal …Km dari wilayah perkotaan (Kota Bengkulu).
Penelitian ini menggunakan rumus Moe dalam menentukan jumlah sampel dengan tingkat kesalahan 10% dengan populasi yang berukuran besar dan tidak diketahui jumlah keseluruhan (Arikunto, 2013).
n= 𝑧
2
4(𝑀𝑜𝑒)2 Keterangan:
n = Ukuran sampel.
Z = Tingkat distribusi normal pada taraf signifikan 5% = 1,96.
Moe = Margin of error, tingkat kesalahan maksimum pengambilan sampel yang dapat ditoleransi atau diinginkan = 10%
Berdasarkan margin of max sebesar 10%, maka minimal jumlah sampel yang digunakan pada penelitian ini yaitu:
n =
𝑧2
4(𝑀𝑜𝑒)2
=
(1,96)2
4(10%)2 = 96,04 (dibulatkan 100)
Berdasarkan perhitungan tersebut, maka diketahui sampel pada penelitian ini yaitu sebanyak 96 responden. Untuk mendapatkan hasil yang lebih baik maka ditetapkan lah total responden dibulatkan keatas menjadi 100 responden, tidak kurang ataupun tidak lebih.
3.3 Metode Pengumpulan Data
Data yang digunakan dalam penelitian ini yaitu data primer dan data sekunder.
1. Data primer adalah data yang diperoleh dari hasil investigasi lapangan langsung dengan responden terkait dengan kuesioner yang telah dirancang guna mendapatkan informasi yang dibutuhkan dalam penelitian.
2. Data sekunder adalah data yang diperoleh dari literasi berbagi sumber studi pustaka baik itu jurnal, buku, artikel, Badan Pusat Statistik (BPS), lembaga pemerintah, dan pihak publikasi lainnya yang mendukung literarur dalam penelitian.
Metode pengumpulan data primer yang digunakan dalam penelitian ini adalah observasi. Observasi adalah suatu kegiatan pengumpulan data yang dilakukan dengan cara melihat langsung ke subjek penelitian untuk menganalisis dan memperoleh kondisi nyata atas data dan informasi yang dibutuhkan. Adapun teknik yang digunakan pada saat merealisasikan metode observasi adalah sebagai berikut:
1. Wawancara
Teknik wawancara menggunakan kuesioner yang memuat pertanyaan tertulis terkait data yang dibutuhkan dengan cara percakapan langsung peneliti dengan narasumber 2. Pencatatan
Teknik pencatatan digunakan untuk menjurnal semua data primer dan data sekunder yang diperoleh berkaitan dan mendukung informasi terkait data dalam penelitian.
3. Dokumentasi
Teknik dokumentasi dalam penelitian digunakan untuk melengkapi dan memperkuat atas lampiran-lampiran data maupun catatan.
3.4 Metode Analisis Data
Metode analisis data yang digunakan pada penelitian ini bersifat kuantitatif dan kualitatif.
1. Analisis kuantitatif adalah pendekatan pengolahan data setelah diterimanya data primer dan sekunder. Menurut Sugiyono (2018;13), data kuantitatif adalah metode penelitian yang didasarkan pada pendekatan positivistik (data konkret), di mana data penelitian berbentuk angka-angka yang dianalisis menggunakan statistik sebagai alat pengujian, berkaitan dengan isu yang diteliti untuk menghasilkan suatu kesimpulan.
2. Analisis kualitatif adalah pendekatan untuk mengolah hasil wawancara, pengamatan, dan literature. Sejalan dengan Denzin & Lincoln (1994) penelitian kualitatif merupakan penelitian menggunakan latar alamiah dengan maksud menafsirkan sebuah fenomena yang terjadi dan dilakukan dengan jalan melibatkan berbagai metode yang ada.
Kemiskinan dapat diukur dengan menggunakan berbagai metode analisis yang memiliki nilai perspektifnya tersendiri. Kemiskinan memiliki arti yang lebih luas dari sekedar lebih rendahnya tingkat pendapatan atau konsumsi seseorang dari standar kesejahteraan terukur. Kemiskinan dapat dilihat sebagai masalah multidimensi karena berkaitan dengan ketidak-mampuan akses secara ekonomi, sosial, budaya, politik dan partisipasi dalam masyarakat (Nunung Nurwati, 2008).
3.4.1 Kemiskian Multidimensi
Pendekatan multidimensi pada penelitian ini berdasarkan tiga analisis pengukuran, yakni berdasarkan analisis; Badan Pusat Statistik (BPS), Multidimensional Poverty Index (MPI), dan World Bank (Bank Dunia).
1. Badan Pusat Statistik (BPS)
Terdapat 14 indikator kemiskinan berdasarkan BPS yaitu; Luas bangunan, Lantai rumah, Dinding rumah tipe A, Sanitasi, Listrik, Air minum, Bahan bakar memasak,Konsumsi daging/Susu/Ayam, Pembelian baju baru, Makan sehari, Biaya perawatn sehat, Pendapatan kepala rumah tangga, Pendidikan, Tabungan.
Sehingga apabila rumah tangga masyarakat desa pinggiran kota (Dusun baru I) memenuhi 14 indikator tersebut, maka dinyatakan sebagai rumah tangga miskin.
Adapun kriteria masyarakat rumah tangga miskin berdasarkan BPS dapat dilihat pada tabel 3.1
Tabel 3.1 kriteria masyarakat rumah tangga miskin (BPS)
No. Indikator Kemiskinan Kriteria Miskin
1. Luas lantai bangunan tempat tinggal Kurang dari 8 𝑀2 per orang 2. Jenis lantai bangunan tempat tinggal Tanah/Bambu/Kayu Murahan 3. Jenis bangunan tempat tinggal Bambu/Rumbia/Kayu berkualitas
rendah/tembok tanpa plester 4. Fasilitas tempatbuang air besar Tidak punya/ bersama rumah
tangga lain 5. Sumber Penerangan rumah tangga Bukan listrik
6. Sumber air minum Sumur/mata air tidak
terlindung/sungai/air hujan.
7. Bahan bakar masak sehari-hari Kayu bakar/arang/minyak tanah 8. Konsumsi daging/ayam/susu per minggu Tidak pernah/satu kali seminggu 9. Pembelian pakaian baru setiap rumah
tangga dalam setahun
Tidak pernah/satu stel 10. Frekuensi makan dalam sehari untuk setiap
anggota rumahtangga
Satu kali/dua kali sehari 11. Kemampuan membayaruntuk berobat ke
puskesmas/poliklinik
Tidak mampu berobat 12. Lapangan pekerjaan utama kepala rumah
tangga
Petani gurem/buruh tani/buruh bangunan/buruh perkebunan dan pekerjaan lainnya dengan
pendapatan dibawah Rp600.000/bulan.
13. Pendidikan tertinggi kepala keluarga Tidak sekolah/tidak tamat SD/tamat SD
14. Pemilikan asset/harta Tidak punya tabungan/barang yang mudah dijual dengan nilai minimal Rp 500.000
Sumber:Badan Pusat Statistik (BPS), 2020.
2. Multidimensional Poverty Index (MPI)
Terdapat 10 indikator kemiskinan berdasarkan MPI yaitu: Gizi, Kematian bayi, Lama sekolah, Kehadiran dalam pelatihan, Bahan bakar untuk memasak, Sanitasi, Air bersih, Sumber penerangan, Kondisi lantai rumah, Kepemilikan.
Dalam analisis berdasarkan MPI menggunakan ketentuan MPI yang telah disesuaikan dengan karakteritik Indonesia. Sehingga apabila masyarakat rumah tangga desa pinggiran kota (Dusun Baru I) dinyatakan miskin apabila memenuhi 10 indikator MPI tersebut.
Adapun Bobot dan indikator masyarakat rumah tangga miskin berdasarkan MPI Indonesia dapat dilihat pada tabel 3.2
Tabel 3.2 Bobot Dimensi dan Indikator MPI Indonesia
No. Dimensi Indikator Ambang Batas
1. Kesehatan Imunisasi Kode 1: Jika dilakukannya imunisasi pada balita dalam keluarga
2. Kematian bayi Kode 1: Terdapat balita
meninggal dalam kelaurga dalam kurun waktu <5 tahun, OPHI dalam Prakarsa
3. Pendidikan Lama Sekolah Kode 1: Tidaka da anggota keluarga yang menyelesaikan pendidikan wajib belajar minimal tahun (SD-SMP- SMA/Sederajat), UU No. 20 Tahun 2003 tentang SistemPendidikan Nasional di Indonesia.
4. Kehadiran dalam pelatihan Kode 1: Tidak ada naggota kelaurga yang mendapatkan pelatihan ataupun penyuluhan
5. Melek Huruf Kode 1: Jika anggota keluarga
Tidak dapat membaca/melek huruf
6. Kualitas Kehidupan
Bahan bakar untuk memasak Kode 1: Jika rumah tangga menggunakan bahan bakar berupa minyak,elpiji 3 kg, briket, arang, dan kayu bakar untuk memasak
7. Sanitasi Kode1: Jika akses sanitasi
rumah tangga tidak layak, yakni saluran pembuangan terbuka tanpa septitank atau kondisi sanitasi layak namun bersama dengan keluarga lain.
Ophi dalam Prakarsa 2015.
8. Air bersih Kode 1: Rumah tangga tidak
memiliki kualitas air yang layak bersumber dari mata air/sumurtak terlindungi,
sungai, dan sumber air terlindungi dengan jarakkurang dari 10m dari septitank,OPHI dalam Prakarsa 2015.
9. Sumber Penerangan Kode 1: Sumber penerangan
utama bukan bersumber dari listrik atau dengan listrik berbagi minimal daya 450watt 10. Kondisi lantai rumah Kode 1: Lantai terluas memiliki
kualitas yang tidak layak, yaitu berjenis lantai tanah/kayu kualitas rendah/bambu
Sumber: hasil olah data Susenas 2016
Perhitungan bobot MPI berdasarkan Indikator dari setiap dimensi
MPI dihitung dengan menggunakan bobot tertimbang dari dimensi dan indikator yang ada. Setiap dimensi diberi bobot yang sama, yaitu 1/3, dan indikator di dalam setiap dimensi juga dibobotkan secara merata. Dengan demikian, bobot indikator kesehatan, yang terdiri dari dua indikator, adalah 1/6; bobot indikator pendidikan, yang juga terdiri dari dua indikator, adalah 1/6; dan bobot indikator kualitas hidup, yang terdiri dari enam indikator, adalah 1/18.
Setiap individu dinilai berdasarkan indikator MPI dengan skala penilaian 0-1. Jika seseorang memenuhi kriteria kemiskinan sesuai dengan indikator MPI, mereka akan diberi poin 1. Penilaian dilakukan untuk setiap indikator, dan setelah semua sepuluh indikator dinilai, hasilnya akan dihitung berdasarkan rumus berikut:
𝐶1= 𝑊1𝐼1 + 𝑊2𝐼2 + … + 𝑊𝑑𝐼𝑑
 Keterangan:
I1 = 1 (jika seseorang kena dalam indikator i dan I1 = 0 (jika bukan)
𝑊𝑖 = bobot dari indikator i dengan ∑𝑑𝑖=1𝑤𝑖 = 1
Semua indikator dan dimensi diakumulasikan, kemudian dihitung nilai rata-ratanya.
Seseorang dianggap miskin jika rata-rata total penilaian kurang dari 1/3. Indeks Kemiskinan Multidimensi (MPI) diperoleh melalui perkalian antara rasio multidimensional headcount (H) dan intensity of poverty (A).
H = 𝑞 𝑛
 Keterangan:
q= Jumlah individu yang dikategorigan miskin secara multidimensional n= Total Populasi
A= ∑ 𝑐𝑖 (𝑘)
𝑛𝑖=1
𝑞
 Keterangan:
Ci(k)= Skor dari individu
q= jumlah individu yang mengalami kemiskinan multidimensional.
Sehingga MPI= H x A
 Keterangan:
H (angka kemiskinan multidimensi) = proporsi jumlah penduduk miskin multidimensi terhadap total penduduk.
A (intensitas kemiskinan multidimensi) = proporsi rata-rata indikator tertimbang dimana orang miskin terdeprivasi.
Penggunaan Teknik Perhitungan MPI Versi Indonesia
Teknik perhitungan Multidimensional Poverty Index (MPI) versi Indonesia melibatkan pengukuran kemiskinan berdasarkan beberapa dimensi yang mencakup aspek- aspek penting dari kehidupan masyarakat, tidak hanya dari sudut pandang pendapatan atau konsumsi.
Sebagai contoh, misalkan terdapat empat rumah tangga yang menjadi sampel dalam perhitungan MPI. Maka akan mensimulasikan perhitungan MPI menggunakan indikator- indikator yang sesuai dengan konteks Indonesia, seperti yang dijelaskan pada table 3.3 Tabel 3.3 Teknik Perhitungan MPI Versi Indonesia
INDIKATOR
INDIVIDU DALAM
RUMAH BOBOT
1 2 3 4
Ukuran dalam rumah tangga sampel 4 7 5 4
Kesehatan
 Imunisasi jika tidak melakuka imunisasi
0 1 0 1 1/6=0,167
 Kematian anak jika adaanak yang meninggal
0 1 0 1 1/6=0,167
Pendidikan
 Lama sekolah jika kurang dari enam tahun
0 0 1 0 1/9=0,111
 Kehadiran dalam pendidikan jika anak usia sekolah tidak bersekolah
1 1 0 1 1/9=0,111
 Kemampuan membaca jika tidak bisa membaca dan menulis
0 1 1 1 1/9=0,111
Standar Hidup
 Bahan bakar untuk memasak jika memakai kayu/arang/sampah
0 0 1 0 1/15=0,067
 Sanitasi jika tidak memadai 0 1 1 0 1/15=0,067
 Air bersih jika tidak ada akses terhadap air bersih
0 1 1 1 1/15=0,067
 Sumber penerangan jika tidak menggunakan listrik
1 1 1 1 1/15=0,067
 Lantai rumah jika terbuat dari tanah/kayu/
0 1 0 1 1/15=0,067
Skore (c1) 0,178 0,697 0,423 0,523
Apakah masuk kategori miskin MPI (C1 ≥ 1/3 = 0,333)
Tidak Iya Tidak Iya
Sensor score (C1) 0 0,687 0,423 0,523
Skor setiap orang dalam rumah tangga:
contoh rumah tangga 1: C1 = ( 1𝑥 19 ) + ( 1𝑥 151 ) = 0,179
Multidimensional Headcount Rasio (H) = (0𝑥4)+(0,697𝑥7)+(0,423𝑥5)+(0,523𝑥4)
7+5+4 = 0,5679
MPI = H x A = 0,800 x 0,5679 = 0,4543
(Masuk kategori: rumah tangga miskin berdasarkan MPI)
3. Analisis Berdasarkan Bank Dunia (Worldbank)
World Bank menggunakan pendekatan pendapatan untuk menentukan kemiskinan, di mana seseorang dengan rata-rata pendapatan per kapita per hari di bawah $ 2,15 - 2017 PPP (purchasing power parity) dikategorikan sebagai penduduk miskin. Atau dalam satuan rupiah yaitu Rp 32.745($1 = Rp 15.230. (Worldbank, 2024)
3.4.2 Analisis Regresi Linear Berganda
Menurut Sugiyono (2018:307), regresi linear berganda digunakan oleh peneliti untuk memprediksi bagaimana variabel dependen akan berubah (naik atau turun) berdasarkan
variabel independen. Regresi linear berganda diterapkan ketika terdapat minimal dua variabel independen. Metode ini digunakan ketika terdapat lebih dari satu variabel independen yang mempengaruhi satu variabel terikat. . Analisis ini digunakan untuk mengetahui apakah ada pengaruh variabel independen yaitu Brand Image (𝑋1), Brand Trust (𝑋₂) dan Celebrity Endorse (𝑋₃). Sedangkan variabel terikat pada penelitian ini adalah minat beli. Rumus regresi linear berganda, sebagai berikut :
Y = α + β1. X1+ β2.X2 + β3.X3 + e Keterangan:
Y : Variabel kemiskinan multidimensi a : Konstanta
β (1 sampai 6) : Koefisien regresi 𝑋1 : Variabel Pendidikan
𝑋2 : Variabel Kesehatan
𝑋3 : Variabel Kepemilikan asset X4 : Pekerjaan Utama
X5 : Jumlah Tanggungan e : Error/Sisa
3.4.3 Pengujian Asumsi Klasik a. Uji Normalitas
Uji normalitas data dilakukan setelah tahap pengujian validitas dan reliabilitas untuk memastikan apakah data yang digunakan memiliki distribusi normal atau tidak. Pada penelitian ini uji normalitas mnggunakan kolmogorov- smirnov. Dasar pengambilan keputusanya antara lain:
 Jika nilai signifikat > 0,05 maka data berdistribusi normal
 Jika nilai signifikat < 0,05 maka data tidak berdistribusi normal b. Uji Multikolonieritas
Menurut Ghozali (2006:95), uji multikolinearitas bertujuan untuk menentukan apakah terdapat korelasi antar variabel independen dalam model regresi. Model regresi yang ideal seharusnya tidak menunjukkan adanya korelasi di antara variabel-variabel independen.
Jika variabel independen saling berkorelasi, maka variabel-variabel tersebut tidak dianggap ortogonal. Variabel ortogonal adalah variabel independen yang memiliki nilai korelasi nol satu sama lain. Untuk mendeteksi keberadaan multikolinearitas, dapat dilakukan analisis dengan melihat:
1. Nilai tolerance (TOL) dan lawannya.
2. Variance inflation factor (VIF). Nilai tolerance yang rendah sama dengan nilai VIF yang tinggi (karena VIF=I/tolerance). Nilai cut off yang umum dipakai untuk menunjukkan adanya multikolonieritas adalah nilai tolerance < 0,10 atau sama dengan nilai VIF > 10.
c. Uji Heteroskedastisitas
Menurut Priyatno (2013:62), heteroskedastisitas adalah kondisi di mana terdapat perbedaan varian residual di antara seluruh pengamatan dalam model regresi. Ghozali (2006:125) menyatakan bahwa uji heteroskedastisitas bertujuan untuk menentukan apakah terdapat perbedaan varian residual dari satu pengamatan ke pengamatan lainnya dalam model regresi. Model regresi yang baik adalah model yang menunjukkan homoskedastisitas, yaitu tidak adanya heteroskedastisitas. Dasar analisis untuk mendeteksi keberadaan heteroskedastisitas adalah sebagai berikut:
1. Jika terdapat pola tertentu, seperti titik-titik yang membentuk pola teratur (bergelombang, melebar, kemudian menyempit), hal ini mengindikasikan adanya heteroskedastisitas.
2. Apabila tidak ditemukan pola yang jelas dan titik-titik data tersebar secara acak di atas dan di bawah angka 0 pada sumbu Y, maka dapat disimpulkan bahwa tidak terjadi heteroskedastisitas.
3.4.4 Uji Statistik
Uji statistik yang digunakan dalam penelitian ini mencakup tiga pengujian, yakni; Uji Koefisien Determinasi (Uji 𝑅2), Uji Koefisien Regresi secara bersama-sama (Uji F),sertaUji Koefisien Regresi Persial (Uji T).
a. Uji Koefisien Determinasi (Uji 𝑹𝟐)
Koefisien determinasi digunakan untuk mengukur sejauh mana model dapat menjelaskan variasi pada variabel dependen. Nilai koefisien determinasi berkisar antara nol hingga satu. Nilai R² yang rendah menunjukkan bahwa variabel-variabel independen memiliki kemampuan terbatas dalam menjelaskan variabel dependen. Sebaliknya, nilai R² yang mendekati satu menunjukkan bahwa variabel-variabel independen menyediakan hampir semua informasi yang diperlukan untuk memprediksi variabel dependen.
b. Uji Koefisien Regresi secara bersama-sama (Uji F)
Uji statistik F menunjukkan apakah semua variabel independen secara bersama-sama memiliki pengaruh signifikan terhadap variabel dependen. Uji F ini digunakan untuk mengetahui pengaruh dari variabel harga dan kualitas produk terhadap keputusan pembelian bagi konsumen. Untuk menguji hipotetsis ini digunakan statistik F dengan rumus sebagai berikut:
Fn = 𝑅
2/𝐾 (1−𝑅2)/(𝑛−𝑘−1)
 Keterangan:
Fn : nilai uji f
R : koefisien analisis regresi berganda k : jumlah variabel independen
n : jumlah anggota sampel
Hipotesis yang digunakan dalam penelitian ini adalah:
H0: βi = 0, artinya variabel-variabel independen tidak memiliki pengaruh terhadap variabel dependen.
Ha: βi > 0, artinya variabel-variabel independen mempunyai pengaruh terhadap variabel dependen.
Kriteria pengambilan keputusan sebagai berikut:
a. Apabila probabilitas signifikasi > 0,05, maka H0 diterima dan Ha ditolak.
b. Apabila probabilitas signifikasi < 0,05, maka H0 ditolak dan Ha diterima.
Dengan membandigkan nilai F hitung dengan F tabel a. H0 diterima bila F hitung < F tabel pada a=5%
b. Ha diterima bila F hitung > F tabel pada a=5%
c. Koefisien Regresi Secara Parsial (Uji T)
Uji t digunakan untuk mengukur sejauh mana pengaruh masing-masing variabel independen yang digunakan dalam penelitian ini dapat menjelaskan variabel dependen secara parsial.
Adapun rumus uji t adalah sebagai berikut:
t = 𝑟 √𝑛−2
√1− 𝑟2
 Keterangan:
t : signifikan pengaruh variabel X terhadap variabel Y r : nilai koefisien regresi berganda
n : jumlah responden
Kriteria yang ditetapkan dengan membandingkan nilai t hitung denga t tabel menggunakan t harga kritis t tabel dengan tingkat signifikan yang telah ditentukan sebesar 0,05 (α= 0,05). Kriteria untuk penerimaan atau penolakan hipotesis nol (H0) yang digunakan adalah sebagai berikut:
a. H0 diterima apabila𝑡ℎ𝑖𝑡𝑢𝑛𝑔 berada di daerah penerimaan, dimana 𝑡ℎ𝑖𝑡𝑢𝑛𝑔 < 𝑡𝑡𝑎𝑏𝑒𝑙 atau sig > α (0,05)
b. b. H0 ditolak apabila berada di daerah penoakan H0, dimana 𝑡ℎ𝑖𝑡𝑢𝑛𝑔 > 𝑡𝑡𝑎𝑏𝑒𝑙 atau sig < α (0,05).
3.5 Definisi Konsep dan Pengukuran Variabel
DAFTAR PUSTAKA
Sigit, T.A. and Kosasih, A. 2020. Pengaruh Dana Desa terhadap Kemiskinan: Studi Tingkat Kabupaten/Kota di Indonesia. Indonesian Treasury Review Jurnal Perbendaharaan Keuangan Negara dan Kebijakan Publik. 5(2):105–119.
Syawie M. 2011. Kemiskinan dan kesenjangan sosial. Jurnal Informasi, 16 (03):213–219.
Sarah Nita. 2019. Analisis Sebaran dan Faktor Penyebab Kemiskinan di Kabupaten Bandung Barat. Jurnal Agribisnis Indonesia. 7(02):79-91.
Dominicus Savio. 2023. Determinan Kesenjangan Kemiskinan desa-kota di Indonesia.
Majalah Geografi Indonesi. 37(02):186-195.
Harianto. 2023. Dampak perubahan sistem agribisnis terhadap peningkatan kesenjangan ekonomi rumah tangga pertanian dengan non-pertanian. Orasi Ilmiah Guru Besar Institut Pertanian Bogor. https://www.ipb.ac.id/news/index/2023/05/prof-harianto- kenalkan-dampak-perubahan-sistem-agribisnis-terhadap-peningkatan-kesenjangan- ekonomi-rumah-tangga-pertanian-dengan-non-
pertanian/17fe9ea8a7696284009dd4fcc99289d0/. Pada tanggal 13 Agustus 2024. Jam 13.39.
Medina, G. da S. 2022. The Economics of Agribusiness in Developing Countries: Areas of Opportunities for a New Development Paradigm in the Soybean Supply Chain in Brazil. Journal Front. Sustain Food Syst. 6:842338.
Webster, D. R. 2002. On the Edge: Shaping the Future of Peri-urban East Asia. In Stanford University/Asia Pacific Research Center. Stanford University Press.
Nandi. 2008. Perilaku Petani dalam Memanfaatkan Lahan Pekarangan sebagai Tambahan Pendapatan Keluarga. Jurnal Pendidikan Ilmu Sosial. 3:67-85.
Nurul Izzah. 2020. Kemiskinan adalah Satu Fenomena Multidimensi: Suatu Pemerhatian Awal. Malaysian Journal of Social Sciences and Humanities. 6(01):40-51.
Jacobus, E. H., Kindangen, P., & Walewangko, E. N. 2021. Analisis faktor-faktor yang mempengaruhi kemiskinan rumah tangga di Sulawesi Utara. Jurnal Pembangunan Ekonomi dan Keuangan Daerah, 19(3), 86-103.
Imron Rosyadi. 2017. Identifikasi Faktor Penyebab Kemiskinan di Pedesaan dalam Perspektif Struktural. Jurnal Ekonomi dan Bisnis. ISSN 2407-9189.
Inoki Hasibuan. 2020. Interaksi Desa Kota Terhadap Tingkat Kesejahteraan
Masyarakat Di Kabupaten Simalungun (Studi Kasus Di Desa Perbatasan). Jurnal Regional Planning, 2(2):79-88.
Cut Nurul Aidha. 2020. Indeks Kemiskinan Multidimensi Indonesia 2015–2018.
Penerbit Prakarsa. Jakarta Selatan.
Purnami, N. M. S., & Saskara, I. A. N. 2016. Analisis Pengaruh Pendidikan dan Kontribusi Sektor Pertanian Terhadap Pertumbuhan Ekonomi serta Jumlah Penduduk Miskin. E- Jurnal EP Unud, 5(11), 1188-1218.
Jacobus, E. H., Kindangen, P., & Walewangko, E. N.2021. Analisis faktor-faktor yang mempengaruhi kemiskinan rumah tangga di Sulawesi Utara. Jurnal Pembangunan Ekonomi dan Keuangan Daerah, 19(3), 86-103.
Sari, A. C. D. M., & Purwanti, E. Y. 2012. Pengaruh Kepemilikan Aset, Pendidikan, Pekerjaan dan Jumlah Tanggungan Terhadap Kemiskinan Rumah Tangga di Kecamatan Bonang Kabupaten Demak (Doctoral dissertation, Fakultas Ekonomika dan Bisnis).
Andrianto, A., Qurniati, R., & Setiawan, A. 2016. Pengaruh Karakteristik Rumah Tangga Terhadap Tingkat Kemiskinan Masyarakat Sekitar Mangrove (Kasus Di Desa
Sidodadi Kecamatan Teluk Pandan Kabupaten Pesawaran). Jurnal Sylva Lestari, 4(3), 107-113.
Yani, W., & Gusti, I. 2018. Analisis Beberapa Faktor Yang Berpengaruh Terhadap Pendapatan Kepala Rumah Tangga Miskin Di Kecamatan Seririt Kabupaten Buleleng. E-Jurnal Ekonomi Pembangunan Universitas Udayana, 7(3), 381-415.
Hasibuan, Y. H. S. 2018. Pengaruh Pertumbuhan Ekonomi Terhadap Kemiskinan Di Sumatera Utara Tahun Periode 2010–2016.